KENANGAN SANG PENYIHIR AGUNG (1)
(Translater : Thory ; Editor : Toro)

Fuyou Aya tidak memiliki seorang ayah.
Orang tuanya berpisah ketika dia masih berada di sekolah dasar dan kemudian dia tumbuh tanpa ayah.
Ibunya bekerja di sebuah perusahaan biasa dan memegang posisi yang biasa pula, karenanya dia sering pulang terlambat. Untuk membesarkan anak perempuan tercintanya, dia bekerja lebih keras dari sebelumnya. Supaya anaknya mendapat sekolah yang bagus, supaya anaknya mendapat pendidikan yang bagus, supaya dia bisa membelikan sesuatu yang bagus untuknya.
Untuk melakukan semua itu, dia tak punya pilihan lain selain bekerja. Sejak pagi buta hingga larut malam. Dan itu tak menyakitkan baginya. Untuk anak perempuan tercintanya, ibu Aya yakin bahwa dia bisa bekerja sekeras mungkin.
Tapi karena terlalu sering melakukannya, Aya harus menghabiskan waktunya sendirian. Ketidak harmonisan antara orang tuanya. Perselisihan setiap hari, kata-kata kasar, dan kenyataan bahwa perselisihan mereka memberi efek yang sangat besar pada hati dan pikiran Aya.
Dia bahkan berhenti berbicara dengan teman-temannya di sekolah. ‘Jika aku berkelahi dg mereka, aku akan kehilangan teman’ . Saat dia mulai berpikiran seperti itu, dia mulai merasakan ketakutan bahkan untuk mencoba memasuki lingkaran pertemanan yang dia pikir bahwa dia bisa membuat mereka marah dengan mengatakn sesuatu yang aneh.
Sederhananya, dia menutup dirinya sendiri.
Ibunya tak menyadarinya karena dia lebih memilih masa depan putrinya daripada kehadirannya. Dan Aya merupakan gadis yg pintar sejak kecil. Pada akhirnya dia berpikir bahwa ‘Jika aku membuat ibu khawatir, aku hanya akan membuat lebih banyak masalah’,,
Dia bertemu teman masa kecilnya Amagi Souichi dan Yayoi dua tahun setelah orang tuanya berpisah ketika mereka pindah ke apartemen disebelah Aya. mereka pindah karena pekerjaan ayahnya.
Suatu hari, Aya pulang ke rumah lebih cepat dari ibunya. Tapi, hari itu dia lupa bahwa kuncinya ada di kamarnya. sembari duduk di depan apartemennya tak bisa masuk, dia bertemu dg Amagi bersaudara.
Anak laki-laki yang dikenal sebagai Amagi Souichi tak banyak meragukn orang-orang. Bisa dibilang bahwa dia orang yang baik tapi dari sudut pandang orang dewasa kepribadiannya bisa dibilang berbahaya. Tempat dimana Aya dan Souichi tinggal merupakan tempat yg aman tapi bukan berarti ada orang berbahaya yang tidak tinggal disana. Kepribadian Souichi cukup berbahaya yang bisa membuatnya dengan mudah terpancing pada godaan permen oleh beberapa orang yang mencurigakan.
Saudara perempuannya Yayoi lebih baik dalam  hal itu. Dari sudut pandang orang tua mereka, mereka merasa mungkin posisi kakak dan adik itu terbalik. Tapi tetap saja, Souichi adalah kakak laki-laki dan Yayoi adalah adik perempuan.
Ketika Yayoi dalam masalah, Souichi akan ada disampingnya,, ketika dia meninginkan sesuatu, sang saudara laki-laki akan selalu bersabar dengannya. Baik itu makanan maupun mainan. Jika Yayoi bisa tersenyum karena Souichi, itu sudah cukup bagi Souichi. Dia senang dengan itu. Aya hanya anak tunggal jadi dia selalu iri dg hubungan mereka berdua. Alasan mengapa dia bisa akrab dengan Amagi bersaudara dengan cepatnya mungkin karena dia melihat Souichi lebih dekat dan bisa memahaminya.
Di hari dia lupa kuncinya, tanpa ragu, dia mengajak Aya ke kamarnya sendiri.
Mereka makan permen bersama, minum jus, bermain game. Dan setelah itu mereka dimarahi oleh orang tuanya, meski dia tetap tak tahu mengapa. Itu karena dia percaya bahwa jika ada orang yang sedang kesulitan dia harus menolong orang itu.
