SENYUMMULAH YANG TERPENTING
(Translater : Zerard)

Siang hari dalam hari festival plaza penuh dengan orang-orang, memberikan kesan akan sebuah mosaik hidup.
Sebuah tiang yang berdiri di tengah-tengah plaza sebagai pengganti menara jam membuatnya menjadi tempat yang cocok untuk bertemu.
Gadis itu terlihat biasa jika di lihat antara pria dan wanita yang berpakaian apa adanya yang berlalu lalang.
Dia menggunakan kemeja biasa namun rapi. Dia memakai kulot yang di buat untuk pergerakan yang mudah, dan celana ketat. Model rambutnya sama seperti biasanya. Namun dia telah memakai pita baru untuk mengikat kepangnya.
Sederhana, pakaian pribadi—hanya ini yang dia gunakan saat pergi ke kota pada hari liburnya.
Lagipula...
“Ah.”
...benar kan?
Adalah di saat dia datang, langkah sigap melewati keramaian seolah keramaian itu tidak pernah ada.
Tidak mungkin bisa salah mengenalinya, dan tentunya tidak mungkin bisa kehilangan dia di dalam lautan tubuh ini. Dia memakai armor kulit dan helm baja. Pedang dan perisai.
Dia tampil dengan begitu seperti dirinya yang cukup membuat Gadis Guild tertawa.
Karena itu dia tersenyum seperti yang selalu dia lakukan. Hanya saja dengan pakaian yang berbeda.
“Apa kamu menikmati pagimu?”
“Ya.” Goblin Slayer berkata datar, berhenti di depannya dan memberikan anggukan biasanya. “Maaf membuatmu menunggu.”
“Nggak apa-apa. Aku juga baru datang.”
Kebohongan kecil dari Gadis Guild.
Dia tidak akan membahas akan betapa semangatnya dia hingga dia telah tiba sebelum siang hari.
Gadis Guild batuk untuk menutupi kebohongannya dan melanjutkan.
“...Hee-hee. Tapi kamu sedikit telat, Pak Goblin Slayer.”
“Maaf.”
“Nggak apa-apa. Lagipula, Aku...”
....suka menunggu.
Kemudian Gadis Guild tersenyum nakal, berputar, dan mulai menarik tangannya.
Kepangnya, cantik dengan pita baru, berayun seperti sebuah ekor.
“Kalau begitu, ayo!”
Gadis Guild sadar. Walaupun dia berdandan, upayanya tidak akan mendapatkan perhatian dari pria ini.
Sebagai gantinya, dia ingin pria ini melihat sisi asli dirinya, bukanlah wajah yang dia tunjukkan di saat kerja setiap harinya.
Bukan Gadis Guild. Hanya Gadis biasa. Sisi keseharian dirinya.
Sebagian dari alasan mengapa dia berpakaian biasa adalah untuk mengumandangkan, Inilah aku!
“Kamu sudah makan siang?”
“Belum.” Goblin Slayer menggeleng kepala perlahan. “Masih belum.”
“Oke, kalau begitu...”
Vwip, vwip. Dia memutar kepalanya dengan begitu cepatnya hingga kamu dapat mendengar gerakan kepalanya.
Dia memikirkan rencananya satu persatu, membandingkannya, membatalkan sebagiannya, dan akhirnya memilih satu.
Dia mengetahui bahwa rebusan adalah salah satu makanan favoritnya—dengan cara yang di buat dari desanya, tentunya.”
Gadis Guild tidak dapat bersaing dalam bidang itu. Namun dia dapat memanfaatkan hari festival ini.
“Gimana kalau kota jalan sambil makan?” dia tersenyum malu. “Aku tahu ini bukanlah kelakuan yang baik, tapi hari ini spesial...”
“Aku nggak keberatan.”
“Aku tahu kamu pasti nggak keberatan. Oke kalau begitu, ayo cari sesuatu dan jalan-jalan keliling...”
Dia mendengakkan kepalanya, melihat wajah pria itu dari bawah. Helm bernoda. Wajah yang sama yang dia lihat setiap hari.
“Tapi, kemana ya?”
“Hrm.”
“Kamu tahu? Kita bisa pergi ke tempat yang kamu suka.”
“Mm.”
Goblin Slayer berpikir sejenak. Gadis Guild tersenyum padanya.
Menunggu bukanlah masalah bagi Gadis Guild. Selama orang yang di tuju berusaha untuk menjawabnya.
Dari lima tahun sejak mereka saling kenal, Gadis Guild mengerti bahwa pria itu sedang berpikir dengan sungguh-sungguh.
Kemudian, setelah beberapa saat, Goblin Slayer mengangguk dan menjawab.
“Kalau begitu, kita mulai dari sini.”
“Baik!”
Dia melangkah dengan langkah sigapnya, dan Gadis Guild mengikutinya layaknya anak anjing yang kegirangan.
Gadis Guild bisa aja saling bergenggaman tangan dengan pria ini agar mereka tidak terpisah.
Namun dia mengetahui bahwa dia tidak mungkin bisa kehilangan sosok orang ganjil ini, yang berbeda dari yang lain.
Gadis Guild membulatkan niatnya untuk menikmati berjalan bersamanya di siang hari ini. Gadis Guild mengikutinya, senyumnya semakin bertambah lebar.
*****
Mereka berdua membeli permen apel dari toko yang menjual manisan.
Permen ini tidak bisa di anggap sebagai makanan seutuhnya, namun sangat sulit bagi seseorang untuk mengeluh tentang makanan festival.
Paling tidak, Itu adalah apa yang di pikir Gadis Guild. Dan Gadis Guild tidak dapat membayangkan pria ini tidak menyukai makanan apapun.
Ngomong-ngomong soal apa yang nggak bisa aku bayangkan...
Goblin Slayer memakan makanannya dengan mudah tanpa melepas helmnya, sebuah gerakan yang Gadis Guild pikir mustahil. (TL Note = it’s maaagggiiicccc~~ sorry, can’t help it)
“....Hee-hee.”
“Apa?” memiringkan helmnya dengan ekspresi tanda tanya seraya dia mematahkan batang kayu yang sekarang telah habis menjadi dua.
“Nggak apa-apa.” Gadis Guild berkata, menggeleng kepalanya dan tidak berusaha menyembunyikam senyumnya. “Aku cuma lagi berpikir apa ada makanan yang kamu nggak mau makan.”
Mendengar pertanyaannya, Goblin Slayer Hmmmm dan berpikir.
Gadis Guild memperhatikan dari ujung matanya seraya dia menjilat apel miliknya. Mm. Manis.
“Aku rasa aku akan memakannya kalau terpaksa,” Goblin Slayer bergumam, dan Gadis guild melanjutkan dengan “Ya?” pelan.
“Kalau bisa aku ingin menghindari ikan.”
“Ikan?”
“Ikan mudah di dapat kalau ada sungai di dekatnya, tapi sungai juga mengandung parasit, dan sebuah kemungkinan keracunan makanan.” Terdapat jeda, dan kemudian dia menambahkan, “Dan ikan itu bau.”
