HUTAN JIWA-JIWA YANG MEMBUSUK (1)
(Translater : Hikari)

Saat kuda-kuda berderap, kami berlari melewati hutan.
Sesuai nama dari hutan ini, tanah dan setiap pohonnya membusuk, mayat-mayat hidup dan arwah-arwah akan muncul di hutan ini.
Hanya dengan berlari melewati tanah yang membusuk ini akan menghabiskan stamina dan miasma yang dilepaskan pepohonan yang membusuk mencoba menurunkan kewarasan kami. Para zombie akan mengincar makhluk-makhluk hidup seperti kami dan mencoba untuk membuat kami menjadi seperti mereka. Hantu-hantu yang memiliki tubuh seperti kabut akan menurunkan kekebalan mental kami dan menunjukkan mimpi buruk pada kami. Tidak terhitung banyaknya jasad-jasad yang dapat dilihat sambil melintas melewati hutan ini dan miasma gelap yang dilepaskan pepohonan tidak akan mengijinkan cahaya matahari untuk memasuki hutan ini.
Aku merasa kami sebaiknya keluar dari hutan ini secepatnya tapi hutan ini begitu lebat. Bahkan sekalipun kami menggunakan kuda untuk berlari melewati jarak terpendek, tetap saja akan memakan waktu setidaknya lima hari.
"Feirona, apa kau masih bisa melanjutkan sedikit lagi?"
"Ya, tidak masalah. Tapi sebelum itu——"
"Akan kuurus Nona Francesca dan Mururu. Kau fokus saja untuk menembus hutan ini."
"Baik."
Aku memastikan kondisinya dengan pergi mendekatinya sedikit dengan kuda.
Yang paling terpengaruh dengan melewati hutan ini adalah Feirona. Tanpa perlindungan apapun dari para roh, efek kebencian dari mereka yang sudah mati dan para arwah terhadap elf ini melebihi dugaanku. Bahkan dia sendiri, yang tinggal di hutan berenergi magis, tidak menduga sampai seperti ini. Dia sepertinya berusaha untuk menutupinya tapi rona wajahnya terliahat buruk. Dia sakit tapi seseorang bisa menebaknya dengan sekali lihat bahwa kondisinya semakin memburuk.
Meskipun aku seharusnya tahu bisa begitu merepotkannya roh jahat, aku masih tidak menyangka bahwa efeknya sebesar ini. Dan ini bukan pertama kalinya aku melakukan perjalanan dengan seorang elf. Tapi terakhir kali aku melakukannya, kurasa itu melewati hutan yang memiliki perlindungan yang begitu luar biasa dari para roh. Aku mengerti, kurasa aku sekali lagi paham kenapa para elf disebut pengawas hutan. Kondisinya belum begitu buruk tapi bukan berarti tidak bisa menjadi lebih gawat. Aku harus melakukan sesuatu. Aku memikirkan hal itu sambil berlari di atas kudaku. Hal terbaik yang bisa dilakukan di saat seperti ini adalah beristirahat tapi hal itu pun sulit di hutan ini.
Tidak ada jalan yang rata di hutan ini. Bahkan sekarang, kami bergerak maju dengan bantuan kemampuan meramal Feirona sebagai salah satu penghuni hutan. Dan akan sangat buruk kalau dia jadi tidak bisa bergerak.
"Akan sangat bagus kalau kita setidaknya bisa tidur nyenyak di malam hari."
[Itu akan lebih sulit lagi di hutan ini.]
Kurasa begitu. Sementara matahari berada di atas langit, kami dapat bergerak maju ke timur di mana ibu koa berada, tapi saat malam hari kami akan diserang para zombie dan hantu-hantu.
Adalah hal yang luar biasa bahwa kami masih bisa bergerak bahkan setelah tidak beristirahat selama tiga hari penuh. Karena kami memprioritaskan para wanita untuk tidur, rasa letihku dan Feirona telah mencapai puncaknya.
Aku hanya harus bertarung dengan pedangku jadi tidak ada masalah selama aku bertahan selagi kami bergerak, tapi pergerakkan kami tergantung pada pengalaman Feirona jadi setidaknya aku ingin dia untuk beristirahat sebentar.
"Seandainya kau bisa menjadi pedang perak, kita akan menghadapi lebih sedikit masalah."
