SHIBUYA TERBAKAR
Part 1
(Translater : Natsume)

Seiring peristiwa ini berjalan, Hiiragi Shinya membunuh seseorang di jalanan.
Pemandangannya itu disaksikan oleh penduduk sipil, yang menjerit memecah senja itu
"Ahhhhhhhhhhhh--!
Ini adalah sesuatu yang tak terpikirkan terjadi di tempat semacam itu, salah satu kawasan  yang tak pernah tidur di Jepang – Hachiko di kota Shibuya, Tokyo. Ribuan orang menyaksikan. Ada banyak sekali orang yang tidak seorang pun merasa berada diluar walau sedang diluar, di sejumlah tempat orang tidak bisa menggerakan tubuhnya dengan bebas.
Para pekerja kantor yang bergegas pulang.
Para wanita bergegas bersiap untuk keluar malam, memakai pakaian yang mengekspos tubuhnya terlalu banyak.
Pria muda adalah targetnya.
Apakah itu mereka yang menunggu pacar atau teman, atau mereka yang keluar karena kebosanan,disana ada banyak orang.
Saat ini  Agustus.
Musim panas.
Malam panjang yang membuat orang mabuk, hari ini adalah salah satunya.
Inilah tepatnya alasan mengapa Shinya bersembunyi di tengah-tengah kerumunan ini. Karena ia percaya bahwa bahkan mereka pun tidak akan berani menyerang di pusat kota Shibuya. Jika mereka berperang disini, akan mustahil untuk menutupi semuanya.
Akan tetapi, cara berpikir seperti ini terbukti terlalu naif.
Serbuan datang.
Lagipula sekarang, ia telah membunuh seseorang.
Karena ia membunuh diam-diam, di keramaian, hanya seorang wanita memakai baju berbunga yang menyadari. Hanya wanita itu yang memandang ke arahnya dengan ekspresi panik, menjerit
Kemudian tatapan sekitar kerumunan itu terfokus pada wanita itu.
Jika ia ingin kabur, harusnya sekaranglah saatnya. Disaat ini, ia bisa kabu--
Tapi sesaat, dari kerumunan, pria lain dengan setelan hitam menyerang. Itu adalah pembunuh dari Gereja Hyakuya.
"Busuknya.”
Shinya menggengggam pergelangan tangannya. Tangan yang memegang pisau, yang ia tangkap. Dengan pisau itu, ia lalu menikam leher si pembunuh itu. Leher yang normalnya tidak boleh ditikam. Darah pun menyemprot. Tempat itu dibasahi oleh darah. Yang terlihat semuanya merah tua. Namun, kemampuannya membunuh diam-diamnya masih lemah.
Musuh-musuhnya sangatlah kuat.
Seperti yang diharapkan dari organisasi keagamaan terbesar di Jepang.
Tatapan orang-orang berkumpul di satu sisi.
Ekspresi terkejut Ekspresi dari ketidaktahuan apa yang sedang terjadi. Jika jumlah orang yang menyadari apa yang terjadi menigkat, akan segera ada kekacauan.

Jika ia terbawa kedalam kekacauan, itu akan menjadi akhir baginya.

Dengan begitu, Shinya secara akurat memahami situasi dalam sekejap. Ia memutuskan rutenya kabur. Memperhatikan arah mana yang bebas dari musuh.
Memperhatikan wajah orang-orang.
Memperhatikan wajah orang-orang.
Memperhatikan wajah orang-orang.
Seorang pria pirang dengan wajah yang bikin sebal dan memeperlakukan orang lain seperti orang bodoh, berkata sambil mengunyah permen karet.
"Hey, apa itu? Semacam pertunjukan?”
Pacarnya yang juga pirang disebelahnya menjawab.
“Abaikan saja, ayo bergegas ke hotel~"
Didekatnya, seorang karyawan bicara pada telpon yang ia genggam.
“Ya, ayah sedang dijalan pulang, tunggulah sebentar, Yum~ Bisakah kau berikan teleponnya ke mama?"
Dibelakang mereka, orang-orang  berstelan hitam muncul.
Jumlahnya tiga orang.
Mereka mendekat dari arah Stasiun Shibuya.
“Oh ayolah, cukup.”
Shinya mundur dari arah ia datang.
Kearah wanita dengan rok penuh bunga yang menyadari seseorang terbunuh dan sekarang menjerit histeris.
Saat ini, berterimkasihlah padanya karena kekacauan kecil ini. Ia berteriak, maka tatapan orang-orang pun tertuju padanya.
Hanya sedikit orang  yang melihat sumber darah.
Jeritannya memungkinkan jumlah orang yang melihat Shinya membunuh berkurang.
Tapi itu hanya akan bekerja untuk sesaat. Mereka akan segera menemukan mayatnya. Lalu kekacauan akan merajalela.
Tindakan itu,
“....... harus dilakukan, dan lebih awal.”
Shinya memegang pundak wanita itu.
"TIDAK, JANGAN!”
Ia menejerit. Ia mendorongnya ke arah mayat.”
"TIDAAK--!”
Ia terus menerus menjerit. Seperti alarm polisi. Dibawah kakinya, ada dua mayat.
