KELEMBUTAN ARISU, HATI TAMAKI
(Translater : Zerard; Typo-checker : Gian)

Aku tau bahwa Arisu adalah orang yang teguh pada pendiriannya.
Yang sudah di tunjukkannya beberapa kali pada hari kemarin.
Aku menatap Arisu untuk beberapa saat.
Apa.... apa kamu merasa kami ini ngeselin?”
Apa aku keliatan seperti berpikiran kayak gitu?”
Nggak sih... aku cuma berpikir, kalau kamu merasa seperti itu, aku harus meminta maaf sama kamu. Kalau kamu sampai punya kesan buruk soal Tamaki karena aku....”
Kata Arisu depresi.
Ah, kebanyakan orang biasanya khawatir jika dirinya sendiri yang dibenci.
Tapi, tentu saja aku tidak akan membencimu. Karena arisu adalah malaikatku.
Aku merasa kebingungan, tidak tau apa yang harus aku katakan. Aku hanya bisa mengalihkan pandanganku pada Mia.
Mata Mia melotot dan dia menggelengkan kepalanya.
Bukannya harem itu impian laki-laki ya?”
Itu bukan kata yang seharusnya kamu ucapkan!”
Ah, kalau kamu mau melakukannya, aku akan pergi ke pojokkan dan menghadap dinding. Jadi kamu tidak perlu khawatir.”
“....aku bilang~”
Ya ampun—”
Mia mengacungkan jempolnya.
Kita nggak tau kapan kita akan mati, dan jika kita gagal di suatu tempat, maka kita akan di perkosa dan di bunuh oleh para Orc. Oleh karena itu, mempersembahkan malam pertama kami pada onii-chan yang ganteng yang kami taksir adalah hal yang bisa di mengerti.”
Onii-chan yang ganteng siapa sih?
Ah, tapi tidak ada laki-laki lain disini selain aku... omong kosong macam apa yang dia bicarakan dengan wajah serius seperti itu.
Bukannya kita berjuang keras untuk menghindari hal itu?”
Ya, untuk menghindari hal seperti itu untuk terjadi, makanya kita perlu meyakinkan Tamaki-senpai.”
Aku mendengus, dan menatap Mia.
Mia menunjukkan senyum nakalnya, dan membusungkan dadanya yang rata.
Ah, sepertinya orang ini merasa jika perkataannya masuk akal. Sial.
Arisu, apa kamu nggak masalah? Membiarkan pacarmu dan perempuan lain.....”
Itu, itu memang permintaanku....”
Oh yeah, itu benar.
Aku kemudian berpikir, kenapa semuanya menjadi seperti ini? Ini aneh sekali, terlalu aneh.
Kalau begitu, kita tunggu sampai Tamaki bangun, dan kita akan coba sebaik mungkin untuk meyakinkannya. Bagaimana? Kalian bakal membantu, kan?”
“.....erm, ya, tentu saja.”
Kenapa mempunyai ekspresi seperti tidak tertarik sama sekali?
Arisu, aku kira kamu nggak suka NTR...”
“N, NT, apa?”
Ah lupakan saja.
Mia sedang menahan tawanya, orang ini.... aku perkosa nanti kau.
Ah, aku hanya bercanda. Aku tidak cukup berani untuk mengatakan hal semacam itu di depan Arisu.
“ah—ah, kalau memungkinkan, anu~”
Arisu menundukkan kepalanya.
Kenapa? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?
Hari ini, Arisu terlihat aneh. Ah, tapi aku baru mengenal Arisu hari kemarin. Aku hanya merasa pola pikir Arisu berbeda dengan sebelumnya.
Dan juga, entah kenapa aku merasa Arisu memiliki sebuah rencana, atau ingin mengetesku....
Tapi aku rasa dia tidak akan mencoba untuk melukaiku.
Aku dapat menjamin kalau itu bukanlah niat yang jelek, karena aku mempercayai Arisu, atau lebih tepatnya aku masih percaya bahwa Arisu masih jatuh cinta padaku.
Arisu, aku mau kamu melihat mataku.”
Ya, ya.”
Perkataan yang baru saja kamu ucapkan, itu untuk kebaikkanku kan?”
Tentu saja.”
Arisu mengepalkan tangannya dan menatap mataku dan mengangguk pasti. Ah, aku senang sekali.
Tapi, kenapa dia membuat permintaan seperti ini?