“Itu benar,” Gadis Guild menyetujui dengan tawa. Bahkan ikan asap, kering, atau asin mempunyai aroma yang khas. “Aku mengerti. Aku sudah melihat para petualang berdebat soal itu.”
“Oh?”
“Seseorang membawa ikan yang sudah di awetkan untuk persediaan pangan, dan mereka menjadi bertengkar hebat di karenakan bau ikan yang sangat nggak enak.”
Gadis Guild sedikit melebih-lebihkannya, namun Goblin Slayer mengangguk dan berkata. “Begitu.”
Kejadiannya ada di party siapa ya?
Gadis Guild mengingat kejadian itu, namun dia tidak dapat mengingat wajah mereka.
Para petualang cenderung tidak pernah menetap dan memiliki sikap berandalan.
Beberapa terlihat mempunyai rumah, akan tetapi jika mereka di paksa mengangkat kaki dari rumah mereka suatu hari, mereka tidak akan pernah ragu. Pria, atau wanita, atau mereka, hanya akan pergi menuju kota baru yang lebih menguntungkan dan akan mampu membiayai hidup mereka sendiri.
Lagipula, ini adalah hal yang sudah wajar.
Sebuah awal yang baru memberikan sebuah rasa kelegaan tersendiri di bandingkan dengan fakta bahwa semua orang di dalam partynya terbunuh oleh kesalahan mereka sendiri dalam melakukan pekerjaan. Begitu sering bertemu dengan para petualang yang datang dan pergi, bagaimana mereka bisa mengingatnya?
Tidak terlalu kepikiran…
Orang yang tidak kamu temui dalam waktu dekat ini—apakah dia mati?
Seseorang yang berbicara denganmu sebelum dia pergi menuju petualangnya—apakah kamu dapat bertemu dengannya lagi?
Menunggu sangatlah mudah jika kamu sangat yakin bahwa orang yang kamu tunggu akan kembali.
Akan tetapi jika kamu tidak yakin...
Tapi, ikan sangat efektif untuk mengasapi sebuah sarang.”
Pria itu membuat sebuah poin serius—dia selalu serius—tidak menyadari apa yang sedang di pikirkan Gadis Guild.
Gadis Guild mengetahui bahwa pria ini tidak sedang bercanda, akan tetapi dia tersenyum.
Sejak mereka berjalan di siang hari, Goblin Slayer—atau lebih tepatnya, mereka—telah seperti ini.
Setiap kali mereka memiliki sebuah pilihan akan jalan bercabang, Goblin Slayer akan memantau dari kanan ke kiri. Ketika mereka melewati jembatan saluran air, Goblin Slayer akan menghentakkan kakinya dengan bunyi klang.
Mereka telah tiba pada ujung jalan utama dan berjalan menyisiri tepi sungai, di mana Gadis Guild menatap dari hulu ke hilir.
Gelembung sungai, cipratan ikan yang melompat, perahu yang berlayar melewati air—tidak satupun dari itu semua yang menarik perhatian Goblin Slayer.
“Mmmm, menyenangkan ya?”
Gadis Guild menutup matanya seraya angin sejuk musim gugur yang mencium pipinya.
Kemudian dia menggenggam pagar jembatan dan mencongdongkan tubuhnya keluar sejauh dia bisa di atas air.
“Kamu bisa jatuh.” Bagi Gadis Guild, komentar datar itu merupakan bukti yang cukup bahwa pria ini sedang memperhatikan dirinya.
“Aku nggak apa-apa,” dia berkata, memutarkan tubuhnya kembali.
Tangannya menahan dirinya pada pagar, dan menyandarkan punggungnya dan menatap ke langit.
Kepangnya berdansa seraya angin meniupnya.
“Sungai ini pasti mengalir sampai ke laut.”
“Benar,” dia berkata. “Sungai ini berawal dari gunung.”
“Tapi sungai ini nggak seperti di kota air, bagaimana tempat itu menurutmu?”
“Jalanannya membingungkan,” Goblin Slayer berkata tanpa emosi. “Bagus dalam sebuah pertahanan, tapi merepotkan ketika mencoba menuju suatu tempat.”
“Maksudmu kita harus lebih berhati-hati agar goblin nggak masuk ke kota ini juga.”
“Ya.” Goblin Slayer mengangguk. “Tepat sekali.”
Kemudian...
“Oh.”
Hanya sesaat, mata Gadis Guild bertemu dengan pelancong  perahu yang melewati bawah jembatan.
Seorang gadis cantik dengan rambut emas yang indah dan pipi pucat berwarna merah samar.
Dia tidak menggunakan armor emas biasanya. Hari ini dia menggunakan gaun biru laut.
Di sampingnya adalah seorang pria besar dengan ekspresi yang entah mengapa terlihat kebingungan pada wajahnya. Wanita itu pastilah Knight Wanita.
“...Hee-hee.”
Knight itu meletakkan jari pada bibirnya dan melotot pada Gadis Guild seolah menginginkan hal ini tetap menjadi rahasia mereka. Gadis Guild tidak dapat menahan tawanya melihat seorang petualang bertingkah laku layaknya gadis lain di masa mudanya.
Ya. Ya, tentu saja. Rahasia kita.
Gadis Sapi berpikir bahwa semua orang sudah menyadari akan situasi mereka, akan tetapi bibir Gadis Guild tetap tersegel.
Sepertinya semua berjalan dengan lancar bagi mereka berdua. Itu adalah hal yang terpenting. Sekarang, kira-kira bagaimana tanggapan orang tentang kami.
Jadi, Pak. Goblin Slayer.” Dia menjauh dari pagar dan menarik lengan baju Goblin Slayer. “Selanjutnya kita kemana?”
“Hrm...”
Dengan gumam suara, dia melangkah dengan langkah biasanya, Gadis Guild di belakangnya membusungkan dadanya bangga.
Di sini, di sana—dia mengubah arahnya sesuka hati, namun dia berjalan dengan penuh percaya diri yang membuat Gadis Guild berasumsi bahwa pria ini memiliki sesuatu dalam pkkirannya.
Gadis Guild menikmati misteri sederhana akan kemana mereka akan pergi, apa yang akan mereka lakukan di sana.
Dia berhenti di beberapa tikungan di jalan, di mana mereka tiba pada sebuah keramaian.
“Oh, ini tempat di mana para pemain atraksi berkumpul, kan?”
Artis dari setiap gaya dan dari setiap kostum memamerkan seninya pada semua orang.
Para pejalan kaki tersenyum, menikmati acaranya, bertepuk tangan, dan meninggalkan sebuah tip—atau menghiraukan semua acara itu dan terus berjalan.
Seorang rhea pemusik mengelus seekor kucing pada lengannya, bahkan seraya melempar beberapa bola. Lagu yang tidak masuk di akal beralun dari mulutnya.

