TUGAS GENERASI BARU
(Author : R Lullaby)
           
Langit berwarna lebih gelap meski hari sudah siang. Itu semua karena awan tebal di atas wilayah Kerajaan Skyline.
            Hujan deras seolah akan datang mengguyur kerajaan tersebut. Membuat firasat buruk hinggap di hati beberapa orang.
            Karena permintaan khusus dari Putri Kerajaan. Pertandingan semi final akan dilaksanakan dengan cara pertarungan tunggal.
Satu melawan satu, siapapun yang kalah tak pantas untuk maju ke final. Tak pantas melawan kelompok Hizkil dan yang lainnya.
Dari kelompok Alyshial, dia sendiri yang maju. Sang putri mahkota Kerajaan Skyline, Alyshial S. Ramony. Dengan tegasnya dia menantang Aeldra untuk memasuki arena.
Ya, gadis itu memiliki hak khusus mengingat dia putri pemilik Acies Highschool. Dia putri Kerajaan Skyline langsung. Tak ada yang berani menentangnya.
Memang terlihat tak adil, tapi seperti itulah kondisi masyarakat di sekitar Aeldra. Perbedaan kasta benar-benar berpengaruh di sana.
Aeldra tak bisa berbuat apa-apa. Dia maju memasuki arena, menjawab tantangan Putri Alyshial.
“Kuhancurkan kau, Aeldra ...,” senyum Alys bersemangat. Tubuhnya bergemetar, merinding tak sabar ingin memulai pertarungan.
Aeldra memasang senyuman khawatir, membalas tatapan tajam Alyshial.
Di sudut kanan, gadis yang sudah terkenal di seluruh wilayah Kerajaan Skyline. Keponakan dari Sang Demigod, dan keturunan dari keluarga pahlawan. Putri Mahkota dari Kerajaan Skyline, Alyshial S. Ramony!!”
Penonton bersorak sangat keras, para wanita histeris melihat Alyshial melambaikan tangan. Dia benar-benar dipuja oleh rakyatnya, dicintai oleh teman-temannya.
Tak sedikit orang yang memanggil namanya, tak sedikit orang yang berteriak mengangguminya. Kaum pria maupun wanita terpukau oleh wajah rupawannya.
Hal itu berbeda jauh dengan Aeldra yang hanya disebutkan namanya. Para penonton terdiam, bukan karena menganggap remeh dirinya. Tatapan mereka lebih mengarah ke rasa takut padanya.
Hanya ketegangan yang muncul di saat Aeldra menatap sekitar. Para penonton berwajah cemas dan ketakutan hanya dengan melihat wajahnya yang memiliki luka bakar.
Aku benar-benar tidak disukai, yah ....” batin Aeldra tersenyum khawatir melihat sekitar.
Don’t Mind, Kak Aeldra. Mereka hanya kagum padamu!” Nia berteriak keras dari bangku penonton. Shina lekas menutup mulutnya, lekas memarahi Nia seperti adiknya sendiri. Sudah menjadi peraturan bagi rekan tim untuk tidak berbicara pada rekan tim lainnya yang sudah di dalam arena.
Aeldra hanya tersenyum, tertawa kecil melihat aksi konyol gadis paling muda di kelompoknya. Dia merasa seperti mempunyai adik sendiri.
“Kau cukup santai yah, Aeldra?”
“Ah tidak, jika ingin kusebutkan, perasaanku saat ini tak karuan. Aku benar-benar tak menyangka bisa bertarung dengan anda, Tuan Putri.”
Alys tak menjawab, bersiaga dan berkonsentrasi menatap tajam Aeldra. “Meski aku tak tau apa-apa tentangmu, aku tetap akan mengalahkanmu, Aeldra.”
Bel peringatan akan pertarungan dimulai, berbunyi keras, menggema di seluruh penjuru arena. Para penonton bersorak keras, menambah atmosfer menjadi lebih berat.
Pelindung arena mulai muncul, mengurung Alys dan Aeldra. Menahan dampak pertarungan yang mereka ciptakan.
Mendengar hal itu Lapis lekas merentangkan kedua tangan hingga sejejar dengan bahu. Berkonsentrasi keras meneriakkan kemampuannya.