Aku memejamkan mataku, karena ini adalah sesuatu yang dia minta, maka aku yakin dia memikirkan untukku.
Dan aku tidak akan membahas apakah itu adalah hal yang jelek atau bagus.
Aku merasa dia memiliki kesalahpahaman yang besar.
Arisu sangatlah penurut dan gadis yang normal, tapi di saat yang sama dia juga terkadang bodoh, masalahnya adalah, dia tidak memiliki niatan untuk memberi tahu aku dari mana dia bisa berkesimpulan seperti itu.
Tidak. Lupakan saja. Untungnya aku mempunyai beberapa kalimat yang seharusnya bisa meyakinkan dia. Kalau tidak berhasil, maka aku harus memikirkan cara lain…
Paling tidak, kita masih harus menunggu Tamaki bangun terlebih dahulu.
Kami berbincang seraya menghabiskan waktu.
Akhirnya, Tamaki duduk dengan mata mengantuk.
“Fuu?”
Dia membuka lebar matanya dan melihatku.
“Selamat pagi, Tamaki.”
“Ah—Selamat pagi—Kazu-senpai…”
Ketika dia menyadarinya, dengan cepat dia menjauh dari sisiku dengan pipi yang merah. Tamaki terus mengayunkan tanganya, dan mengucapkan banyak kalimat yang tidak bisa di mengerti, dan menggelengkan kepalanya terus menerus.
Arisu datang berlari, berusaha menenangkannya.
“Ah, itu, tidak, aku, aku, wah!”
Akhirnya dia memegang kepalanya dan berjonkok. Aku menghela, berjalan mendekatinya, dan berjongkok….
Dengan lembut aku membelai rambut emas berantakannya.
“Rambut Tamaki lebih terasa lembut dari Arisu.”
“Muu.”
Adalah Arisu yang memaksaku melakukannya, akan tetapi dia mengembungkan pipinya marah.
Melihat menjadi iri, aku pun menjadi lega. Memastikan fakta bahwa Arisu masih menyukaiku, membuatku senang.
Aku tidak mau tahu apa yang di pikirkan Arisu, karena aku harus memikirkan cara untuk menenangkan Tamaki yang berada di depanku.
“Aku…orang yang tidak berguna, maaf. Kazu-senpai, aku…”
“Tamaki, dengarkan. Pertama-tama, aku sangat menyukai Arisu.”
“Eh…Hmmm, mmm.”
Tamaki mengangkat kepalanya penuh curiga.
Setelah dia menyadari bahwa aku serius, kemudian dia mengangguk.
“Aku tidak ingin melakukan hal yang tidak di sukai Arisu. Tidak, aku tidak akan pernah melakukannya. Kamu mengerti?”
“Mmm, mm, ya. Aku yakin Kazu-senpai memang orang yang seperti itu.”
“Kalau begitu, maka ini jadi lebih sederhana. Kamu percaya Arisu kan? Selama Arisu menginginkannya, aku tidak akan meninggalkanmu. Ini logika sederhana, kau mengerti, kan?”
Tamaki melihatku dengan kaget, dan terus menatapku, seolah-olah dia ingin melihat isi hatiku.
“Hmm—apa itu sulit di mengerti?”
“Aku mengerti, tapi—“
“Apa?”
“Aku sudah menghancurkan ekspetasi Kazu-senpai. Dan bahkan mengompol karena ketakutan, ini sangat memalukan karena aku tidak bisa melakukan apapun.”
Tamaki memalingkan pandangannya.
Aku dengan sengaja menggunakan suara lembut untuk mengatakan kepadanya “Lihat ke sini”.
“Tidak, tidak seperti itu, Tamaki.”
Aku melihat mata biru yang sedalam lautan, dan berkata.
“Dengar aku. Semua tidak akan berjalan dengan lancar untuk pertama kalinya. Ketika Arisu pertama kalinya memasuki medan perang, dia juga mengompol.”
“Eh?”
“Eh? Tunggu, tunggu sebentar, Kazu-senpai!”
Arisu berteriak, berusaha untuk menghentikanku.
Bahkan telinganya menjadi merah.
Mia selangkah lebih cepat. Berlagak layaknya hal yang wajar dan berdiri di belakang Arisu, dan mencekal tangan arisu ke belakang. Sebuah bantuan yang cantik.
Ah, sebenarnya. Aku tidak tahu apakah Arisu mengompol atau tidak.