Aya menemukan bahwa kepercayaan alami dari Souichi jadi terlalu menyilaukan. Dia tak punya ayah. Ibunya tak ada di rumah karena bekerja. Ini mungkin tak terhindarkan bahwa dia akrab dengan Amagi besaudara.
Mungkin karena Souichi pemalu dan berhati lembut, Aya berkembang menjadi seorang yg berkepribadian kuat. Tak terasa mereka sampai di tingkat tertinggi sekolah dasar, dia mulai menarik Souichi dan Yayoi kemanapun dia pergi dengannya.
Orangtua Souichi dan Yayoi mendapati hubungan anak-anak mereka adalah sesuatu yg baik. Teman Aya di sekolah bertambah. Setelah itu, Aya jadi lebih cantik dari gadis-gadisseumurannya. Bukan terimut tapi tercantik. Mungkin karena ibunya juga seorang yg cantik, dia pasti mewarisi dalam gennya. Tapi bukan berarti dia mengumpulkan perhatian.
Karena perceraian orangtuanya, Aya jadi lebih sensitif terhadap hubungan manusia yg halus. Menghindari segala yg mungkin akan menimbulkan rasa iri kepadanya, dia hidup dg tetap membuat sekitarnya terkendali. Tanpa sadar dia membuat dirinya dibenci yang lain tapi karenanya juga dia bisa mendapat banyak teman.
Terutama, orang yang membuka hati Aya adalah ayahnya Souichi. Mungkin karena dia tak punya ayah, mungkin saja Aya menganggap ayah souichi sebagai [ayahnya sendiri],,
Tapi, orang yang tak menyukai hubungan itu adalah ibu AyaDia bekerja keras untuk putrinya, mengumpulkan banyak uang untuknya hanya untuk melihat wajah putrinya. Tapi orang yang disenyumi oleh putrinya bukanlah dia tapi tetangganya yang bukanlah siapa-siapa.
Beberapa saat setelah bercerai, dia tak bisa tinggal di sisi putrinya hanya karena ia bekerja demi putrinyaTapi mengira seorang pelajar sekolah dasar untuk mengerti itu salah. Aya memang mengerti di kepalanya tapi perasaannya tak bisa setuju.
Daripada dengan ibunya yang selalu pergi, jelas saja bila dia lebih terbuka pada Amagi bersaudara yg selalu di sisinya.
Tak ada perselisihan, tapi perbincangan mereka berkurang dan waktu yg mereka habiskan bersama jauh berkurang dan waktu yang dia habiskan untuk bekerja bertambah.
Aya sudah menginjak sekolah menengah, ibunya jadi seperti tinggal di tempat kerjanya. dia mulai jarang datang ke apartemennya.
Aya juga jarang berada di ruangannya sendiri dan menghabiskan banyak waktu di samping. karena Yayoi disana, tak ada masalah jika dia tinggal hingga malam.
Menginjak sekolah menengah dia mulai mengakui Souichi sebagai anak laki-laki seumuran. Dia mungkin jadi cinta pertamanya. Atau mungkin dia hanya malu karena sedang dalam masa pubertas. Aya tak yakin sampai sekarang.
Setelah sadar tentang Souichi, matanya mengikutinya dan hatinya berdegup lebih keras ketika dia bicara padanya. Karena rasa malu, jarak diantara mereka tumbuh. Souichi tak begitu peduli dan tetap mendekati Aya dan sering kena marah olehnya.
Ketika dia meminta nasehat kepada orangtuanya, dia hanya mendeklarasikan kesalahannya tapi dia tak paham dan hanya memiringkan kepalanya tak mengerti.
Anak laki-laki Amagi tak dapat mengerti bahwa sekolah dasar dan sekolah menengah itu berbeda. Aya adalah teman masa kecilnya. Seorang teman dekat. Orang yang tak ingin dia rusak hubungan dengannya.
Kenyataannya Aya hanya menambah jaraknya dengan Souichi karenanya, yah, mereka hidup berdampingan. Jaraknya tak lebih dari jarak antara kamar Souichi dengan kamar Yayoi.Sesuatu yang menarik kan.
Yayoi melihat mereka dengan gembira dan agak iri. Dia tak suka bila saudara tersayangnya hanya memberi perhatian kepada Aya tapi dia juga menyayangi Aya.