Tatapan orang banyak - meskipun, karena kekacauan, itu lebih seperti tatapan orang-orang terdekat - yang mengarah pada wanita itu.
Situasi di Hachiko sesaat berubah.
Seorang menemukan mayat.
Dua orang menemukan mayat.
Empat orang menemukan mayat.
Delapan orang menemukan mayat.
Kedelapan orang itu menjerit dan Setelah itu, ratapan mereka menyebar ke puluhan ribu orang.
“UWAHHHH–”
Itu tedengar seperti seluruh kelompok menejrit. Seakan bumi sedang beguncang oleh seluruh goncangan dan kekacauan. Akan tetapi, Shinya memanfaatkan situasi ini. Agar tidak banyak dilihat oleh orang dibelakangnya, ia merapal mantara dalam sekejap.
Kekacauan menyebar di arah yang berlawanan dengan Shinya.
Seakan menelan orang-orang dari Gereja Hyakuya, kekacauan terus. meningkat
Ia punya kesempatan untuk lari.
Shinya berjalan kearah ia datang.
Seakan menyelinap melalui celah di kerumunan, ia melakukan manuver melalui kekacauan kearah persimpangan Shibuya. Tidak ada orang-orang berjas hitam di depannya, tapi ia tidak tahu akan ditemukan dan diserang lagi. Paling tidak, ia tidak bisa kembali ke kamar sewaannya. Itu karena ia diserang di kamarnya, dan ia melarikan diri kesini.
Dengan kata lain,
“Musuh punya banyak informasi tentang situasi disini...... Jadi, bagaimana dengan pihak kita?"
Sambil berjalan, Shinya mengeluarkan handphonenya.
Ia menelpon ketua OSIS.
Hiiragi Kureto.
Panggilannya tersambung.
“Hallo~”
“....... Shinya, huh. Disana berisik sekali. Dimana kau sekarang?”
“Persimpangan semwarut Shibuya. Aneh sekali. Bisa-bisanya aku diserang disini. Hal ini, apa sudah dipublikasi?”
"Bagaimana situasi diluar sana?”
“Malam ini, Shibuya sama liarnya seperti sebuah festival keagamaan.”
Kureto tidak tertawa.
Betapa kurangnya rasa humor yang dimiliki pria ini.
"Bisakah kau datang ke sekolah?”
"Apa sekolah sudah diserang? Apa kau mengumpulkan pasukan?”
"Ya. Kau akan mempin mereka.”
“Aku? Baiklah. Jadi, bagaimana situasi keseluruhannya?”
"Bunuh atau dibunuh. Jumlah tidak diketahui. Kita tidak tahu apa motif para bajingan itu atau sudah sejauh mana yang mereka capai. Itu sebabnya Ayah memberi perintah untuk merundingkan situasi.”
Shinya mneyipitkan mata.
Ayah - itu merujuk pada satu-satunya orang yang memimpin seluruh "Mikado no Oni", Hiiragi Tenri.
Ayah kureto.
Ayah Mahiru.
Ayah Shinoa.
Ayah Seishirou.
Dan juga, Ayah angkat Shinya.
Meskupun ia bahkan belum pernah bertemu secara pribadi sekali p......
"Otou-sama?”
“Ya. Jadi sampai saat itu, kita harus melindungi Shibuya.”
“Tapi musuh kita belum jelas.....”
“Kita tahu musuh kita. Melihat pada mereka yang punya kekuatan politis dan praktis, siapa lagi yang akan menyerang kita? Kita juga tahu ini. Sampai batas tertentu, kita memiliki mata-mata di tingkat atas dari Gereja Hyakuya. Kemudian serangan dimulai. Kebanyakan dari mereka sudah dibunuh."
"Ah, aku mengerti,”
"Ya. Bagaimanpun, kita harus melindungi sekolah. Ada banyak anggota keluarga cabang disana. Ini sudah kedua kalinya kita diserang, jika mereka menerobos kita dengan mudah lagi, moral antar kelompok dalam organisasi akan menurun."
Lalu Shinya tersenyum pahit, dan berbicara dengan bahasa penuh hormat.
“Oh ya ampun, mereka para Hiiragi-sama yang luar biasa, siapa sangka mereka akan khawatir tentang hal semacam ini."
Mendengar ini, Kureto tersenyum pahit.
“Bukannya kau juga seorang Hiiragi?”
"Aku diadopsi loh. Terlebih lagi, dengan keadaan tunanganku saat ini, pada dasarnya aku kehilangan seluruh nilaiku, kan?"
"Maka berdirilah di pihak ini, dan berpihaklah pada kami.”
Shinyaj jatuh pada keheningan.
Dengan kata lain, kondisi peperangan ini telah memburuk sedemikian rupa sehingga nilai manfaat diberikan berdasarkan pencapaian.
Jika begitu, ia bisa memainkan kartu ‘pengkhianatan’.
Jika ambisinya adalah menghancurkan Keluarga Hiiragi, haruskah ia mengkhianati mereka sekarang dan disini, itu bisa menjadi situasi yang cukup menarik.
Pikiran ini melintas dalam benaknya.
Tetapi, itu bukanlah ambisinya.
Menghancurkan keluarga Hiiragi atau apapun, ia tidak peduli.
