FASE MENENGAH
(Translater : Zerard)

Gadis Sapi berdiri di depan pintu ruangannya. Dia menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya, dadanya kembang-kempis.
Matahari telah mengirim kilau cahayanya melewati jendela, dan dia dapat mendengar ayam jantan berkokok dengan begitu riuhnya. Dia bangun lebih awal hari ini, berpakaian dan siap untuk pergi. Semuanya telah siap. Yang hanya di butuhkannya sekarang adalah tekadnya.
“O-oke…!”
Dia mengepal tangannya untuk menunjukkan kebulatan tekadnya, kemudian memutar gagang pintu dan membuka pintu.
“Se-selamat pagi! Mataharinya sudah terbit! …Erk.”
Dia memasuki ruangan seceria yang dia mampu—hanya untuk mendapati ruangan itu kosong.
Sebuah “ruangan rapi” terdengar seperti hal yang bagus, namun merupakan hal yang sangat mudah di rapikan jika ruangan itu hanyalah berisi ranjang yang terbuat dari jerami dan sebuah kursi.
Selimut terlipat dengan rapi di atas ranjang; menunjukkan tanda tidak ada di gunakan sama sekali.
Gadis Sapi menggaruk pipinya malu. Tampaknya dia sudah terlambat menemuinya.
“Aku rasa dia sudah pergi…”
Ataukah dia belum kembali?
Gadis Sapi duduk di atas ranjang jerami dan menghela napas. Pria itu datang dan pergi dengan waktu yang tidak bisa di prediksi. Gadis Sapi benar-benar jarang melihatnya.
“…Padahal, banyak hal yang ingin aku bicarakan dengannya.”
Jika di lihat dari keadaannya, seolah mereka hanya benar-benar menyewakan ruangan untuk pria itu.
“Apa petualang sesibuk itu?”
Gadis Sapi tidak mengetahuinya.
Saat ini dia hidup di jalan yang tidak jauh dari kota, yang merupakan tempat dari cabang Guild Petualang, namun dia tidak mengetahui apapun tentang petualang.
Terdapat banyak hal yang dia tidak ketahui. Mengapa? Dia telah berada, tinggal di kota ini selama lima tahun.
Itu karena aku nggak pernah keluar.
Gadis Sapi menggigir bibirnya dan berdiri. Dengan cepat dia merapikan kembali seprei ranjang yang dia duduki sebelumnya, kemudian dia membuka pintu dan pergi menuju dapur. 
Pamannya baru saja memasukkan beberapa tembakau ke dalam pipanya, bersantai untuk beberapa saat setelah sarapan. “Wah, kamu cepat bangun,” dia berkata, melihat kepadanya.
“Paman, apa kamu punya pesanan untuk di antar ke kota hari ini?” Gadis Sapi bertanya, merasa jika dirinya berkata hal lainnya, dia akan kehilangan keberaniannya.
“Hmm. Yah, ya aku punya…” Paman tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan keponakannya yang terkesan di paksa. Kursinya berbunyi seraya dia mengangguk. “Kenapa kamu Tanya?”
“Aku ikut!”
Kamu harus memulai langkah pertama. Pamannya menatap pada Gadis Sapi yang mengepal tangannya penuh tekad.
*****
“Uggggh…”
Pegawai Guild gadis baru menghela lelah dan menekan dahinya pada meja. Di sekitarnya bertumpuk dokumen pekerjaannya. Semua dokumen itu adalah permohonan untuk para petualang di hari itu. Beberapa, Gadis Guild telah menulisnya sendiri, sementara yang lain berasal dari pegawai lain.
Dia menggengam sebuah halaman acak yang berada di dekat kepalanya dan melihat sebuah kata yang mustahil di hindari: membasmi goblin.
Sangatlah cukup untuk membuat siapapun menghela.
“Hei, ayolah, jangan malas-malasan!” rekan kerjanya berkata, memberikan ketukan pada kepalanya.
“Tapi…”
Rekan kerjanya merupakan seorang cleric, dan dia selalu tampak rajin. Gadis Guild tidak dapat menahan rasa irinya. Gadis Guild memprediksi pada suatu hari rekan kerjanya akan di berikan posisi inspektur secara resmi.
Sedangkan dirinya sendiri, Gadis Guild merasa itu adalah hal yang tidak mungkin, bagi dirinya untuk berdoa dengan begitu taat pada para dewa sehingga di berkahi keajaiban.
“Banyak sekali quest goblin di sini, kita nggak apa pernah bisa menyelesaikannya semua.”
“Banyak sekali? Aku rasa ini jumlah yang seperti biasanya.”
“Yah, itu benar, tapi…” Gadis Guild mengigit bibirnya dan meluruskan sebuah tumpukan kertas.
Pepatah mengatakan bahwa setiap kali sebuah party petualang terbentuk, sebuah sarang goblin akan muncul. Pembasmian goblin sudah begitu umum dan tidak ada habisnya hingga dapat menciptakan pepatah terkenal seperti itu.
Terdapat banyak quest yang berhadapan dengan bandit, troll, lamia, atau harpy. Namun jika berdasarkan dengan tipe monster, bagi Gadis Guild quest goblin tampak yang paling banyak.
“Biarkan aja para pemula yang menangani mereka.” Rekanya berkata.
“Aku bisa saja sih, tapi…” Gadis Sapi mengambil sebuah penah. “Kemungkinannya kecil mereka akan berhasil.”
“Mereka harus bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.”
Kali ini, dia memberikan Gadis Guild sebuah tepukan lembut di pipinya, memprovokasi sebuah jeritan kecil yeep!
“Oke, Tapi bahaya itu bagian dari petualangan, kan?”
“Benar sih…”
“Kita hanya menerima quest, dan memberikannya pada para petualang, dan jika mereka berhasil, kita akan memberikan mereka hadiahnya dan kepercayaan kita, kan?”
“Aku rasa begitu.”
Yah, selama kamu mengerti. Rekan kerjanya kembali pada meja kerjanya.
Guild Petualang sudah ramai akan para petualang yang datang mencari pekerjaan. Tidak ada waktu untuk duduk dan berbincang.
Gadis Guild membali halaman kertas yang dia belum pasang pada papan bulletin dan menghela kembali.
Hadiah ini hampir tidak cukup… tapi desa seperti itu memang tidak bisa menawarkan harga yang mahal…
Terdapat permohonan dari tempat yang miskin, desa petani, kota perbatasan. Mereka semua menawarkan setiap koin yang apat mereka kais bersama, dan semua koin itupun masih seperti uang receh bagi petualang berpengalaman.
Karena itu, pekerjaan ini biasanya selalu di berikan kepada petualang pemula, mereka dengan peringkat paling rendah. Porcelain, atau peringkat ke Sembilan, Obsidian. Mereka mungkin akan gagal, namun para goblin tetap akan terbunuh. Party kedua atau ketiga akan dapat menghancurkan sarang mereka.