Kehidupan merupakan sebuah lemparan dadu
Lempar mereka hari demi hari
Dan akan selalu bermata dua
Sesorang berkata keberuntungan adalah adil
Tidak ada yang akan berubah sampai tiba ajalmu
Tawa atau tangis, tak ada beda
Mata dua muncul lagi hari ini
Oh mata dua mata dua!
Tunjukkanlah aku ganda enam esok hari!

Gadis Guild mendengarkan lagu itu seraya mereka berjalan, kemudian mengamati rekannya.
Bagaimana keberuntunganmu hari ini, pak Goblin Slayer?”
“Aku nggak tahu,” dia berkata. “Belum tahu.”
“Hm...” Gadis Guild menempelkan jarinya di bibir dan berpikir. Uh-huh, benar.
“Kamu pergi berkencan dengan satu gadis di pagi hari, dan satu lagi di siang hari.” Gadis Guild sedikit memanyunkan bibirnya tidak menyukai di saat mengatakannya. “Aku rasa keberuntunganmu cukup bagus, ya kan?”
“Benarkah?”
“Uh-huh.”
“Yang benar?”
“Benar.”
Tenggorokan Goblin Slayerpun meengeluarkan suara hmm. Sulit untuk mengetahui apakah dia mengerti maksud dari Gadis Guild atau tidak.
Iiihhhh...
Siapapun yang bersikap seperti ini tentunya cukup menyebalkan dan tidak tegas.
Namun dia bukanlah orang seperti itu.
Jika dia adalah seorang petualang playboy, Gadis Guild tidak akan pernah mengundangnya kencan seperti ini.
“Iiihhhh...”
Dia mengutarakan rasa jengkelnya kembali, namun di keriuhan ini, suara itu tidak terdengar oleh Goblin Slayer.
Goblin Slayer sendiri sedang memperhatikan para pemain atraksi jalanan.
Dia melirik pada salah satu atraksi di mana pelempar pisau yang tidak kompeten dengan sengaja berusaha mengundang tawa. Namun rasa tertariknya dengan cepat menghilang dan berlanjut melihat yang lainnya.
Yang berikutnya adalah seorang pria dengan jubah panjang.
Seluruh tubuhnya di lapisi oleh kain, dan dia membuat sebuah gerakan aneh dengan lengannya....
“Oh...!”
Dalam sekejap, seekor naga kecil muncul dari telapak tangannya.
Dengan cepat Gadis Guild mengeluarkan teriakan takjub seketika naga itu di masukkan ke dalam sebuah telur. Pria itu menutup telur itu dengan kedua tangan, dan telur itu berubah menjadi merpati. Burung itu terbang dari tangannya, namun jarinya bersinar dan burung itu berubah menjadi asap biru.
Pria itu menarik asap itu seolah seperti tali, dengan lihai merubahnya menjadi pedang panjang. Dia menggenggam senjata itu dengan penuh gaya sebelum memasukkannya ke dalam mulutnya.
Gadis Guild sangat terhibur dan bertepuk tangan pada tipuan tangan itu..
“Itu tadi mengagumkan sekali ya? Aku nggak tahu ada orang seahli itu.”
“Begitu.” Goblin Slayer berkata, matanya tidak pernah lepas dari sang pesulap.
Gadis Guild sedikit bingung, di karenakan pria ini tidak terlihat kaget melihat trik-trik itu.
Yah, itu tidak bisa di sebut rasa bingung—hanya merasa sedikit tertarik, mengundang rasa penasarannya.
Di saat bekerja, Gadis Guild tidak bisa bertanya terlalu banyak padanya.
Namun untungnya, ini adalah momen pribadi di antara mereka. Dia mengambil kesempatan ini.
“Kamu suka pertunjukan seperti itu?”
“Ya.” Goblin Slayer mengangguk dan menunjuk pada pria itu, yang jarinya masih sedikit berasap. “Dia mengalihkan perhatian kita dengan gerakannya, kemudian melakukan triknya.”
“Mereka bilang itu adalah dasar dari tipuan tangan.”
“Ya. Dan ketika para penonton menyadari bahwa gerakan itu hanya sebagai pengalihan, kemudian kamu memakai peluang itu untuk trikmu berikutnya.” Goblin Slayer berkata, “Itu taktik psikologis, dan latihan yang bagus.”
Kemudian dia menggeleng helmnya dan melihat Gadis Guild. Nadanya datar seperti biasanya. Akan tetapi...
“...Aku terpesona.”
Astaga, pria ini...
Gadis Guild menghela kecil.
Goblin Slayer sangatlah serius, keras kepala, aneh, dan canggung.
Gadis Guild memahami semua tentang dia selama mereka saling mengenal.
Selama lima tahun, sejak Gadis Guild datang ke kota ini sebagai pegawai baru pada saat berumur delapan belas tahun.
Namun Gadis Guild hanya mengenalnya sebagai seorang petualang.
Dia belum mengetahui apa yang terdapat di dalam, atau di balik persona itu—diri Goblin Slayer yang sesungguhnya.
Namun itu juga berlaku pada Goblin Slayer.
Gadis Guild selalu bersikap layaknya seorang resepsionis profesional.
“Ummm, jadi sekarang...”
Sebuah taktik psikologis. Itulah yang dia ucapkan. Oke kalau begitu. Aku tunjukkan padanya taktikku sendiri.
“....Ada tempat yang aku ingin datangi. Kamu nggak keberatan?”
*****
Layaknya sebuah pusat badai.
Seramai-ramainya kota saat ini, bangunan ini sendiri terselimuti oleh keheningan.
Guild Petualang.
Di saat hari festival yang sangat cerah, tidak ada satu orangpun yang datang kemari untuk medaftarkan quest, ataupun petualang yang akan mengambil quest itu.
Gadis Guild membuka pintu depan, menyuruh Goblin Slayer untuk masuk.
“Kamu bersantai saja dulu. Aku akan kembali beberapa menit lagi.”
“Baiklah.”
Suara mereka bergema di ruangan yang biasanya selalu begitu ramai hingga membuatnya sulit untuk di dengar.
Sungguh menakjubkan betapa sepinya bangunan ini yang tampak tak berpenghuni.
Goblin Slayer pernah pergi ke beberapa reruntuhan, namun dia tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tentu saja, reruntuhan jarang sekali tetap sunyi seketika Goblin Slayer datang....
“Hmm...”
Sesosok bangku terlihat di dalam interior yang redup, dan bayangannya sendiri berdansa di dinding seraya dia berjalan.
Berada di antara keheningan dan bayangannya, dia merasa seperti menjadi hantu.
Goblin Slayer melakukan apa yang biasa dia lakukan—dia pergi memeriksa papan quest.
Semua quest darurat telah di selesaikan sebagai antisipasi datangnya festival. Kertas yang tersisa hanyalah quest yang tidak darurat.
Membersihkan tikus di saluran air. Mengumpulkan herba. Membasmi monster jamur di pegunungan.
Mengumpulkan benda antik untuk para kolektor. Patroli di jalanan. Memastikan garis keturunan haram anak bangsawan.
Menjelajah di reruntuhan yang belum pernah di jelajahi. Mengawal rombongan pedagang...
“Hrm.”
Goblin Slayer melihat semuanya sekali lagi, hanya untuk lebih pasti.
Tapi, tidak. Tidak ada quest membasmi goblin.
“...”
“Uhhh, ah di sana rupanya. Aku sudah siap sekarang.”
Dia berputar mendengar panggilan Gadis Guild, masih hanyut dalam pikirannya.
Gadis Guild melambai padanya dari area resepsionis—dia terlihat seperti sedang menggenggam sejenis kunci.
“Sini, kesini! Oke, ayo!”
Dan kemudian dia menunduk di belakang meja resepsionis, meninggalkan Goblin Slayer di tempat dia berdiri.
Menoleh terakhir kalinya melihat papan quest, dia bersiap mengikuti Gadis Guild.
Dia telah bergabung dengan Guild ini selama lima tahun, namun dia tidak pernah berada di area pegawai.
“Apa ini di ijinkan?” dia bertanya, yang di mana Gadis Guild menjawab ringan, “Nggak.” Seraya dia melirik Goblin Slayer.
“Karena itu ini hanya antara kita saja. Jangan kasih tahu siapapun, oke?”
Dia menjulurkan lidahnya menggoda, dan Goblin Slayer mengangguk.
“Oke.”
