HASIL YANG TAK DIINGINKAN
(Translator :Dhien; Editor : Hirosuke Nagato)

Dipanggil ke dunia lain adalah hal yang selalu Shimizu Yukitoshi impi-impikan. Karena dia tahu itu adalah hal yang mustahil, maka dia habiskan waktunya dengan membaca buku di tangannya atau di web novel. Di dalam mimpinya, dia menjadi penyelamat dunia, meskipun dia tidak tahu apakah akan mendapatkan akhir yang bahagia dengan heroine-nya(karakter utama wanita). Di dalam ruangan Shimizu, seluruh temboknya tak terlihat karena tertutupi oleh poster-poster gadis cantik dan di rak kacanya terdapat figuran para gadis cantik dengan pose mesum di tempat yang sempit. Rak bukunya sendiri dipenuhi oleh komik, light novel, buku-buku tipis dan tentunya majalah porno, sementara sisa buku lainnya dia biarkan menumpuk di ruangannya.
Ya benar, Shimizu Yukitoshi adalah seorang otaku sejati. Akan tetapi, tak seorang pun di kelasnya yang mengetahui akan hal itu. Itu karena dia benar-benar menyembunyikannya. Tidak ada alasan untuk mengatakannya. Dia telah melihat sikap teman-temannya pada Hajime, itu kenapa tidak mungkin untuknya terang-terangan menjadi otaku.
Di dalam kelas, bisa dibilang dia hanya karakter sampingan/pelengkap dengan hanya beberapa orang yang kenal baik dengannya. Tidak ada yang benar-benar dekat dengannya, dan dia slalu membaca buku di kursinya dalam kesunyian. Jika dia diajak berbicara, dia hanya menjawab dengan secukupnya dan suara yang lirih. Pada awal mulanya, dia menjadi seorang pendiam karena pernah dibully saat SMP. Mungkin karena mengikuti arus secara alami, dia menjadi pemalas dan berdiam diri di kamarnya sepanjang hari, tak dapat dihindarkan jika hal itu membuatnya menulis banyak buku dan bermain game untuk menghabiskan waktunya. Meskipun orang tuanya selalu mengkhawatirkannya, Shimizu selalu membawa barang-barang otaku ke kamarnya dan membuat keluarganya merasa terganggu.
Mereka bahkan menunjukkannya dalam sikap dan perilaku mereka yang membuat rumah ini menjadi tidak nyaman bagi Shimizu, bisa dibilang dia kehilangan tempat tinggal. Dengan lingkungan yang begitu muram, Shimizu pun berpikiran untuk melakukan berbagai macam hal buruk tanpa memperlihatkannya hobinya itu di depan umum. Oleh karena itu, dia pun semakin mencurahkan waktunya untuk berdelusi dan menulis buku. Karena dirinya yang seperti itu, setelah dia mengalami perjalanan ke dunia lain yang sebenarnya, benaknya pun seolah berkata, "Saatnya telah tiba~!!". Meskipun saat Aiko protes keras terhadap Ishtar, atau ketika Kouki benar-benar berniat membantu manusia untuk menang dan kembali ke dunia asalnya, di kepala Shimizu hanya berisi hal-hal tentang bagaimana dia melakukan hal hebat di dunia yang berbeda ini. Dia begitu gembira karena semua delusinya selama ini telah berubah menjadi kenyataan, dan bayangan tentang pahlawan yang dibutuhkan oleh dunia pun mulai terlupakan dari pemikirannya.
Oleh karena itu, semua pun menjadi seperti yang diharapkannya, benar-benar terjadi masalah di dunia lain yang berbeda ini. Pertama, Shimizu merahasiakan kekuatannya yang overpower, tapi itu adalah hal yang dimiliki oleh semua teman kelasnya. Terlebih, Kouki lah yang menjadi pahlawannya di sini dan bukanlah dirinya, dan mungkin karena para wanita hanya datang mendekati Kouki, dan bisa dibilang Shimizu hanyalah salah satu dari para karakter pelengkap. Karena itu, tidak ada perbedaan dibandingkan dengan saat dia di Jepang. Meskipun keinginannya terkabulkan, kenyataan yang tidak sesuai harapannya hanya membuat kegilaan Shimizu bertambah, dan rasa ketidak puasannya pun semakin bertambah di benaknya.
Kenapa bukan aku pahlawannya? Kenapa para wanita hanya mengelilingi dan menginginkan Kouki? Kenapa bukan aku melainkan Kouki yang selalu diperlakukan secara spesial? Meskipun aku dapat melakukannya dengan lebih baik jika aku yang menjadi pahlawannya. Lalu, para wanita akan menerimaku saat aku mendekati mereka... k-keadaan yang seperti ini salah semua orang, akulah yang seharusnya dispesialkan, itulah pemikiran egois yang menggerogoti benak Shimizu.
Di saat itu. Latihan bertarung tengah dilaksanakan di Orcus Great Dungeon, Shimizu berpikir bahwa inilah kesempatannya. Aku tidak akan memikirkan yang lainnya lagi. Ada tidaknya mereka tidak membuat perbedaan. Teman-teman yang hanya menganggapku sebagai karakter sampingan akan benar-benar menyadari keahlianku, Shimizu mencoba untuk menggunakan kesempatan ini... namun, ada sebuah hal yang dia sadari.
Dia sama sekali bukanlah keberadaan yang spesial, tidak mungkin terjadi sebuah perkembangan pada dirinya, dan dia benar-benar akan menjadi mayat di saat berikutnya. Di saat dia akan terbunuh oleh pasukan Traum, dia pun melihat seorang 'pahlawan' yang sedang bertarung dengan monster yang lebih brutal di kejauhan, dan fantasy-nya tentang dunia yang berbeda ini pun hancur bersama dengan suara retakan.
Kemudian dia pun melihat teman sekelasnya yang 'mati' terjatuh ke dalam jurang, dan perasaannya pun hancur. Dia selalu mengartikan sesuatu sesuai keinginannya dan benaknya selalu berpikir bahwa orang lain lebih rendah darinya, jadi secara alami hatinya tidaklah begitu kuat.
Ketika dia kembali ke istana kerajaan, Shimizu pun mengunci dirinya kembali sekali lagi di dalam ruangannya. Akan tetapi, literatur yang biasanya menghibur dirinya seperti di Jepang dulu tidak ada di sini. Itulah kenapa Shimizu menghabiskan waktunya membaca buku yang berhubungan dengan keahlian dan sihir yang sesuai kelasnya, 'Sihir Kegelapan'.
Sihir kegelapan adalah sebuah sihir yang bekerja dengan mengendalikan perasaan dan kesadaran orang lain, ini adalah sebuah sihir yang pada dasarnya biasa dikenal karena memberikan efek status buruk kepada lawan dalam pertarungan. Bakat Shimizu adalah seperti mengendalikan kesadaran seseorang, memunculkan ilusi, memberikan ilusi tentang sihir yang telah selesai dirapalkan untuk mengganggu rapalan mantra musuh, dan dengan keahlian lebih lanjut, dia dapat membuat seseorang mengalami gangguan untuk mengendalikan tubuhnya.