Sebagian alasan yang membuat para petualang ahli dalam pekerjaan mereka adalah kemampuan mereka untuk memilih quest yang setara dengan kekuatan, perlengkapan, dan komposisi party yang mereka miliki. Keberhasilan ataupun kegagalan adalah tanggung jawab mereka sendiri. Guild tidak mempunyai tenaga untuk memanjakan setiap pemimpi yang muncul untuk mendaftar.
Itu salah satu untuk memangkas mereka, aku rasa…
Namun jika itu benar, maka akan menjadi sebuah pertanyaan apakah mereka dapat membiarkan mereka yang tidak mengikuti hukum dan mereka yang kejam untuk terus tersebar.
Walaupun begitu, siapapun yang Gadis Guild pilih, dia tetap saja mengirim seseorang untuk menghadapi kematiannya.
Mungkin aku salah memilih pekerjaan.
Masih tidak dapat mengendalikan emosinya, Gadis Guild memaksa wajahnya untuk tersenyum, tepat di depannya terdapat petualang besar yang kemungkinan mencari pekerjaan untuk hari ini. Pria itu mendekatkan wajahnya pada Gadis Guild.
“Yo. Ada quest membasmi troll? Sepertinya, quest ini cara cepat untuk mendapatkan uang.”
“Saya mohon maaf, untuk hari ini tidak ada quest troll…” Gadis Guild mengernyit, dan membalik kertasnya. Sebuah harapan samar melintas di pikirannya. “Mungkin anda berminat dengan quest goblin…?”
“Goblin?” Petualang besar itu tampak tidak tertarik. “Bayaran goblin kecil sekali, dan mereka lemah. Biarkan saja yang Porcelain menghadapi mereka.”
Untuk beberapa saat Gadis Guild menggigit bibirnya. Adalah sebuah reaksi yang sudah di duganya. Dia tidak dapat—dan tidak boleh—memaksakan quest ini.
“Saya minta maaf, pak…”
Gadis Guild menundukkan kepala meminta maaf ketika sebuah suara menyelanya. “Goblin?”
Gadis Guild tidak mengetahui seberapa lama pria itu berdiri di sana. Petualang itu muncul dari belakang pria besar ini, suaranya rendah dan mekanikal. Dia menggunakan armor kulit kotor dan helm baja dengan satu tanduk yang telah patah, bersama dengan sebuah perisai bundar kecil yang terikat pada lengannya dan sebuah pedang dengan kepanjangan yang aneh pada pinggulnya. Perlengkapannya tampak begitu usang, menandakan dia telah pergi melewati beberapa petualangan.
Gadis Guild telah berhadapan dengan pria ini beberapa kali dan telah mengenalnya. Bagaimana mungkin dia tidak mengenalnya? Rasa terkejut yang dia rasakan ketika pria ini kembali dari membasmi sarang goblin sendirian, tercetak pada ingatannya.
Namun dia tidak pernah menyangka bahwa pria ini akan memotong pembicaraan seperti ini. Gadis Guild berkedip beberapa kali.
Pertanyaan itu datang kembali: “Goblin?”
“Er, ya.” Hanya itu yang dapat di katakana Gadis Guild seraya menagngguk.
“Begitu,” pria itu berkata datar. “Kalau ada quest goblin, aku akan melakukannya.”
“Oh-ho, boleh juga juga bocah kecil Porcelain ini,” petualang besar berkata, melirik curiga pada bocah berarmor. “Bukannya kamu kemarin mengambil quest goblin juga?”
“Ya.” Dia mengangguk. “Benar.”
Petualang besar menghela napas dan mengangguk tidak tertarik. Namun kemudian sebuah senyum tampak di wajahnya. “Yah, bagus untukku. Aku ambil ini saja kalau begitu.” Dia melirik pada kertas yang ada pada meja Gadis Guild dan mengambil salah satunya. “Menyingkirkan penyihir di atas gunung berapi? Kedengarannya bagus.”
“Er, yam pak! Penyihir itu ada di dalam labirin bawah tanah, jadi mohon berhati-hati.” Gadis Guild mengerjakan penerimaan quest itu dengan gerakan cepat. Gadis Guild harus menjelaskan hadiah, konten dari quest, dan memastikan bahwa sang petualang benar-benar ingin dan menerima quest ini. Kemudian tugasnya akan selesai.
Akhir-akhir ini, dia mulai merasa terbiasa dengan kegiatannya, dan kali ini Gadis Guild dapat mengisi dokumennya tanpa kesalahan. Phew. Sebuah hela lega.
“Goblin atau tikus raksasa itu monster yang bagus untuk mengasah kemampuanmu,” petualang besar berkata seraya dia pergi. “Semoga beruntung, bocah.”
Sang petualang berhelm memperhatikannya pergi tanpa terlalu mempedulikannya, kemudian memutar helmnya kembali pada meja resepsionis.
“Jadi, goblinnya?”
Yikes…
Untuk beberapa saat, Gadis Guild mendapati dirinya mengambil beberapa langkah mundur, jauh di dalam helm baja tidak berekspresi itu, Gadis Guild dapat melihat sepasang mata merah yang menyala.
Gadis Guild menggeleng kepalanya untuk membuyarkan rasa takutnya. Dia harus mengembalikan senyum pada wajahnya lagi.
“Apa nggak ada goblin?”
“O-oh, ada…” Gadis  Guild sedikit tersenyum, melihat reaksi pria itu. Gadis Guild membersihkan tenggorokannya, memaksa dirinya untuk focus. “Kami mempunyai quest membasmi goblin. Bahkan ada cukup banyak.”
“Begitu. Jadi memang ada goblin.”
Orang ini kenapa sih?
Gadis Guild tidak mengetahui jawabannya, namun seraya Gadis Guild melihat pria itu dengan penuh rasa bingung, Gadis Guild mengeluarkan beberapa kertas dari tumpukkan kertas quest.
Gadis Guild telah bertemu dengan berbagai macam petualang selama masa latihannya di Ibukota dan di kota perbatasan ini. Beberapa dari mereka cukup aneh, beberapa memiliki obsesi yang khusus, beberapa penuh percaya diri. Berbagai macam personalitas.
Tapi dia…kelihatannya berbeda.
“Er, jadi sebagai permulaannya. Goblin telah mengambil beberapa ternak desa dan melukai pria muda yang sedang berjaga…”
“Aku terima.”
Pria itu mengangguk, jawabannya begitu sekejap. Pria itu tidak bertanya tentang hadiah dan mengambil kertas quest dari tangan Gadis Guild, hampir seolah dia ingin mencurinya.
“Dua atau tiga?”
“Um… Dapatkah saya menjelaskan tentang hadiahnya?”
“Ya.” Pria itu tampak tidak begitu mempedulikannya.
“Hmm,” Gadis Guild berkata, sedikit mengernyit. “Saya ingin anda mendengarkan saya, atau saya bisa mendapatkan masalah.”
“Benarkah?”
“Iya, beanr.” Gadis Guild mengangguk, memasang wajah serius. Gadis Guild sedang berhadapan dengan seseorang yang memiliki sedikit pengalaman bertarung. Jika terdapat keributan perihal hadiah yang di berikan, maka Gadis Guild lah yang akan mendapat getahnya. Bahkan ketika di Ibukota, mereka di tekankan akan betapa pentingnya untuk tidak tampil mengintimidasi.