Hubungan Aya dengan ibunya agak rumit tapi, dia mengisi harinya dengan tenang dan damai.
Itu berakhir pada tahun ketiga sekolah menengah. Di akhir musim semi tapi sebelum musim panas dimulai. Saat berangkat sekolah, dia tiba2 terhantam oleh perasaan yang membuatnya melayang. Tiba-tiba entah dimana kehidupan sehari-harinya berakhir.
.
.
.
Untuk [Penyihir Agung] Fuyou Aya, orang yang disebut sebagai Yamada Renji itu spesial.
Kehidupan tak biasa yg dipanggil ke dunia lain. Dia bisa menanganinya karena dia bersama dengan teman masa kecilnya Souichi dan Yayoi. Jika mereka berdua tak ada, dia tak akan bisa menanganinya.
Keberadaan manusia dan bukan manusia, hidup bersama dengan setengah manusia dan beastmen yang hanya muncul dalam legenda dan cerita, di dunia yg dikelilingi oleh monster.Sebuah dunia yang bukan ilmu pengetahuan tapi sihir dan pedang.
Untuk laki-laki ini adalah situasi yang dapat membuat mereka bersemangat. Termasuk Souichi, ada tujuh laki-laki diantara 13 yang dipanggil. Dia ingat enam dari mereka sangat senang jika tak ada masalah disini.
Tapi saat itu, hanya satu yang sangat realistis. Itulah Yamada Renji. Dia khawatir tentang hal yg realistis seperti bagaimana bertahan di dunia ini, posisi mereka, dan status mereka di dunia ini dan apakah mereka bisa kembali atau tidak.
Aya mengingatnya sampai sekarang.
Kenyataannya dia sangatlah terkejut dan bertanya banyak hal pada sang dewi tentang masa depan mereka. Aya menemukan ke dewasaan padanya.
Dewi, keberadaan yang disebut sebagai Dewi Astrarea oleh manusia.
Dia memberitahu mereka bahwa dia ingin mereka menyelamatkan dunia. Dengan mengalahkan Dewa Iblis yang mencoba menghancurkan dunia ini. Untuk alasan itu, dia bisa memberi mereka kekuatan apapun, ia bisa mengabulkan semua keinginan mereka.
Karena itulah Aya meminta. Karena dia ada di dunia lain, dia ingin menggunakan sihir. Dia membayangkan keajaiban seperti sihir yang hanya muncul di cerita dan legenda. Energi sihir yg tak akan kalah dari siapapun—bahkan dari Dewa Iblis.
Permintannya terkabul dan selama pertarungan dia bisa bertarung sihir satu lawan satu dengan Dewa Iblis sendiri.
Souichi meminta sebuah kekuatan yang tak akan habis dan Yayoi meminta kekuatan untuk menyembuhkan semua luka.
Yang lain juga meminta kekuatan yg mereka inginkan.
Yg terakhir meminta adalah Yamada Renji. Dia meminta [Senjata untuk membunuh dewa].
Bukan untuk menikmati dunia ini tapi kekukatan agar bisa kembali ke dunia mereka sebelumnya. Kekuatan hanya untuk itu.
Dia menerima kekuatan yang menjadikannya tak terkalahkan melawan dewa. Tak hanya dewa iblis, dewa roh, ataupun dewi. Tapi melawan pengikut dewa iblis, utusan dewa roh, dan pendeta dewi,, kekuatan itu mampu bekerja pada pengikut dewa.
Karenanya, dia banyak di benci. Menerima kemarahan mereka. Dan membuat banyak musuh.
Sebuah senjata yg tak berguna melawan monster, tak lebih dari senjata biasa, Ermenhilde.
Dia melindungi dengan senjata itu. Termasuk aya dan yg lain.
Dia selalu bilang mustahil utk menyelamatkan semuanya tapi dia selalu mencoba melindungi semuanya.
Ketika dia tak mampu meindungi sesuatu/seseorang, dia akan selalu menyembunyikan kesedihannya. Di malam hari, di depan api unggun, dia sering meratapinya. Dia takut pada dunia ini dari pada yg lain. Aya menyadarinya setengah thn setelah datang ke dunia ini.
Suatu malam dia terbangun dan melihat renji, yang bertingkah seperti penjaga diwaktu malam seperti biasanya, merasa sendiri. Dia menyimpan Ermenhilde di “Penjara” Yuuko.