[Bahkan aku pun akan lebih santai kalau aku bisa melakukannya, tapi sayangnya aku bukanlah perak ataupun Mithril.]
Yah, aku tidak berharap banyak. Berkata begitu dalam hati, aku berbaris sejajar di samping kuda Nona Francesca sambil berlari.
Pedang berwarna hijau zamrud yang terbuat dari bahan yang tidak bisa ditemukan di manapun di dunia ini. Sejujurnya, Ermenhilde adalah sebilah pedang yang hanya terbuat dari energi magis. Dia bahkan memiliki sifat aneh untuk meningkatkan ketajamannya, kekuatan dan intensitas serangan hanya dengan melepaskan ketujuh pembatas yang dipasangkan padaku oleh sang dewi. Sama seperti perak yang efektif untuk melawan mayat-mayat hidup dan para arwah, bilah Ermenhilde adalah salah satu senjata langka yang dapat melukai seorang Dewa.
Memang, itu adalah efek yang sangat langka tapi tidak berguna di situasi saat ini. Ini bisa bekerja sebagai senjata biasa melawan zombie tapi tidak akan ada efeknya para para arwah dan hantu. Seperti biasa, aku merasa ingin menangis karena ketidakgunaan cheatku.
"Nona Francesca."
"Ada apa, Renji-sama?"
Sebuah suara bersemangat muncul membalasku.
Karena kami membiarkan mereka beristirahat pada malam hari, Nona Francesca dan Mururu masih bersemangat. Saat ini Aya sedang beristirahat di belakangku dengan menutup matanya. Dia tidak tertidur, tapi aku masih merasa sedikit malu melihat seberapa besar kepercayaannya padaku. Memikirkan hal itu untuk sesaat, aku menyadari bahwa aku sedang bersikap lalai dan mengenyahkan pikiran tersebut dengan menggelengkan kepalaku.
"Mururu juga, katakan padaku kalau kau merasa kalau kau tidak bisa menahannya lagi. Kita akan beristirahat kalau seperti itu."
"Fufu, terima kasih untuk perhatianmu. Tapi aku masih baik-baik saja.'
Sambil berkata demikian, dia menyunggingkan senyum lembut yang membuatku merasa tenang. Tapi itu juga hanya sekejap. Tatapannya tiba-tiba menjadi serius. Di saat yang sama, Feirona yang berlari di depan juga menghentikan kudanya, dan Aya yang sedang beristirahat sambil bersandar di belakang juga terbangun dan bersiap untuk bertarung.
Saat aku akhirnya menatap ke depan, aku melihat zombie manusia berbaju zirah berdiri seakan menutupi jalan kami. Yah, itu mungkin bukan niatan mereka tapi mereka tetap saja menghalangi jalan. Dilihat lebih dekat, aku juga melihat 2 benda yang seperti kabut melayang di sekitar mereka. Itu pasti hantu.
Kata orang, kau tidak bisa melihat hantu, tapi lewat niat jahat dan kebenciannya, para hantu di dunia ini memiliki tubuh seperti kabut. Yah, itu jadi mempermudah kami. Pertama kali aku melihatnya, daripada ketakutan, aku hanya merasa ' ini benar-benar dunia fantasy, ya?', hanya itu.
Zombie tidak memiliki pemikiran atau keinginan murni. Mereka tidak berkeliaran seperti goblin dan hanya menyerang yang hidup semata-mata karena insting.
Kebalikannya, para hantu dapat mengendalikan para zombie atau mayat hidup yang memiliki keinginan lemah untuk menyerang makhluk hidup. Bahkan ada musuh yang lebih merepotkan seperti vampir dan Malaikat Kematian yang memiliki kemampuan yang sama.
Kalau ada pendeta, kami bisa menyucikan mereka dengan keajaiban sang dewi, tapi seorang pendeta yang bisa menggunakan keajaiban tingkat tinggi seperti itu sudah pasti tidak akan melakukan petualangan. Dia akan tetap berada di gereja sambil berdoa pada dewi. Walaupun aku mungkin hanya berprasangka soal itu.
"Aya, kuserahkan para hantu padamu. Nona Francesca, pergilah ke sebelah Feirona."
Berkata demikian, aku memanjat turun dari kudaku dan pada saat yang sama Mururu datang ke sebelahku. Biasanya kami akan mengabaikan musuh semacam ini, tapi melihat Feirona berhenti, ini pastilah jalur yang harus kami tempuh. Menyimpulkan hal itu, aku memutuskan untuk segera menangani masalah ini.