Kemudian rasa depresi di hatinya seolah tersingkirkan saat dia membaca buku, dan Shimizu tiba-tiba teringat sesuatu. Apakah aku bisa mencuci otak seseorang jika aku menguasai sihir kegelapan?, begitulah kurang lebihnya. Shimizu begitu tertarik. Jika pemikirannya benar, dia dapat melakukan apapun kepada siapapun. Itu benar, dia dapat melakukan apapun yang dia mau. Kegelapan yang dipendamnya mulai menjalar ke pikiran Shimizu, mulai saat itu dia pun benar-benar fokus menjalani latihan dengan serius.
Akan tetapi, itu semua tidak semudah yang dibayangkannya. Pertama, untuk sebuah makhluk dengan ego yang tinggi seperti manusia, dia harus terus menerus menggunakan sihirnya selama beberapa jam. Jika tidak, dia tidak dapat melakukan pencucian otak. Itu pun jika tidak terjadi reaksi penolakan. Seperti yang diduga, tak seorangpun yang akan diam saja saat dia mencoba untuk menggunakan sihirnya. Karena itu dia perlu untuk membuat targetnya dalam keadaan seperti tertidur terlebih dahulu. Jika targetnya adalah manusia, akan terlalu sulit untuknya menyembunyikan dan mengendalikan pencucian otak dari waktu ke waktu. Saat memikirkan apa yang mungkin terjadi jika hal itu diketahui, Shimizu tidak dapat melakukan apa-apa kecuali meninggalkannya karena resikonya yang tinggi.
Shimizu pun menurunkan bahunya dengan lesu, tetapi saat dia mengingat alasan kenapa dirinya dipanggil ke dunia ini, ras iblis dapat mengendalikan para demonic beast. Dia penasaran apakah dirinya dapat mencuci otak demonic beast yang bergerak dengan instingnya dan memiliki ego lebih rendah dibanding manusia. Untuk memastikannya, Shimizu pergi keluar ibukota kerajaan dan berkali-kali melakukan eksperimen terhadap demonic beast rendahan. Sebagai hasilnya, dia berhasil membuktikan bahwa mencuci otak mereka jauh lebih mudah dibanding melakukannya kepada manusia. Penyebab utama dia dapat melakukan itu adalah karena dari awalnya dia seorang cheater dan benar-benar memiliki bakat yang tinggi terhadap sihir kegelapan. Sebelumnya, Ishtar telah mengatakan meskipun seseorang dari dunia ini telah menghabiskan waktu begitu banyak untuk berlatih, mereka hanya dapat mengontrol 1-2 demonic-beast.
Shimizu yang telah menyelesaikan eksperimennya di bagian luar ibukota berpikiran akan bagus untuknya jika dapat mengontrol demonic-beast yang lebih kuat. Akan tetapi, dia merasa tertantang untuk segera pergi ke garis depan dungeon seperti Kouki dan regunya. Kemudian saat dia kebingungan apa yang akan dilakukannya, dia mendengarkan pembicaraan tentang bodyguard Aiko. Jika dia ikut bergabung dengan mereka, kurang lebihnya dia pikir dapat bertemu dengan demonic-beast yang lebih kuat.
Pada akhirnya, regu Aiko datang ke kota Ul, kemudian dia pun mendengar tentang demonic-beast di area pegunungan utara dan kemudian dia pun tenggelam dalam keserakahan untuk menjadikan mereka bawahannya. Dalam pertemuan berikutnya, semua orang akan terpesona dan hormat terhadap pencapaian besarnya, dan dia pun akan diperlakukan secara spesial, kurang lebih begitulah delusinya.
Normalnya, dalam waktu yang pendek sekitar 2 mingguan, tidak peduli meskipun dia seorang genius dalam sihir hitam dan menggunakan cara yang efektif dengan hanya mengontrol para pemimpinnya saja. 1000 demonic-beast adalah batas kemampuannya. Terlebih mereka pun harus dalam level Brutal di area pegunungan kedua.
Namun, dia telah ditolong oleh seseorang yang spesial, dan membuatnya dapat mengendalikan Tio, dialah yang kebetulan memberikan Shimizu kekuatan untuk dapat mengendalikan demonic-beast dari area pegunungan keempat. Dan di saat yang bersamaan, orang itu menjanjikan untuk terus memberikan pasukan bantuan setiap harinya, dan hal itu pun melengkapi alasan Shimizu. Akhirnya, di saat dia tenggelam dalam kegembiraannya karena merasa dirinya spesial, gerombolan besar pasukan dibawah komandonya pun bergerak menuju kota.
Dan sebagai hasilnya adalah...
Dia pun terlihat menderita saat orang-orang melihatnya ditambah dia harus berlutut di hadapan Aiko dan yang lainnya. Ngomong-ngomong, alasan kenapa dia terlihat seperti seorang tentara yang gugur di medan perang itu karena Hajime yang menggeretnya di tanah dengan motor sihirnya membuatnya tertutupi oleh daging dan darah para demonic-beast dan juga debu-debu yang berterbangan. Shimizu tidak sadarkan diri dengan bagian putih matanya yang kelihatan, dan mereka melihat Shimizu diseret dengan kepala yang berulang kali membentur tanah. Aiko dan yang lainnya pun mengeluarkan ekspresi ngeri.
Ngomong-ngomong, lokasi mereka sekarang ada di pinggiran kota dan di lokasi ini hanya ada Aiko, para murid, beberapa prajurit bodyguard, para pemimpin kota, Will dan regu Hajime. Seperti yang diduga, jika dalang dibalik semua ini dibawa ke kota maka keributan akan semakin membesar dan akan sulit untuk dilakukan pembicaraan, itulah alasan mereka di sini. Para pemimpin kita yang tersisa di dalam sibuk menangani pemulihan paska pertempuran.
Aiko telah melangkahi Shimizu yang pingsan dengan memperlihatkan bagian matanya yang putih. Penampilannya yang mengenakan jubah hitam diikuti dengan fakta bahwa dia diseret dari medan pertempuran menjadi bukti yang tak terhindarkan bahwa dialah dalang dibalik penyerangan. Itu adalah fakta yang tidak ingin Aiko percayai sambil mengeluarkan ekspresi kesedihan dan mengguncang-guncangkan tubuh Shimizu untuk membangunkannya.
David dan yang lainnya mencoba menghentikannya karena itu mungkin berbahaya, tapi Aiko menggelengkan kepalanya menolak mereka. Aiko pun juga tak mau menahan diri lagi. Dia melakukannya karena ia tidak akan dapat membicarakannya baik-baik dengan Shimizu saat itu. Pada akhirnya, Aiko hanya ingin berbicara sebagai seorang guru kepada muridnya.
Tidak lama, kesadaran Shimizu kembali berkat suara Aiko. Dia melihat sekeliling dengan tatapan kosong, dan mungkin karena dia telah mengerti apa yang telah terjadi. Hah, dia mengangkat tubuhnya. Kemudian dengan segera dia pun mengambil jarak, tetapi mungkin karena luka di kepalanya yang dia derita, dia pun terhuyung dan terjatuh, lalu dia pun merangkak mundur. Dengan hati-hati dan merasa hina, perasaannya bercampur aduk tanpa merasa terganggu dan kemudian dia pun melihat sekeliling.