Synchronization Crystalice: The Dragon Warrior!! –“ perkataan Alys langsung berhenti, terkejut melihat Aeldra yang berlari cepat ke arahnya.
Ce-cepat!!” batin khawatir Alys, lekas menyatukan kedua tangan tepat di depan dada. Berteriak, memperbaharui kemampuannya. Dia sadar jika dirinya tak memiliki cukup waktu untuk membuat skill tingkat atasnya.
Synchronization Crystalice, Great Spear!!”  butiran es sebelumnya yang hampir membentuk ksatria naga lekas berubah menjadi tombak raksasa.
Tombak itu melayang tepat di atas sang putri, bersiap menghantam Aeldra yang terus berlari mendekatinya.
Benturan keras langsung terjadi. Terdengar nyaring, membuat beberapa orang menelan air liurnya sendiri. Merinding melihat kemampuan Alyshial yang menakjubkan.
Kena?!” batin khawatir Alys menyipitkan mata, menatap tajam arah jatuh tombak miliknya. Tapi, setelah asap hasil benturan menghilang, tak ada Aeldra di sana.
Lelaki berambut hitam itu sudah di belakang Alys, bersiap menendang pinggangnya.
Gadis berambut lemon itu berbalik, menahan serangan Aeldra dengan kedua tangan. Dia terpental jauh beberapa meter, hampir menabrak tanah sebelum akhirnya dia berhasil mengendalikan tubuhnya.
Dia mendarat cukup sempurna, memasang wajah kesakitan karena tendangan keras Aeldra.
Ba-bagaimana dia secepat ini? Apa itu ilmu kinesisnya?!” Alys mulai berwajah ketakutan, melebarkan mata menatap Aeldra yang berwajah datar.
Aeldra mulai berlari kembali, sangat cepat dan membuat Alys terkejut ketakutan. Hingga dia berjalan mundur selangkah untuk menjaga jarak.
Aku pasti menang!!!”  Alys mengkerutkan dahi. Memasang wajah keseriusan yang tinggi. Dia yakin pada dirinya sendiri.
Crystalice, Straight Great Bar!!”
Batang kristal langsung muncul di sekitar Alys. Sangat besar dan berukuran tidak normal.  Batang kristal itu cukup banyak, melayang cepat mendekati Aeldra.
Dengan ini kau tak bisa mendekatiku!!” Alys mengangkat tangan kanannya ke arah Aeldra. Memasang senyuman sombong padanya.
Tapi, senyumannya itu tak bertahan lama. Wajahnya kembali terlihat khawatir dan marah menatap Aeldra yang menghindari serangannya.
Aeldra menghindari serangan balok lawan dengan gesit. Sesaat dia juga menyentuh salah satu balok itu, terasa dingin tapi teksturnya bukan seperti es.
Kepadatannya seperti kristal, tapi suhunya sangat rendah, lebih dari cukup membuat tubuh mati rasa beberapa menit. Bahkan yang terburuk, bisa membuat tubuhnya hancur karena suhu rendahnya.
Memukul benda ini sama saja dengan menghancurkan tubuh.” Aeldra lekas berlari kembali, setelah menghindari salah satu balok milik lawan.
“Ketahanannya mungkin lebih baik dari kristal, ditambah suhu rendahnya juga membahayakan. Daya rusak yang sangat mengerikan.” Aeldra memasang wajah khawatir, terus menghindari serangan Alyshial
“Tapi dibalik serangannya yang kuat, serangan Alyshial ini terbilang lambat. Aku hanya harus menghindari serangannya.” Aeldra memutari Alyshial yang menundukkan kepala. Dia berniat memukul lehernya, berniat membuat dia langsung tak sadarkan diri. “Maaf, tapi aku lawan terburuk untukm –“
Aeldra lagsung terpental, berputar ke belakang secara vertikal. Dia mendarat di lantai dengan sempurna. Memasang wajah penasaran dan kebingungan menatap putri kerajaan.
“Aku tak tau apa kemampuanmu. Tapi hanya untukmu, aku akan mulai serius, Aeldra.” Alyshial memiringkan tubuh, melirik sinis Aeldra.
Tepat di bawah punggungnya, terlihat sebuah ekor berwarna putih seperti es sebelumnya. Sungguh lentur, tapi terlihat sangat kuat.