“Yang benar? Aku bakal nggak senang kalau kamu bohong.”
“Ya, benar.”
“Kalau begitu, aku percaya kamu.”
Gadis Guild berputar kembali, kepangnya berayun di udara. Goblin Slayer mengikutinya masuk ke dalam.
Goblin Slayer mendengar suara yang tidak asing—Gadis Guild bersenandung. Goblin Slayer tidak mengetahui lagu apa itu.
Pada akhirnya, masih bersemangat tinggi, Gadis Guild berdiri di depan sebuah pintu tua, menggunakan kunci untuk membuka pintunya.
Di dalamnya, terdapat sebuah tangga berputar yang terjal.
“Di atas sini, ayo!”
“Aku mengerti.”
Anak tangga itu tidak berdecit ketika Gadis Guild menginjaknya, namun berdecit di saat Goblin Slayer mulai menaikinya. Dari decitan langkah kakinya saja, seseorang akan mengira hanya ada satu orang di sana.
“Oh, syukurlah!” Gadis Guild berkata, meletakkan tangan di dadanya dan menegakkan tubuhnya. “Kalau tangga ini berdecit karena beratku. Aku bakalan syok banget!”
“Benarkah?”
“Benar. Para gadis sangat peduli tentang hal seperti ini.”
“Benarkah?”
Uh-huh, Gadis Guild mengangguk.
Dia melirik dari balik pundaknya dan menggoda, “Apa akan lebih baik kalau aku memakai rok, Pak Goblin Slayer?”
Goblin Slayer menggelengkan kepalanya dan berkata, “Perhatikan jalanmu di depan. Kamu nggak akan mau tersandung dan jatuh.”
“Aww, tapi kamu ada di sini untuk menangkapku.”
“Biarpun begitu.”
“Baiklah...”
Gadis Guild terdengar cukup ceria, walaupun Goblin Slayer tidak mengetahui apa yang membuat Gadis Guild senang.
Tidak lama kemudian mereka tiba pada puncak tangga berputar. Di sana mereka menemukan sebuah pintu tua lainnya.
“Tunggu sebentar,” Gadis Guild berkata, menggunakan kunci berkarat untuk membukanya. “Di sini tempat di mana aku ingin membawamu.”
“...Aku?”
“Ya—Silahkan.”
Gadis Guild membuka pintu.
Di saat dia membukanya, sebuah pemandangan membanjiri matanya, dan pandangannya terisi dengan emas.
Harta karun, permata yang menggunung, cukup untuk membutakan saraf—tidak.
Adalah dunia itu sendiri, memantulkan cahaya menyilaukan matahari.
Gunung, sungai, bukit penuh dengan aster, hutan dan kebun. Kota, kuil, plaza. Segalanya.
Ini adalah menara pengawas Guild, dan dari sini seseorang dapat melihat ke segala penjuru sekaligus.
Tidak peduli seberapa tinggi, seberapa jauh, semua dapat terlihat dari sini.
Riuh keramaian, pemusik bermain. Tawaan. Lagu. Semuanya mencapai menara ini.
Jika aula Guild adalah mata badai, maka tempat ini adalah tempat untuk melihat badai itu.
Keceriaan dan kebahagiaan, sebuah hari yang patut di rayakan.
Dan Goblin Slayer berdiri tepat di pusatnya.
“...Bagaimana? Terkejut?”
Gadis Guild berdiri pada pagar, menyisiri pagar dengan tangannya. Dia mengintip pada helm itu, namun tidak dapat melihat apapun.
Tapi—Gadis Guild percaya—bahwa tidak ada orang lain yang begitu mudah di mengerti selain pria ini.
Tidaklah sulit untuk memahami apa tujuan Goblin Slayer seraya dia berkeliling kota.
“Kamu tadi patroli, kan?”
Melewati jalanan, memeriksa saluran air, memperhatikan sungai untuk melihat tanda-tanda kemunculan goblin.
Seperti itulah pria ini.
Oleh karena itu pastinya, jika dia dapat melihat segalanya dari menara pengawas, dia mungkin...
“....Santai sedikit?”
“Nggak...” Goblin Slayer menggeleng kepala perlahan menjawab pertanyaan Gadis Guild. “Aku nggak bisa.”
Goblin Slayer menghela lembut.
“Benarkah?” Gadis Guild bergumam, dan bersandar pada pagar.
Kepangnya berdansa di hembus tiupan angin. Gadis Guild tidak melihat pada Goblin Slayer.
“Walaupun kamu sudah bekerja begitu keras membasmi semua goblin itu?”
Justru itu.”
Cahaya mulai meredup. Matahari mulai terbenam, tenggelam di horison. Bahkan hari yang indahpun akan berakhir.
“...”
“...”
Pada tempatnya bulan kembar terbit bersamaan dengan kabut ungu. Langit penuh akan bintang—dingin, dan bercahaya.
Kota terselimuti dengan hitam, begitu sunyi seolah-olah semua orang sedang menahan nafas mereka.
Angin berhembus ke arah mereka di atas menara pengawas dengan irama yang sendu.
Itu karena, musim gugur, adalah masa sebelum musim dingin.
Mereka sudah dapat melihat kabut dari nafas mereka.
Dan kemudian tiba-tiba, Gadis Guild berbisik.
“Lihat, sudah di mulai!”
Emas telah menghilang, dan mereka berdua tenggelam dalam bayangan.
Kemudian, sebuah cahaya.
*****
Satu.
Dua.
Tiga.
Empat.
Lima.
Pada akhirnya, terlalu banyak untuk di hitung.
Lentera kecil berkelip layaknya bintang terpantul dari sungai. Melewati kota yang menggelap lentera itu bersinar, berkelip, berdansa, bercahaya.
Akhirnya, cahaya merah hangat mulai melayang di udara layaknya kunang-kunang.
Seperti salju yang turun secara terbalik, lentera melayang, berdansa hingga ke surga.
“Lentera langit.”
“Ya. Aku pikir lentera itu akan terlihat indah dari sini.” Gadis Guild membalas dua kata Goblin Slayer. “Karena akhirnya aku bisa melakukan ini, aku ingin mengajakmu sekalian.”
“....Begitu.”
Goblin Slayer menatap pada kota dan menghela pelan.
Cipratan emas senja telah lama hilang, dan dalam cahaya oranye akan lilin, kota ini menjadi begitu indah.
Kota ini penuh akan ciptaan para manusia.
Rumah dan bangunan yang terbuat dari batu, pakaian orang-orang di jalanan, tawaan mereka semakin ramai.
Mereka menyalakan lilin di dalam lentera mereka, kertas pelapis mulai menggembung sebelum membawa sepercik cahaya itu menuju langit.
Goblin Slayer menatap lentera yang mulai terbang dari kota di bawa menuju langit malam.
Dia mengetahui bahwa udara hangat mendorong ke atas, dan karena itulah lentera itu terbang. Itu saja. Tidak ada kaitannya denggan sihir dan keajaiban. Pada akhirnya, api akan padam dan lentera akan kembali jatuh ke bumi.
“Pak Goblin Slayer, apa kamu—?”
Gadis Guild membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, namun pada saat itu—
Riing.
Sebuah bel berbunyi, bergema melewati kesunyian malam.
Jika lentera adalah bintang dalam sebuah arus, maka ini adalah gelembung air.
Riing, riing, riing, riing.
Suara itu berulang dengan ritme yang teratur, sebuah ritual suci untuk mensucikan daerah sekitar.
Gadis Guild mencari sumber suara itu. Suara itu berasa dari plaza, tempat di mana kumpulan lentera di terbangkan di langit.
Khalayak berkumpul di pusat kota, duduk di sekitar panggung bundar.
Gadis Guild mendapati sebuah tombak yang di kenalnya dan topi runcing di kerumunan dan tertawa kecil.
Oh, apa sudah waktunya?
Hari yang indah, hari festival, hari perayaan. Inilah hari-hari milik para Dewa.
Terdapat hari thanksgiving untuk musim panen dan gugur yang melimpah dan juga permohonan doa agar melewati musim dingin dengan aman. (TL Note : Thanksgiving = https://en.wikipedia.org/wiki/Thanksgiving )
Doa yang mereka doakan, tentu saja, untuk Ibunda Bumi yang maha pengasih.
Tidak lama kemudian, seseorang muncul di pusat kota di antara api unggun yang melambangkan harapan.
Seorang wanita muda berpakaian serba putih muncul dengan anggun—seorang perawan kuil. Tidak...