“Kepercayaan dan niat baik,” Gadis Guild berkata. “Ini adalah sebuah pekerjaan, dan kamu membayar anda, jadi di mohon untuk menyelesaikannya sebaik yang anda mampu.” Gadis Guild mengangkat jari telunjuknya seolah sedang memberikan pelajaran, namun kenyataannya adalah, Gadis Guild sendiri tidak benar-benar memahami apa yang dia katakan. “Dan cobalah anda pikir seperti ini: tanpa hadiah, anda tidak akan bisa membayar uang sewa atau membeli makan atau perlengkapan, benarkan?”
Oleh karena itu, Gadis Guild menambahkan rincian akan hadiahnya sebaik yang dia bisa. Bukanlah sebuah wahyu; adalah hal yang seharusnya di ketahui semua orang. Namun pria itu hanyut dalam pikirannya, hingga akhirnya, sebuah dengusan halus keluar dari dalam helmnya.
“…Kalau begitu, aku akan mendengarkannya.” Dia mengangguk. Gadis Guild meletakan tangan pada dadanya, merasa lega.
Syukurlah dia mau mendengarkanku.
Ini bukanlah pertama kalinya Gadis Guild bekerja dengannya. Setiap saat, pria ini selalu memilih membasmi goblin.
Mungkin di karenakan pria ini masih seorang pemula. Gadis Guild masih sangat terkejut melihat pria ini masih belum membentuk sebuah party, walaupun begitu, pria ini sudah sangat membantu dirinya. Dan walaupun juga, Gadis Guild mengetahui suatu hari nanti peringkat pria ini akan naik, dan dia akan pergi bertarung melawan sesuatu yang lebih besar, monster yang lebih kuat.
Memang seperti itu jalannya di sini.
“Terima kasih atas bantuan anda yang terus berkelanjutan!”
Pria itu akan berjalan keluar melewati pintu, dan ada kemungkinan, masuk ke dalam mulut kematian. Ini mungkinlah satu-satunya kesempatan Gadis Guild untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.
Gadis Guild memberi hormat, kepangnya berayun, namun pria itu hanya memiringkan kepalanya. Seolah pria itu tidak dapat memahami mengapa gadis ini berterima kasih kepadanya.
Dia kelihatannya…cukup sopan.
Pikiran yang melintas itu cukup tidak pantas, dan Gadis Guild membuyarkannya seraya dia menjelaskan penjelesannya kepada petualang ini.
*****
“Hei, dia lewat sana!”
“Yikes, di-dia bakal melarikan diri!”
“Kepung mereka, biar jadi mudah!”
“Tapi jangan lengah, Goblin itu tetap aja monster!”
Party dari empat petualang sedang melakukan pekerjaan mereka di pinggiran sebuah desa.
“Jangan pikir aku nggak tahu!”
Pemimpin mereka barulah mendaftar menjadi petualang beberapa hari yang lalu. Dia mengayunkan pedang dua tangannya dengan penuh tenaga, melompat ke dalam pertarungan.
“GROORB?! GOORBGBORG?!”
Seekor goblinb dengan sayuran di tangannya, menjerit dan berlari, berteriak seraya pedang itu menancap padanya. Sayurannya terjatuh di tanah, terburai, namun begitu juga dengan goblin itu. Isi tubuhnya terciprat pada sayuran. Sang pemimpin melihatnya dengan rasa jijik.
“Aku rasa nggak aka nada yang mau makan itu sebagai makan malam…”
“Awas! Di sana!” Ada satu lagi! Adalah suara dari gadis ranger mereka. Telingannya cukup runcing: dia adalah half elf.
Gadis itu menunjuk pada tempat di mana goblin sedang masuk ke dalam hutan, membawa seekor domba.
“Gnome! Undine! Buatkan aku bantalan terbaik yang pernah ada!”
Sang half elf memiliki hubungan erat dengan keempat roh, walaupun dia bukanlah seorang elf sepenuhnya. Gadis itu mengambil sebuah botol dari pinggulnya dan melemparkan air yang ada di dalamnya: air itu berdansa dan tersebar di atas tanah.
Terbimbing oleh suaranya yang bagaikan sebuah lagu, air itu bergabung dengan roh tanah, menciptakan lumpur dan menangkap kaki goblin.
“GROOORB?!”
Mantra pengikat menghentikan makhluk itu. Domba di tangannya melawan dan berhasil lepas dan melarikan diri.
“Hah, kamu milikku sekarang…!” Warrior lainnya mendekat, mengangkat sebuah kapak. Tubuhnya, kekar akan otot, terlihat seperti batu pegunungan. Dia adalah seorang dwarf.
Mata dari kapaknya menghantam masuk ke dalam tengkorak goblin, mengirim ceceran otaknya ke segala arah. Monster itu kejang-kejang hebat dan kemudian mati. Cipratan darah dari makluk itu masuk ke dalam jenggot sang dwarf, namun dia hanya tertawa lantang seraya bertumpu pada mayat itu dan menarik senjatanya.
“Total bunuh kita seimbang sekarang!”
“Tunggu saja. Aku akan menang lain kali.” Sang pemimpin membalas. Dia mengayunkan pedangnya untuk menyingkirkan darah yang menempel, kemudian memasukkannya kembali ke dalam sarungnya. Dia meletakkan pedangnya pada pinggulnya, di karenakan dia merasa jika pedangnya berada di punggungnya, dia tidak dapat menariknya dengan cepat ketika dia memerlukannya.
“Kalian seharusnya merasa senang bahwa tidak seorangpun dari kita yang terluka,” kata monk mereka. Pria botak pengikut Dewa Pengetahuan meletakkan tangannya di dada, merasa lega.
Party mereka telah melakukan beberapa petualangan, namun  saat ini mereka sedang melakukan investigasi sebuah reruntuhan. Merupakan pengalaman pertarungan lapangan mereka. Membunuh beberapa goblin bukanlah hal yang sulit, namun mereka tetap bersyukur tidak ada satupun dari mereka yang terluka.
“Bagaimana denganmu pak?” sang monk bertanya.
“Nggak ada masalah,” dia membalas datar.
“Dia” tidak di ragukan merupakan petualang yang terlihat menyedihkan. Dia mengunakan helm baja dengan salah satu tanduknya yang hilang, armor kulit kotor, dan sebuah perisai bundar yang terikat pada lengannya. Di tangannya sebuah pedang dengan kepanjangan yang tidak biasa, saat ini pedang itu sedang terbenam di dalam otak goblin.
“Satu,” dia berkata, memberikan putaran kasar pada pedangnya dan mematahkan tulang belakang dengan suara patah yang mengerikan.
“Kalian bunuh dua. Tiga secara keseluruhan.”
“Iya. Sayurannya sudah nggak bisa di pakai lagi, tapi setidaknya kita mendapatkan kembali dombanya. Lumayan.”
“Iya kan?” Sang pemimpin bertanya dengan sebuah senyuman, mendapatkan persetujuan dan sebuah senyum balasan dari gadis half elf yang memeluk binatang kecil itu. Domba itu menggeliat seolah ingin melarikan diri dari dekapan dada kecil gadis itu, namun walaupun dengan lengan kurus gadis itu, sang binatang tidak dapat melarikan diri sama sekali.