"Shimizu-kun, tenanglah. Tidak ada yang mencoba untuk menyakitimu... Sensei hanya ingin berbicara denganmu. Kenapa kamu melakukan semua itu... Tidak apa-apa jika kamu ingin membicarakan hal lain. Apa kamu akan membiarkan Sensei mendengarkan perasaanmu, Shimizu?"
Karena Aiko mengepaskan pandangannya dengan Shimizu, dia pun berhenti melihat sekeliling. Selanjutnya, dia mengalihkan pandangannya dan melihat ke bawah kemudian berbicara dengan suara yang tidak dapat didengar dengan jelas... lebih tepatnya dia sedang mengumpat.
"Kenapa? Kau masih tidak mengerti tentang hal itu. Itulah kenapa kalian semua sangatlah tidak becus. Memperlakukanku seperti seorang idiot... pahalawan, pahlawan itu sangat mengganggu. Meskipun aku dapat melakukannya dengan lebih baik... tidak ada yang menyadarinya dan aku diperlakukan seperti karakter sampingan... jujur saja, kalian seperti orang idiot... itulah kenapa aku ingin menunjukan seberapa bergunanya aku..."
"Kau... sadar diri woi! Kau hampir menghancurkan kota!"
"Benar! Jika kau membicarakan siapa yang bodoh di sini, itu adalah kau!"
"Pikirlah seberapa banyak kau membuat Aiko sensei mengkhawatirkanmu!"
Bukannya mengoreksi diri, Shimizu malah mengomel atas ketidak puasannya terhadap sekelilingnya, hal itu pun membuat teman-temannya membantah satu demi satu. Mungkin karena dia tertekan oleh situasi, Shimizu pun semakin murung dan mulai diam.
Karena Aiko tidak dapat membiarkan Shimizu terlihat seperti itu, ia mencoba untuk menenangkan murid-muridnya yang mulai geram, dan Aiko pun mulai menanyai Shimizu dengan suaranya selembut mungkin.
"Hmm...begitu... kamu merasakan banyak ketidakpuasan.... akan tetapi, Shimizu-kun. Jika kamu ingin menang dari semuanya, itu membuat sensei tambah tidak mengerti. Kenapa kamu mencoba untuk menyerang kota? Jika kamu menyerang kota dengan cara seperti ini... banyak orang akan mati... di samping itu caramu membunuh para demonic-beast tidak dapat menunjukkan seberapa berharganya dirimu."
Pertanyaan Akiko yang memang ada benarnya itu membuat Shimizu sedikit melihat ke atas dan matanya yang begitu suram beralih ke Aiko sambil mengerutkan dahinya yang kotor, lalu dia pun mengembangkan senyum yang kusam.
"...Aku dapat menunjukkannya... jika itu untuk ras iblis."
"A-Apa!?"
Kalimat tak terduga itu yang keluar dari mulut Shimizu tidak hanya membuat Aiko dan yang lainnya terkejut, kecuali regu Hajime. Shimizu menunjukkan expresi puas saat melihat itu, dan meskipun sama seperti sebelumnya, dia mulai berbicara dengan suara yang lebih keras dibanding tekanan sebelumnya yang membuatnya terus diam.
"Untuk menangkap demonic-beast, aku pergi ke area pegunungan utara sendirian. Saat itu, aku bertemu seseorang dari ras iblis. Pada awalnya tentu saja aku merasa waspada... tapi orang itu ingin berbicara denganku. Kemudian kami pun saling mengerti. Orang itu tahu bagaimana cara menghargaiku. Itulah kenapa aku mendatanginya... dan membuat kontrak dengannya."
"Sebuah kontrak? Apa maksudmu?"
Aiko terguncang saat mengetahui bahwa dia berhubungan dengan ras iblis, musuh mereka dalam peperangan, tetapi ia yakin mereka pasti telah membujuk dan mengelabui muridnya itu, ia pun menanyakannya sambil menahan amarahnya.
Melihat Aiko yang seperti itu, Shimizu pun menyengir puas seolah melihat hal yang dapat menghiburnya, kemudian dia pun mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan bagi semuaorang.
"...Hatanaka-sensei... kontrak itu adalah untuk membunuhmu."
"Eh?"
Untuk sesaat Aiko tak dapat memahami apa yang dikatakan Shimizu dan mengeluarkan suara bingung itu. Hal yang sama terjadi pada semua orang di sana, mereka semua pun terpaku untuk sesaat, mereka memahami artinya terlebih dahulu dibanding Aiko, lalu mereka pun memandang Shimizu dengan tatapan penuh kemarahan.
Shimizu berpaling sesaat saat tatapan tajam penuh kemarahan dari para murid dan prajurit penjaga itu mengarah kepadanya, tetapi dia menghentikannya dan melanjutkan kalimatnya seolah untuk menghentikan tatapan itu.
"Ada apa demgan ekspresi itu? Kalian pikir aku dimanfaatkan oleh mereka? Untuk beberapa alasan kau lebih menyebalkan dibanding para pahlawan... 'Dewi Panen'... jika aku membuatmu seolah membunuh para penduduk kota, aku akan disambut ras iblis sebagai seorang 'pahlawan'. Ini semacam sebuah kontrak. Bagaimanapun kemampuanku memang menakjubkan. Mereka bilang akan terlalu disayangkan jika aku terus bersama kalian. Seperti yang kuduga, seseorang yang memahami kekuatanku akan mengerti. Sebenarnya, mereka juga meminjamkanku demonic-beast yang kuat sehingga aku dapat membuat bala tentara yang melebihi imajinasiku... itulah kenapa, aku berpikir dapat benar-benar membunuhmu! Apa-apaan itu! Bagaimana bisa! 6000 pasukanku! Kenapa senjata seperti itu ada di dunia ini! Kau, siapa kau sebenarnya!"
Karena kalimat cacian Shimizu, Aiko hanya dapat menatapnya dengan kosong, muridnya yang mengatakan 'membunuh', dan mungkin karena Shimizu juga gelisah saat berbicara, dia mulai berteriak saat nelihat Hajime. Di dalam matanya terdapat lebih dari kesedihan dan penyangkalan, rasa jengkel karena semuanya berjalan tidak sesuai dengan keinginannya, kebencian terhadap Hajime yang telah menghalanginya, lalu rasa iri terhadap kekuatan itu juga ikut semakin bercampur aduk dan membuatnya marah.
Tampaknya, Shimizu tidak penyadari bahwa pria berambut putih dan berpenutup mata di depannya adalah Nagumo Hajime, teman sekelasnya. Bagaimanapun itu hal wajar karena bisa dibilang itu dia tidak pernah berbicara dengannya sebelumnya... Shimizu terus memelototi dan mengutuki Hajime seakan dia dapat menyerangnya kapan saja, dan Hajime yang mendadak menjadi sasarannya dapat mendengar Shimizu mengumpat "Padahal kau hanya sekedar karakter chunni," dan itu sebenarnya membuat Hajime merasa terluka cukup dalam dan membuatnya memandang ke kejauhan untuk kabur dari kenyataan. Sikapnya dapat yang terlihat seperti "Memangnya aku peduli." membuat Shimizu merasa semakin gelisah.