Tidak hanya itu, sepasang sayap es seperti peri juga mulai muncul di belakang punggung. Terlihat indah dan berkilauan.
Alys menutup mata, melayang terbang dengan sayapnya. Membuat seluruh penonton menatap kagum hingga terbuka mulutnya. Tubuh mereka bergemetar, kulit mereka merinding melihat Alys yang bagaikan peri sungguhan. Tak terkecuali bagi Selenia dan yang lainnya.
Code Crystalice: Fairy Tail ....” Alys membuka mata. Wajahnya terlihat datar, menatap rendah Aeldra yang mulai berwajah khawatir.
Dia menggunakan transformasi pertama. Tranformasi gabungan dari kedua orang tuanya.

***

Beberapa hari sebelum pertarungan semi final, di bagian tengah Benua Dealendra, Kerajaan Central, sekaligus pusat Kekaisaran Aeldra.
Di tengah-tengah wilayah itu, terlihat rumah klasik yang bisa dikatakan sederhana. Halaman yang cukup luas terlihat di sekitar rumah.
Lapis dan Rina tersorot duduk, melipatkan kedua kaki di atas lantai. Berprilaku sopan di hadapan sang penguasa benua.
Ruangan itu terbilang cukup kecil dan sangat sederhana bagi seorang penguasa, hanya berukuran 3x4m.
Kasur putih, cukup empuk berada di hadapan Lapis dan Rina. Tempat peristirahatan Sang Demigod– Halsy Aeldra. Dia duduk di atas kasur, bersandar pada dinding di belakang tubuhnya.
Rambutnya panjang berwarna merah muda, diikat hingga menyentuh pundak bagian kanan. Lambang ras Demigod terlihat jelas di keningnya, lebih jelas dari lambang yang dimiliki lapis.
Tak sedikit peralatan rumah sakit yang menempel di sekitar tubuhnya yang lemah. Dia mulai tersenyum kecil menatap Lapis dan Rina. Mulai membuka mulut dan berkata dengan senyuman menawan.
“Begitu ....”
Padahal beberapa saat lalu, wanita berumur 30 tahunan itu melebarkan mata, sedikit terkejut mendengar berita yang dibawa putrinya.
Sedangkan Lapis masih bergemetar sambil memegang erat pakaiannya. Meski wajahnya terlihat biasa saja, dia mencoba tetap tegar di hadapan wanita yang paling ia hormati itu. Rina hanya melirik khawatir Lapis, memasang wajah cemas padanya.
“Rina, tinggalkan ruangan ini. Tunggu di luar sampai aku memanggilmu kembali,” Halsy berucap, memberikan senyuman pada Rina.
“Eh?” Sesaat Rina terkejut mendengar pernyataan Halsy. Tapi dia lekas berpikir, mulai paham dan memberikan senyuman kecil pada Halsy.
Gadis berambut coklat itu berjalan pergi keluar. Membiarkan ibu dan anak itu berdua di dalam satu ruangan.
“....” Suasana terasa hening. Halsy menatap putrinya cukup dalam. Sedangkan Lapis mengalihkan pandangan, tetap bergemetar kedua tangannya. Dia mengkerutkan dahi ke bawah, berusaha keras menahan beban di mata.
Halsy tersenyum kecil menatapnya, mengangkat kedua tangan pada dia yang gemetar. Mulai berucap pelan yang membuat hati putrinya semakin tergerak. “Kemarilah, Sayang ....”
Lapis lekas berdiri, menundukkan kepala, berjalan cepat mendekati ibunya.
Dia memeluk perut ibunya, sangat erat. Sirkulasi pernafasannya mulai berhembus tak karuan. Dia mengeluarkan sisi kelemahannya. Menangis tersedu-sedu dipelukan sang ibu.
“Tak apa, Sayang. Tak apa. Aku mengerti perasaanmu.”
“Ib-ibunda– hiks ..., hiks .... ” Lapis menangis. Suaranya tidak terlalu keras, tapi memiliki nada yang dalam. Sakit dalam hatinya benar-benar terasa berat.
“Hardy, keluarlah ...,” Halsy berucap kembali, sambil terus mengusap rambut putrinya. Dia memberikan senyuman pada jendela di samping kanan.
Lapis cukup terkejut, ingin melihat kakaknya itu. Tapi dia terlalu larut dalam kesedihan, tak kuasa berpaling dari perut ibunya. Dia hanya diam sambil terus menangis.