Lagipula, dunia tidak akan berubah karena hal itu. Jika keluarga Hiiragi runtuh, sama artinya membiarkan begitu saja kendali seluruh dunia.
Dan kemudian dunia akan terus menjadi gelap seperti biasanya.
Mahiru....... tunangannya sudah, sepenuhnya diliputi oleh dunia yang gelap itu.
“……”
Membahas ini, baginya, bahkan sekarang, ia yang bersiap-siap untuk menyelamatkan tunangannya...... ini adalah fakta kecil yang mengejutkannya.
Itu tidak seperti ia menyukai Mahiru, Ia tidak punya rasa pada Mahiru. Akan tetapi, Mahiru memberinya alasan untuk hidup, dan hanya karena itu ia melakukan hal ini.
Tetapi kemudian Mahhiru meninggalkan keluarga Hiiragi, terbang ke dunia luar. Dan begitupun ia, akan bersiap mengikuti Mahiru.
Bisa dikatakan kalau ini keputusan yang sedikit egois.
Seperti tuan muda yang hanya berjalan diatas jalan yang telah diatur oleh orangtuanya, ia tidak menggunakan kekuatan yang ia punya untuk menemukan alasan hidupnya.
Terus kenapa? Bahkan tunangan yang ia jadikan alasan hidup, sudah tidur bersama Guren.  (ahaha, this makes Guren sound like a playboy)
“Ah haha~”
Shinya tertawa terbahak-bahak
Ia berhenti tepat di tengah jalanan sibuk Shibuya, masih menggenggam telepon selulernya dengan satu tangan, dan nampak seperti tertawa miris.
Kureto bertanya.
“........ adakah sesuatu yang aneh?”
“Tidak, tidak sama sekali...... Ah, tapi Kureto-nii. Apakah aku bisa bertanya sesuatu?”
"Apa itu?”
"Untuk alasan apa, nii-sama hidup?”
“....... Hah?”
“Apakah kau punya satu tujuan?”
“....... Apa yang kau bicarakan?”
"Ah... Tidak, ah~ lupain aja. Hanya bercanda.”
Shinya tertawa dengan konyol.
Akan tetapi, setelah sunyi sesaat, Kureto menjawab.
“Aku punya sebuah tujuan. Untuk membuat – ‘Mikado no Oni’ mendapatkan semua kekuatan dan keistimewaan, dan memimpinnya, itulah misiku."
“Haha, itu kan hanya misi yang ditugaskan padamu. Nii-sama dibesarkan dengan cara itu sedari kecil.”
"Ya.”
"Tapi itu bukan cita-cita Kureto-nii sendiri.
Itu mah cuma jalan yang sudah ditetapkan. Bukan alasan hidup yang  dipilih oleh diri sendiri.”
Sebagai jawaban untuk ini, Kureto menjawabnya dengan datar.
“Tidak, itulah cita-citaku. Aku hidup untuknya. Pada dasarnya, manusia itu bukan apa-apa. Mereka kosong. Kotak kosong. Seseorang dibentuk berdasar lingkungannya. Di tengah sedang memenuhi misi yang ditugaskan lah orang-orang itu diciptakan.”
“……”
“Itulah sebabnya Shinya, jangan berpikir tidak penting sekarang. Biarkan aku memberimu tujuan. Jika kau mengikutiku, kau mungkin menemukan tujuanmu. Jadi kau hanya perlu tunduk padaku.”
Kureto berkata demikian.
Shinya tertawa pahit dan berkata.
"........ Aku selalu merasa seperti akan dicuci otak, Nii-san."
Kureto tertawa.
“Hahaha, tentu saja. Memang kita ini apa?”
“Organisasi keagamaan yang buas.”
“Tepat sekali. Semakin kau mengikuti, semakin banyak yang kau dapat.”
“Seramnya.”
"Aku akan memberimu keuntungan yang akan membuat orang lain ngeri, Maka matilah untukku.”
“Ehe-”
Kureto mengakhiri percakapan.
"Okay, cukup basa-basinya. Pergilah ke sekolah. Pertama, selamatkan regumu."
"Anak keluarga Jujo dan lainnya? Mereka masih hidup? Mereka tidak mengangkat teleponku.”
"Entahlah? Pasukan sedang menuju kesana. Aku membawanya ke sekolah."
"Okay. Dimengerti. Apa yang akan Kureto-nii lakukan?”
"Aku punya hal lain untuk diurus.”
“Seperti?”
Tetapi, panggilannya diakhiri. Bisa dibilang, tidak perlu baginya untuk tahu.
Dengan mata menyipit, Shinya melihat ponselnya sebelum mengangkat kepalanya untuk menatap langit.
Langit mengintip dari balik deretan gedung pencakar dan sinar bulan menetes riang. Akan tetapi, karena jalanan Shibuya yang terlalu benderang, tak satupun bintang terlihat di balik langit cerah.
Dibelakangnya hanya ada jeritan kesedihan, jeritan, jeritan. Di depannya ada bunyi dari pertempuran. Orang-orang dari 'Mikado no Oni' ada disana.
Shinya mempertimbangkan. Apa yang harus ia lakukan. Apa yang ingin ia lakukan.