“O para dewa yang telah berkumpul pada meja bintang-bintang...”

Dia adalah Priestess.
Dia berpakaian sangat berbeda. Pakaiannya terlihat mirip dengan seragam tempur, akan tetapi menunjukkan banyak sekali bagian kulitnya.
Pundaknya dan belah dadanya, sela tubuhnya dan punggungnya, pahanya, semuanya menunjukkan kulit pucat dan murni.

“...dengan sebuah lemparan dadu akan takdir dan kemungkinan...”

Pipinya yang merah menandakan bahwa dia sangat malu di saksikan seperti ini, namun walaupun begitu dia memutar flail yang berbentuk menyerupai relik suci. (TL Note : Flail = https://en.wikipedia.org/wiki/Flail )
Ibunda Bumi adalah dewi segala hal, penguasa cinta, dan bahkan terkadang  seorang dewi perang.
Dan ini adalah pakaian kependetaannya.
Jadi seharusnya, tidak perlu untuk merasa malu.

“O Ibunda Bumi, kami memohon padamu...”

Priestess mengayunkan flail dengan kedua tangan, bara api terpantul di dalam kucur keringat di wajahnya.
Setiap kali relik itu, yang aslinya merupakan alat panen, melintasi udara, relik itu meninggalkan jalur putih dan denting sebuah bel.
Sebuah tarian para dewa, kepada dewa, untuk para dewa. Sebuah penampilan kudus.

“Perintahmu, adalah wahyu hamba...”

Goblin Slayer mengingat Priestess bergumam, Aku sedang berlatih.
Priestess membicarakan perlengkapan barunya. Dan dia begitu tergesa-gesa untuk pergi ke bengkel.
Dia pasti telah berlatih agar dia dapat menggunakan flail itu dan pergi ke bengkel untuk menyiapkan pakaian itu.
Goblin Slayer akhirnya mengerti arti dari senyum nakal rekan elf nya.

“Saya mempersembahkan tubuh ini, tanpa lelah, tanpa ragu...”

Doanya terdengar di seluruh plaza, melewati rumah-rumah, menuju menara pengawas.
Goblin Slayer yakin bahwa para dewa dapat mendengar Priestess yang di mana para dewa bersemayam disurga.
Harapan agar dadu mereka berguling ke arah yang sedikit menguntungkan.
Oh mata dua mata dua!
Tunjukkanlah aku ganda enam esok hari!
Di manakah dia pernah mendengar kalimat seperti itu?

“Kami mempersembahkan padamu doa ini...”

Priestess tidaklah sedang di rasuki—namun dia mendekatkan filail lebih dekat lagi.
Tentu saja, jika dia benar-benar menggunakan keajaiban Call God, jiwa fana-nya tidak dapat menahannya.
Namun walaupun hanya imitasi dari keajaiban itu, yang hanya menggunakan gerakan, nafas, dan suara, membuat lahan ini tampak suci.
Malam bukanlah milik orang-orang. Melainkan milik para monster dan kekacuan. Dan goblin.

“O agung, O abadi, O maha, O pengasih...”

Dia mengambil sebuah langkah dansa dan pakaiannya mengayun, menunjukkan pinggulnya.
Nafasnya yang menegang berkabut, dan tetes air keringat terjatuh dari dirinya.
Matanya berair; bibirnya bergetar. Dada kecilnya mengembang di setiap tarikan nafas.
Namun dia tidak menunjukkan sedikitpun keerotisan, hanya kesucian.

“Dan biarkanlah terjadi di atas papanmu...”

“....Aku nggak pernah bersantai,” Goblin Slayer berbisik seraya dia memperhatikan sosok Priestess dengan matanya.
“Ap...?”
Kalimat itu keluar begitu saja. Gadis Guild tidak mengetahui apakah dia terkejut atau bingung.
Butuh beberapa saat baginya untuk menyadari bahwa Goblin Slayer sedang menjawab pertanyaannya sebelumnya.
“Nggak peduli seberapa banyak yang aku lakukan, nggak peduli seberapa banyak yang aku bunuh. Yang aku dapatkan hanya sebuah kemungkinan untuk menang.” Tidak peduli seberapa banyak rekannya dan teman yang mendukungnya, menyemangatinya, dan bertarung bersamanya. “Dan sebuah kemungkinan untuk menang bukanlah sebuah kemenangan.”
Adalah mustahil bahwa itu sebuah kemenangan.
Bayang-bayang kekalahan akan selalu ada. Dia tidak akan pernah lolos dari bayang-bayang yang telah menciptakannya.
Tentunya tidak bilamana bayang-bayang itu memiliki sebuah wujud dan dapat menyerangnya.
“Itulah kenapa aku nggak membuat lentera.”
Untuk bersiap. Untuk melawan goblin. Untuk bertarung.
Untuk melawan kemungkinan terakhir .01 persen itu ketika dia yakin 99.99 persen dia dapat menang.
Dia telah bertekad untuk semua ini, dia tidak dapat membagi perhatiannya untuk hal lainnya.
Dia tahu.
Dia tahu bahwa apa yang membawa lentera langit itu terbang ke angkasa hanyalah sebuah fenomena natural. Yang di kala api lilin iitu padam, lentera itu akan terjatuh ke bumi layaknya sampah.
Goblin Slayer mengetahui ini.
Namun...
“Lentera langit membimbing jiwa-jiwa mati,” dia berbisik sedikit rasa penyesalan. “Apa kira-kira mereka dapat kembali dengan selamat.”
Siapa yang sedang dia bicarakan? Atau apa? Bagaimana perasaan yang sedang Goblin Slayer rasakan sekarang?
Gadis Guild tidak dapat menerkanya. Dia tidak mengetahuinya.
Namun walaupun begitu Gadis Guild berkata “Aku yakin mereka kembali dengan selamat,” dan tersenyum.
Dan pada saat yang sama:

“Semoga tidak adanya niatan jahat yang dapat mengguncang keseimbangan ketertiban dan kekacauan di surga. Semoga semua sejahtera.”