Dapat membaca apa yang Hajime rasakan, Yue pun mengelus punggung Hajime dan kebaikannya membuat Hajime ingin menangis kembali.
Mungkin berkat Hajime yang cuek dengan situasi serius ini dan masuk ke dunianya sendiri(?), Aiko memiliki waktu untuk mendapatkan kesadarannya kembali setelah terguncang sebelumnya, dia menarik sebuah nafas panjang dan tanpa keberanian sedikitpun untuk menghadapi kemarahannya, ia tidak bergerak dari tempatnya berdiri dan menggenggam tangan Shimizu lalu berbicara dengan lembut.
"Shimizu-kun, tenanglah."
"A-Ada apa denganmu! Menyingkirlah!"
Dia terkejut dengan sentuhan yang tiba-tiba itu dan Shimizu pun mencoba untuk melepaskannya, tapi Aiko berkata bahwa ia tidak akan melepaskannya dan malah semakin menambah kekuatan genggamannya. Mungkin karena Shimizu tidak dapat membalas tatapan mata Aiko yang begitu serius, perlahan dia pun mulai tenang sambil menunduk, dan ekspresinya pun tertutupi oleh jidatnya.
"Shimizu-kun... sensei paham apa yang kamu rasakan. Kamu ingin dianggap 'spesial'. Itu bukan hal yang salah. Itu hal yang manusiawi. Lalu, kau pasti benar-benar mampu untuk menjadi 'spesial'. Bagaimanapun, meskipun caramu salah, kau benar-benar dapat melakukan semua itu... akan tetapi, tolong jangan menjadi bagian dari ras iblis. Mendengar ceritamu, mereka hanya ingin memanfaatkanmu. Sensei tidak dapat mempercayakan murid sensei yang berharga kepada mereka sama sekali... Shimizu-kun, ayo akhiri semua ini, ok? Sensei tidak ingin siapapun bertarung, tapi jika Shimizu memang menginginkannya, Sensei akan mendukungmu. Jika itu adalah kamu, kamu pasti dapat bertarung seimbang dengan Amanogawa-kun dan yang lainnya. Lalu, suatu hari, ayo kembali bersama jika kita dapat menemukan cara untuk kembali ke jepang ok?"
Shimizu mendengar Aiko berbicara dalam keheningan dan tanpa disadari bahu Shimizu pun bergetar. Meskipun para siswa dan prajurit berpikiran bahwa Shimizu tergetarkan oleh ucapan Aiko dan mulai untuk menangis. Sebenarnya, Sonobe Yuka, yang terkenal paling cengeng di kelas telah menangis duluan saat ia melihat Aiko dan Shimizu.
Akan tetapi, hal yang terjadi tidaklah semanis yang diharapkan. Aiko mengelus kepala Shimizu yang bergetar dengan lembut, tetapi Shimizu tiba-tiba menggenggam lengan yang diulurkan Aiko dan menariknya, lalu diapun memutarkan tubuhnya dan melingkarkan lengannya di leher Aiko. Aiko tanpa disadari mengerang karena lengannya terkunci ke belakang dan entah dari mana Shimizu mengeluarkan jarum sepanjang 10cm, lalu dia pun mengarahkannya ke belakang leher Aiko.
"Jangan bergerak! Atau aku akan menusuknya!"
Shimizu berteriak dengan histeris, ekspresinya yang berkedut sambil tertawa terbahak-bahak, di matanya terdapat kegilaan yang sama seperti saat mengumpat ke Hajime. Bahunya yang bergetar sebelumnya tampaknya karena dia tertawa.
Aiko terlihat kesakitan karena ia tidak dapat menarik lengan Shimizu yang melingkar di lehernya. Orang-orang di sekitar dengan putus asa berhenti bergerak saat mendengar peringatan yang diberikannya. Dari gelagat Shimizu, mereka yakin dia benar-benar serius. Semuanya dengan khawatir menyebut-nyebut nama Aiko selagi Shimizu terus mengumpat.
Tanpa disengaja, kesadaran Hajime telah kembali sekarang. Karena sebelumnya dia dalam perjalanan untuk lari dari kenyataan sampai sekarang, "Oya? Sejak kapan...", karena perkembangan yang begitu tiba-tiba.
"Dengar, ini adalah jarum beracun yang kudapatkan dari demonic-beast di area pegunungan utara! Ia akan menderita kesakitan dalam beberapa menit sebelum mati jika aku menusuknya! Jika kalian mengerti, lempar semua senjata kalian dan angkat tangan!"
Dengan kalimat yang dilontarkannya, semua orang pun berubah menjadi pucat. Shimizu tertawa nyengir ke para murid dan prajurit yang benar-benar tidak dapat bergerak lagi, lalu dia pun mengalihkan pandangannya ke Hajime.
"Oi, kau, chuuni bajingan, kau! Bukan yang di belakangmu! Aku sedang berbicara padamu! Jangan anggap bodoh aku, bajingan kau! Jika kau terus bercanda, aku akan benar-benar membunuhnya! Jika kau mengerti, berikan aku pistolmu! Senjata lainnya juga!"
Karena cara Shimizu yang memanggil Hajime dengan begitu kasar, dia tanpa sengaja tertarik untuk menengok ke belakang "Bukan aku" yang berakhir sia-sia, dan wajah Hajime pun terlihat begitu tidak senang. Dengan memanasnya situasi yang tegang ini, sikapnya tidak berubah dan tetap tenang, Shimizu pun kehilangan kesabarannya karena merasa telah diremehkan. Oleh jarena itu dia pun meminta Hajime untuk menyerahkan senjata apinya.
Hajime berbalik memandang Shimizu dengan tatapan mata yang begitu dingin ketika mendengar itu.
"Yahhh, kau bilang kau tidak akan membunuhnya... padahal dari awal kau tidak bisa kembali ke ras iblis jika kau belum membunuhnya, jadi pada akhirnya kau akan membunuhnya juga kan? Makanya aku tidak akan memberikannya padamu."
"Diam, diam, diam! Diam dan berikan saja! Idiot sepertimu cukup turuti saja perkataanku! I-itu benar, oi, berikan aku budakmu juga. Biarkan dia yang membawa senjatanya!"
Dengan kembalinya ketenangannya, Shimizu pun semakin banyak berbicara. Karena dia terlalu terpojokan, dia tidak dapat memutuskan sesuatu dengan rasional lagi. Shia, yang ditunjuk oleh Shimizu, bergetar dan mengeluarkan ekspresi jijik.
"Bahkan meskipun aku menembakmu 3x berurutan kau cuma akan semakin menjijikkan... terlebih, Shia jika kau merasa jijik jangan sembunyi di belakangku. Dia tidak begitu mematikan."
"Tapi, dia begitu menjijikkan... bisa dibilang benakku tak dapat menerimanya... lihat saja jerawatnya. Pastilah otomatis ngerasa jijik."
"Yahh, meskipun dia ingin jadi pahlawan tapi bagaimanapun ocehannya persis seperti seorang pencuri yang dapat dibunuh dengan mudah oleh tokoh utama di awal cerita."