"Aku akan mengurus yang sebelah kanan."
"Kalau begitu, sebelah kiri bagianku."
Pada saat yang sama, aku menjejak ke tanah dan berlari. Mantel Mururu berkibar terbuka dan kedua tangannya menumbuhkan cakar yang mirip pisau dan terbungkus rambut hewan berwarna putih. Saat dia berlari menuju para zombie dengan kecepatan fisik yang tak bisa dibandingkan denganku, dia menyapu daging membusuk mereka dengan cakar tersebut. Tidak dapat menahan kejutan tersebut, para zombie terjatuh ke tanah dengan kaki tangan yang terhempas. Kemudian dia melanjutkan dengan menendang kepala mereka seakan-akan itu adalah pekerjaan sehari-hari.
Zombie benar-benar aneh. Mereka jatuh dalam kebingungan kalau kepala mereka terlempar. Tapi tidak peduli berapa kali kau menusuk kepala mereka dengan panah, mereka tidak terpengaruh. Biasanya, seseorang akan fokus untuk menghempaskan kepala mereka sampai tidak ada yang tersisa. Sebuah teori mengatakan bahwa sesuatu——seperti roh jahat atau serangga telah menempelkan dirinya pada mayat-mayat itu dan mengendalikannya, tapi aku tidak mempedulikannya.
Aku juga datang mendekat bersisian dengannya dan menyerang leher zombie itu dengan pisau besi. Ayunan pertama memotong setengah jalan dan kemudian memenggal sepenuhnya dari tebasan terbalik. Itu akan menjadi hal yang mustahil kalau ini adalah makhluk hidup, tapi karena dagingnya membusuk dan otot-ototnya rusak, ini sudah cukup.
[Atau kau bisa menggunakanku, kau tahu"?]
"Kau mau menebas daging yang membusuk?"
[… … … Aku adalah sebuah senjata bagaimanapun juga.]
Kau barusan merasa ragu, ya 'kan?
Tersenyum meringis, aku menghadapi satu yang tersisa. Dalam sekejap, kedua hantu itu juga terbakar. Aya pasti sudah menggunakan sihirnya.
Di dalam keheningan hutan, dan suara ledakan menggema. Tiga kali.
Untuk beberapa alasan, hantu lemah terhadap sihir. Energi magis——apakah mereka lemah terhadap sihir karena itu mengubah kehendak batin menjadi kemampuan menyerang ataukah ini karena beberapa alasan lainnya? Dan tidak semua bisa berhasil. Hanya sihir tipe api dan petir yang efektif.
Itu adalah hal yang sangat biasa di game fantasi, tapi saat kau melihatnya terjadi dalam dunia nyata juga, kau akan menjadi penasaran dengan alasannya.
Bahkan saat aku memikirkan hal semacam itu, aku tidak menghentikan tanganku dan memenggal kepala dari zombie terakhir. Karena mereka adalah daging yang membusuk, makhluk ini memiliki pergerakan yang sangat lamban. Kelihatannya, manusia secara tidak sadar menahan kekuatan mereka sendiri untuk tidak menghancurkan tubuh mereka tapi para zombie tidak memiliki hal itu. Tapi jika jasad mereka membusuk sejauh ini, bahkan hal itu pun tidak berguna. Lengan mereka akan jatuh begitu saja kalau mereka mencoba untuk memegangku dan kaki mereka akan tercabik hanya dengan sedikit berlari.
Mururu sudah menuju ke arah Nona Francesca. Seperti yang diduga, dia tidak ingin membelah daging busuk itu dengan cakar kebanggannya. Aku penasaran bagaimana rasanya memotong mereka dengan cakarmu sendiri. Saat aku menanyakannya, dia hanya mengatakan satu kata—Menjijikkan. Yah, kalau dia berkata begitu, artinya dia masih belum terbiasa menggunakan cakar pada makhluk hidup.
Setelah memastikan mereka semua mati, aku kembali ke kudaku di mana Aya sudah duduk di sana.
"Itu membantu."
"Sama-sama."
Meraih tangan kecilnya, aku sekali lagi naik ke atas kuda.
Karena suara kencang ledakan barusan, keheningan hutan terasa semakin mengerikan sekarang.