Priestess mengibas rambutnya seraya dia mengarahkan tatapannya menuju langit, mempersembahkan sebuah doa dari bumi menuju surga.
Dia melantunkan doanya dengan segenap tenaganya, tenggorokkannya yang pucat berkelip dan berkilau karena upayanya. Seseorang menelan liurnya melihat keindahan Priestess.
Kemudian dia melantunkan sebuah permohonan sebagai perwakilan dari banyak pengikut agama—mereka yang dapat berbahasa.

“Berkahi pelindung malam, bawakanlah beliau kebahagiaan.”

Namun dia berbicara hanya kepada satu makhluk.

“Hamba berdoa pada langit yang jauh, hamba mempersembahkan doa...”


Priestess menghela. Hela nafasnya mengisi keheningan.
“...Lihat.” Gadis Guild tersenyum pada Goblin Slayer dengan sedikit terkejut. “Para dewa menghargai...semua jerih payahmu.”
Dan itu memang benar.
Jika dia tidak menyelamatkan Priestess di dalam gua itu, pemandangan ini tidak akan mungkin pernah ada.
Semua orang di kota ini, merayakan festival. Semua karena dia telah menolong gadis itu dan menahan gerombolan goblin dengan Priestess dan rekan mereka.
Apakah takdir atau kemungkinan? Itu tergantung oleh lemparan dadu para dewa.
Walaupun mungkin mereka yang berada di papan itu tidak dapat membayangkannya...
Apapun itu Gadis Guild tidak peduli. Karena apapun penyebabnya, itu telah mempertemukan dia dengan pria ini.
Gadis Guild tidak mengetahui apa yang menyebabkan pria ini menjadi petualang—menjadi Goblin Slayer.
Namun dia mengetahui semua dari lima tahun yang lalu hingga detik ini, semua yang Goblin Slayer jalani saat itu. Pria ini berada di sini untuk melindungi desa, masyarakat, kota—semua orang.
Lihatlah di sekeliling dia.
Gadis Guild tidak dapat mempercayainya—sangatlah konyol karena dia tidak menyadarinya.
Goblin Slayer tidak marah. Dia tidak sedih.
Dialah—Gadis Guild lah yang tidak dapat menahannya.
Gadis Guild bergetar dengan rasa malu pada keegoisannya sendiri.
Malam itu, pada saat itu, dia bersama Priestess, dan High Elf Archer, dan Gadis Sapi juga.
Dan walaupun dia mengetahui itu, dia masih berusaha untuk nimbrung dengan mereka semua, dan dia membenci kelakuannya yang memalukan itu.
Gadis Guild membenci akan bagaimana dia telah berusaha menghindari mereka semua sebelum festival, tidak mengetahui apa yang harus dia katakan pada mereka.
Tapi—tapi.
Gadis Guild telah menunggu. Gadis Guild berada di sini.
Dia mendukung pria ini, menyemangati pria ini.
Dia menginginkan pria ini untuk melihat.
Untuk menyadari.
Untuk mengerti.
Dirinya. Hal lainnya. Semua orang yang bukanlah goblin. Siapapun itu.
Dia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan semua ini menjadi sebuah kalimat.
Tapi sekarang dia telah berhasil menghabiskan setengah hari bersama pria ini, dia berpikir apakah semua ini membuahkan hasil.
Apa dia melihatku?
Apa dia melihat orang lain?
Apa dia berpikir hal apapun selain goblin?
“Aku yakin... yakin mereka dapat kembali dengan selamat.”
Lagipula, terdapat begitu banyak cahaya. Maka itu pasti benar. Mereka tidak mungkin dapat kehilangan jalan mereka.
Kepercayaan yang menginspirasi ucapan Gadis Guild. Seperti biasanya, dia menyembunyikan perasaannya yang mendalam di balik senyumnya.
Mendengarnya, Goblin Slayer mengeluarkan suara samar, hampir tidak terdengar.
“....Ya.”
Pada akhirnya, hanya itu yang di ucapkan Goblin Slayer, dan kemudian dia mengangguk.
*****
Akhir dari ritual menandakan selesainya hari festival dan hari yang di berkahi ini.
Api unggun mulai mengecil seraya masyarakat beramai-ramai keluar dari plaza, hanya meninggalkan beberapa api yang tersisa untuk menjilat langit malam.
Mereka berdua kembali menuruni tangga, kembali dari menara pengawas menuju lantai bawah.
Matahari benar-benar telah menghilang, membuat aula guild menjadi gelap.
Walaupun biasanya Gadis Guild mengetahui arah kemana dia harus melangkah di daerah sekitar sini, hari ini tidaklah biasa.
“Uup—oh! Whuups...”
“Hati-hati.”
Gadis Guild tersandung dan tertangkap di lengan Goblin Slayer.
Jantungnya terkejut akan kekuatan lengan itu.
Gadis Guild merasa lega bahwa ruangan ini gelap. Dia tidak menginginkan pria ini melihat wajahnya pada saat ini. Walaupun dia tidak bisa menyembunyikan rasa gugup pada suaranya.
“Oh, Ma-maaf...”
“Nggak,” Goblin Slayer berkata, menggeleng kepalanya. “Nggak...buruk.”
“Ap...?”
“Maksudku hari ini.”
“Oh...”
“Dari pagi sampai malam... Jadi ini rasanya ‘hari libur’ itu.”
Jantung Gadis Guild kembali melompat.
Dia sedikit merasa gugup—bagaimana mungkin tidak? Namun dia tidak dapat mengabaikan rasa bahagia yang melampaui sisi dirinya yang selalu berhati-hati.
“O-oh, ng-nggak usah di pikirkan. Ka-kalau kamu menikmati hari ini, maka bagus sekali.”
“Begitu.”
Yang semakin menguatkan alasan Gadis Guild untuk bergegas menuju pintu, melepaskan lengannya dari lengan Goblin Slayer.
Mereka berdua sendirian di dalam kegelapan. Dari situlah asal kegugupan ini berawal.
Ketika mereka tiba keluar, Gadis Guild yakin perasaan ini akan berubah. Yang di mana dia akan dapat bernafas dengan lebih mudah.
Dengan pikiran itu, dia menggengam gagang pintu...
“...Apa?”
Gadis Guild memiringkan kepalanya ketika gagang itu tidak berputar.
“Apa apa?”
Goblin Slayer mendekat dengan langkah biasa yang begitu sempurna walaupun di dalam kegelapan ini.
“Apa aku salah ingat?” Gadis Guild berkata, masih kebingungan. “Nggak...Aku nggak kunci pintunya. Tapi...”
Terkunci.
Kata itu mulai terlintas, namun tidak keluar dari bibirnya, ketika Goblin Slayer bergerak.
Goblin Slayer memegang Gadis Guild di sekitar pinggulnya dan mendorongnya ke lantai.
“Ap?!”
Goblin Slayer membalikkan meja untuk melindungi mereka berdua.
Gadis Guild terjatuh kebelakang, dan sebuah pisau menembus meja pada saat hampir bersamaan.
“O-ow! Ap-apa yang terjadi?!”
“Jangan menjauh dari dinding. Perhatikan belakangmu dan jangan berisik.”
Goblin Slayer membebaskan pedang dari sarungnya seraya dia membisikkan perintahnya.
Tetap menunduk, secara perlahan dia bergerak ke samping dari balik pelindung mereka, menjaga jaraknya.
Dia menarik pisau yang tertancap di meja dan melihat bahwa pisau itu berkilau dengan terangnya di kegelapan. Kemudian dia mulai menerjang kepada penyerang mereka.
Adalah mustahil bagi Goblin Slayer untuk membiarkan mereka lolos.
Sebuah sosok kecil—seorang pria kecil, sekitar setengah tubuh manusia—bergegas cepat melewati kegelapan.
“goblin?”
Balasan jawaban itu berupa sebuah desis sinis yang beraroma darah.
Kemudian sang penyerang melompat.
Dia menggenggam sebuah pisau dengan terbalik, turun menghujam layaknya sebuah taring predator.