Dia orang dewasa, tapi lemah yg berusaha keras dan selalu punya perasaan paling kuat
Itulaah kesan Aya ada Renji. Dan itu tak salah.
Yamada Renji selalu berdiri paling depan. Bersama dengan senjata Ermenhilde yang berwarna hijau giok, dia tetap bertarung di paling depan.
Untuk melindungi penyihir seperti Aya dan yang lain. Untuk melindungi anak-anak seperti Souichi dan yang lain. Dia selalu mencoba agar yang lain tak khawatir. Jadi yang lain bisa tidur dengan tenang, dia selalu mengambil tugas panjaga malam.
Sebelum siapapun tahu, semuanya bergantung kepadanya.
Dia dapat mengingat punggungnya.
Dia jadi bangga, dia menurunkan penjagannya. Dia pikir dia pasti menang. Saat itu, dia hampir mati.
Lawannya Ogre seperti hari ini. Merendahkan kemampuannya, dia pergi terlalu jauh ke depan sambil mencoba membunuhnya.
Tak peduli sekuat apa sihir yang ia gunakan, Aya dan yangg lainnya tetaplah manusia. Mereka mati ketika dibunuh. Meski yayoi bisa menyembuhkan luka, dia tak bisa membawa yang sudah mati kembali hidup.
Ada sihir untuk menghidupkn yang mati tapi ada banyak kendala dan itu merupakan hal tabu.
Makanya, semua selesai ketika kau mati,(TL note : Atheis??) begitu pula dengan pemegang [Cheat] lain yang diberi oleh dewi.
Malam itu dia merasa sangat ketakutan hingga tak bisa tidur. Merasa kesepian, sudah sering dia tak bisa tidur sebelumnya tapi kali ini pertama kainya dia tak bisa tidur karena takut akan kematian.
Karena itulah, dia mengobrol dengan renji malam itu. Renji sudah menyiapkan dirinya sejak di hari pertama datang di dunia ini. Dia selalu gugup. Dia paling paham daripada yang lain bahwa kematian selalu di sisi mereka. Karena itulah dia yang pertama bergerak ketika Aya dalam bahaya.
Ketika Aya berterima kasih padanya, dia ingat bahwa renji tersenyum senang karenanya.
Senyum itu menyilaukan, dan menyenangkan karena ditujukan untuknya, dia mulai bicara lebh banyak dengan Renji setelahnya. Dia mendapat nasehat darinya. Tentang sihir, hubungan manusia, tentang dirinya sendiri.
Aya merasa karena kepribadian Renjilah dia bisa berbicra apaun dengamnya. Kamu menyebutnya bahwa mudah untuk bicara dengannya tapi Renji selalu meliat Aya ketika bicara. Diamungkin memikirkan tentangnya ketika bicara dan mungkin khawatir padanya.
Entah bagaimana mungkin ada persamaan tentang keamanan yang orangtua Souichi berikan kepadanya.
Fuyou Aya tidak punya ayahAwalnya dia mungkin menginginkan perasaan keayahan dari Renji.
.
.
.
(Aya POV)
Bagaimana? Ini tidak aneh, kan?”
“Itu bagus, Aya-chan,, cocok denganmu,, jangan khawatir,,”
Sudah berapa kali aku bertanya itu?
Saat aku mengkonfirmasinya pada Yayoi yang membantuku berpakaian, sebuah suara lelah keluar darinya. Apa aku terlalu khawatir?
Di depan kaca sekali lagi aku mengecek penampilanku.
Ini hanyalah seragam dari Akademi Sihir tapi kukombinasi dan memberi sedikit make up.
Seharusnya normal saja untuk seorang gadis seumuranku tapi utk beberapa alasan aku tak bisa.
Aku belum pernah pakai make up sebelumnya karena tak ada orang yang ingin kuperlihatkan tentang ini.
Meski ini menggangguku bahwYayoi yang lebih muda dariku sudah menggunakannya. Set make up yang dibawa Yayoi ke kamarku yang tak begitu besar rasanya memakan banyak tempat.
“Dengab ini, bahkan renji-oniisan bisa ditundukkan?” (Yayoi)
“...aku ragu. Yup. Tak mungkin terjadi.” (Aya)
Kenapa Renji-san muncul di obrolan ini? Entahlah
Sampai sekarang aku masih tak tahu emosi apa yg kupunya terhadap Renji-san apakah cinta, kagum, atau sayang.