Meskipun orang yang dibicarakan tidak dapat mendengarnya karena mereka berbicara dengan lirih, semuanya mulai dapat mendengar mereka karena suara mereka yang bertambah keras dengan tatapan jijiknya. Shimizu hanya dapat menggetarkan bibirnya dan raut mukanya yang tadinya berwarna merah perlahan berubah menjadi biru dan akhirnya menjadi putih pucat. Ini adalah contoh perubahan raut muka yang disebabkan oleh rasa marah yang terlalu tinggi.
Shimizu pun mulai bergumam "Akulah pahlawan, aku ini spesial, kalian semua idiot, semuanya salah kalian, tak masalah, semua akan berjalan sesuai yang kuharapkan. Bagaimanapun aku ini pahlawan, aku ini spesial", dengan pandangan kosong, selanjutnya dia pun tertawa terbahak-bahak dengan nada yang tinggi seolah-olah dia terbebaskan dari sesuatu.
"...Shi-Shimizu-kun... ayo kita bicarakan ini... bagaimanapun... semuanya baik-baik saja..."
Meskipun Aiko sedang kesakitan ia tetap mencoba untuk tetap terbuka pada Shimizu, ia melontarkan kalimat itu, dan di saat Shimizu mendengarnya, Shimizu segera menghentikan tawanya dan semakin mencekik Aiko.
"...Ganggu aja. Berhentilah berpura-pura baik munafik. Diam dan cukup jadi sanderaku."
Shimizu menggumamkan hal itu dengan nada menyeramkan dan menatap Hajime kembali. Tanpa sedikitpun kegelisahan dan ekspresi lainnya, dia menatap Hajime dengan mata yang dipenuh perasaan negatif, selanjutnya dia melihat pistol di penahan yang ada di pahanya. Apa yg dia inginkan tersalurkan tanpa perlu diucapkannya. Jika dia bimbang di sini, dia bisa saja membuang nyawanya dan mati, tidak, masa depannya yang cerah hanya akan terjadi setelah dia dapat mencelakai Aiko.
Hajime menghembuskan nafas, dia berpikiran untuk menembakkan kawatnya selagi memberikan pistolnya dan menggunakam 'Lightning Clad' meskipun Aiko pun akan terkena juga. Karena tubuh Aiko yang kecil, ia pun tidak dapat menjadi perisai, dan itu memungkinkan Hajime untuk menembak Shimizu sebelum dia sadar Hajime menarik pistolnya, dia pikir itu tidak masalah meskipun Aiko akan melihatnya dengan tatapan yang sedikit menyakitkan.
Tetapi di saat Hajime menurunkam tangannya, tiba-tiba situasi berubah.
"Kh! Jangan! Menghindarlah!"
Sambil menyerukan itu, Shia menguatkan tubuhnya dengan kemampuan terbaiknya dan dalam sekejap dapat mencapai kecepatan tinggi di atas permukaan Ground Shrinker dan melompat menuju Aiko.
Karena merasa terancam, Shimizu dengan segera mencoba menusukkan jarumnya ke Aiko. Shia pun melakukam hal yang mustahil dengan menarik tubuh Aiko sambil memutarkannya untuk melindunginya dari sesuatu, kemudian sebuah arus air berwarna biru menembus dada Shimizu dan arus itu melewati tempat yang sebelumnya kepala Aiko ada di posisi itu hampir secara bersamaan.
Hajime, yang ada dalam jalur tembakan, menggunakan Donner untuk bertahan dari laser air yang mungkin adalah sihir penyerang bernama Break dari system air. Kemudian Shia, dengan semangat ia menerjang dan mendekap Aiko dengan erat, dan sambil melakukannya ia menjatuhkan dirinya sambil meluncur di tanah dengan pundaknya. Shia pun membuat debu berterbangan, dan Shia yang akhirnya berhenti, "Ughh" mengeluarkan erangan kesakitan sambil tetap terbaring di tanah.
"Shia!"
Diantara semua orang yang terpaku dengan perkembangan yang begitu tiba-tiba ini. Yue berlari sekuat tenaga sambil memanggil nama Shia. Selanjutnya, ia mengambil posisi untuk melindungi Shia dan Aiko dari serangan yang mungkin terjadi berikutnya.
Hajime tidak mengatakan apapun dan hanya berterima kasih dan memuji Yue di dalam benaknya karena telah melakukan sesuatu seperti yang telah diharapkannya, kemudian dia memegang Donner dengan kedua tangannya sambil menggunakan Farsight untuk melacak jalur tembakan Break. Dengan segera dia melihat seorang pria berjubah hitam dengan telinga lancip dan rambut disisir ke belakang yang sedang mengendarai demonic-beast burung besar di kejauhan.
DOPANh! DOPANh! DOPANh! DOPANh! DOPANh! DOPANh!
Dalam sekejap, Hajime berhasil menembakkan rail gun miliknya ke demonic-beast yang terbang dengan bayangan hitam itu. Pria dengan rambut disisir ke belakang itu yang seolah sudah mengantisipasinya, membuat demonic-beastnya untuk menghindar mati-matian dengan menggunakan barrel roll(berguling di udara) sambil memastikan lokasi Hajime. Demonic-beast itu cukuplah lincah, tapi dia tetap tidak mampu untuk menghindari semua serangan dan salah satu kaki demonic-beast itu pun berhasil tertembak, bahkan pundak pria yang menungganginya pun ikut tertembak. Meskipun begitu, dibandingkan terjatuh, kecepatannya tidaklah menurun dan berusaha untuk kabur dengan kecepatan penuh. Bisa dibilang caranya untuk menghindari rentetan serangan itu benar-benar luar biasa.
Hajime menebak bahwa orang itu mungkinlah seseorang dari ras iblis yang dibicarakan Shimizu sebelumnya. Pria itu berhasip terlebih dahulu terbang ke kota dengan ketinggian rendah seolah membuat kota itu sebagai perisainya, lalu kemudian menghilang. Dari caranya menghindari peluru Hajime, sepertinya informasi tentang Hajime dan regunya telah diketahui oleh ras iblis dan hal itu membuat Hajime merasa sedikit cemas. Karena dia melarika diri menuju danau Uldeia, itu akan menjadi hal yang sulit untuk mengejarnya menggunakan Pesawat Pengintai Tak Berawak milikinya jika dia kabur melewati hutan. Bagaimanapun itu, sekarang itu bukanlah prioritasnya.
"Hajime!"
Mungkin karena Yue juga telah menduga musuh telah kabur, ia memanggil Hajime dengan suara tidak sabaran yang tidak seperti biasanya.
Hajime menaruh Donner di penahannya dan berlari ke Shia tanpa sedikitpun menoleh ke Shimizu yang ambruk. Shia menghadap ke atas sambil dibaringkan di pangkuan Yue denganekspresi wajahnya dipenuhi dengan kesakitan. Aiko yang disampingnya juga menunjukkan ekspresi yang sama sambil dipeluk oleh Yue.
"Ha-Hajime-san... ukh... A... Aku... ... tidak apa-apa... tolong, sensei telah... terserempet oleh jarum beracun..."
Terdapat lubang dengan diameter 3cm di pinggang Shia. Meskipun pendarahannya dapat ditahan dengan penguatan tubuhnya, dapat dipahami bahwa ia merasa sangat kesakitan dari keringat yang mengalir di wajahnya. Akan tetapi, ia memaksakan diri untuk tersenyum sambil meminta untuk memprioritaskan Aiko dengan suara yang bergetar.