Goblin Slayer mengangkat perisainya untuk bertahan. Terdengar suara sesuatu. Sebuah cipratan akan cairan.
“Di lumuri racun.”
Cairan kental itu menghujani helmnya. Namun dia memiliki visor pada helmnya. Racun itu tidak akan membutakannya.
Sang musuh melompat menjauh dan mendarat di lantai, memanfaatkan jarak mereka untuk melancarkan serangan secepat kilat kedua.
Goblin Slayer menangkis serangan yang datang dengan perisainya dan mengayunkan pedangnya, berharap pedang itu mengenai musuh tepat di perutnya.
Percikan berdansa, menerangi kegelapan.
Sang penyerang memiliki sebuah pisau di tangan kirinya juga, menggunakannya untuk menepis pedang Goblin Slayer.
Tekniknya sangat terasah, membuktikan kemahiran tangan sang penyerang.
“Kamu nggak seperti goblin.”
“G-Goblin Slayer....!” Teriak Gadis Guild.
“Tenang.”
Gadis Guild mendengar suara gesekan—suara sang penyerang yang mengeratkan giginya, mungkin?
Mata Gadis Guild mulai terbiasa dengan kegelapan, namun sosok penyerang itu masih sulit di lihat.
Penyerang itu menggunakam armor kulit dan pelindung perut. Kain yang melapisinya berwarna hitam muda, begitu pula wajahnya...
“...Dark elf?!”
Teriakan Gadis Guild menandakan sebuah sinyal.
Sang penyerang mengayun pisau di tangan kirinya dengan begitu cepat dan melanjutkannya dengan sesuatu di tangan kanannya.
Percikan yang menyilaukan yang berasal dari perisai Goblin Slayer seraya dia menangkis pisau kecil itu tiga kali.
Dart! (TL Note : dart = https://en.wikipedia.org/wiki/Darts )
Pencahayaan yang sesaat itu juga membuat Gadis Guild dapat melihat serangan sesungguhnya dari gerakan tipuan itu.
“Hrr...!”
Lemparan itu memaksa Goblin Slayer terjatuh ke belakang dengan semacam setengah salto.
Dia terjatuh di sebuah meja dengan benturan spektakuler, menerbangkan debu menuju udara gelap.
“Oh, ah, G-Goblin Slayer...?”
Tidak ada jawaban.
Bahkan dalam bayang-bayang, Gadis Guild dapat melihat beberapa dart yang menancap pada armornya.
Ini sudah berlebihan.
“Tidak...”
“Yes!” Sebuah teriakan meredam bisikan khawatir Gadis Guild. Teriakan itu berasal dari, sudah jelas, dari musuh, yang berteriak dengan cipratan ludahnya, “Aku berhasil! Aku berhasil! Hya-ha-ha-ha! Karena kamu—semua karena kamu!”
Dia terkekeh-kekeh dengan begitu buruknya seraya meloncat ke atas dan ke bawah, menepuk tangannya.
Dia mendatangi Goblin Slayer dan memberikan sebuah tendangan.
“Tingkat Silver, pfft! Monster lemah dan sedikit keberuntungan, Cuma itu aja yang dia punya!”
Tendangan lainnya. Ketiga, kemudian keempat.
Kepala Goblin Slayer berguncang setiap kali tendangan itu mengenainya. Visor helm kotornya terkulai begitu menyedihkan seraya dia tergeletak layaknya boneka murahan.
Begitu kejam untuk di lihat.
Beberapa menit yang lalu, mereka telah berbicara berdua, berjalan bersama.
“Hen-hentikan...”
Gadis Guild hanya dapat berbisik, begitu pelan hingga tidak ada yang mendengar.
Namun sekarang terdapat sesuatu yang membara dalam hatinya.
“Aku bilang, hentikan!”
“Rasain kamu karena sudah merebut semua gadis buat dirimu sendiri.” Sang penyerang berputar, matanya bersinar terpaku pada Gadis Guild. Gadis Guild mengepal tanganya di depan dada. “Dan dia juga akrab sekali dengan pegawai Guild. Menurutku, dia nggak sebaik yang dia kira!”
Apakah Gadis Guild harus diam saja? Tidak. Ini harus di ucapkan.
Dia merasa penyesalan, namun juga sebuah tekad yang menepis rasa sesal itu. Tentu saja. Tidak seorangpun yang berhak menendang Goblin Slayer seperti itu.
Racun menetes dari belati dengan warna yang menjijikkan.
Apakah dia harus berteriak lagi, memanggil seseorang? Tidak... Bahkan walaupun dia melakukannya, semua akan terlambat.
“!”
Walaupun begitu, dia tidak mengalihkan pandangannya.
Matanya yang melotot hanya membuat sang penyerang menjadi lebih marah.
“Jangan pikir aku akan membiarkanmu begitu saja...!”
“Begitukah?”
Suara itu dingin seperti sebuah angin yang berhembus dari kedalaman neraka.
“—“
“Apa? Gargh...!”
Mata Gadis Guild terbelalak, dan sang penyerang hanya dapat mengeluarkan teriakan yang teredam.
Goblin Slayer bergerak.
Dia bangkit layaknya bayang-bayang, masih tertancap dengan dart. Pedangnya—
Pedangnya menancap pada isi perut penyerang, menemukan sebuah celah dalam armor kulit musuhnya.
Dia mengoyak kasar isi tubuh pria itu, membuat sang penyerang terbatuk dan tersedak.
Tubuh sang penyerang terjatuh ke belakang, kejang-kejang, kehilangan darah dan kekuatan.
“Hmph.”
Goblin Slayer mendengus, menahan tubuh musuh yang penuh darah dengan kakinya seraya dia menarik pedangnya.
Sang penyerang memberikan batuk terakhirnya, kemudian terkulai tak bergerak.
“Go—“ Suara Gadis Guild bergetar. “Goblin Slayer...?”
“Ya?”
“Kamu nggak apa-apa?! Kamu terluka?!”
“Aku memakai baju besi di bawah armor kulitku,” dia mengatakan fakta, secara lembut mendorong Gadis Guild seraya Gadis Guild berusaha mendekat dengan panik. “Dart sederhana nggak akan bisa menembusnya.”
Dia menggenggam ujung dart dan menariknya dari armornya. Mata dart itu basah akan sesuatu—kemungkinan adalah cairan yang sama yang melumasi belati.
Goblin Slayer berkata datar, “Gerakan dia cepat. Dengan kemampuanku, aku nggak bisa mengalahkannya.”
Itu artinya adalah—bagi dia, paling tidak—solusi terbaik adalah serangan tiba-tiba. Dia tidak dapat menang dalam pertarungan yang adil, oleh karena itu dia tidak melakukannya.
Namun Gadis Guild tidak dapat menerima perspektif ini.
“A-Aku kira kamu...mati......!”
Bahkan seraya dia berbicara, air mata mengalir di pipinya.
Sekali menetes, sudah tidak bisa di hentikan lagi. Berhadapan dengan gadis yang terisak, Goblin Slayer hanya bisa mengucapkan, “Hrk...” Dia mengelap darah dari pedangnya untuk mengalihkan dirinya sendiri. “Maaf.”
“Kalau...kalau kamu harus minta maaf...kamu harusnya jangan...melakukannya...!”
“...Aku nggak akan melakukannya lagi.”
Goblin Slayer mengangguk, dan dengan ujung pedangnya dia membuka topeng sang penyerang.
Sniff... Apa dia...? Apa dia dark elf?” (TL note = sekali lagi “sniff” di sini seperti dia menarik ingus, tapi karena saya g dapat kata buat gantiinnya, jadi saya gunakan inggrisnya saja.)
“Itu aku nggak tahu.”
Gadis Guild mengangkat kepalanya, hidungnya masih tersendat.
Dark Elves adalah salah satu di antara mereka yang dapat berbahasa, juga di kenal sebagai Players. Mereka satu akar dengan elf lainnya, namun mereka memihak pada kekacauan.
Namun tidak semua dari mereka adalah Non-Players, makhluk tidak berdoa itu, karena dari waktu ke waktu, seorang dark elf akan kembali pada sisi ketertiban.
Dengan hanya beberapa pengecualian, kebanyakan dark elf sangat jahat dan gemar dalam melanggar hukum dan ketertiban.