Tapi—? Melihat reaksinya… Apa dia benar-benar mengompol?
“Aku pernah membaca sebuah buku dulu, bahwa dalam peristiwa 911 di New York, semua petugas pemadam kebakarannya juga mengompol.”
“Eh?”
Tamaki mengangkat kepalanya, dengan wajah kaget. Suu suu~~ dia mengendus.
Apa kamu tidak pernah dengar kalau seseorang sedang dalam keadaan berbahaya, kekuatanya menjadi berlipat ganda dari biasanya? Ketika dalam situasi kritikal, manusia dapat melakukan hal yang tidak terduga.”
“Hmm, mm, aku juga pernah dengar mitos…seperti itu.”
“Itu bukan mitos. Walaupun aku juga Cuma sekedar dengar ini—bahwa manusia akan memiliki tenaga seperti Hercules di bawah tekanan hebat, ini pengetahuan umum dalam psikologi.”
Tamaki melihatku dengan ragu, ekspresinya seolah mengatakan “Terus memang kenapa?”.
“Tapi dalam keadaan genting seperti itu, akan menutup fungsi tubuh lainnya yang tidak ada kaitannya dengan bertahan hidup untuk sementara. Karena tubuh manusia akan memusatkan seluruh tenaganya di tempat yang paling membutuhkan. Fenomena mengompol, karena kandung kemih di butuhkan dalam bertahan hidup.”
“….uh, jadi—“
Tamaki menjulurkan tangan dan menyentuh roknya, dan mengkerutkan dahinya di karenakan rasa lembab yang di rasakannya.
“Jadi—“ aku melanjutkan dengan wajah serius.
“Reaksimu sangatlah normal. Tidak ada yang perlu di khawatirkan… ini bagus karena kamu berani menyinggungnya.”
“Aku tidak mengompol.”
“Tidak apa-apa, tidak usah di pikirkan—“
“Aku sudah bilang aku tidak ngompol.”
“Oke, apapun itu, aku tidak mempermasalahkannya, dan aku rasa satu atau dua kegagalan memang tidak bisa di hindari.”
“… Huh?”
Tamaki memiringkan kepalanya, menunjukkan ekspresi bingung, kemudian ekspresi tersakiti, kemudian ekspresi menangis. Benar-benar ribet sekali.
Ah. Tapi, aku rasa ini memang salahku.
Untuk membalaskan dendam pada orang itu, aku membaca banyak buku mengenai militer dan kekuatan fisik, dan sekarang semua usaha itu telah terbayar. Walaupun pengetahuan ini tidak ada gunanya dalam rencana balas dendamku, tapi paling tidak ini telang menolong Tamaki yang sedang dalam kondisi kebingungan.
“Maaf, tapi mengenai masa lalumu, Arisu sudah menceritakannya semua. Dengan ini sebagai alasan, aku mau mengatakan—aku ini kau.”
“Wah, wah ah, meong, meong, meong!”
Kenapa dia mengeong seperti itu. Tapi sudahlah.
Dan juga. Aku salah mengatakannya.
“Aku mau hatimu.”
Ah, sepertinya ini juga salah. Hmmm—Aku berpikir seraya menempelkan jariku di dahi.
“Uh—aku akan bilang lagi. Aku mau seorang rekan yang tidak akan mengkhianatiku. Seperti rasa percaya antara kau dan Arisu. Dan kalau kau mau mempercayaiku, maka aku juga akan mempercayaimu sepenuhnya.”
“Uh, uh—itu.”
Tamaki menempelkan tangannya di pipi, mengangkat kepala dan menatapku dengan ekspresi bingung.
Ah, aku sudah bilang padanya jangan salah menyimpulkannya, tapi baru saja itu memang salahku, aku salah mengatakannya. Jangan terlalu banyak di pikirkan.
“Ah, aku tahu kamu salah mengatakannya. Tapi, eh. Aku sangat senang.”
Woah, itu bagus.”
“Kalau gadis yang baunya seperti air kencing tidak apa-apa, uhh… kalau begitu tolong kerja samanya.”
Kau benar-benar salah menyimpulkannya ya?”
Setelah Tamaki menundukan kepalanya kepadaku. Dia berdiri.
Dia berdiri di depanku dan tersenyum.
Apa aku tidak boleh terus salah menyimpulkannya?”
