PROLOG
(Translater: Natsume: Editor : Hikari)

Terdengar sebuah suara.
Suara yang jelas, keras, bak suara malaikat.
Suara itu bertanya.
Kau sudah tahu kalau ambisi hidupmu tidak bisa terpenuhi.
Jadi apa yang akanl kau lakukan pada saat waktunya tiba?
Pilihlah satu dari pilihan-pilihan berikut.
1.  Menyerah.
2.  Tetap mencoba bahkan jika kau tahu itu tak berarti.
3. Tetap memaksakannya terpenuhi bahkan jika kau melanggar hukum – seperti membunuh, berkhianat, mencuri, menjual jiwamu pada Iblis, dan sebagainya.
Ichinose Guren memilih opsi ke-3.
———————————–
Guren memusatkan dan mempertimbangkan hasrat egois di dalam hatinya.
Hasrat untuk memeluk wanita.
Untuk menjadi bebas.
Untuk mempunyai kekuatan.
Untuk membuat orang tertentu menyerah.
Semua hasrat ini adalah sesuatu yang biasa disembunyikan di umur 16.
“……”
Untuk mendapat reputasi yang baik.
Untuk menjadi kuat.
Untuk dihargai.
Untuk dihormati.
“……”
Untuk menghapus airmata kekasih masa kecilnya.
Untuk membebaskan anggota keluarganya dari penghinaan.
Untuk menyelamatkan hidup teman-teman dan rekan-rekannya.
Semua perasaan dan hasrat ini terus bermunculan dalam pikirannya.
“……“
Akan tetapi, mengetahui bahwa semua hasrat ini tidak bisa terpenuhi di saat yang sama, apa yang akan orang lakukan?
Ketika mengetahui bahwa bahkan tidak satupun hasratnya dapat terpenuhi, apa yang akan orang lakukan?
Guren berpikir demikian.
”……“
Pikirannya penuh dengan semua hasrat ini.
Penuh dengan hasrat yang tak bisa dia penuhi.
Tapi yang lebih besar dari semua hasratnya, sesuatu yang dia anggap lebih besar lagi.
Dia tidak bisa menggapai apapun.
Dia tidak bisa melindungi siapapun.
Karena jika menyangkut masalah hidup dan mati, dia selalu kurang mampu untuk menggapai apa yang dia inginkan.
Mahiru telah terluka dan menangis.
Ayahnya  disiksa tapi dia bahkan tidak diizinkan menyuarakan kemarahannya.
Mito saat ini sedang dikepung oleh Gereja Hyakuya.
Sayuri, Shigure, Goshi, apakah mereka hidup atau mati, dia tidak tahu.
Jadi apa yang sedang dia lakukan?
Apa yang dia lakukan, bertindak seperti orang lemah dan bodoh?
Mahiru telah mengatakannya. Menunjuk pada Guren yang lemah dan berkata.
"Akan tetapi, dengan kamu yang sekarang, itu tidak berhasil, kan? Sayangnya, aku yang lebih kuat. Lagipula, kulah si kelinci. Kelinci yang berlari ke arah kehancuran. Itulah sebabnya aku menunggu pangeran kura-kura. Sebelum aku hancur, datang dan cobalah menyelamatkanku, Guren.”
Tapi dia tidak terselamatkan.
Guren tidak menyelamatkannya.
Mahiru menagis.
Di tempat di mana ia tidak lagi bisa kembali, dia menangis.
Guren benar-benar si kura-kura.
Aku adalah si kura-kura
Kura-kura yang hanya bisa berjalan lambat dan tidak bisa menepati janji tepat waktu.
Tapi hari ini, aku berbeda.
Aku ingin berubah.
Sudah cukup.
Sudah cukup aku menjadi lemah dan tidak bisa melindungi seseorang.
Itulah sebabnya Ia mengulurkan tangannya untuk kekuatan terlarang.
Ada cukup banyak alasan.
Ada cukup banyak alasan untuk melanggar aturan dan menjadi si kelinci.
"Selamatkan Mito, Goshi, Sayuri, dan Shigure.”
Guren bergumam pelan.
Menguraikan alasannya dengan lembut.
Saat malam itu.
Tempat itu dekat dengan kondominuim tempat dia tidur dengan Mahiru.
Sebuah gang kecil.
Di depannya, diterangi oleh sinar bulan, berkilau dengan cahaya hitam yang berbahaya,sebuah pedang yang dikutuk dengan racun Oni tertancap di tanah.
Pedang yang terkandung di dalamnya.
Itu hanya akan sempurna ketika dia menyentuhnya.
Dia mungkin bukan lagi manusia. Penelitiannya belum selesai. Kekuatan dari belum bisa dikendalikan.
Mahiru, yang pertama menyentuhnya. Telah hancur.
Dia mungkin akan menemui akhir yang sama.
Logikanya berteriak.
Logika menjerit padanya.
Jangan menyentuhnya.
Jangan menyentuhnya!
Jangan meninggalkan jalan kebenaran.
Jika dia menyentuhnya, dia akan menjadi iblis.
Dia akan kehilangan kemanusiaannya, dia akan menjadi iblis yang diperbudak hasratnya.
Terlebih lagi, ini adalah sebuah bentuk dari menghindar dari kenyataan.
Itu adalah jalan pelarian bagi orang lemah yang ketika menemui penderitaan, kekecewaan dan kegelapan, lalu menyerah untuk bertarung. Itu tidak ada bedanya dengan bunuh diri.
Tapi meski begitu, dia tak punya pilihan.
Tidak,
“……”
Terlepas dari apa yang dia lakukan, dia sudah muak.
Karena dia  ditekan dan dipaksa menari di dalam rencana Mahiru.
Dia sudah muak selalu menjadi kura-kura.
Itulah sebabnya Guren, dengan ekspresi penuh tekad, sebuah ekspresi seolah-olah hendak menangis dan mengejek diri sendiri, dia meneriakkan alasannya sambil memelotoi pedang yang tertancap di tanah itu.
"…… Aku tidak sama seperti Mahiru. Aku menyerah, demi menyelamatkan rekan-rekanku.”
Ia mencabut pedangnya.
Seketika, pandangannya diselimuti kegelapan.
Gelap.
Hitam
Itu adalah kegelapan yang begitu pekat.
Meski begitu, ia berteriak dengan putus asa.
"Agar aku tidak akan kehilangan apapun...... aku tidak akan lagi menjadi manusia!"
Selanjutnya, Guren merasa bahwa dia mendengar suara aneh.
Grreakk, suara roda gigi berputar.
Roda gigi berputar ke arah kehancuran.
Sebuah akhir.
Akhir dunia.
Suara dari sangkakala malaikat, seolah tidak bisa memaafkan hasrat manusia -
———————————-
Di depan matamu, kegelapan yang tidak bisa kau atasi muncul.
Dengan tubuh manusiamu, kau tidak akan bisa melaju.
Di situasi ini, apa yang akan kau lakukan?
Pilihlah dari beberapa pilihan berikut.
1.         Menyerah menjadi manusia.
2.         Menyerah menjadi manusia.
3.         Menyerah menjadi manusia.