Ngomong-ngomong, barusan Guren menelepon.
Bajingan itu berkata kalau ia tidur dengan Mahiru.
Kemudaian ia berkata bahwa ini adalah situasi teburuk. Situasi saat ini, Mungkin dimainkan oleh Mahiru. Ia melakukannya. Ia yang telah direnggut oleh Iblis, tidak lagi bisa diprediksi oleh orang normal.
Maka, Guren tidak punya pilihan, dan ternyata memilih untuk maju.
Menerima senjata dan menjadi iblis.
Tentu itu adalah pilihan yang salah.
Hal-hal yang begitu berharga sehingga orang mengorbankan kemanusiannya demi itu, di dunia ini tidaklah ada.
Tetapi orang itu terus maju.
Karen ia punya ambisi.
Punya harapan.
Mempunyai tujuan.
"Tidak sepertiku....”
Lagi, Shinya tertawa depresi.
"Itulah mengapa Mahiru memilih bajingan itu. Yah, masuk akal sih. Ia benar-benar punya karisma, sih."
Melalui telepon, Guren mengatakan sesuatu yang bodoh. Shinya mengingat kata-katanya.
"Saat ini di sekolah, Sayuri, Shigure, Mito dan Goshi sedang diserang oleh Gereja Hyakuya. Aku akan menyelamatkan mereka.”
Untuk ini, bajingan itu berkata ia akan menyerahkan kemanusiaannya.
Untuk menyelamatkan rekannya.
Demi menyelamatkan Mahiru.
Benar-benar seperti pahlawan Justice League.
Mereka yang disukai orang Amerika itu.
"Apa ia punya hero complex?” (note:mungkin rasa suka tidak normal sama pahlawan?)
Shinya bergumam, kesal. Kemudian ia sadar bahwa dirinya merasakan sebuah harapan dan rasa rindu kecil pada Guren yang seperti itu. (Note: Kata sumber tidak merujuk jenis kerinduan seperti Gure-Shin.)
Bagi Shinya yang membunuh bagi kelangsungan hidupnya sendiri, Guren yang hidup demi orang lain tanpa pamrih, sangatlah mempesona samapai mungkin bisa membuatnya pingsan. (Note: *gubrak *lol)
"....... Demi menyelamatkan, Mito-chan, Guren, Sayuri, Shigure........ Membuang kemanusiaan demi menyelamatkan orang lain, huh. Haha. Bikin penasaran apakah bajingan itu benar-benar berpikir jernih.”
Akan tetapi, itulah Guren.
"Meskipun bersiap-siap menyelamatkannya, aku juga tidak berpikir jernih sih.”
Shinya menyebrangi persimpangan jalan yang ramai.
Sesaat ia berjalan di trotoar, lalu memanjar pagar dan dengan malas mengulurkan tangan ke arah sepeda motor yang mendekati sisi lajur kendaraan bermotor.
Pengendara motor itu adalah seorang pria dengan wajah bodoh dan rambut panjang memakai celana pendek. Untuk beberapa alasan, ia memakai helm dengan miring ke satu sisi. Dari samping, Shinya meraih helm yang miring itu.
"Uwah!”
Pria itu mendengking. Motor itu terguling dan tergelincir di jalan. Shinya melotot pada pria yang menatapnya dengan ekspresi terkejut.
"Tuh kan, itulah yang terjadi saat kau tidak memakai helm dengan benar, tidakkah mereka mengajarimu di sekolah mengemudi?"
“Kau, kau, kau, apa yang kau lakukan......”
"Aku pinjam motor-mu sebentar. Aku menyukainya, maaf banget soal yang tadi.”
Shinya mengangkat motor yang jatuh dan menghidupkan mesin dengan semangat.
“Lelucon macam apa ini!”
Mengabaikan tangisan dibelakangnya, Shinya melesat. Ia tidak memakai helm. Ia mungkin akan ditangkap. Tapi Shibuya saat ini, tidak cukup bebas untuk mengejar bajingan yang tidak pakai helm.
Dibelakangnya, alarm polisi berbunyi. Mobil-mobil juga berhenti. Ada kemacetan yang parah. Itu sebabnya, orang-orang berstelan hitam tidak akan bisa mengejarnya disini.
Suara bentrok pertempuran, bisa terdengar dimana-mana. Meskipun tak dapat dipastikan dimana itu terjadi, tidak salah lagi ini adalah medan perang.
Orang-orang mati.
Orang-orang mati.
Lampu lalu lintas berkedip beberapa kali.
Kemudian, mereka mati.
Pasokan listrik sudah dihentikan.
Jalanan menjadi gelap.
Satu-satunya sumber cahaya adalah lampu mobil. Meskipun begitu, jalanan masih terang. Bintang-bintang tidak terlihat. Shibuya memang tempat seperti itu.
Tangisan kesedihan.
Teriakan kemarahan.
Tapi di Shibuya yang padat penduduk ini,
"Orang-orang perlahan akan mulai berpikir bahwa beberapa orang mati bukanlah masalah besar."
Tempat ini, yang barusan penuh oleh orang-orang, benar-benar sudah berubah. Setelah kau melewati titik tertentu pusat perbelanjaan, kau akan segera memasuki jalanan yang tenang dan nyaman dari daerah pemukiman.
