PEMBASMIAN GOBLIN
(Translater : Zerard ; Editor : Hamdi)

Tanggung jawab untuk mengantar tawanan elf kembali ke hutan tempat tinggal para elf, jatuh kepada lizard priest.
Dia mengeluarkan beberapa taring kecil dari kantongnya, dan menyebarkannya ke lantai.
“O tanduk dan cakar leluhur kami, iguanodon,” Dia membaca mantra. “Jadikanlah empat anggota tubuh menjadi dua kaki untuk berjalan di bumi ini.”
Seusai selesai membaca mantranya, taring yang berada di lantai bergetar dan mulai membesar. Tidak lama kemudian, terbentuklah tengkorak lizardman, yang berlutut dan menundukkan kepalanya kepada lizard priest.
“Ini adalah dragontooth warrior, sebuah keajaiban yang di turunkan oleh ayahanda saya.” Dia menjelaskan.
“Seberapa kuat dia dalam bertarung?” Goblin slayer bertanya.
“Berhubung saya cukup kompeten, dia dapat menghadapi satu atau dua goblin bila keadaan memerlukan.”
Lizardman menulis sebuah surat yang berisikan keadaan yang terjadi, dan memberikannya kepada dragontooth warrior. Yang kemudian dragontooth warrior menggendong elf itu dan beranjak pergi.
Antara ini dan minor heal, party ini sudah menggunakan dua dari keajaibannya. Tidak ada yang memprotes.
“Apa-apaan ini....? Apa yang terjadi disini...?” High elf archer merengek. Berjongkok di kotoran, priestess menepuk punggungnya.
Anehnya, walaupun mereka masih berada di ruangan penuh kotoran ini, tidak ada satupun dari mereka yang merasa terganggu oleh aroma busuknya lagi.
Aku rasa kami sudah terbiasa.
Priestess tersenyum sedih. Tangan dan kakinya sedikit bergetar.
Dwarf shaman memegang jenggotnya dan menggerutu, berkata bahwa dia merasa tidak enak badan. Dia berdiri di pintu masuk ruangan itu, dan dragontooth warrior beserta muatannya melewatinya.
Goblin slayer membelakangi semua anggota partynya. Dia mengobrak-abrik tumpukan sampah yang ada, mendorong ini itu, melempar ini itu, Sampai akhirnya dia menarik sesuatu dari tumpukan sampah itu.
Itu adalah sebuah ransel kulit yang di peruntukkan bagi para petualang. Goblin sudah merogoh isi dalamnya, tapi seperti mereka merasa tidak ada yang menarik dan membuang kantongnya. Goblin slayer pun mengambil barang yang ada di dalamnya.
“Ah, aku yakin barang itu pasti ada diisini.” Dia mengeluarkan secarik kertas yang sudah menguning karena umur.
“Apa itu?” priestess bertanya pelan, seraya menepuk punggung elf.
“Ini pasti milik tawanan itu.” Goblin slayer berkata. Dengan perlahan membuka kertas itu—tidak, itu adalah daun kering. Dengan jarinya, dia menyusuri sebuah garis yang tergambar di kertas itu. Kemudian dia mengangguk, seperti sudah menemukan apa yang dia cari.
“Ini adalah peta reruntuhan ini.”
“Elf itu pasti menggunakan ini untuk menelusuri.....” Ada kemungkinan yang cukup besar bahwa elf itu tidak mengetahui jika reruntuhan ini sudah menjadi sarang goblin. Sejauh dia memasuki reruntuhan untuk bertualang, nasib yang di alaminya adalah salah satu dari kemungkinan yang akan terjadi.
Kenyataan bahwa mereka dapat menyelamatkanya tepat pada waktunya hanyalah sebuah keberuntungan belaka. Walaupun priestess tidak ingin mengakuinya.
“Jalan ke kiri mengarah ke sebuah galeri.” Goblin slayer berkata, mempelajari peta dengan seksama. “Yang berhubungan langsung dengan atrium. Aku bisa menjamin bahwa gerombolan mereka ada disana, tempat yang cukup besar untuk mereka semua tidur.” Dia melipat kertasnya dan memasukkannya ke tasnya. “Sepertinya jalan ke kiri memang jalan yang benar.”