Ketika Hajime melihat Aiko, raut wajah Aiko benar-benar sangat pucat, dan tubuhnya mulai kejang. Mungkin karena ia mendengar percakapan Hajime dan Shia, Aiko bersusah payah menggelengkan kepalanya, meminta mereka untuk menolong Shia terlebih dahulu. Ia tidak dapat mengatakan apapun karena racunnya telah menyebar. Jika ucapan Shimizu benar, ia hanya punya beberapa menit, tidak bahkan itu kurang dari semenit jika melihat penampilan Aiko. Ia tidak ingin membuat masalah lagi seolah semuanya telah terlambat.
Hajime menghindari pandangannya dari Aiko, dan tanpa ragu mengangguk ke Shia, kemudia dia mengeluarkan sebuah botol kecil dari 'Treasure Box'. Saat itu, orang-orang di sekitar pun akhirnya berlarian ke Hajime dengan ekspresi yang tidak mengenakkan sambil mengeluarkan tangisan dari mulut mereka. Khususnya David, para murid dan prajurit pun tergetarkan, mereka merasa panik. Mereka pun menanyakan Hajime tentang keselamatan Aiko, melangkah mundur saat melihat penampilan Aiko, dan mencoba menggunakan sihir pemulihan yang tidak berhasil... Hajime pun berseru "Diamlah" kepada mereka dengan niatan membunuh yang membuat mereka melangkah mundur dan diam.
Meskipun Hajime sedikit mereasa terkejut dengan yang dikatakannya. Kemarahannya karena Shia yang  terluka melebihi dugaannya. Sepertinya, tanpa telah disadarinya, jauh di dalam hatinya Hajime telah menganggap Shia sebagai teman yang berharga. Oleh karena itu, ia sangat marah ke ras iblis yang telah datang berhubungan dengan Shimizu dan kepada dirinya sendiri yang tidak menduga kemungkinan musuh yang ada di dekatnya.
Jika musuh melakukan sesuatu pada Aiko dan yang lainnya saat Hajime dan regunya berada di garis depan, peluang terjadinya kekacauan cukuplah besar. Namun, karena dia tidak melakukan apapun, Hajime yakin bahwa dia tidak ingin turun tangan secara langsung tanpa dasar apapun.
Masalah yang sebenarnya, orang dari ras iblis itu berencana untuk membunuh Aiko disaat Shimizu sedang mengamuk, tetapi dia kehilangan kesempatan karena terpaku oleh Hajime dan regunya yang tidaklah normal. Setelahnya, saat dia mencari kesempatan, percakapan antara Aiko dan Shimizu pun dimulai. Kemudian dia berencana untuk menyerahkan pembunuhan Aiko ke Shimizu sambil melihatnya dari kejauhan, tetapi dia menebak bahwa Aiko akan dapat direbut kembali oleh Hajime dengan kekuatannya, jadi dia pun menggunakan sihir yang dikhusukan dalam penembusan untuk menembak menembus Shimizu dan Aiko.
Namun, meskipun ras iblis dapat dengan cepat melihat kesempatan itu, terdapat salah perhitungan. Itu adalah, jika semuanya berjalan lancar maka sihirnya dapat menembus Hajime dan yang lainnya, menyingkirkan semua halangan secara bersamaan, tapi sihir khusus milik Shia telah diaktifkan. Itu adalah 'Penglihatan Masa Depan'. Shia yang ada di belakang Hajime normalnya akan ikut tertembak bersama dengan Shimizu, Aiko dan Hajime, jadi dia pun menerjang maju untuk menghindari masa depan yang dilihatnya.
Berkat itu, masa depan dimana tembakan itu menembus kepala Aiko dan membuatnya tewas dapat dihindarkan. Shia mempertaruhkan tubuhnya demi mengubah masa depan itu. Meskpin Hajime ragu kenapa Shia mempertaruhkan nyawanya demi Aiko yang tidaklah dekat dengannya, Hajime tidak akan meperlakukan temannya yang telah berusaha keras dengansikap dingin. Oleh karena itu, tanpa ragu dia pun menggunakan 'Air Suci' yang langka ke Aiko. Karena sudah tidak ada waktu, itu adalah hal paling tepat untuk dilakukan.
Hajime menahan Aiko yang dibantu oleh Yue, menaruh botol kecil di nulutnya dan menuangkannya sedikit demi sedikit. Aiko melihat Hajime yang tidak memprioritaskan Shia dengan tatapan protes, tapi diacuhkan oleh Hajime. Saat ini, dia memprioritaskan keinginan Shia dibandingkan keinginan Aiko ataupun keinginannya. Itulah kenapa dia tetap menuangkan 'Air Suci' itu seolah tanpa memerlukan diskusi. Sekujur tubuh Aiko mulai kejang dan tidak dapat digerakkan sesuai keinginannya, jadi ia tidak dapat menelan air itu. Sepertinya, air itu malahan masuk ke paru-parunya dan membuatnya ingin muntah.
Hajime menilai itu tidak mungkin untuk Aiko meminum Air Suci sendirian, dia pun menaruh Air Suci yang tersisa di mulutnya, dan tanpa ragu dia menyalurkannya langsung ke mulut Aiko.
"Kh!?"
Aiko membuka matanya lebar-lebar. Lalu, teriakan dan suara kemarahan terdengar dari sekeliling Hajime. Akan tetapi, Hajime hanya mengabaikannya dan mengerak-gerakkan lidahnya di mulut Aiko, kemudian dia meminumkan Air Suci secara terpaksa. Tidak tergambarkan rasa malu atau berdosa di wajahnya, ekspresi Hajime hanya menggambarkan keseriusan hal yang harus dilakukannya.
Tidak lama, tenggorokkan Aiko mulai bergerak dan Air Suci pun mengalir ke tubuhnya, dan perasaan dingin seolah nyawanya dapat pergi kapan saja terhapuskan seperti sebuah api yang membakar intinya dan mulai menjalar. Aiko mengingat sensasi mandi di sumber air panas di tengah dinginnya musim dingin, dan tubuhnya bergetar. Seperti yang diharapkan dari Air Suci. Itu adalah air ajaib yang mencegah tubuh Hajime rusak karena telah memakan daging dan darah demonic beast. Efeknya adalah yang terbaik.
Tidak lama setelahnya, penyaluran dari mulut ke mulut itu selesai dalam sekejap, dan Hajime memisahkan mulutnya dari Aiko. Sebuah benang berwarna silver (Translator :air liur) muncul di antara mereka. Hajime mengamati Aiko. Tujuannya adalah memastikan bahwa ia telah selamat dari saat-saat kritis. Di sisi lain, Aiko masih menatap kosong Hajime seolah matanya tidak fokus.
"Sensei."
"...."
"Sensei."
"...."
"Oi! Sensei!"
"Fue!?"
Hajime memanggil Aiko untuk memastikan kondisinya, tetapi Aiko tetap menatapnya kosong dan tidak bergerak. Hajime pun merasa kesal, jadi dia menampar pipinya dengan pelan dan menaikkan suaranya, lalu Aiko pun mulai sadar dan berbicara dengan suara yang begitu lembut.
