MALAM HASRAT
(Translator : Natsume; Editor : Hikari)

Sebuah suara menggema dalam kegelapan.
"Hei Guren."
“…..”
"Eh Guren."
“…….”
“Jawab aku Guren.”
“….. Ya?”
Setelah itu, Ichinose Guren sedikit membuka matanya. Dia berada di tempat yang agak aneh.
Keadaan sekitarnya benar-benar putih.
Dia belum pernah melihat tempat seperti ini sebelumnya.
Guren berdiri sendirian di ruang yang putih bersih.
“…… Di mana aku?"
Dia melihat sekitar dan berbisik.
Sebuah suara di belakangnya menjawab.
“…… Di hatimu~”
“Eh? Siapa kau?”
Memutar badannya, dia melihat seorang anak laki-laki berdiri di tengah-tengah ruangan putih itu.
Seorang anak laki-laki yang cukup cantik.
Umurnya sekitar 12 tahun.
Kulit putih pucat.
Mata merah tua.
Rambut merah.
Di kepalanya tumbuh sepasang tanduk.

“…..”
Seorang Oni.
Dia adalah Oni.
Dia punya tanduk iblis yang mirip dengan apa yang orang gambarkan di dalam dongeng.
Guren tiba-tiba ingat. Keadaan dirinya saat ini.
Dia menyentuh pedangnya.
Dia menyentuh kutukan yang disiapkan Mahiru.
Sekarang dia di sini. Di dalam hatinya.
Guren menatap Oni itu dan berkata.
“….. Tidak mengherankan.  Apakah kau disini untuk merampas kesadaraanku?  Oni?
Di dunia putih bersih ini, iblis yang cantik itu tersenyum.
“Jelek sekali caramu menafsirkannya. Kaulah yang menginginkanku, Guren.”
“………”
Ia tertawa riang. Benar. Orang yang menginginkan kekuatan adalah aku. Walaupun aku tahu aku tidak boleh menyentuhnya, aku masih saja melewati batas dan menyentuh hal terlarang.
“Aku sangat senang saat tahu kalau Guren menginginkanku. Kau mau kekuatan? Memilihku adalah pilihan terbaik.♪ Jika Guren berbaur denganku, tidak diragukan lagi Guren akan menjadi kuat."
Berkata begitu, Oni tersebut tertawa.
Mengambil satu langkah ke dean, kegelapan menyebar mengelilingi tempat di mana Oni menapak.
“…..”
Di saat yang bersamaanaku merasa seperti semua yang kukasihi dalam hidupku telah menghilang. Rasanya, hal-hal seperti kehangatan dan kemanusian telah berkurang.
Da menyadari apa yang barusan terjadi. Dia sadar bahwa sekarang dia sedang memperjuangkan kendalinya dari Oni. Tiap kali Oni mendekat, kemanusiannya berkurang.
Jika aku kalah, aku mungkin akan kehilangan semua jejak pikiran akal sehatku.
Liar
Seorang iblis yang liar.
Seperti Mahiru, kehilangan semua akal sehat.
Badan dan jiwa, keduanya akan direnggut.
Sadar akan ini, Guren berkata.
“Jangan mendekat, Oni.”
Si Oni menyeringai nakal.
“Ah haha. Tidak. Aku sekarang mendekat ♪ “
Ia mengambil satu langkah lagi.
Akal sehatnya kembali berkurang.
“Aku tidak akan kalah darimu.”
“Aku bukan musuhmu. Kaulah yang memanggilku. Gurenlah yang terus berkata kalau dia ingin, ingin, ingin kekuatan atau apalah itu dan memanggilku."
Sang Oni mengambil langkah lain.
Akal sehatnya berkurang kembali.
Guren menatap tajam si Oni.
“Jangan menyebut namaku sok akrab begitu, Oni."
“Aye aye~ Biar kukatakan. Bagaimanpun juga, kita tidak mungkin berpisah untuk selamanya. Ah, jadi, kau bisa memanggil dengan namaku juga. Namaku Panggilah. Panggilah dan aku akan membawakanmu malam penuh kegembiraan luar biasa."    
Oni itu semakin mendekat.
Akal sehatnya terus berkurang.
Berbalik, Guren tidak menyadari dunia putih bersih itu telah berubah menjadi hitam.
Hitam kelam kegelapan pekat menyelimuti seluruh tempat itu.
Detak jantung dan nafasnya terus menderu.
Dia dapat merasakan kegirangan dan rasa takut bergema diseluruh tubuhnya.
Ini adalah hasratnya.
Hasrat-hasrat kuat yang mulai meluap dalam hatinya.
Hal berikutnya yang dia sadari adalah Noya telah berdiri di sampingnya. Maju satu senti lagi dan si Oni akan menabrak tubuhnya.
Kepalanya berada dekat dengan pinggang Guren. Noya menengadah dengan tatapan jelas-jelas gembira.
Satu senti lagi.
Hanya satu senti lagi.
Tapi Noya berhenti dan berkata.
"Eh Guren. Eh eh Guren. Lihat, lihat, aku sudah mendekat. Tapi, aku ingin kau mendekat satu senti lagi dengan kemauanmu sendiri.”
“…….”
"Inginkan aku. Peluk aku. Terima aku dengan hati dan tubuhmu. Dengan begitu, kau akan……..”
“……”
Noya tertawa mengejek.
“….Mampu melindungi apapun.”
Kata-katanya memikat.
"Mahiru, Ayah, anak buah, teman-teman bahkan martabatmu. Kau tak sanggup untuk melindungi satu pun mereka. Ini akan jadi pertama kalinya dalam hidupmu kau bisa melindungi apapun."
Guren menatap Noya.
Noya sedang tersenyum.
Tersenyum gembira.
Dunia sudah menjadi sangat gelap.
Penuh dengan kegelapan.
Aku tak lagi punya kekuatan untuk menemukan cahaya.
Tidak ada waktu lagi.
Untuk menyelamatkan rekan-rekan dan anak buahku, aku tak punya waktu untuk ragu.
Noya tersenyum, sangat menyadari hal itu.
“Ah, ah apakah kau mau terus menyangkalnya? Terus berkata kalau ini bukan waktu yang tepat atau semacamnya? Aku tidak benci orang seperti itu juga, sih. Aku suka orang-orang yang demi melindungi dirinya sendirihidup penuh kebohongan. Tetapi, kudengar Guren berbeda. Kudengar kau berbeda."
"Dengar dari siapa?"
"Mahiru. Katanya kau itu lembut, indah, penyayang dan imut. Itulah sebabnya kau pasti akan datang ‘ke sisi ini’. Kata-katanya benar. Aku menyukaimu begitu melihatmu ♪.”
“…….”
"Kau itu suka berkhayal, lembut dan rapuh. Tak heran kau bisa membuat orang-orang menyukaimu tanpa ragu. Jika kau bersekutu denganku, kau akan menjadi kuat seketika!"
“…..”
"Nah, meski begitu, kita tidak perlu terburu-buru, sih. Aku akan merasukimu pada akhirnya. Bagaimanapun kau akan menjadi iblis. Bahkan sekalipun kau tidak mendekat sekarang, suatu hari kau masih akan melakukannya ."
“…….”
"Kau tidak bisa melindungi siapapun, bunuh semua orang… hiduplah dengan keputusasaanmu dan jadilah Oni. Meski harus seperti ituitu tidak masalah. Aku tidak bisa menghentikanmu menjadi Oni. Lagipula, darahmu sudah tercampur dengan Oni.
“……….”
"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" Melangkah maju? BerhentiNgomong-ngomong, tak banyak waktu tersisa. Mito-chan dan yang lainnya hidup karena Mahiru melindungi mereka. Tapi saat kau mempertimbangkannya sepuluh detik lagi, semuanya akan terlambat. Jika kau ingin menghentikannya, maka gunakan kekuatanku sebelum semuanya berakhir.Baiklah, aku mulai menghitung mundur."
10.
9.
8.
Oni pun menghitung mundur.
Seolah dia sedang bernyanyi.
Guren menatapnya.
Dengan kata lain, ini berjalan sesuai rencana Mahiru.
Semua ini berjalan ke arah dunia yang diselimuti kegelapan.
Dia tak berdaya. Dia tidak bisa menolak takdir.
7.
6.
5.
Lima detik lagi.
Sekali ia membuat kontak dengan Oni, dia bukan lagi manusia.
Akan tetapi, bahkan jika ia diam saja, lari dari kenyataan dan membiarkan Mito, Goshi, Sayuri dan Shigure mati, dia juga merasa seperti kehilangan sifat manusianya.
Jika begitu, baik itu melangkan maju atau berkompromi,  semuanya sama saja. Kedua pilihan itu menyuruhnya melepas kemanusiaannya.
Oni tahu itu.
Noya tahu akan hal ini.
Itulah mengapa dia terus menghitung dengan senang.
4.
3.
2.
"Jika hasil dari dua pilihan itu menghasilkan akhir yang sama, maka aku memilih untuk maju."
Noya mendongak dengan ekspresi terpesona terukir diwajahnya. Dia membuka telapak tangannya.
“1. Kalau begitu, kemarilah Guren. Lepaskan kemanusiaanmu."
Guren menyentuh Noya.
Ia memegang tenggorokan Noya.
Saat itu juga, Noya tertawa gembira.
"Aha, Guren. Jawaban yang salah  ♪ Meskipun ini sudah seharusnya, tapi melepas kemanusiaan di saat kau manusia itu, hal itu tidak bisa diterima. Kau sangat imut~"
Mata Guren membelalak.
Tapi sudah sangat terlambat.
Lautan hitam.
Kegelapan menelan segalanya.