“Aduh. Betapa irinya aku sama domba itu. Coba kamu lihat kenapa domba itu kelihatannya marah? “
“Iri kenapa?” sang gadis berkata, tidak memahami pada awalnya, namun kemudian dia memahaminya dan berteriak, “Kamu ini!” dan menggembungkan pipinya.
“Maaf, maaf.” Warrior pemimpin mereka berkata. Ekspresi half elf kembali melembut, dan dia membelai kepala domba itu.
Sang dwarf menggeleng kepalanya melihat pemandangan kecil manis ini. “Yah, goblin memang seperti ini.” Kapak bersandar pada pundaknya, dia memberikan dengusan tidak tertarik.
“Aku mengerti,” dia berkata. Menginjak mayat goblin dengan satu kaki dan menarik pedangnya, kemudian menggunakan ujung pedangnya untuk membalik tubuh mayat itu. Makhluk itu sangatlah kurus, tulang rusuknya dapat terlihat. Sebuah aroma menjijikkan timbul dari mayat hinanya.
“Tampaknya makhluk ini nggak datang dari sebuah sarang.” Dia berkata.
Sang monk mengelus kepala botaknya dengan tangan seraya dia melihat mayat itu. Kemudian mulai menusuk lembut mayat itu dengan jarinya. (Mungkin dia jauh lebih terbiasa dengan hal seperti di bandingkan yang lainnya?)
“Saya setuju,” dia berkata. “Makhluk ini sudah sangat kurang gizi. Terlalu kurus. Mungkin goblin pengembara, atau pengelana?”
“’Pengelana’?” Dia membersihkan darah dari pedangnya dan menyarungkannya, memutar helm bertanduk satu miliknya mengarah pada sang monk.
“Seperti beruang tanpa sarang, julukan itu tertuju kepada goblin yang tidak mempunyai sarang.”
“Ada lagi yang lainnya?”
“Er…” Sang monk menyentuh kepalanya kembali, kemudian menggelengkannya. Terdapat senyum di wajahnya. “Sayangnya saya tidak begitu banyak mengetahui perihal goblin.”
“Begitu.” Hanya itulah yang di ucapkannya sebelum helmnya kembali menatap tubuh goblin itu.
Sang pemimpin melihat pria itu dengan penasaran, kemudian menepuk bersahabat pundak pria itu. “Kamu melakukan pembasmian goblin untuk mendapatkan uang buat perlengkapanmu kan?”
Quest berikutnya akan sedikit lebih sulit adalah saran pemimpin.
“Benarkah?” adalah yang dia katakan. “Apa goblin?”
“Nggaklah,” sang pemimpin berkata, terlihat bingung. “Questnya menjelajahi sebuah tambang.”
“Yeah, aku dengar mereka menghentikan penambangan emas dari tempat itu.” Gadis Half Elf berkata.
“Ada kemungkinan terdapat monster di bawah sana.” Dwarf Warrior menambahkan.
Elf dan dwarf memiliki hubungan kontensius sejak dahulu kala, namun kemungkinan hubungan itu tidak sepenuhnya benar bagi dwarf dan half elf.
Sang dwarf menyipitkan matanya yang berada di balik alis tebalnya dan menatap rekannya. “Aku akui, aku nggak pernah menyangka bisa bertemu petualang lainnya.”
Merupakan hal biasa: goblin yang saat ini membusuk terbakar matahari kemungkinan besar telah menyerang desa terdekat tanpa pikir panjang. Oleh karena itu penduduk desa memohon Guild untuk memusnahkan mereka, dan sebuah party menerimanya; desa lainnya memohon Guild untuk menjaga mereka, dan seorang petualang menerimanya.
Bukanlah suatu masalah, selama semua orang mendapatkan hadiah mereka.
“Ini pastinya lebih dari sekedar kemungkinan,” sang pemimpin party berkata. “Soalnya pria ini dan aku mendaftar pada hari yang sama!” Sang pemimpin menepuk kuat pundak pria itu. “Hei, kamu selalu sendiri kan? Bagaimana kalau kamu ikut dengan kami pada—“
“Nggak.” Dia berkata acuh. “Goblin.”
Kemudian dia menarik belatinya. Dia membedah perut salah satu monster itu seolah bukan masalah besar, layaknya seorang pemburu yang menguliti buruannya.
Gadis Half Elf tersedak melihatnya, sementara sang monk mengernyit dan berkata, “Pak, apa yang kamu lakukan?”
“Investigasi,” dia menjawab tenang, gerakannya tampak mekanikal seraya dia menarik beberapa organ tubuh dan lainnya. “Aku nggak begitu banyak mengetahui tentang goblin juga.”
Party mereka saling bertukar pandang seolah mereka telah menemukan labirin yang belum di ketahui. Tidak ada yang dapat menyalahkan mereka untuk menghiraukan pria itu.
Dia  menghabiskan semalaman di lapangan, untuk memastikan tidak ada bala bantuan goblin yang akan datang, dan kemudian pergi pulang.

*****
“Wh… Whoa…” Gadis Sapi hampir merasa pusing melihat semua aktifitas ini.
Mereka berada pada Guild Petualang—dan terdapat banyak sekali petualang di sana. Adalah lewat tengah hari, dan kerumunan petualang sudah menipis, namun bagi Gadis Sapi, kerumunan ini sungguh ramai di matanya.
Orang-orang dari berbagai macam ras, kelas, dan umur, membawa berbagai macam senjata, berkeliaran di sekitar lobi. Dia pernah melihat dwarf dan rhea yang lewat di pinggir jalan, namun elf merupakan hal yang hanya pernah dia dengar pada dongeng. Gadis Sapi berkedip terpesona akan kecantikan seorang gadis elf yang melewatinya.
Gadis Sapi mengetahui bahwa tidak sopan untuk memandangi seseorang, namun dia tetap melakukannya, mungkin karena dia merasa bahwa dia tidak akan mendapatkan kesempatannya lagi untuk bisa melihat seorang elf secara langsung.
“Baiklah, Aku akan pergi mengantarkan pesanan. Tunggu di sini.”
Suara pamannya telah menyadarkannya kembali, dan dengan cepat Gadis Sapi mengangguk dan berkata, “Oh, uh, ba-baik!”
Pamannya pergi menuju meja resepsionis, meninggalkan Gadis Sapi berdiri di sana. Itulah ketika Gadis Sapi menyadarinya.
Mereka semua melihatku.
Mungkin Gadis Sapi terlihat canggung, atau karena dia terlihat mencolok, namun petualang yang lewat terus mencuri pandang kepadanya. Gadis Sapi merasakan darah mengalir ke pipinya; dia menutup erat matanya dan menundukkan kepalanya.
Seharusnya aku nggak datang ke sini…
Gadis Sapi menggerakkan tubuhnya tidak nyaman, mendapati dirinya merasa sangat malu. Ketika dia mengintip dari bali poni rambutnya, dia melihat beberapa bangku, tampaknya sebuah ruang tunggu.