"Bagaimana tubuhmu? Apa ada perasaan tidak nyaman?"
"Heh? A, um, itu, aku b-b-baik-baik saja. Tidak ada perasaan tidak nyaman, malahan terasa enak... akh, it-itu salah. Aku tidak bermaksud itu, bukan hal itu yang kumaksud enak, yang kumaksud efek obatnya."
"Begitu. Baguslah."
Hajime menjawab seolah kehilangan kesabarannya, dan menjawab dengan singkat ke Aiko yang mengatakan tidak ada keanehan di tubuhnya, lalu dia pun melepaskan tangannya yang menahan Aiko dan menuju ke Shia.
Meskipun dia terpaku oleh sikap Hajime, Aiko tidak berdiam diri saja dan ia berlari ke arah Shia tanpa ia sadari. Hajime mengambil Air Sucinya yang lain dan menuangkan setengahnya langsung ke luka Shia dan membawa setengah sisanya ke mulut Shia untuk diminumnya. Tubuh yang terluka menimbulkan bunyi 'shuuu~' yang lirih dan pulih secara perlahan, tetapi entah kenapa Shia tidak ingin meminum Air Suci itu dan menggelengkan kepalanya.
"Ha-Hajime-san..."
"Shi, ada ap-..."
"Aku juga... akan lebih baik... guh... jika meminumnya dari mulut ke mulut..."
"K-Kau selalu saja begini..."
Sambil dibasah kuyup oleh keringat yang dikarenakan rasa sakitnya, Shia mengungkapkan keinginannya. Bahkan meskipun aku berguling kesakitan, aku tidak akan meminumnya sampai kau melakukannya!, ia mengatakan permintaannya, dan bahkan Hajime pun heran dengannya. Seperti yang diduga, melakukannya dari mulut ke mulut adalah hal yang tidak diperlukan, jadi dia mengabaikan protes tak bersuara Yue yang akhir-akhir ini baik ke Shia dan mencekoki Shia dengan botol itu.
"Muguh?!... gulp gulp... puhah... Uu~, Hajime-san tidak adil... aku iri ke sensei-san..."
"Hajime...nakal"
"Fue!? Sh-Shia-san kau salah! Itu adalah tindakan penyelamatan! Itu berbeda seperti yang kau inginkan! Bagaimanapun juga aku kan seorang guru."
Aiko menerima tatapan dan ucapan kesal dari Shia dan omelan Yue karena tidak dapat membaca situasi, tetapi Aiko yang wajahnya memerah dengan sengaja membuat alasan, dan Hajime hanya dapat mengeluarkan, "Haa~" sebuah desahan mendalam yang berisi rasa lega dan heran.
Selanjutnya orang-orang di sekitar yang menduga masalah telah selesai mulai membuat keributan lagi karena, orang-orang mungkin teringat keberadaan seseorang menyedihkan yang telah dilupakan. Orang yang berharga menurut Aiko. Jadi Aiko mungkin tidak melukannya dan tidak mengerti apa yang baru saja terjadi.
Hajime memanggil prajurit yang berada paling dekat dengan Shimizu.
"...Kau, apa Shimizu masih hidup?"
Mendengat kalimat itu, semua orang seperti "Ah", dengan ekspresi seperti baru saja mengingatnya dan melihat ke Shimizu yang rubuh. Hanya Aiko yang menunjukkan ekspresi kebingungan dan berkata "Eh? Eh?, sambil melihat sekeliling, dia mungkin baru mengingat situasinya saat Shia menyenggolnya. Dengan ekspresi yang bercampur aduk, ia dengan panik berlari ke arah Shimizu.
"Shimizu-kun! Aa, ini... kau begitu kejam."
Di dada Shimizu terdapat lubang yang mirip seperti yang ada di dada Shia. Pendarahannya cukup kencang dan terdapat kolam darah... mungkin hanya memiliki beberapa menit tersisauntuknya.
"A-Aku tidak ingin mati... tolong... jika seperti ini... tidak... aku tidak dapat mempercayainya..."
Shimizu berbicara ke Aiko yang memegang tangannya di sampingnya, itu adalah percakapan satu arah yang tidak dapat dipahami dengan suara bisikan. Aiko melihat sekeliling untuk meminta bantuan, tetapi mereka semua memalingkan matanya. Dia sudah tidak tertolong lagi. Terlebih, ekspresi tidak ingin menolong terlihat di wajah mereka.
Aiko hanya dapat bergantung pada harapan terakhirnya sambil menoleh ke belakang dan berteriak ke Hajime yang ada di sana.
"Nagumo-kun! Obat yang sebelumnya! Jika ada sekarang~! Tolong!"
Hajime telah menduga apa yang dikatakannya dan bergumam, "Dia benar-benar memintanya...", sambil menghela nafas, dia berjalan ke arah Aiko dan Shimizu. Selanjutnya, dia menanyai Aiko meskipun dia telah mengetahui jawabannya.
"Apa kau benar-benar ingin menolongnya sensei? Dia berusaha untuk membunuhmu sebelumnya, tahu? Kupikir yang kau lakukan sudah melebihi batas tak peduli guru seperti apa kau."
Dia adalah seseorang yang berusaha membunuhnya sebelumnya, tetapi Aiko terus melindunginya hanya karena dia adalah muridnya, berapa banyak orang yang bisa jadi guru sepertinya dalam situasi seperti itu. Ia mungkin sudah mencapai level tidak normal lagi sebagai seorang guru. Aiko mencoba mengartikan pertanyaan Hajime dengan teliti, matanya bergetar untuk sesaat, tapi kemudian ia menjawab dengan tegas.
"Tentu saja, itu mungkin seperti yang kau katakan. Tidak, itu benar-benar seperti yang kau katakan. Akan tetapi, aku hanya ingin menjadi guru yang seperti itu. Aku akan menjadi teman bagi murid-muridku tidak peduli apa yang terjadi. Aku telah bersumpah untuk menjadi guru yang seperti itu. Oleh karena itu, Nagumo-kun..."
Hajime benar-benar merasa sebal sambil menggaruk kepalanya karena jawabannya yang seperti dugaannya, dia pun menghela nafas dalam keengganan karena Aiko-sensei yang seperti itu. Selanjutnya, sesaat dia memandang langit seolah sedang memikirkan tentang sesuatu, dia mengambil nafas panjang sambil berjalan ke arah Shimizu dengan ekspresi tegas.
"Shimizu. Apa kau dapat mendengarku? Aku memiliki sesuatu yang dapat menolongmu."
"!"
"Akan tetapi ada sesuatu yang ingin kutanyakan terlebih dahulu."
"..."
Mendengar kalimat yang dapat menolongnya, Shimizu merespon dengan berhenti bergumam dan matanya yang berkeliaran mentap ke Hajime. Kemudian, Hajime menanyakan sesuatu yang sederhana.
"... Apakah kau... musuh?"
Dalam sekejap Shimizu menggelengkan kepalanya tanpa keraguan. Selanjutnya dia mengembangkan senyum penyangkalan dan mengemis nyawanya.