Gelombang kekuatan aneh terasa di dalam tubuhnya.
——————————————————————————————-
Saat Guren membuka mata, ia kembali ke dunia nyata.
“………”
Sebuah pedang di tangan kanannya.
Sebuah pedang yang dirasuki <Noya>.
Sebuah sepeda motor beridri disampingnya. Semua ini disiapkan Mahiru.
Saat itu, suara keras dapat terdengar.
Dong, dongdongdong.
Di seberang jalan suara peperangan dapat terdengar.
Suara dari pasukan Gereja Hyakuya dan Mikado no Oni yang sedang saling bunuh.
Lokasinya saat ini di Ikejiri, Setagaya, Tokyo. Di tengah kota. Memulai perang di tempat seperti ini akan sangat menarik perhatian.
Bagaimanapun, perang ini sudah terlanjur dimulai.
Perang telah terjadi.
Tapi dia tak bisa sembrono. Apakah karena tubuhnya telah menyatu dengan Oni? Jika tidak salah, banyaknya percampuran Oni dengan tubuhnya telah mencapai tingkat yang mematikan.
Dia tahu itu.
Aku tidak peduli dengan kematian.
Aku tidak peduli rasa sakit yang dirasakan orang lain.
Aku sudah, bukan manusia lagi.
Aku hanya, hanya, hanya ingin orang tertentu. Perasaan itu terus meningkat. Itu sedikit-
"........ Tidak nyaman. Kelihatannya aku butuh sarung pedang untuk menekan keinginan seperti itu."
Sambil menggerutu seperti itu, Guren menaiki sepeda motor itu.