Merupakan tempat yang bagus, pikir Gadis Sapi. Dia akan segera mengetahui jika pamannya telah kembali.
Dia berjalan menuju kursi, mencoba untuk tidak terlihat mencurigakan sama sekali dan juga berusaha untuk terbiasa dengan semua ini. Rasa gugupnya membuat tangan dan kakinya bergerak dengan sendirinya; dia tidak mengetahui harus berbuat apa dengan rasa malu ini. Entah bagaimana, dia telah berhasil mencapai bangku, duduk, dan menghela napas lega.
Syukurlah nggak ada yang berbicara denganku.
Meletakkan tangannya bersyukur pada dada ranumnya,  Gadis Sapi akhirnya dapat melihat sekitaran area Guild. Secara tidak sadar, Gadis Sapi berusaha mencari dia namun tidak menemukan kehadiran helm dan armor itu.
Tapi….coba lihat semua orang yang ada di sini.
“Buset, tadi kacau sekali.”
“Itu semua karena kamu memaksakan menggunakan benda besar itu di tempat yang kecil seperti itu. Kamu seharusnya mencontohku.”
“Lupakan saja. Apa quest kita selanjutnya?”
“Kamu harus belajar dari pengalamanmu sendiri. Soal quest, um, aku rasa menginvestigasi sebuah tambang. Quest satu grup besar.”
“Aku dengar ada slime atau semacamnya yang muncul di sana.”
Gadis Sapi memperhatikan diskusi party tersebut tanpa di sadarinya. Warrior yang membawa pedang besar—benar-benar pedang besar—pada punggungnya tampak seperti pemimpin mereka.
Apakah dia akan mendapatkan rekan seperti itu suatu hari? Ataukah mungkin dia sudah mendapatkan sebuah party untuk pergi berpetualang bersamanya.
Dan kalau memang dia sudah dapat…
Maka, Gadis Sapi harus mengakui, bahwa dia merasa telah di tinggalkan. Hanya sedikit.
“Ada masalah?”
“Eeyikes!”
Pertanyaan tak di duga tersebut membuat Gadis Sapi melompat. Dia mendengak, mencoba untuk menenangkan hatinya yang berdebar, dan melihat pegawai Guild yang melihatnya dengan khawatir.
Wanita muda itu tampak sedikit lebih tua dari Gadis Sapi. Rambutnya yang di kepang memberikannya kesan sebagai wanita dewasa.
“Maafkan saya,” gadis itu berkata, “Saya tidak bermaksud mengejutkan anda…” Alisnya yang lentik mengenryit.
“Oh, nggak, aku minta maaf juga. Aku nggak bermaksud untuk kaget juga!” Gadis Sapi melambaikan tangannya. “Er, uh, pamanku—“ Sekarang dia merasa malu kembali. “Um, Itu, anu…” Gadis Sapi menatap ke bawah, wajahnya merah padam.
Lidahnya terbelit. Apakah rasa gugup atau panik?
Gadis Sapi menarik napas dalam. Pegawai Guild menunggunya dengan sabar. Kemudian Gadis Sapi berhasil mengatakan, “Aku dari kebun itu…”
“Oh!” Wajah pegawai menjadi cerah. “Terima kasih karena selalu membawakan kami bahan produksi anda!”
“Uh, dan—dan juga…”
Kenapa aku nggak pernah berbicara sama orang lain?
Sudah terlambat untuk menyesalinya. Gadis Sapi harus melakukannya dengan apa yang sekarang dia punya.
Jika dia tidak berbicara sekarang, dia merasa dia tidak akan pernah bisa berbicara lagi. Dia tidak akan pernah dapat melakukan apapun.
Ayolah, lidahku, gerak!
“Aku akan—akan mulai bekerja membantu pamanku, jad, uh…!”
Gadis Sapi memaksakan suaranya sekuat yang dia mampu, namun mendapati dirinya hanya bisa mengeleuarkan beberapa kata. Dia mengetahui apa yang ingin di katakana namun tidak mengetahui bagaimana mengetakannya.
Namun seraya Gadis Sapi kesulitan untuk berbicara, sang pegawai tersenyum begitu lebar. “Tentu saja. Kami menantikan untuk dapat bekerja bersama anda!”
Ucapan tersebut merupakan sebuah berkah. “A-aku juga…!” Kemudian sang pegawai pergi, lekukan pinggulnya dan bokongnya yang bergoyang seraya dia berjalan, membuat Gadis Sapi menghela napas lega.
Dia benar-benar wanita dewasa…
Apakah pria lebih memilih wanita seperti…seperti itu?
Setelah waktu berjalan cukup lama, Gadis Sapi mengepal tangannya perlahan dan berbisik, “Aku harus melakukan yang terbaik.”
*****
Ketika dia berjalan melewati pintu Guild, Keriuhanpun menjadi senyap.
Dia memasuki bangunan dengan langkah sigap, sepatu botnya berlumur dengan noda hitam. Para petualang yang berdiri di sekitarnya dapat mencium aroma busuk yang mengalir dari tubuh pria itu, dan dengan setiap langkah yang dia ambil, mereka saling bertukar pandang dan berbisik.
“Wow, jadi dia orangnya…”
“Mereka bilang dia membedah seekor goblin. Mungkin dia mau menjual ati-nya di suatu tempat.”
“Membasmi goblin sendirian? Berani sekali….”
“Ini sudah yang kedua atau ketiga, kan? Bukannya ini sudah waktunya bagi dia untuk beranjak dari goblin?”
Tampaknya, petualang lain, yang telah lebih dulu kembali, telah menyebarkan sebuah gossip/
Hasil dari sebuah petualangan adalah berita yang menyebar dengan cepat. Namun walaupun begitu, dia sangat terlalu mencolok. Bagian pekerjaan dari seorang petualang ada untuk tampil mencolok.
“Jika dia mempunyai kemampuan scout atau ranger, atau bahkan fighter, aku bisa saja mengundangnya bersama kita.”
“Ugh, Aku nggak mau melihat orang membedah monster apapun di depanku.”
“Apa dia benar manusia? Dia kelihatan terlalu tinggi untuk seorang rhea…”
“Apa dia benar laki-laki? Apa kamu yakin dia bukan perempuan?”
“Nggak aku nggak yakin kalau dia laki-laki… mau bertaruh?”
“Ayo.”
Setiap petualang melihat dirinya dengan emosi yang berbeda: penasaran, kecurigaan, ketertarikan. Namun mereka semua hanya berbisik.
Akan tetapi, dia, tidak menunjukkan tanda akan memperlambat langkahnya menuju meja resepsionis.
“Sekarang, aku harus membuat laporanku resepsionis tersayangku dan—Yeek!” Petualang pemegang tombak mendapati suasana hatinya tiba-tiba menjadi kacau. Dia melotot pada pria berarmor itu dan melompat menghindarinya.
Pria dengan armor itu sama sekali tidak melirik kepada Spearman namun terus melanjutkan langkahnya ke depan. Apakah dia telah mengganggu sesuatu? Tidak, dia tidak mengganggu apapun.