Tapi disini, jeritan masih dapat terdengar. Beberapa tempat terbakar. Tapi pemadam kebakaran tak kunjung datang.
Karena mereka tak bisa datang kemari. Seseorang telah memasang penghalang.
Dengan kata lain,
“Tentu saja lah, pusat pertempurannya ada disini.
Shinya berkata.
Ia terus memacu kecepatannya.
Arah yang ia tuju, adalah menuju fasilitas pendidikan yang dipimpin oleh 'Mikado no Oni', dimana para jenius dididik – SMA 1 Shibuya.


Di saat yang sama.
Jujo Mito, dengan ekspresi seolah hendak menangis, dengan putus asa berusaha mempertahankan pintu terkunci.
“....... Sial, sial.
Ia memasangkan rantai dan menempelkan kertas mantra ke pintu untuk memasang penghalang sihir.
Ketahanan pintu dari serangan yang berasal dari luar sedikit-demi sedikit melemah – jika mantranya melemah, pintunya akan segera hancur.
Jika pintunya hancur, ia akan dibunuh.
Semua orang akan dibunuh.
Saat ini ia sedang berada di ruang audiovisual sekolah. Di ruangan ini, juga ada beberapa teman sekelasnya.
Ketika ia datang kesini, Goshi bersama para pelayan Guren Hanayori Sayuri; Yukimi Shigure telah terpisah darinya.
Semuanya, demi membiarkan Mito dan yang lain lari, mereka bertarung dengan musuh, sekarang mereka entah berada dimana.
“....... Sial, sial.
Mito terus menutup pintu dengan putus asa.
Kekuatannya menurun dengan cepat, ia bisa merasakan penghalangnya melemah.
Disaat itu, serpihan kayu terbang kearahnya dan bersarang di paha kanannya. Mito melihat darah yang mengucur keluar dari roknya. Darahnya tidak berhenti menetes. Tapi tidak ada waktu untuk memakai mantra penyembuhan.
Jika ikatan eratnya tegelincir, pintunya akan dihancurkan seketika.
"Mito-sama!”
“Jujo-sama!”
Suara ketakutan yang datang dari arah belakangnya.
Itu adalah teman-teman sekelasnya.
Semua orang sudah kehilangan semangat bertarung. 'Apa mereka benar-benar para jenius yang cerdas dari ‘Mikado no Onu’, yang dipilih oleh keluarga Hiraagi yang terkenal?' Meskipun memikirkan hal ini, ia tidak punya hak untuk mengkritik orang lain.
Lagipula, dirinya sendiri sangat ketakutan sampai hampir menangis.
Sebelum ledakan barusan, ia menelpon Guren, berkata betapa takutnya dia dan berkata bahwa ia menyukai Guren.
Rasa takut akan kematian, bergantung pada Guren, dan harapan untuk hidup.
Ia mengingat apa yang Guren katakan.
“....... Ah, haha, si bodoh Guren, ia terjebak.......”
Rasa takutnya sedikit berkurang. Tapi saat ini, memikirkan apa yang akan terjadi jika pintunya hancur, membuat rasa takut itu kembali.
Ia dengan tangan gemetar berusaha terus menahan pintu,
“...... Uwuwu...... Aku, A..... Aku, masih belum menemukan cinta, apakah aku akan mati seperti ini....."
Ia berbisik.
Sangat menyedihkan.
Selalu mati-matian berusaha menjadi kuat.
Hanya untuk satu tujuan agar keluarga Jujo diakui oleh keluarga Hiiragi, ia berjuang sekuat tenaga, dan inilah bagaimana cara ia hidup sampai detik ini.
Tapi hasilnya saat ini, tak peduli seberapa keras usaha.
Tak peduli seberapa kuat ia.
Di hadapan kematian, semua manusia sama.
Ia dipaksa menyadari ini.
Jika begitu, hidup dengan baik dan serius setiap hari sampai sekarang, apakah ada artinya?
Tepatnya apa yang telah ia capai?
Ia meratapi ini.
Ia belum menemukan cinta.
Belum bersenang-senang.
Mengomeli teman-teman sekelasnya yang malas-malasan.
Putus asa, seperti orang bodoh, berusaha menjadi kuat, dan hasilnya, ia berada dalam keadaan seperti ini.
“…… Ah, haha~“
Jika  itu semua dengan mudah bisa dihancurkan, maka mungkin, mengikuti keinginan-keinginanya akan lebih baik.
Ia tidak perlu menahannya, akan lebih baik baginya untuk makan kue yang ia ingin.
Ia tidak perlu menahannya, akan lebih baik jika ia bermain dengan teman-teman.
Ia tidak perlu menahannya, akan lebih baik jika ia pergi berkencan.
”……“
Ia teringat kemarin sepulang sekolah, ketika ia berkunjung ke rumah Guren. Ia lebih memilih bermain daripada latihan.
Disana, ia makan camilan yang seharusnya ia tidak boleh makan.
Bermain Shogi.
Tertawa dengan semua orang.
Itu pertama kalinya ia pergi ke rumah laki-laki.