Mereka memiliki telinga runcing layaknya elf lainnya, namun berkulit hitam muda.
Gadis Guild pernah mendengar bahwa mereka biasanya tinggi, seperti sepupu penghuni hutan mereka, namun tubuh yang berada di lantai itu belum tumbuh dengan sempurna.
“Tapi dia adalah rhea.”
“Ap...?”
Gadis Guild melenguh seraya dia melihat kembali mayat itu.
Wajahnya hitam dan kotor, namun Gadis Guild mengingatnya
Dan kenapa tidak? Apa lagi alasannya menutupi wajahnya ketika dia menyerang?
Goblin Slayer menggunakan tapak sepatu botnya untuk mengelap wajah mayat itu bersih.
“Oh! Itu…!” Gadis Guild meletakkan tangannya ke mulutnya. Gadis Guild memang mengenali dia. “Dia orang yang kami tuduh melakukan pelanggaran dalam wawancara itu….!”
Sosok itu penuh akan kebencian dan kemurkaan dan hasrat untuk balas dendam… namun tidak di ragukan lagi bahwa dia adalah Rhea Scout.
Seorang petualang yang mereka wawancarai untuk kenaikan peringkat. Pria itu yang secara diam-diam menumpuk hadiah dan harta karun untuk dirinya sendiri dan menyembunyikan itu semua dari rekan partynya.
Para pewawancara mengasingkannya— Apakah dia kembali? Ataukah dia masih berada di kota semenjak itu?
Goblin Slayer menatap wajah rhea itu.
“Aku rasa aku ingat dia.”
“Yeah. Kamu duduk dalam wawancara kami dengan dia. Itulah kenapa—“
“Bukan” Goblin Slayer menggeleng kepalanya. “Ketika aku sedang makan di warung, dia sedang berbisik dengan seseorang. Aku melihat dia memperhatikan aku di Aula Guild juga sebelumnya.”
“Maksudmu…”
“Tapi kalau dia bermaksud untuk menyerangku saja, dia tidak perlu memakai pakaian aneh seperti ini.”
Goblin Slayer mendengus.
Begitu banyak kemungkinan, begitu banyak pilihan—dia tampak tidak dapat memilih apa yang harus dia lakukan.
Namun terdapat satu kesimpulan untuk di kejar, satu peringatan yang harus di indahkan.
“Para Goblin mungkin sedang bergerak.”
Dengan deklarasi itu, Goblin Slayer memasukkan pedangnya kembali ke sarungnya/
“Aku akan pergi. Kamu bisa berdiri?”
“Oh, um…”
Gadis Guild tidak tahu harus kemana melihat. Dia berlutut seolah kakinya lemah, namun dia dapat bergerak.
Tapi jika dia bilang dia tidak dapat bergerak, apakah dia akan tetap tinggal? Apakah lebih baik jika dia melakukannya?
“A… Aku baik-baik saja.”
Dia bergumam dengan segenap jiwanya untuk mengatakan ini, kemudian menjulurkan tangan dan meraih meja.
Goblin Slayer mengumpulkan dart yang terdapat di topeng rhea, kemudian memasukkannya ke dalam kantungnya. Dia mengelap racun dari mata belati dan menyarungkannya di pinggulnya.
Setelah pemeriksaan cepat pada perlengkapannya, dia memeriksa tempat di mana dart telah mengenainya. Dia memutuskan bahwa tidak ada masalah.
“Kalau begitu, tolong urus masalah di sini.”
Mengangguk, Gadis Guild menggunakan meja untuk membantunya berdiri.
Apa yang terjadi? Apa yang akan terjadi? Dia tidak mengetahuinya. Bagaimana dia dia tahu?
Hari perayaan telah berakhir. Hari kebahagiaannya telah sirna.
“…Aku Cuma, maksudku, Aku nggak… Aku nggak mengerti ini semua sama sekali…”
Dia akan kembali menjadi resepsionis Guild, memperlakukan Goblin Slayer layaknya petualang lainnya.
“Ta-tapi apapun yang terjadi, lakukan yang yang terbaik yang kamu bisa!”
Dia mengenakan senyumnya yang terbesar yang dia bisa lakukan di wajahnya, dan Goblin Slayer menjawab dengan satu kata:
“Pasti.”