Spearman membuka dan menutup mulutnya seolah ingin mengatakan sesuatu, namun Witch dengan lembut menarik lengannya untuk menenangkannya.
Aku akui, dia memang terlihat seperti undead saat kamu pertama kali melihatnya.
Gadis Guild sudah memperhatikan semuanya.
Dia mengambil napas dalam. Meletakkan satu tangan pada dadanya (yang secara rahasia dia banggakan) dan mengambil napas dalam kembali. Dia memastikan dirinya sendiri untuk tersenyum.
“Selamat datang kembali! Bagaimana questnya berlangsung?”
“Goblin muncul,” dia melaporkan, dan kemudian terdiam. Senyum Gadis Guild terus menempel membeku.
“Erm…” Sreekk, sreekk, Gadis Guild mencelupkan pena ke dalam tinta dan membuat beberapa catatan pada secarik kertas.
Ap-apa yang harus ku lakukan sekarang?
Gadis Guild berputar pada meja sebelahnya, mencari pertolongan, namun rekan kerjanya tampak sedang di sibukkan dengan petualang lain. Bahkan, penampilan pria  ini telah membuat antrian petualang lain berpindah.
Po-pokoknya, aku hanya perlu mengisi dokumen ini, itu saja…
“Ada be-berapa banyak goblin di sana?”
“Tiga. Mereka tidak mempunyai senjata.”
“Baik. Tiga, tidak mempunyai perlengkapan. Saya mengerti.”
Laporannya sesui dengan deskripsi quest, yang mengatakan bahwa tiga atau lebih telah muncul.
Gadis Guild berfokus untuk menulis serapi yang dia bisa, pena berdansa di atas kertas laporan.
“…..”
Di keseluruhan waktu, helm baja itu manatap mati mengarah Gadis Guild, dengan tidak menunjukkan tanda akan bergerak.
Di-dia ini sulit sekali di ajak bekerja…!
Gadis Guild tidaklah merasa canggung atau malu, namun dia merasa kesulitan untuk menahan keadaan ini.
Lagipula, laporan dari quest yang telah selesai adalah, “Membunuh tiga goblin” tentunya perlu di tambahkan deskripsi lain.
Gadis Guild memperkuat tekadnya seolah dia sedang menghadapi seekor naga, kemudian kembali menatap petualang aneh ini.
“Bagaimana an-anda mengalahkan mereka?”
“Party lain sudah mengambil questnya. Mereka membunuh dua dari goblin, dan aku satu.” Dia menjawab tanpa ada yang di lebih-lebihkan. Gadis Guild berkedip, ritme pekerjaannya telah kacau.
Oke, kalau begitu… Gadis Guild bertanya pertanyaan berikutnya dengan keraguan dalam suaranya:
“Apa ada yang lain…?”
“Yang lain?”
“Uh, apapun yang anda lihat, atau apapun yang anda lakukan?”
Pria itu terdiam beberapa saat, kemudian berkata perlaha, “Aku berjaga semalamam. Tapi aku nggak melihat tanda adanya bala bantuan dari goblin.” Helm baja itu miring dan berpikir.
Gadis Guild memberikannya tatapan tanda Tanya, yang di mana Pria itu manmbahkan lagi dengan perlaha, “Monk anggota party mereka memperkirakan goblin itu adalah Pengelana. Goblin yang telah kehilangan sarangnya.”
“Begitu, begitu…”
Huh. Seraya Gadis Guild terus menggerakan penanya di atas ketas, ekspresinya mulai melembut. Pria ini sangat pendiam dan sedikit aneh.
Pria yang aneh sekali. Tapi hei, kalau kamu bertanya padanya, dia tetap menjawab.
Pria itu melakukan pekerjaan yang di serahkan kepadanya. Dan dia kembali setelah menyelesaikannya.
Gadis Guild memberikan pertanyaan demi pertanyaan, mengangguk dan menulis seraya pria itu menjawab.
“Saya pastikan lagi ya pak. Anda menerima quest dan tiba sampai lokasi, di mana anda berhadapan dengan tiga goblin.”
“Benar.” Helm baja mengangguk. Yang membuat Gadis Guild mengira helm itu tampak seperti boneka kepala goyang, dan Gadis Guild-pun tersenyum. (TL Note: Boneka kepala goyang = https://www.google.com/search?q=bobblehead+doll&safe=strict&hl=en&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=2ahUKEwizv9_Pv_3fAhXbXisKHSNnAWYQsAR6BAgEEAE&biw=1670&bih=801 )
“Anda bergabung dengan party lain yang sudah berada di sana dalam quest lainnya. Bersama dengan mereka, anda membasmi semua tiga goblin. Anda tidak mendeteksi adanya tanda bala bantuan dari goblin.”
“Benar.”
“Jika begitu, quest anda telah selesai. Kerja bagus pak!”
Senyum yang di berikan Gadis Guild padanya bukanlah senyum tempel miliknya. Melainkan senyum alami dari wajahnya.
Memperhatikan catatannya, Gadis Guild membuka brangkas dengan gerakan terlatih dan mengeluarkan kantung hadiah: hadiah dari membasmi goblin. Uang yang telah di kumpulkan penduduk desa.
Kantung itu mungkin akan berkurang beratnya ketika Gadis Guild mengkonversinya menjadi koin, namun itu tidak menghilangkan emosi dan perasaan yang tertanam dalam uang itu.
Gadis Guild meletakkannya di atas nampan dan menaruhnya di atas meja. Pria itu menatapnya beberapa saat, kemudian dengan acuh mengambil uangnya.
“Seperti yang saya katakan sebelumnya, kan? Anda menerima sebuah pekerjaan, anda menyelesaikannya, kemudian anda mendapatkan hadiahnya.”
Hmph! Gadis Guild membuat hembusan napas bangga dan membusungkan daadanya (yang secara rahasia dia banggakan), mengangkat jari telunjuknya seolah sedang memberikan pelajaran.
“Itu adalah tanggung jawab seorang petualang—kepercayaan dan niat baiknya.”
Rekannya memberikan Gadis Guild tatapan lelah seolah ingin bertanya apa yang sedang Gadis Guild ocehkan, namun Gadis Guild tidak mempedulikannya. Gadis Guild merasa senang bahwa pria yang berada di depannya telah berhasil membasmi goblin, dan dia telah memberikan hadiah kepadanya, dan urusan mereka telah selesai.
Di dalam mata Gadis Guild, dia masih dapat melihat petani yang khawatir berdiri di depan meja resepsionis. Akan betapa menjadi berita yang sungguh melegakan bagi penduduk desa.
Betapa menyenangkannya bagi dirinya karena telah menjadi bagian kecil dari semua ini. Dan karena Gadis Guild telah mengirim pria ini untuk—
“Jadi. Kamu masih punya quest goblin?”
“…Maaf—?”
Gadis Guild sedang meluruskan beberapa kertas di mejanya dan dia mengira bahwa dirinya telah salah mendengar.
“Goblin.” Helm baja menatap kepadanya.
Dari meja di sebelahnya, Spearman melihat mereka tidak mempercayai.