"Kalau begitu, ayo cepat dan maju lebih jauh."
Seakan menungguku, Feirona mulai bergerak dengan kudanya lagi. Aku dan Nona Francesca menggerakkan kuda kami juga untuk mengikuti dia.
Menurut perkiraanku, kami masih akan menjalani dua hari lagi. Masih ada jalan panjang untuk ditempuh sebelum kami meninggalkan hutan ini. Berpikir demikian, aku menghela napas begitu saja.
"Kau tidak apa-apa?"
Aya bertanya padaku dari belakang sambil mengerahkan sedikit lagi tenaga pada lengannya di sekeliling pinggangku. Menyenangkan rasanya sedekat ini dengan seorang gadis, tapi kalau aku diperbolehkan untuk mengatakan sesuatu yang tidak romantis, ini membuat saat berkudaku semakin sulit, jadi tolong lepaskan aku dari hal ini.
Dia sepertinya mengatakan sesuatu tapi suara itu teredam oleh derao kuda dan hembusan angin. Saat aku akan menanyakannya lagi, Feirona datang mendekati kami dengan kudanya.
"Apa terjadi sesuatu?" (Renji)
"Ada sesuatu di situ——"
Berkata demikian, dia menghentikan kuda dan memanjat turun.
Kemudian, dia berlutut di tanah dan menyusuri permukaannya dengan jarinya. Dilihat dari dekat, aku sadar bahwa itu adalah sebuah jejak kaki. Sungguh luar biasa bagaimana dia bisa menyadari hal itu.
Bahkan aku belajar bagaimana berjalan melintasi hutan, tapi kurasa aku masih tidak ada bandingannya dengan seorang Elf. Dan sampai menyadari ini dari atas kuda, itu benar-benar mengagumkan.
Aku juga memanjat turun dan memastikan jejak-jejak kaki itu. Semuanya bukanlah jejak biasa. Itu bukanlah jejak sol sepatu, tapi seperti jari panjang yang ramping. Seperti tulang belulang kaki.
"Kerangka?"
"Mungkin. Dan yang berukuran raksasa."
Berdasarkan jejak kakinya, makhluk ini setidaknya tiga kali lebih besar daripada aku. Itu pastilah setidaknya kerangka kelas Ogre atau mungkin tipe Chimera. Kau tidak bisa menebak jenisnya dengan tepat hanya dari jejak kaki, tapi sudah jelas bahwa monster dengan level lebih tinggi seperti itu ada di sini.
"Apa ada sesuatu yang terjadi, Feirona-san, Renji-sama?"
"Yah, sedikit. Mururu, kau mencium bau sesuatu yang aneh?"
"Tidak ada yang berbeda. Seluruh hutan berbau busuk."
Dia meringis saat menjawab begitu.
Dalam situasi seperti ini, kemampuan mencium bau yang telah diperkuat dari beast men berguna di sini, tapi hutan ini adalah pengecualian.
"Apakah mungkin monster yang merepotkan muncul?" (Aya)
"Ini adalah kerangka. Mungkin jenis Ogre atau chimera…"
"Kalau dalam bahasa Souichi, karakter boss?"
"Kata-kata yang membuat kangen. Tapi, ya, seperti itulah."
Saat itu, kami selalu memanggil monster seperti itu. Mengingatnya membuatku merasakan perasaan nostalgik lagi. Awalnya kami benar-benar menganggap semua ini adalah game. Dunia yang berbeda. Dunia fantasi. Kami merasa sangat antusias karena sebuah dunia di mana pedang dan sihir menguasai. Begitu antusiasnya sampai kami lupa bahwa pedang merenggut nyawa dan kami selalu berada dekat dengan ambang kematian.
Di saat yang sama, aku juga merasakan kegugupanku sedikit berkurang.
Setelah tiga tahun, aku merasa bahwa aku benar-benar telah berubah. Membunuh atau dibunuh. Meskipun aku berada dalam petualangan yang tidak dapat dipercaya dari sudut pandang seseorang yang tinggal di dunia modern, di sini aku merasa tenang dengan mengingat petualanganku yang sebelumnya. Aku menyadari bahwa aku jadi terlalu terbiasa dengan dunia ini juga.
"Boss?"
"Maksudnya monster yang kuat, semacam penguasa di hutan ini. Kalau kita mengalahkannya, sisa perjalanan kita akan menjadi lebih mudah."