“Hmph.” Dwarf mendengus tersinggung.
Goblin slayer juga mengambil beberapa botol salep dan item kecil lainnya dari ransel tersebut.
Dan kemudian, tanpa mengucapkan apa-apa. Da melempar tas tersebut mengarah high elf archer.
Elf terkejut.
“Ambil itu.”
Ketika high elf archer menggunakan ransel itu, dia melihat ke atas. Ujung matanya merah dan gembung karena dia menggosoknya. Dia terlihat tidak nyaman.
“Ayo pergi.”
“Tunggu dulu, kamu nggak bisa ngomong kayak gitu ke—”
“Nggak apa-apa.” Elf memotong omelan marah priestess.
“Kita...kita harus cepat.”
“Benar.” Goblin slayer berkata dengan tenang. “Kita harus membunuh semua goblin.” Dia berjalan dengan sigap seperti biasanya, entah kenapa terlihat sedikit kasar. Melewati pintu, meninggalkan ruangan penuh sampah ini.
Dia tidak melihat ke belakang.
“H-hei, tunggu—!”
Elf memanggil dan buru-buru mengikuti. Priestesspun mengikuti tanpa suara.
Dua petualang yang tersisa melihat satu sama lain..
“....Ya tuhan.” Dwarf menghembuskan nafasnya, memutar jenggotnya. “Dia benar-benar sesuatu, aku meragukan kalau dia itu manusia.”
“Saya mendengar Eotyrannus sang tirani juga seperti demikian. Sepertinya legenda itu tidak sepenuhnya salah.” Lizardman memutar matanya.
“Mungkin kamu harus sedikit gila untuk bisa ahli dalam pekerjaan ini.”
“Walaupun seperti itu, saya merasa kita harus pergi. Saya tidak bisa memaafkan mahkluk kecil itu.”
“Aku juga begitu scaly, goblin adalah musuh lama para dwarf.”
Dwarf shaman dan lizard priest melihat satu sama lain, dan pergi menyusul goblin slayer.
Jalan di sebelah kiri, berliku-liku layaknya sebuah labirin. Ini adalah hal biasa bagi sebuah benteng. Jika kamu tidak memahami struktur reruntahan ini, maka kamu akan mudah tersesat.
Tapi mereka memiliki peta peninggalan tawanan elf, dan dua orang yang melacak keberadaan perangkap. Mereka memang bertemu dengan beberapa goblin yang sedang patroli, namun itu bukanlah hal yang di luar dugaan. High elf archer menembakkan anak panahnya dari panah kecilnya, dan jika dia gagal, goblin slayer akan maju untuk menghabisinya.
Pada akhirnya, tidak ada satupun goblin yang selamat setelah bertemu dengan party mereka.
Priestess memerhatikan wajah elf dengan seksama, tegang layaknya tali panah yang di tarik.
Dia sudah menyaksikan tembakan menakjubkan elf di pintu masuk tadi, dan kemungkinan bahwa panahnya dapat gagal dalam menghentikan musuhnya tampak sangat mustahil....
Namun goblin slayer, merasa tidak terusik dengan semua itu. Dia berjalan ke depan dengan langkah tenangnya yang seperti biasa.
Akhirnya mereka mencapai tempat terakhir untuk beristirahat sebelum mereka mencapai galeri.
“Berapa magic lagi yang kita punya?” Goblin slayer berkata dengan pelan, mendekatkan dirinya pada dinding dan mengganti senjatanya.
High elf archer berjongkok di sudut, priestess berjalan mendekatinya. “Um... aku sudah menggunakan minor heal satu kali, jadi aku punya dua keajaiban lagi.” Dia berkata.
“Saya telah memanggil dragontooth warrior satu kali,” Lizardman berkata. “Saya dapat menggunakan keajaiban sebanyak tiga kali lagi, tapi....” Ekornya bergoyang ke kiri dan ke kanan, dia meraih tasnya dan mengeluarkan beberapa buah taring. “Keajaiban dragontooth warrior membutuhkan sebuah komponen material, jadi kemungkinan saya hanya dapat menggunakannya sekali lagi.”