Meskipun itu adalah sesuatu yang jelas tidak boleh dilakukan, sesuatu yang ia pilih dengan egois, untuk beberapa alasan, ia sangat bahagia sampai-sampai membuat ia ingin menangis.
”……“
Mungkinkah ini adalah hukuman karena terlibat dalam hal semacam itu?
Mungkin saja.
Tentu saja.
Karenanya, pasti, ia tak bisa lagi kembali. Ia tidak bisa kembali pada kehidupan murid teladannya.
Bahkan jika, misalkan, ia selamat, sudah terlambat baginya untuk kembali ke kehidupnnya yang sebelumnya.
Karena ia telah jatuh cinta.
Karena ia telah jatuh cinta pada Guren.
Tidak, Itu tidak benar. Karena ia tidak bisa menghadapi kenyataan mengerikan didepan matanya, dan menggunakan cinta sebagai alasan untuk lari.
”……“
Menghadapi kematian, menyadari keinginannya. Mengetahui betapa lemah dan tak berarti dirinya.
Karena kematian berada di hadapannya, ia mengerti bahwa tidak peduli apa posisinya di keluarga Jujo atau 'Mikado no Oni', tak ada hubungannya dengan hidupnya.
Ia mempunyai noda hitam dihatinya.
Jika ia selamat, setelah itu, ia ingin bermain. Jatuh cinta. Makan camilan.......
"Mito-sama!”
"Apa yang harus kita lakukan, Mito-sama?”
Dibelakangnya, teman sekelasnya yang bahkan tak terlibat dalam pertempuran berkata begitu. Ia sendirian dengan putus asa sedang melindungi mereka. Benar-benar melindungi mereka. Jika ia sendirian mungkin ia punya kesempatan selamat, tapi ia dengan bodohnya melindungi mereka.
"Mito-sama!”
“Jujo-sama, tolong pikirkan sebuah rencana!”
Mito merapatkan alisnya. Ekspresinya seolah hendak menangis. Ia tidak bisa menahan pintunya sendirian. Darah tak kunjung berhenti menetes.
Logikanya kabur.
Ia menarik nafas dalam.
Ia ingin melarikan diri.
Ia ingin lari dari berusaha sekuat tenaga.
Tangannya bergetar.
Ia dapat merasakan kekuatan mempertahankan sihirnya melemah.
“....... Te, tenang. Sekarang, aku perlu memikirkan rencana untuk kabur.....”
Tapi disaat itu, seseorang dengan dengan paksa mendobrak pintu dari luar.
"Ah!”
Sangatlah mudah ketika pintu itu diterobos. Hancur. Pintunya terbuka. Beberapa prajurit bersenjata bergegas masuk.
Mereka adalah pasukan musuh. Segera setelah masuk mereka memulai serangan.
“Yah--!?”.
Dari arah belakang terdengar jeritan.
"Uwah!--!?”
Dari arah belakang terdengar jeritan.
Tapi tak ada jalan keluar.
Mito bersiap bertarung dengan pria didepannya, tapi pergerakannya terlalu lambat. Ia dengan mudah dihindari.
Pria bersenjata itu berkata.
“Rambut merah yang tak lazim.... Kau pasti putri dari keluarga Jujo. Kami diperintahkan untuk menagkapmu.”
Kemudian lengannya ditangkap.
Ia membelalakan mata.
Ia akan dijadikan sandera. Atau, ia akan dijadikan sebagai bahan percobaan.
Maka pilihan yang tepat seharausnya adalah, bunuh diri. Ia harus mati.  Karena jika ia hidup, ia akan menjadi masalah bagi keluarga Hiiragi.
Akan tetapi,
“……”
Ia tidak boleh mati.
Ia tidak mau mati.
Ia takut mati.
"Wu, uwuwu, sial!”
Meskipun ia menyerang lagi , gerakan pria itu lebih cepat. Wajahnya ditampar dengan keras, Lutut bersarang ditubuhnya.
“Gah, ah--“
Ia tak bisa bernafas.
Tubuhnya tak bisa digerakan.
Tubuhnya direngkuh dengan lembut pria itu.
Lalu ia dapat melihat pemandangan dibelakangnnya.
Mereka semua telah dibantai.
Teman-teman sekelas yang ia lindungi sekuat tenaga, telah mati.
Para pasukan musuh pun tertawa.
“Apa, bahkan keluarga Jujo yang terkenal hanya berada di level ini. Ternyata para bajingan ‘Mikado no Oni’ tidak begitu kuat huh!”
Tubuhnya ditendang. Mereka tertawa lagi.
Ia tak bisa berbuat apa-apa.
Hanya, hanya merasakan ketakutan.
Tolong aku. Seseorang, tolong aku.
Tidak ada siapapun yang akan datang menolong, siapa sebenarnya yang ia panggil?
“Tolong......”
Ia berkata, suaranya bergetar.
"....... Tolong aku, Guren.”
Tapi kata-kata itu, tertutup dan tenggelam dalam tawa mereka.



Disaat yang sama.
Bertempat di toilet wanita di lantai tiga diatas ruang audiovisual.
Di salah satu ruangan di toilet wanita.
"Hmm~”
Ghosi Norito, duduk diatas toilet seraya berpikir keras.
Setelah ini, apa yang harus ia lakukan?