Ada yang salah kah dengan orang ini?
Gadis Guild tidak dapat membuyarkan pikiran yang melintas di kepalanya tersebut, dan tidak di ragukan lagi, dia bukanlah satu-satunya yang berpikir sepeti itu. Petualang di sekitaran Guild telah mendengarkan percakapan mereka, dan kini mereka semua hanya bisa menganga.
Gadis Guild menelan liurnya. Suaranya bergetar seraya dia berkata, “G-goblin…?”
“Ya.” Tidak ada keraguan di dalam jawabannya. Apakah pria ini dapat melihat setitik keraguan di dalam ekspresi Gadis Guild? Helm itu berkata, “Aku akan menerima hadiahnya.”
Apakah itu cara dia untuk mengatakan bahwa dia telah mengerti cara kerja semuanya? Ataukah dia berusaha untuk mengatakan bahwa apa yang akan dia lakukan adalah urusannya?
Terdapat banyak pemula yang pergi untuk membasmi goblin, dan orang-orang yang datang setiap hari untuk meminta petualang membasmi goblin-goblin tersebut.
Terdapat mereka yang tidak pernah kembali, dan mereka yang menolak quest tersebut.
Dan kemudian terdapat satu orang yang mau menerima quest tersebut dan berhasil kembali.
Gadis Guild menggigit bibirnya dalam jangka waktu yang panjang, dan kemudian menghela napasnya.
Inilah yang akan selalu terjadi.
Jika mereka meminta bantuannya, maka mereka akan membantu pria itu sebagai gantinya. Gadis Guild mencelupkan kembali penanya ke dalam tinta.
Guild bukanlah tempat beramal, namun tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak menolong seorang petualang.
Paling tidak, seharusnya begitu, kan?
“Goblin?”
“Ya, kami mempunyai beberapa quest goblin.”
Walaupun mungkin pria itu tidak menyadari akan perasaan yang di rasakan Gadis Guild, Gadis Guild tidak perlu memaksakan senyum pada pria ini.
Begitulah. Sebuah senyum natural akan cukup. Tidak, itu tidak akan cukup.
“Dapatkah saya meminta anda untuk sedikit lebih proaktif dalam laporan anda berikutnya?”
“Erm…”
Gadis Guild hanya bisa menunggu jawaban dari helm baja yang pikirannya tidak dapat di baca oleh Gadis Guild. Jika begitu, maka Gadis Guild mempunyai satu atau dua hal untuk di tanyakan kepadanya.
“Apakah benar anda membedah goblin?”
“Benar…”
“Yah, jika memungkinkan dapatkan anda menhindari perbuatan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman bagi warga dan petualang lainnya.” Senyumnya tidak sirna seraya dia berbicara.
“Erm,” pria itu mendengus.
Apa dia sedang kebingungan?
Gadis Guild ingin sedikit bersenang-senang dengannya. Dan sejujurnya, dia penasaran akan pria ini.
“Kenapa juga anda melakukan hal seperti itu?”
“Untuk belajar.”
“Belajar apa?”
“Tentang goblin.”
Gadis Guild tidak dapat memahami mengapa seseorang dapat benar-benar terpaku pada goblin.
Goblin, goblin, goblin. Gadis Guild memijat dahi dengan jarinya.
“Tolong jangan lakukan lagi untuk di kedepannya. Paling tidak, jangan sampai buat kesalahpahaman.”
Gadis Guild menambahkan “Aku yakin kamu sudah paham akan hal itu” dengan senyuman di bibirnya.
*****
Gadis Sapi terkadang bangun ketika mendengar suara pada dini hari, di kala langit masih berwarna biru tua.
“Hr…nn…”
Dia menggeliat di atas ranjangnya, hingga kepalanya muncul dari balik selimutnya, dan melihat keluar jendela.
Matahari masih belum tampak cahayanya; adalah waktu di antara malam dan subuh. Bahkan ayam jantan masih tidur.
Akan tetapi, Gadis Sapi yakin dia telah mendengar sesuatu. Langkah kaki. Samar namun…sigap, tidak peduli.
“Apa dia…pulang?”
Berhati-hati untuk tidak membuat suara apapun yang akan membangunkan pamannya, Gadis Sapi menyelinap turun dari ranjangnya.
Sisa-sisa malam masih terasa di udara, memeluk tubuh telanjangnya, membuatnya merinding.
Dia menarik sebuah kaus sederhana dan menyalakan sebuah lilin. Dia berjinjit dengan hati-hati masuk ke dalam lorong dan mulai berjalan penuh ragu di dalam keheningan rumah.
Dia sudah terlanjur berjalan ketika dia di selimuti rasa takut jika saja apa yang di dengarnya bukanlah seperti apa yang di harapkannya; dia mengambil sebatang kayu bakar dan menggenggamnya dengan satu tangan.
“Um, uh…”
Pada akhirnya, dia telah tiba di ruangannya. Pintunya tertutup rapat; Gadis Sapi menelan liurnya. Bimbang, dia mengetuk perlahan pintu, kemudian dia membukanya dan mengintip.
“Selamat…pulang…?”
Tidak ada jawaban. Bahkan, tidak ada tanda seorangpun berada di dalamnya.
Ranjangnya masih tidak menunjukkan tanda telah di gunakan. Selimut masih terlipat rapi. Hampir tidak ada satupun barang di dalam ruangannya.
Gadis Sapi melangkah dengan hati-hati masuk ke dalam ruangan, menerbangkan lapisan debu tipis di sekitaran lantai.
“…Dia nggak ada di sini?”
Namun kemudian suara samar tersebut muncul kembali. Suara tersbut bisa saja hanyalah imajinasinya sendiri, sebuah bayang-bayang harapan, namun Gadis Sapi yakin dia mendengarnya.
Di dalam rumah—tidak.
“Di luar… Mungkin.”
Kalau nggak salah, bukannya dia bilang dia akan menyewa gudang…?
Gudang itu sudah sangat usang dan sudah lama tidak di gunakan. Mungkinkah suara tersebut berasal dari tempat itu?
Gadis Sapi membenarkan satu-satunya pakaian yang dia gunakan, kemudian melangkah menuju pintu depan dan menuju kegelapan malam.
Dengan sekejap, dia merasakan hembusan angin subuh yang terasa bagaikan sebuah pisau di kulitnya. Seharusnya sekarang adalah musim semi, namun hembusan tersebut terasa bagaikan angin musim dingin.
Lilin berdansa; Gadis Sapi dengan terburu-buru melindunginya dengan tangan.
Mungkin nggak seharusnya keluar dengan berpakaian seperti ini…
Dia membuyarkan pikiran tersebut; tidak ada seorangpun juga yang akan melihatnya di sini.
Bayang-bayang gudang terpapar oleh langit biru kelam. Atap dan dinding penuh akan lubang, dan dengan angin yang menghembus rerumputan di sekitar gudang tersebut, membuatnya tampak seperti sebuah gubuk.
Aku rasa aku memang nggak pernah ke sana…
Gadis Sapi merasa gudang tersebut tidak berubah sama sekali semenjak dia telah datang ke kebun ini lima tahun yang lalu. Apakah dia pernah masuk ke dalam gudang ketika dia menjelajah pada hari pertamnya di sini?