“Aku mengerti.” Dia mengangguk, kemudian tatapannya mengarah kepada dwarf shaman “Bagaimana dengan kamu?”
“Hmm, coba ku liat....” sang dwarf mulai menghitung dengan jari kecilnya, dan bergumam. “Satu, dua....” gumamnya. “Tergantung mantranya.” Dia menyatakan. “Mungkin empat atau lima, yah empat untuk yakinnya.”
“Aku mengerti.”
Jumlah dari magic yang dapat di gunakan para pembaca mantra bertambah seiring dengan tingkatan mereka—tapi tidak drastis. Kekuatan sesungguhnya para pembaca mantra terletak pada tingkat kesulitan mantra yang mereka gunakan. Jika mereka bukan petualang tingkat platinum—dan walaupun terdapat mereka yang mempunyai bakat luar biasa—jumlah mantra yang dapat mereka gunakan per harinya sangatlah terbatas.
Yang artinya, setiap mantra sangatlah berharga. Menggunakannya secara percuma, maka kamu akan mati.
“Um, kamu mau minum? Kamu bisa minum?”
“Terima kasih.” Elf mengambil gelas yang di tawarkan priestess, dan meminumnya.
Elf hanya diam saja selama ini, sang elf selalu menerima rasa iba dari priestess dengan senyum tipisnya.
Siapa yang bisa menyalahkannya? Pikir priestess. Setelah melihat apa yang sudah terjadi pada elf tawanan itu....
Priestess sendiri terkadang bermimpi, apa yang terjadi pada mantan partynya.
Pada saat itu, priestess dan goblin slayer selalu mengambil quest setiap harinya hampir tanpa henti. Jika di pikir lagi, dia merasa senang bahwa dia tidak memiliki waktu untuk berhenti dan berpikir.
“Jangan minum terlalu banyak, itu akan memperlambat aliran darahmu.” Goblin slayer berkata dengan tenang. “Kamu nggak akan bisa bereaksi dengan cepat.”
Dia tidak mengatakan itu untuk benefit elf, tapi hanyalah karena logika. Dia hanya ingin memastikan bahwa mereka semua mengetahuinya.
Priestess berdiri, seperti akan membela elf. “Pak goblin slayer....!”  Dia berkata. “Nggak bisakah.... kamu sedikit....?”
“Aku nggak mau salah mengarahkan seseorang.” Dia berkata dengan gelengan pelan. “Jika kamu sanggup untuk bergabung dengan ku maka bergabunglah, jika tidak silahkan pergi. Mudah saja.”
“....Jangan sinting.” Elf berkata sambil mengelap air di mulutnya.
“Aku seorang ranger. Orcbolg... kamu, bahkan kamu nggak akan sanggup mengintai dan mencari perangkap dan bertarung seorang diri.”
“Siapa yang mampu, harus melakukan apa yang mereka bisa.”
“Maksudku, kita kurang tenaga. Kita hanya berlima.”
“Jumlah bukanlah masalah. Akan lebih buruk jika kita meninggalkan tempat ini begitu saja.”
“Oh, demi tuhan!” Elf menjambak rambutnya, telinganya menegang kebelakang. “Aku sudah nggak tau lagi apa yang sudah terjadi disini....”
“....Apa kamu mau kembali?”
“Gimana mungkin?! Setelah melihat apa yang sudah di lakukan pada tawanan itu?! Rumahku....rumahku nggak jauh dari sini....”
“Aku mengerti.” Jawab singkat goblin slayer pada high elf archer yang gelisah. “Kalau begitu, ayo pergi.” Dengan itu dia berdiri. Mengakhiri perdebatan singkat mereka.
Goblin slayer berjalan mendahului mereka tanpa berkata apa-apa lagi. High elf archer menatap tajam punggung goblin slayer dan mengeratkan giginya.
“Tenanglah telinga panjang. Wilayah musuh bukanlah tempat yang tepat untuk berkelahi.”
Ada jeda “Kamu benar.” Elf berkata.
Dwarf menepuk pelan punggung elf, telinga elf mengantung rendah.
“Maafkan aku, aku benci harus menyetujui dwarf, walaupun dia benar.”