"A-Aku bukan musuhmu... A-Aku tidak akan melakukan... apapun... Aku akan melakukan apapun yang kau mau... jadi tolonglah aku. A-Aku bahkan akan memberimu tentara... dan bahkan... mencuci otak para wanita... A-Aku bersumpah... A-Aku bersumpah akan setia... Aku akan melakukan apapun... jadi tolong aku..."
Mendengar itu, Hajime pun menjadi tak bereskpresi. Selanjutnya, dapat dilihat dia memandang mata Shimizu dengan tenang untuk membaca niat sebenarnya. Shimizu yang berpikir bahwa dia mencoba membaca hatinya memalingkan wajahnya. Akan tetapi, Hajime telah memastikannya. Terdapat kegelapan dan kejahatan di mata Shimizu lebih dari sebelumnya. Mereka merupakan gumpalan dari kebencian, rasa marah, keirian, keinginanya dan perasaan negatif lainnya, dia seolah sebuah laut dalam yang bahkan cahaya pun tidak dapat menembusnya.
Hajime merasa teryakinkan, bahkan perkataan Aiko pun tidak dapat mencapai hatinya. Oleh karena itu, Shimizu hanya akan menjadi musuh mereka. Dia telah menentukannya. Untuk sesaat, tatapannya bertemu dengan tatapan Aiko. Aiko juga sedang memandang Hajime dan tatapan mereka saling bertemu. Selanjutnya, Aiko dapat menebak apa yang selanjutnya akan Hajime lakukan. Ekspresinya berubah dan dia melompat untuk menghentikan Hajime.
"JANGAN!"
Akan tetapi, Hajime jauh lebih cepat.
DOPANh! DOPANh!
"Kh!?"
Suara dimana hembusan nafas itu direnggut. Tidak diketahui siapa yang bersuara. Satu di kepala dan satu di jantung. Peluru yang dengan tepat menembak Shimizu membuat tubuhnya melompat untuk sesaat dan menghadiahinya dengan sebuah kematiann.
Di tengah suara tembakan, tak ada satupun yang berbicara, dan mereka hanya dapat melihat Hajime yang sedang memandang mayat itu dengan pistol yang berasap di salah satu tangannya, sebuah kejutan. Kesunyian menyelimuti mereka, diantara mereka yang tidak bergerak, terdengar sebuah gumaman.
"Kenapa?"
Itu adalah Aiko. Di keheranan dalam diam itu, ia memerhatikan sisa-sisa dari Shimizu yang telah memulai perjalanannya ke kematian, dan ia menanyakan hal itu.  Hajime memalingkan wajahnya dari Shimizu dan menatap Aiko. Di saat yang sama, pandangan mereka bertemu kembali. Di dalam matanya, kemarahan, kesedihan, ketidak percayaan dan perasaan lainnya saling bermunculan dan menghilang, kemudian mereka muncul dan menghilang kembali.
"Bagaimanapun dia adalah musuh."
Jawaban Hajime terhadap pertanyaan Aiko sangatlah sederhana.
"Itu! Shimizu-kun akan..."
"Memperbaiki diri? Maaf memotong pembicaraanmu, aku tidaklah sebaik itu untuk mempercayainya, bagaimanapun mataku tidaklah buta."
Ketika Hajime menanyai pertanyaan terakhirnya, mata Shimizu mengatakan bahwa dirinya telah terlalu jauh 'terjatuh'. Sebelum mati, dirinya masih terus berusaha untuk membunuh Aiko, Hajime pikir Shimizu dapat sedikit mengubah cara hidupnya seperti saat Hajime hampir 'terjatuh' sebelumnya, ada keberadaan Yue yang dapat menahan dan menjaganya, jadi... dia menanyai Shimizu dengan berpikiran seperti itu. Jika memang seperti itu, dia berpikiran untuk memberikan Shimizu sebuah kesempatan dengan mengikat lehernya seperti sebuah hewan peliharaan dan membiarkan Aiko untuk memeliharanya. Akan tetapi, bahkan sebelum mati pun, mata Shimizu tak sedikitpun menujukkan tanda-tanda itu.
Aiko pun seharusnya merasakan itu. Akan tetapi, Aiko adalah seorang 'guru', bagaimanapun ia tidak dapat menelantarkan muridnya. Ia hanya tidak dapat melakukan itu.
"Makanya, dibandingkan dengan membunuhnya~! Jika kita menahannya di istana kerajaan, dan kembali bersama dengan kita ke jepang, mungkin... ya, masih ada kemungkinan~!"
"...Bahkan meskipun aku mencoba memberikanmu sebuah alasan, aku tahu sensei sama sekali tidak akan setuju. Aku telah membunuh murid sensei yang penting. Itu terserah sensei jika ingin melakukan sesuatu terhadapku."
"...Hal seperti itu."
"Cara hidup yang kesepian. Aku telah memikirkan berbagai macam hal karena ucapan sensei. Akan tetapi, di dunia di mana nyawa seseorang dianggap begitu ringan, aku berpikiran untuk tidak sedikitpun berbelas kasihan pada musuhku... dan aku tidak akan mengubah hal itu. Aku tidak berpikir aku ingin merubah itu. Aku tidak memiliki waktu untuk itu."
"Nagumo-kun..."
"Dari sekarang pun aku akan terus melakukan hal yang sama. Disaat kupikir itu perlu... Kan kutarik pelatukku tidak peduli seberapa banyak itu. Jika kau pikir yang kulakukan itu salah... lakukan saja sesuka sensei... akan tetapi, ingatlah satu hal. Meskipun itu sensei ataupun murid yang lain... aku akan menarik pelatukku jika kau menjadi musuhku..."
Aiko menunduk sambil menggigit bibirnya. Aiko pun mengatakan "Jika kau telah mendengar yang kukatakan. Aku tidak akan menyangkal keputusanmu". Tak ada lagi yang berbicara. Hajime memandang Aiko dan dia pun membalikkan langkahnya dan pergi karena merasa urusannya telah selesai di sini. Yue dan Shia diam-diam mendekat ke arahnya. Sambil menggunakan 'preasure'nya, Hajime memandang ke arah Will, Aiko dan yang lainnya, dan karena ada kemungkinan ancaman lanjutan, mereka pun terpaksa mengikuti Hajime dengan diam.
Para pemimpin kota dan prajurit berniat untuk menahan Hajime dan artifaknya, tetapi karena 'preassure' yang terus dialirkannya dan pertarungan yang seperti monster sebelumnya, mereka membatalkan niatnya.
"Nagumo-kun!... Sensei... sensei..."
Meskipun kalimatnya tidak dilanjutkannya, ia terus memanggil nama Hajime karena harga dirinya sebagai seorang guru. Hajime berhenti sebentar dan berbicara dengan Aiko sambil menoleh ke pundaknya.
"...Pemikiran sensei hanya menjadi khayalan sekarang. Namun, kami bersyukur sensei tetap menjadi guru kami meskipun dunia telah berubah... jika mungkin, tolong jangan menyerah." Selanjutnya, kali ini dia tidak berhenti dan keluar dari kerumunan, dia mengeluarkan kendaraan sihir beroda empatnya dan menjalankannya ketika semuanya telah naik. Selanjutnya, yang tersisa adalah kebisingan para warga di kota yang bersyukur atas keselamatan mereka dan perasaan bahagia yang tidak tergambarkan.