Tindakan apa yang paling tepat?
Meskipun ia dapat bergantung pada mantra ilusinya, ia berhasil meloloskan Mito, Sayuri dan Shigure dari serangan pertama tadi.
“....... Lalu, bagaimana aku bisa lari?”
Ia bergumam.
Jendela di toilet wanita ini terlalu kecil. Ia tidak bisa keluar lewat jendela.
Ia membakar sebuah kertas mantra di dalam toilet.
Menempatkan kertas mantra di celah telapak tangannya, meskipun tujuan awalnya untuk mengecoh musuh dengan ilusi, menggunakan asap tak berwarna dan berbau, sekarang pintu masuk toilet tak terlihat
"....... Kayanya bakal segera ditemukan."
Bahkan mungkin ia telah ditemukan.
Karena merekalah musuhnya.
Mereka adalah sebuah organisasi kuat yang mampu langsung menyerang ‘Mikado no Oni’. Disana ada banya bajingan yang mampu melihat melalu mantra ilusi semacam ini.
Namun, saat ini, ketenangan ini.
“....... Pertempuran lain pasti sangat sengit, jadi mungkin mereka membiarkanku? Kalau begitu, jika aku membuat toilet ilusi aku bisa lolos?”
Untuk menciptakan efek yang lebih kuat dari biasanya, ia mengehembuskan asap dari pipa kecil dengan kuat.
Tindakan itu, seperti berandalan yang menyelinap dan bersembunyi di toilet wanita untuk merokok.
“...... Menjadi  berandalan selain menjadi seorang playboy, luar biasa."
Goshi tertawa konyol. Tentu ini bukan saatnya untuk tertawa. Ia telah melihat orang-orang terbunuh. Dirinya sendiri terluka. Ia pun tak tahu apakah Mito dan yang lainnya bisa melarikan diri.
"...... Sepertinya aku hanya bisa menunggu sampai pasukan utama ‘Mikado no Oni tiba, ataukah bahkan jika mereka datang apakah itu akan sia-sia?
Kalau begitu, ia harus menyerah.
Jika 'Mikado no Oni’ kalah bertempur, tidak ada artinya ia berusaha sekuat tenaga disini.
Lagipula,
“Aku, pada dasarnya, aku tidak seloyal itu."
Terlahir di keluarga Goshi yang terhormat adalah penyebab ia dipaksa berjuang keras, meskipun masuk ke sekolah yang penuh dengan orang jenius adalah hal yang bagus.
“...... Aku belum benar-benar berjuang keras.”
Ia menghela nafas.
Disisi lain, ia benci berusaha keras.
Lagipula, tak ada yang benar-benar berharap padanya. Kerabatnya, dipimpin oleh orangtuanya, semuanya menyematkan harapan pada adiknya yang berbakat dalam hal akademis maupun fisik.
Urusan keluarga juga pasti bakal diurus olehnya.
Lalu, mengapa ia harus berusaha sekuat tenaga?
Karena ia putra tertua keluarga Goshi?
Karena ia anak laki-laki dari keluarga Goshi, karena itu ia harus kuat?
Satu-satunya yang bisa ia pikirkan adalah itu, kata-kata  tak berguna mereka  seperti ‘ putra tertua putra tertua’ yang mereka katakan pada bajingan yang tak seorang pun tak  menyematkan harapan dan tidak bisa menjadi penerus keluarga, adalah hal yang menyebalkan baginya.
Jadi ia tak mau berusaha keras.
Ia tak mau tanggung jawab.
Pada bajingan macam ini, meminta tanggung jawab dan loyalitas dan apapun..
"Itu mustahil.”
Goshi tertawa ringan.
Tapi belakangan ini.
Sesuai kehendak Hiiragi Kureto, ia, bersama dengan Ichinose Guren, Hiiragi Shinya dan juga Jujo Mito telah dipilih untuk membentuk satuan tugas khusus.
Sejak saat itu pandangan kerabatnya telah berubah. Tiba-tiba ia dihormati. Sedikit.
Tapi bahkan kemudian.
"...... Aku masih benci berusaha keras."
Goshi memandang langit-langit toilet perempuan.
Ada dentuman-dentuman yang sarang keras sehingga mengguncang seluruh gedung SMA Satu Shibuya.
Suara ledakan.
Suara rapalan mantra.
Ledakan.
Selama serangan pertama, Goshi dengan segera merapal mantra ilusi untuk meloloskan rekan-rekannya. Akan tetapi,
“……. Mito dan yang lain, apakah mereka berhasil melarikan diri keluar sekolah, ya?"

Jujur saja, ia merasa tindakannya adalah sebuah kegagalan. Mengorbankan diri, membiarkan rekan-rekannya lari atau apalah itu, hal semacam itu.
"....... Aku bahkan bukan tipe orang seperti itu."
Ledakan itu mendekari lokasinya.
Perlahan mendekat.
Mungkin toilet ini akan segera ditemukan.
Tidak ada jalan keluar. Karena ia tidak berusaha keras seperti adiknya, ia bahkan tidak punya kekuatan bertarung.
"Hah…… Mengapa aku harus bersikap keren tadi?"
Jeritan.
Suara tembakan.