“Ah, itu baru telinga panjang yang aku kenal!”
Panah pendek di tangannya, elf berjalan. Priestess sedikit menundukkan badan memberi hormat pada dwarf pada saat dia melewatinya. Dwarf mengikuti, mengepak barang-barangnya. Dan lizard priest berdiri membuntuti mereka.
“Nggak ada salahnya berhati-hati.” Dwarf berkata.
“Benar, saya harus membuat persiapan untuk berdoa.” Lizardman berkata sambil membuat gerakan tangan yang aneh.
                                                                                *****
Mengikuti peta, akhirnya party mereka menemukan galerinya.
Elf berada di posisi depan, berjalan jinjit layaknya seekor kucing yang mengincar mangsanya. Dia menunjukkan cara untuk bergerak kepada rekannya.
Oleh karena itu dialah yang pertama sampai untuk melihat aula yang besar ini.
Seperti yang tergambar di peta, galeri ini melingkar mengelilingi atrium yang besar. Langit-langitnya menjulang tinggi hingga ke permukaan tanah. Para elf hidup hingga ribuan tahun, dan hampir tidak ada elf yang lebih tua dari bangunan ini.
Walaupun sudah di makan waktu. Dinding batu putih masih menunjukkan sebuah ilustrasi pertarungan pada jaman para dewa yang mengesankan. Para dewa-dewa yang cantik bertarung dengan dewa yang buruk rupa. Pedang beradu, petir menyambar, sampai akhirnya mereka berusaha menyelesaikannya dengan dadu.
Itu merupakan sebuah gambaran apa yang sudah terjadi sebelum terciptanya dunia. Jika sebelumnya tempat ini adalah sebuah benteng, apa yang di rasakan para prajuritnya yang melihat ini? Jika keadaanya berbeda, high elf archer akan terpesona.
Tapi keadaannya tidak berbeda, oleh karena itu dia tetap tutup mulut.
Elf bersandar pada pagar galeri dan mengintip dari balik pagar mengarah atrium. Dari dinding yang menjulang setinggi tebing, dia dapat melihat goblin.
Dan bukan satu atau dua, bahkan bukan sepuluh atau dua puluh.
Sebuah gerombolan yang banyak. Melebihi total jumlah jari kelima petualang itu.
Elf menelan liurnya, rasa amarah yang membara di hatinya tiba-tiba mulai meredam.
Tawanan elf itu mungkin menjadi bulan-bulanan semua goblin yang berada disini. High Elf archer tiba-tiba membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri disini jika dia tidak berhati-hati.
Dia tidak memiliki keberanian untuk menghadapi mereka semua sendirian, dia mengigit bibirnya untuk menghentikkan giginya yang gemetar.
“Bagaimana?”
Elf hampir melompat terkejut, telinganya menegang.
Bagaimana bisa goblin slayer menyelinap kebelakangnya tanpa di sadari olehnya?
Sebagian alasannya adalah karena elf sedang terfokus pada apa yang di depannya, dan sebagian karena goblin slayer bergerak dengan sangat halus, berbeda dari langkahnya yang selalu sigap seperti sebelumnya.
Goblin slayer tidak memegang obor, mungkin karena takut akan terlihat.
“Ja-jangan bikin kaget kayak gitu...”
“Aku nggak bermaksud seperti itu.”
Elf melotot kepada helm kotornya. Mengelap keringat yang muncul di dahinya.
“Liat saja sendiri, mereka ada banyak sekali.”
“Nggak masalah.” Katanya dengan tenang.
Dia membuat gerakan tangan mengisyaratkan agar rekan partynya mendatangi mereka, dan dengan cepat memberitahukan rencananya.
Tidak ada yang protes.
*****
Yang pertama kali menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak biasa adalah goblin yang baru bangun dari tidurnya. Ini sudah saatnya untuk berganti jaga, namun patroli terakhir belum kembali juga.
Yah mungkin lebih baik dia menyiksa elf itu saja lagi. Benar, mungkin sudah tidak seasik sebelumnya, teriakannya sudah semakin lemah. Dia berharap, semoga mereka mendapatkan mangsa lagi.
Tanpa di sadari olehnya, kesempatan itu telah mendatanginya.