Lelaki yang dipanggil namanya mulai keluar, berteleport tepat di hadapan mereka. Dia lekas membuka kupluk dan topengnya, tersenyum sedikit menundukkan kepala. Memberikan hormat amat dalam, seperti yang ia lakukan pada foto wanita milik Aeldra.
“Ibu tak pernah ingat mengajarkanmu seperti ini, Hardy. Sejak kapan kau suka menguping pembicaraan orang lain,” senyum kecil Halsy. Nadanya terdengar sebuah candaan, tanpa ada rasa dendam dan amarah.
“Maaf,” Hardy terkekeh geli dengan mata tertutup.
“....” Suasana kembali terasa hening. Hanya suara isakan Lapis yang terdengar. Membuat Hardy tersenyum kecil menatap adiknya.
“Hardy, Lapis ..., seharusnya kalian juga sudah tau, apa yang ingin ibu ucapkan saat ini.”
“....”
“Waktu ibu tak banyak, jika kabar akan kematiannya adalah kebenaran,” senyum sedih Halsy terus mengusap pelan kepala putrinya.
“Ibu ...,” Lapis kembali menangis, semakin erat memeluk perutnya. Hardy sedikit menundukkan kepala, menurunkan pandangan. Menunjukkan raut wajah penuh kesedihan, meski tak sampai menitiskan air mata.
“Meski sangat kuat, Almeera masih sangat belia. Dia masih anak perempuan berusia lima tahun. Tolong awasi dia ketika aku sudah tak ada.”
“Ibunda ....” Hardy menyipitkan mata, menatap ibunya.
“Ini era kalian, sekarang giliran kalian yang melindungi dunia ini. Aku berharap pada kalian, para generasi muda.”
“Ya, Bu. Serahkan semua itu pada kami,” senyum kecil Hardy, menatap ibunya sangat dalam. Sungguh menaruh hormat padanya.
“Hardy, katakan pada Angelina untuk datang menemuiku. Ada yang ingin kukatakan padanya.”
“Ya, akan kukatakan.”
“Lalu, cepat minta maaflah pada Reeslevia. Perbaiki hubunganmu dengannya. Dia sudah terlalu banyak tekanan, dia juga harus mengurus hubungan rumit dengan adiknya,” Halsy melirik pintu keluar kamar. Tempat dimana Rina menguping pembicaraan.
Hati Rina tersentak, dia menurunkan pandangan. Telinga yang sebelumnya menempel pada pintu mulai menjauh, kini wajahnya terlihat khawatir. Dia memegang erat pakaiannya, ingin menangis mengingat masa lalu yang tak ingin ia ingat. “Kak Via ....”
“Ya, Bu ....” Hardy menutup mata dan kembali menundukkan kepala tanda mengerti nasihat ibunya.
“Jelaskan padanya, alasan kau meninggalkannya, alasan kau berpaling dari dirinya. Ibu mengerti perasaan gadis itu, tak mengherankan dia marah dan kecewa padamu jika kau tak mengatakan apapun. Dia gadis yang baik, jangan kau mengulangi kesalahan yang sama seperti ibumu.” Halsy tersenyum menutup mata.
“Tenang saja, Bu. Aku akan segera menemuinya, meminta maaf padanya.”
“Sebaiknya kau cepat lakukan.” Halsy menutup mata dan berucap cemas melirik anak sulungnya.
“Iya akan segera kulakukan.” Hardy tersenyum kesal menatap ibunya.
Halsy tertawa kecil, menutup mulut. Membuat kedua anaknya tersenyum menatap dirinya. Lapis juga sudah selesai mengeluarkan kesedihan, dia sudah lebih baik sekarang.
“Ibu tau jika kau jarang melakukan sesuatu dengan cepat, meski sudah mengatakan iya dan iya. Dia tau kebiasaanmu,” Lapis mulai berdiri, melirik kakaknya.
“....” Hardy memasang senyuman khawatir dan menutup mata. Wajahnya tepat mengarah ke arah Lapis.
Di saat Hardy masih memasang senyumannya itu, tiba-tiba pintu terbuka cepat. Gadis kecil berumur lima tahun memasuki ruangan, berjalan cepat membawa tas.