"Itu semua pasti karena, Mito, Sayuri dan Shigure sangat manis. Aku memiliki rasa kesetian yang kuat pada orang-orang yang manis~"
Goshi tertawa.
Diluar toiler, ada suara pria
“Hey! Ada sihir ilusi disini, lihatlah!”
Ah begitu rupanya, ia ketahuan.
Sebelah mata terpejam, Goshi melihat kearah suara dan berkata.
“Ini kan~ Toilet wanita, jadi pria tidak boleh masuk loh~”
Tapi kata kata ini percuma, pintaunya didobrak.
"Bunuh bajingan itu.!"
“Bunuh!”
“Habisi 'Mikado no Oni'"
Ada kata-kata semacam itu.
Sambil berpikir perkataan tadi itu sangat menakutkan, ia menyembunyikan senjatanya. Ia menghentikan ilusi yang sudah dihancurkan. Bangun dari tempat ia duduk, dan berkata.
"Tunggu sebentar~ Yah, semuanya tenang. Aku sudah mengkhianati ‘Mikado no Oni’, jadi jika memungkinkan jangan bertindak kasar…."
Saat ini pintu toilet itu sudah hancur. Diluar ada orang-orang bersenjata. Salah satunya bermaksud menyerang Goshi.
“Sial."
Ia menahan pukulan itu. Menghancurkan lengan pria itu.
“Yahhhhhh!”
Mengabaikan pria yang jatuk kesakitan, ia berjalan keluar.
“Sudah kubilang, aku menyerah……"
Akan tetapi, yang lainnya juga bersiap menyerang. Lawannya lebih cepat. Wajahnya dipukul.
"Uwah!”
Ia pun tumbang.
Disaat yang sama, tangan dan kakinya ditahan.
Satu orang berkata.
“Hey, orang ini dari keluarga Goshi.”
“Huh? Jadi haruskah kita tangkap?"
Tetapi, pria itu menggeleng.
“Tidak, kita telah mendapat laporan kalau seseorang dari keluarga Goshi telah menyerah. Jadi orang ini tidak dibutuhkan.”
“Bunuh saja dia.”
Sebagai gantinya.
Seseorang dari keluarga Goshi—mungkin mengacu pada adiknya.
Adik yang luar biasa yang memperlakukan kakaknya seperti orang bodoh dan yang memikul ambisi keluarga, nampaknya telah tertangkap.
Adiknya telah tertangkap, meskipun ia berada di sekolah menengah yang berafiliasi dengan 'Mikado no Oni', ini berarti Kichioji juga telah diserang.  Atau, keluarga Goshi sendiri yang diserang.
Bagaiamanpun, pertempuran ini berada dalam skala yang tak bisa ia bayangkan. Mereka benar-benar datang untuk memusnahkan ‘Mikado no Oni’.
Orang tak berguna sepertinya, tidak memiliki bagian dalam perang seperti ini.
Seorang pria menghunus pedangnya.
Dengan letih, Goshi memandangnya dengan sebelah mata tertutup.
Tapi saat utu pedangnya terhenti dan pria itu bicara.
“Ah ah, tapi barusan kau bilang menyerah. Jadi jika kau beritahu kamu tentang rekan-rekanmu—mereka dari keluarga elit, kami hanya akan menawanmu loh.
Sebuah tawaran diberikan.
Itu adalah tawaran yang menarik.
Tapi menanggapinya, Goshi memasang ekspresi lelah dan bertanya.
“Ah~ Tapi, adikku, sudah tertangkap, kan?”
Pria itu menjawab.
“Benar”
“Tapi adikku jauh lebih baik dariku, lo. Ia memikul seluruh harapan keluarga.”
"Terus kenapa?"
"Ah~ Jika adiku berkhianat dan menyerah, dan disini, bahkan sang kakak juga berkhianat, rasanya seperti keluarga Goshi tidak ada gunanya, sih. Itu tidak adil. Itu seperti menkhianati keluarga. Jadi, aku……”
Sambil berkata begitu, ia memutar pergelangan tangannya yang sedang ditaham. Selagi ia menyerah pria didepannya.
"Biarkan aku berusaha untuk tidak mengkhianati rekanku!”
Goshi berteriak marah.

Akan tetapi, inilah akhirnya. Tangannya ditangkap dengan mudah. Musuhnya lebih kuat darinya. Kemungkinan besar, bahkan jika adiknya yang hebat berada disini, ia juga tidak akan berdaya. Itulah mengapa adiknya menyerah. Tidak disangkan bajingan itu cerdas juga. Lar biasa. Itulah sebabnya mereka menaruh harapan padanya. Dibandingkan denganku,
"Bodoh sekali.”
Pria itu berkata pada Goshi.
Padanya, Goshi tertawa konyol.
“Meskipun ini menurutku sendiri, tapi bahkan kakak tidak berguna ini memiliki sesuatu yang disebut harga diri.”
“Mati”
"Aku tidak ma—"
"Berakhir sudah.”
“Ah~ Tidak tidak-"
Pedang itu berkelip turun.
Melihatnya, Goshi.
“Aku belum siap-siap, bagaimana bisa aku berjuang sekuat tenaga?”
Ia berbisik.