“…Karakterisitikmu memang bagus sekali.” (TL Note; MC sarkasme…)
Tamaki tertawa dengan “Hehe”, dan menoleh kepada Arisu.
Arisu baru saja mengatakan padaku bahwa ini tidak masalah, tapi sekarang dia menatap marah padaku.
“He—he— Kenapa, Arisu? Mukamu terlihat seperti seseorang sudah mencuri pacarmu.”
Tamaki memaksakan keberuntungannya dan menepuk pundak arius.
“Aku…aku tidak peduli.”
Arisu memalingkan kepalanya.
Aku menghela dan mengangkat bahuku…
Tiba-tiba.
Tamaki melangkah mendekatiku, dan menempelkan bibirnya di pipiku.
Sensasi lembut bibir itu sangatlah sesaat. Tamaki dengan cepat menjauh.
Dia tersipu, tapi wajahnya memiliki senyum seorang yang iseng.
“Hehe, baru ada ini saja sekarang.”
Aku menggunakan tanganku untuk membelai pipi Tamaki, seraya menatapnya.
Aku tidak melihat mengarah Arisu, karena aku rasa aku sangat menyeramkan. Aku merasakan adanya tatapan tajam dari samping itu, karena itu dengan sengaja aku tidak melihat kesamping. Aku tidak akan melihatnya!
Setelah semua ini kamu yang mengaturnya, kamu malah marah!
Dengan itu—
Aku duduk di kursi depan computer dan menghela.
Apa yang harus aku lakukan?
Sekali lagi aku mulai berpikir dengan tenang. Tamaki bukanlah seseorang yang special, atau lebih tepatnya, Arisu lah yang terlalu special. Aku menyadari poin ini kembali.
Argh, tapi kalau di pikiklr baik-baik, seberapa banyak gadis yang bisa berhadapan dengan Orc dalam pertarungan di dunia ini, dan juga tak punya rasa takut sama sekali seraya menantang Elite Orc?
Terlalu sulit, untuk mengirimnya bertarung melawan Orc secara mendadak. Tapi kalu kita tidak membiarnya untuk terbiasa, akan jadi sulit nantinya.
Mengingat situasi untuk masa denpan, jika garis depan yang bisa menghadapi Elite Orc hanya Arisu. Melawan Elite Orc yang merupakan lambang rasa takut, niatan untuk mengorbankan seseorang, akan menjadi semakin membesar.
Aku ingin meluruskan ini, sebagai persiapan masa depan menghadapi Elite Orc nantinya.
Tapi, bagaimana cara keluar dari jalan buntu ini…
Aku rasa kita masih harus mengorbankan familiar.”
Aku berputar mengarah Arisu untuk meminta pendapatnya, dan secara langsung bertemu dengan matanya.
Arisu melipat lengan di depan dadanya, dan melihatku dengan ekspresi penuh pikiran.
“Ah—ada apa?”
“Anu… Kazu-senpai, apa kamu tidak bisa bergantung pada kami?”
Itu tidaklah mustahil, tapi bagaimana mungkin aku memperlakukan kalian layaknya perisai sekali buang? Aku rasa kita perlu meningkatkan pilihan dalam taktik bertarung. Sederhananya, adalah bagaimana cara kita menghadapi Elite Orc nantinya?”
Sebenarnya jawabannya hampir bisa di lihat.
Ketika bertarung dengan Elite Orc, arisu akan menjadi garis depan, dan mia akan menggunakan sihir untuk membantu.
Ini merupakan pola sederhana. Hasil dari diskusi sebelumnya, tugas Tamaki adalah mengalahkan Orc biasa lainnya.
Permasalahannya adalah ini.
Tamaki terlihat seperti baik-baik saja, tapi kemungkinan dia masih memaksa dirinya sendiri.
Dia masih memerlukan sedikit waktu lagi.
Karena itu, aku masih perlu memanggil familiar yang lebih kuat dari Puppet Golem.
Aku ngin menggunakan kebebasanku sebagai pengganti kekuatan.
Walaupun aku berkata begitu pada Tamaki, tapi pada kenyataaanya, menggunakan familiar dalam pertarungan, sangat lebih mudah daripada menggunakan manusia untuk bertarung dalam segi psikologi.
Aku sangat memahami ini.
Kazuhisa: level 6 support magic 3/summon magic 2       3 skill point 3        0
Setelah menekan tombol confirm, kami kembali ketempat sebelumnya.
Pertarungan final akan di mulai.