Goblin itu mengejangkan tubuhnya dan mengendorkan tubuhnya lagi, membiarkan perut buncitnya menggantung. Di saat dia akan menguap, dia melihat sesuatu yang aneh berdiri di atas pagar galeri.
Seorang dwarf.
Seorang dwarf yang meminum sesuatu dari botol merahnya.
“GUI...?”
Dan tepat saat itu, dwarf melihat goblin yang kebingungan yang ada di bawahnya dan meludah kepadanya, yang kemudian ludahnya menjadi kabut.
Goblin itu bersin. Ini alkohol! Dwarf itu menyemprotkan alkohol kepadanya!
“Minum tanpa henti, bernyanyi dengan lantang, biarkan para roh menuntunmu! Bernyanyi dengan lantang, melangkah dengan cepat, dan pada saat kamu tertidur mereka akan melihatmu. Semoga sebotol fire wine menyambutmu dalam mimpi!” Dan kemudian, sekali lagi dia menyemprotkan fire wine kepada monster itu
Goblin itu merasa bingung dengan apa yang terjadi, namun dia sadar bahwa dia harus memperingatkan teman-temannya. Dia membuka mulutnya dan.....
.....tidak dapat mengeluarkan suara.
Lidahnya bergerak dan dia juga masih bernapas. Namun suaranya tidak bisa keluar.
Sekarang, menurut kalian apa yang yang terjadi?
Jika di lihat dengan seksama, goblin menyadari ada seorang priestess yang berdiri di samping dwarf, mengayunkan tongkatnya.
“ O ibunda bumi yang penuh ampunan, berikanlah kami kedamaian dalam menerima semua hal...”
Goblin itu tidak bisa menangkap apa yang di ucapkan gadis itu, otak berkaratnya berpikir sekeras yang dia bisa. Namun entah mengapa tiba-tiba dia merasa seperti melayang dan rasanya....cukup menghanyutkan.
Patroli sebelumnya masih belum kembali, masih sempat untuk tidur sampai mereka balik kan?
Dia menguap lebar, dan kembali tidur.
Dan kemudian dia mati.
Goblin itu tidak pernah menyadari bahwa dia sudah menjadi korban silence dan stupor. Goblin slayer menusukkan leher goblin itu dengan pisau sebelum goblin mengetahui apa yang terjadi. Goblin itu membuka matanya, darah menciprat dari lukanya, namun goblin slayer terus menusukkan pisaunya lebih dalam dan membunuhnya.
High elf archer, lizard priest turun dari galeri tanpa suara dan memakai senjatanya untuk membunuh semua goblin yang tertidur di aula yang luas ini. Mereka harus bergerak dengan cepat untuk menyelasaikan pekerjaan mereka selama efek dari skill priestess dan dwarf masih aktif.
Mereka harus tenang, kejam. Menusukkan pisau mereka pada goblin yang tertidur dan menekannya dalam sampai mereka tidak bergerak. Kemudian berlanjut ke berikutnya. Ini bukanlah pertarungan, hanya pekerjaan.
Ini bukanlah pekerjaan mudah. Elf terlihat lelah tanpa mengeluarkan suara. Di saat dia menusuk tenggorokan goblin ketiga atau keempat, dia tidak dapat lagi menyembunyikan rasa beban pada dirinya.
Keringat mengucur di dahinya, mata pisau batunya menjadi licin karena lemak daging, yang tidak bisa hilang seberapa keras dia mengelapnya.
Dia melihat sekitar, mencoba memerhatikan apa yang di lakukan rekannya. Lizardman membawa sebuah pedang yang terbuat dari sebuah taring suatu monster yang di asah. Pedang putih itu sudah berubah menjadi merah, namun sepertinya ketajamannya belum berkurang. Pedang itu pastilah sudah di tempa dengan kekuatan yang ajaib.
Goblin slayer, tentunya bergerak dengan mudah. Berpindah dari leher satu ke leher lainnya.