Seperti yang diduga, yang lain tidak tahu apa itu maksudnya 'karakter boss', jadi aku memberi mereka penjelasan singkat. Yah, itu tidak salah.
"Akan lebih mudah selama Aya meledakkannya."
[Kenapa kau selalu bergantung pada orang lain… …Aku juga ada di sini, kau tahu?]
"Kerangka akan terlalu berat untukku."
Berkata demikian, aku mengangkat bahu yang membuat Ermenhilde menghela napas. Mau bagaimana lagi; aku beralasan. Aku bisa menghancurkannya dengan palu atau kapak yang diciptakan Ermenhilde, tapi aku tidak bagus dalam menggunakan keduanya. Bahkan tombak pun sulit untuk diayunkan.
Juga, daripada melakukan pertarungan jarak dekat dengan senjata yang tidak bagus untukmu, akan lebih efektif dan aman dengan meledakkan saja target menggunakan serangan sihir jarak jauh.
Dia tidak mau menebas zombie dan dia tidak bisa membelah hantu. Dan para kerangka akan terlalu menyulitkanku. Kurasa dia pasti khawatir karena dia tidak begitu berguna selama perjalanan sejauh ini.
Meksipun menurut pendapatku begitulah seharusnya jalannya sebuah perjalanan, memiliki orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat. Tidak perlu bagiku untuk bisa melakukan semuanya. Feirona mengurus segalanya selama melintasi hutan, penyerang garis depan diserahkan pada Mururu dan hantu ditangani oleh Aya dan Nona Francesca. Karena akan jadi hal yang buruk kalau aku tidak melakukan apapun, aku hanya bergerak untuk memastikan semua orang bisa mengerahkan segenap kemampuan terbaik mereka. Itu juga adalah sebuah pekerjaan yang penting dalam sebuah tim.
"Fufu, tidak masalah. Aku juga jadi lebih kuat dari aku setahun yang lalu."
Aya berkata demikian sambil membusungkan dadanya dengan bangga dari atas kuda. Benar-benar bisa diandalkan.
Juga, kalau kau jadi terlalu kuat, aku mungkin benar-benar akan mulai memintamu untuk melindungiku jadi cobalah jangan terlalu kuat, oke?
Meskipun dia sudah jauh lebih kuat dibanding aku setahun yang lalu, sebenarnya jadi seberapa kuat dia sekarang? kupikir cepat atau lambat dia benar-benar akan menjadi cukup kuat untuk mengalahkan Dewa Iblis sendirian saja dalam pertarungan sihir.
"Senang mengetahuinya." (Renji)
"Kami juga punya Renji-sama." (Francesca)
[Itu benar.]
"Sayangnya, aku hanya akan mengganggu kali ini."
[… …Oi.]
Mengeluarkan medali tersebu dari dalam sakuku, aku mengelusnya dengan jariku.
Aku memiliki keinginan untuk bertarung, tapi tidak ada satu orang pun di sini yang perlu dilindungi olehku. Aya, Feirona, dan Mururu, mereka bertiga lebih kuat dariku. Bahkan Nona Francesca telah menjadi petualang yang bisa diandalkan sekarang. Dia mungkin tidak lebih kuat dariku, tapi dia paling tidak seharusnya bisa melindungi dirinya sendiri.
Dalam kasus semacam itu, hanya satu perjanjianku yang terselesaikan. Keinginanku untuk bertempur. Itu tidak jauh berbeda dari pertarungan melawan goblin-goblin itu. Dalam situasi semacam itu, hal tersebut akan sulit bagiku untuk menghadapi sesosok kerangka. Terutama jika melawan jenis Ogre atau chimera.
Tidak dapat bertarung dengan level kekuatan yang stabil adalah salah satu kelemahan terbesar dari cheatku. Ada saat-saat di mana tiga atau empat dari perjanjianku terlepas hanya untuk sekedar melawan goblin atau orc, namun ada juga saat di mana hanya satu dari semua perjanjian yang terlepas bahkan saat melawan monster kelas boss.
Aku bahkan tidak tahu berapa kali aku menghela napas atas fakta tersebut. Hari ini juga, aku menghela napas sekali lagi. Aya mungkin menatapku karena mengerti apa yang kupikirkan, tapi aku memutuskan untuk mengabaikannya.