“Aku pulang! –“
“Aeh ...?” Gadis itu memakai seragam putih dengan polet merah muda. Rambutnya panjang berwarna putih dengan ujung biru muda. Wajahnya terlihat sangat manis dengan kedua bola mata berwarna biru samudera.
Putri Bungsu Kerajaan Central, pengguna Electrokinesis terkuat generasi ketiga, Candy Eater, Natasha D. Almeera.
Gadis bernama Natasha itu terdiam, menatap keluarga yang sedang berkumpul. Dia melebarkan mata dan senyuman, tak kuasa menahan kebahagiaan.
“Tunggu, Putri Almeera –“ khawatir Rina yang memasuki ruangan, berniat menghentikan gadis mungil itu. Tapi perkataan Rina lekas terpotong oleh teriakkan si gadis kecil.
“Woahh!! Kakak sudah pulang, Kak Hardy juga!!” Almeera berjalan cepat, mendekati ibu dan kakak-kakaknya.
“Natasha!! Sudah Kakak bilang jangan berteriak di kamar ibu!!” Lapis berteriak, menatap tajam adiknya.
Tapi kau juga berteriak,” batin Hardy melirik Lapis dengan senyuman cemas.
“Sudah tak apa, Lapis. Kemarilah, Sayang.” Halsy tersenyum lebar, mengangkat kedua tangan pada Almeera. Gadis berambut putih itu tersenyum lebar, memeluk perut sang ibu. Sangat erat, berisi perasaan yang amat dalam. Dia benar-benar menyayangi ibunya.
“Kalau begitu aku pergi dulu. Akan kusampaikan permintaan Ibu pada Master,” senyum Hardy, berniat menghilang.
“Tunggu, Ibu ingin bertanya satu hal lagi. Ba-bagaimana dengannya?” pelan Halsy bertanya, menghentikan tindakan putranya. Nada suaranya terdengar ragu, berisi kekhawatiran. Atau mungkin perasaan bersalah yang amat dalam.
“....” Hardy tersenyum sedih, menutup mata dan menggelengkan kepala.
Halsy terkejut, bergemetar kedua tangannya. Dia terlihat ingin menangis, seolah menyesali perbuatannya di masa lalu.
“Ak-aku yang akan –“
“Kumohon jangan lakukan itu, Bu! Jangan menemuinya! Entah apa yang dia lakukan padamu jika kau muncul dihadapannya.” Hardy berwajah ketakutan, khawatir menatap ibunya. Nadanya terdengar cukup tinggi.
Lapis menatap Ibu dan Kakaknya dengan penuh penasaran. Dia terlihat kesal, tak mengerti pembicaraan keduanya.
“Apa ini? Aku tak mengerti pembicaraanmu dengan ibu?” Lapis menatap tajam kakaknya. Terlihat marah.
“....” Hardy terdiam, mulai melirik ibunya. Tapi ibunya itu malah menggelengkan kepala, tak menginjinkan Hardy memberi tahu pada Lapis.
“Ke-kenapa ...?” Lapis berwajah sedih. Menatap penasaran Halsy.
“Kau orang yang paling tak boleh tau tentang hal ini. Ibu tak ingin kau terluka, Sayang.”
“Aku terluka? Oleh siapa?!” Lapis mengkerutkan dahi, terlihat marah.
“....” Tak ada jawaban dari Halsy, begitupula dengan Hardy yang membalikkan badan darinya.
“Aku pergi dulu, Bu. Aku sangat memohon tentang hal ini, jangan pernah temui dirinya!” Hardy melirik ibunya sesaat sebelum dia menghilang dengan kemampuan teleportasinya.
 “Astaga, dia memang mirip sepertinya jika menyangkut keselamatan keluarga,” Halsy tertawa kecil, menutup mata.
“Baiklah, sekarang ada perintahku untuk kalian berdua, Lapis, Rina ....” Lanjut Halsy, sambil terus mengusap pelan kepala Natasha. Gadis kecil itu tetap memeluk ibunya, sedang dalam mode manja.
“.....” Rina dan Lapis mulai menatap Halsy Aeldra. Menganggukkan kepala, berniat menerima segala perintah darinya.
“Dengarkan, aku ingin kalian berdua keluar dari oraganisasi Front-Liner.”
“Eh ...?”

***