Dan bahkan dia tidak memiliki senjata khusus. High elf archer memperhatikan tangan goblin slayer dengan pengelihatan tajamnya yang di miliki setiap elf pemburu. Di saat goblin slayer membunuh satu goblin lagi, dia memotong beberapa jari goblin itu untuk melepas senjata yang di pegangnya. Dan menukar senjatanya yang tumpul dengan senjata baru yang di ambilnya.
Jadi begitu. High elf archer memasukkan pisaunya kembali ke sarungnya, dan meniru cara goblin slayer.
Dia menguatkan dirinya untuk membunuh setiap goblin yang tertidur ini. Monster itu tidak akan pernah tau apakah dia korban yang pertama atau yang terakhir.
Dan di tengah-tengah pembantaian ini, rasa amarah yang ada di hati Elf mulai berkurang.
Ini bukanlah karena dia melupakan apa yang sudah terjadi pada elf tawanan itu, itu adalah hal yang mustahil. Akan tetapi.....
“.............”
Di dalam hatinya, dia merasakan rasa dingin, aneh dan baru.
Dia menelan liur tanpa di sadarinya. Matanya melirik....mengarah pada pria itu, dengan armor kulit murahannya dan helm baja, yang masih tanpa henti menusuk leher goblin. Selagi dia melakukan pekerjaanya, dia menusukkan tubuh goblin itu dua kali untuk memastikan bahwa makhluk itu benar-benar mati.
Bagaimana mungkin dia berpikir untuk pergi sendiri? .....Yah, aku rasa dia selalu bekerja sendirian sebelumnya.
Apa yang elf sudah ketahui dari pria ini? Elf tidak tau, tapi walaupun dia sedang menanyakan pertanyaan ini, tanganya mengambil pisau dari jari goblin.
Mereka telah selesai membunuh semua goblin yang ada pada aula yang luas ini kurang dari tiga puluh menit.
Dinding batu putih, lukisan-lukisan yang mengesankan di dinding—semuanya ternodai oleh darah dan daging goblin.
Ketika mereka mengatakan medan tempur adalah lautan darah, mereka tidak bercanda. Pikir elf.
Tidak lama kemudian, dwarf shaman dan priestess turun dari galeri. Goblin slayer melihat para petualang yang berkumpul dan menunjuk masuk lebih dalam dengan pedangnya. Tubuhnya belepotan oleh darah dari kepala hingga kaki... tapi bagi elf, itu tidak membuat sebuah perbedaan. Peta dengan jelas menunjukkan bahwa terdapat ruangan di bagian yang lebih dalam. Mereka akan mencari goblin yang selamat dan membunuhnya.
Mata elf bertemu dengan matanya—atau paling tidak itu yang dia kira, walaupun dia tidak bisa melihat di balik helm goblin slayer. Dengan anggukkan, goblin slayer berjalan sigap. Tanpa melihat ke belakang seperti biasanya.
Dunia tanpa suara. Apa yang akan dia lakukan jika tidak ada yang menyadarinya pergi?
Ya ampun.
Party itu melihat satu sama lain dan tersenyum tanpa suara.
Adalah priestess yang mengikutinya terlebih dahulu. Di lanjut oleh elf, berat panahnya seberat dengan beban di tangannya. Dan akhirnya, lizardman dan dwarf shaman mengikuti mereka. Seluruh anggota party siap untuk keluar dari aula ini—dan kemudian itu terjadi.
Terdengar dentuman di udara. Di dalam keheningan ini, cukup untuk membuat mereka tersentak.
Semuanya berdiri tak bergerak, memandang mengarah tempat yang akan mereka tuju.
Goblin slayer dengan cepat mengangkat perisainya, mengeluarkan pedangnya—yang dia ambil dari goblin—perhatiannya tidak tergoyahkan.
Terdengar dentuman lagi, lebih dekat dengan yang sebelumnya. Sesuatu sedang mendekati.

Kemudian, dari balik kegelapan. Dia muncul.
Dia memiliki tubuh biru kehitaman yang kekar. Tanduk yang menonjol dari dahinya, dan aroma busuk dari setiap hembusan nafasnya. Di tangannya menggengam sebuah palu perang raksasa.
Mata elf terbelalak terkejut. Dan berteriak “Ogre....!”
Suara pertama yang mereka dengar dalam keheningan adalah gema dari perkataan itu.