“Oof…”
Mungkin dia benar-benar salah mendengar suara itu? Gadis Sapi mengambil langkah mundur.
Tidak ada seorangpun di sana. Tidak mungkin ada. Gadis Sapi merasa gila telah datang ke sini sendirian. Gudang itu tampak seperti tempat di mana seekor goblin akan tinggal.
Goblin: “Iblis kecil.”
Gadis Sapi tidak pernah melihat monster tersebut, namun pikiran itu membuatnya menggelengkan kepalanya, rambutnya mengibas dari samping ke samping.
Dia memegang gagang pintu dengan perlahan, kemudian mendorongnya dengan suara decitan pintu.
“Hei… Apa kamu…di sini?” dia bergumam, namun tidak adak jawaban dari dalam ruangan remang-remang ini.
Gadis Sapi melihat sekitaran gudang, berkedip, kemudian membawa lilinnya masuk ke dalam.
“…?!”
Dengan segera Gadis Sapi terkesiap.
Di sanalah dia, di sudut ruangan yang gelap.
Apakah dia mati, atau mungkin, sebuah hantu? Cahaya lilin menunjukkan sebuah armor yang hancur. Satu tanduk telah patah dari helm bajanya; armor kulitnya kotor, dan penggunanya memakai sebuah perisai bundar yang terikat pada lengannya dan sebuah pedang pada pinggulnya.
Pria tersebut duduk di sebuah sudut bangunan tak terpakai. Jantung Gadis Sapi berdebar. Gadis Sapi dapat merasakan aroma metalik dari baja yang bercampur dengan aroma busuk yang samar. Gadis Sapi sudah terbiasa dengan bau seperti ini dari bekerja di kebun : darah da nisi tubuh.
Ekspresi Gadis Sapi menjadi kaku. Gadis Sapi menunduk dan mendekati pria itu, melihat pada wajahnya.
“Hei—hei, kamu nggak apa-apa?! Apa kamu terluka?!”
“…..”
Dia tidak memberikan jawaban.
Helm itu bergerak canggung, menatap pada Gadis Sapi. Dari dalam helmnya, Gadis Sapi mengira dia dapat melihat sepasang mata merah.
“Nggak,” dia berkata pelan dan secara perlahan berdiri. “Aku nggak terluka.”
Gadis Sapi terkejut dan terjatuh ke belakang. Sekarang Gadis Sapi lah yang mendongak melihat pria itu, dan dengan panic, dia berusaha menutupi bagian tubuh depannya. Sudah sedikit terlambat untuk itu. Pipinya merah padam.
“Er, ah, um…”
“Aku cuma sedang istirahat.”
Suara tersebut terdengar samar dan mekanikal. Apakah karena dia baru terbangun? Gadis Sapi berpikir penasaran.
Pria itu mengambul botol minum yang berada di sudut gudang dan meminumnya. Siapa yang tahu sudah berapa lama botol itu berada di sana?
Gadis Sapi, masih memegang baju bagian depan dengan tangannya, berdiri dengan goyah.
“Istirahat? Maksudmu—?”
Di sini?
Tempat ini begitu usang yang bahkan tidak dapat memberikan perlindungan dari alam. Tidak ada ranjang; dia hanya berbarin di laintai.
Dan dia lagi berisitirahat?
“Aku bisa tidur walaupun dengan sebelah mata terbuka.”
Itu bukan sebuah jawaban. Paling tidak, bukanlah jawaban yang di inginkan Gadis Sapi.
Seraya Gadis Sapi menatapnya, melongo, Pria itu mengencangkan ikatan armornya yang telah melonggar,
“Sekarang aku sudah selesai beristirahat.”
“Kamu sudah…apa…?”
Gadis Sapi memperhatikan perlengkapannya secara sekilas: pedang, perisai, armor, helm. Gadis Sapi tidak mengetahui banyak perihal petualangan, tentu saja, bahkan bagi orang awam seperti dirinya, sangatlah jelas bahwa pria ini baru saja kembali dari petualangan dan bahkan belum mengganti perlengkapannya.
Gadis Sapi berusaha berbicara, namun tenggorakannya tersangkut. Gadis Sapi mengepal tangannya di depan dada.
“Ke mana…? Ke mana kamu mau pergi?”
“Goblin.” Hanya itulah yang di ucapkannya. Benturan peralatan dan perlengkapannya terdengar di dalam keheningan gudang.
Gadis Sapi menyadari bahwa lilin di tangannya telah padam, namun dia merasa dia tidak dapat menyalakannya kembali.
Jadi begitu.
Dengan kembalinya pria itu, Gadis Sapi mengira bahwa berbagi macam hal mulai berubah. Namun Gadis Sapi masihlah tidak berbeda dengan dirinya lima tahun yang lalu, dan…
dia juga sama. Bagi dia hari itu masih belum berubah. (TL Note : yang di maksud gadis sapi “Hari itu” adalah hari di mana desa goblin slayer di serang ketika dia masih kecil.)
Jika begitu, apa yang harus dia lakukan? Gadis Sapi semakin mengepal kuat tangannya.
Perlengkapannya pria itu telah di siapkannya. Semuanya berada di sana, ikatannya telah di kencangkan, dan dia membawa tas peralatannya.
“Ah…” Gadis Sapi membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, namun pria itu hanya melewatinya dengan langkah sigap dan tanpa berkata apapun.
Gadis Sapi berputar, namun pria itu sudah berada di depan pintu, yang berdecit seraya dia membukanya.
Punggungnya semakin tampak menjauh dan menjauh. Sekali lagi, dia akan pergi ke suatu tempat, sendirian.
Gadis Sapi tidak sanggup menahan rasa di hatinya. Semua otot di wajahnya menegang seraya dia berteriak, “Aku akan menunggumu!”
Sebuah kenangan datang kembali layaknya fajar yang menyingsing.
Sebuah perkelahian anak kecil. Air mata mengalir di matanya, kemudian pada mata bocah itu.
Pagi hari. Mengendarai kereta kuda, orang tuanya mengantarkannya pergi. Melihat ke belakang dari kursinya. Tanpa ada tanda kehadiran bocah itu.
Kalimat yang ingin Gadis Sapi ucapkan kepada bocah itu ketika dirinya telah kembali. Tempat yang tidak dapat dia kunjungi kembali.
Gadis Sapi tidak dapat pulang. Dia tidak akan pergi pulang, dan dia tidak akan bisa.
Tidak, itu tidak benar. Gadis Sapi merasa kesal karena terus berpikiran seperti itu.
“Aku akan menunggu, jadi kali ini—kali ini—“
Aku ingin kamu pulang.
Gadis Sapi tidak mengetahui apakah pria itu mendengarnya atau tidak.
Gadis Sapi mengira bahwa dia melihat pria itu melirik ke belakang, namun tampaknya itu hanyalah imajinasinya belaka.
Pastinya, itu merupakan sebuah tipuan cahaya pagi yang membuat pengelihatannya buram, membuatnya sulit untuk memastikannya.