"Yah, ayo urus ini secepatnya. Setelah matahari terbenam, musuh akan dalam kondisi yang menguntungkan."
"Itu benar."
Aku setuju dengan perkataan Feirona. Akan jadi hal yang merepotkan untuk diserang dalam kegelapan malam.
Karena kompensasi/cheat dunia lain, Aya juga memiliki tubuh fisik yang lebih kuat daripada normal, tapi sebagai seorang penyihir, dia lebih lemah daripada seseorang seperti Souichi.
Akan lebih baik kalau kami menyerang habis-habisan dan menyelesaikannya dengan cepat, hanya untuk berjaga-jaga.
"Untuk sementara ini, ayo tetap mengarah ke timur. Berdasarkan arah dari jejak-jejak kaki, kerangka tersebut sepertinya bergerak ke arah sana juga."
"Ya. Tolong katakan padaku saat kau menemukannya."
"Aku mengerti."
Tapi, yah, akan lebih baik kalau kami sama sekali tidak bertemu dengan itu, kurasa.
Aku ingin menghindari pertarungan yang sia-sia. Tidak peduli seberapa kuat Aya, tidak ada kepastian bagaimana jalannya sebuah pertempuran.
Kau mungkin akan berakhir dengan membahayakan tidak hanya dirimu sendiri tapi juga rekan-rekanmu karena situasi yang tidak terduga. Yang paling aman adalah meloloskan diri dari hutan ini tanpa pernah bertemu kerangka tersebut.
"Aku benar-benar ingin keluar dari hutan ini." (Renji)
[…muu.]
"Kenapa kau merajuk?"
[Selama perjalanan ini, aku sama sekali tidak melakukan apapun… …]
Aku tidak begitu mempedulikannya padahal. Kenyataannya, partnerku seharusnya belajar bagaimana caranya lebih bergantung pada rekan-rekannya. Yah, aku merasa dia akan marah karena aku sendiri terlalu mengandalkan yang lain.
"Aku sendri tidak keberatan."
Aya pasti juga mendengarnya karena dia juga menghibur Ermenhilde. Dia benar-benar manis di saat-saat seperti ini. Mungkin karena dia selalu mengomeli yang lain, ini benar-benar berdampak.
"Lebih mengandalkanku sedikit, Eru." (Aya)
[Tapi tetap saja…]
"Itu akan membuatku senang, lho."
Aku mendengarkan percakapan mereka berdua selagi aku mengendalikan kuda supaya tidak tertinggal dari yang lainnya.
Bergantung padaku, ya?
Yah, tidak seperti diriku sendiri, dia memang memiliki kekuatan untuk melakukan apa yang dikatakannya itu, jadi tidak akan ada masalah. Tanpa kekuatan, aku mencoba untuk seperti itu, yang mana karena itulah aku sering gagal. Hanya karena aku orang dewasa, bukan berarti aku bisa melakukan apapun. Tapi yah, karena aku bekerja keras seperti itu, aku mampu mendapatkan kepercayaan dari rekan-rekanku.
Kau benar-benar tidak tahu bagaimana tindakanmu dapat mengarah ke hasil apapun di dunia ini.
[… …aku tahu…]
Suara yang menjawab Aya terdengar cukup bangga.
[Karena itulah aku ingin lebih diandalkan juga, oleh Renji.]
—— harus bagaimana aku menjawabnya?
Bagaimana  seharusnya aku menerima kata-kata tersebut? Apa maksud sebenarnya dari kata-kata Ermenhilde? Memikirkan itu semua, aku menggelengkan kepalaku.
"Aku memang mengandalkanmu, partner."
[Aku ingin lebih diandalkan seperti sebuah senjata, partner.]
Itu mustahil.
Bagaimanapun kau adalah rekanku yang paling kupercaya.
Hahaha, saat aku tertawa seperti itu, Nona Francesca dan Mururu menoleh untuk melihat ke arahku. Karena mereka tidak dapat mendengar suara Ermenhilde, mereka pasti terkejut melihatku yang tertawa secara tiba-tiba.
Ini juga jadi sedikit merepotkan. Mungkin setelah beberapa lama, aku sebaiknya membiarkan mereka mendengar suara Ermenhilde juga. Yah, itu tergantung kenyamananku bagaimanapun juga. Dia hanya mengijinkan rekan-rekan terdekatku. Adalah hal yang normal untuk berpikir begitu, 'kan?