Baik kusuka dia sebagai lelaki, baik ku kagumi sebagai org yang melindungiku berkali-kali atau aku memang menyukainya, aku tak tahu.
Tapi dialah orang pertama yang ingin kuperlihatkan diriku yang memakai make up.
Karena itu, untuk sekarang, tak apa-apa.
“Sungguh? Renji-oniisan kalah dengan wanita itu bukan tidak mungkin lho?”
 Lebih baik itu tak terjadi, ya.”
Benar, Renji-san kalah dg wanita. Kapanpun dia bersama dengan wanita cantik seumurannya atau lebih muda atau lebih tua darinya, dia akan salah tingkah. Rasanya sudah berkali-kaliaku melihatnya seperti itu.
Juga, dia mengajari hal-hal aneh kepada Souichi dan laki-laki lain yang bersama kami. Dia seorang dewasa yang kekanak-kanakan. Hanya karena dia seperti itu, kami selalu bisa tersenyum.
Dia membuat kami tersenyum meski kami sedang kesakitan. Setelah perjalanan berakhir, ketika aku mengingat sebagian perjalanan, aku ingat dia melakukan hal aneh untuk membuat kami tertawa.
Jadi kami tidak gugup, jadi kami tidak mudah lelah, dia selalu membantu kami.
“Juga, untuknya, aku hanyalah seperti adik atau anak perempuan,,,,,Sesuatu seperti itu”(Aya)
Meski dalam diriku, tak jelas Renji-san itu kakak, ayah, atau pria.
Aku tak bisa bicra tentang yang kupikirkan. Aku mendesah.
“Aya-chan, kau sangat tidak dekat dengan Renji-oniisan.”
“Sungguh?”
“Dg kakak, kau sangat dekat dengannya dan cepat bertengkar dengannya.”
Itu karena Souichi seorang idiot. Jika aku tak melakukannnya, dia tak akan menyadari apapun.”
Tidak, dia tak akan sadar sejauh apapun yang kulakukan.
Orang itu sangat bodoh. Bahkan dengan anak perempuan di kelas kami, dia bicara pada mereka seperti teman.
Meski mereka melihatnya sebagai seorang pahlawan, sebagai [The Brave], sebagai seorang pria. Aku punya teman yg penuh dosa. Yah, tugasku utk menyadarkannya
“Tapi itu bagus dengan caranya sendiri”
“Semoga saja... aku harus melewati banyak masalah karenanya. Sebagai teman masa kecilnya.”
Sebenarnya sudah berapa banyak aku terkena masalah karena kebodohannya.... memikirkannya saja sudah membuatku pusingAwalnya dia salah paham dan mencoba memasangkanku dengan Renji-san.
Kenyataan bahwa dia sangat cepat beraksi mungkin point bagus dari dirinya tapi fakta bahwa dia mengambil jalan terpendek untuk menyelesaikannya tak peduli apapun, juga merupakan poin buruk darinya.
“Kita harus ke restoran sekarang atau kita akan terlambat.”(Aya)
“Renji-oniisan juga, kenapa dia harus pergi dan melakukan sesuatu seperti mengurus mayat goblin.”
Aku setuju
Renji-san adalah pahlawan. Untuk dunia, dan untuk diriku juga.
Mengurus mayat goblin adalah pekerjaan petualang baru, menurutku. Dia seharusnya membiarkan mereka melakukannya.
“Tapi kenyatannya dia bekerja keras meski hal kecil... sangat luar biasa”
Tak peduli sebagus apapun jadinya dia, dia tetaplah sama sejak awal
Ketika kami baru saja dipanggil ke dunia ini. Ketika [cheat]nya ternyata lemah dan dia jadi beban tambahan.
Untuk jadi lebih kuat, dia melakukan apa saja yg dia bisa. Kemampuan bertarung, cara mengayunkan pedang, pengetahuan, dia mencoba semuanya.
Awalnya aku tak begtu meyadarinya tapi setelah dipikir lagi, dia memang luar biasa.
Kami semua punya hal yg sangat menonjol tapi Renji-san tak punya. Dia hanya bisa bertarung dengan dewa. Tak berdaya melawan monster. Tapi dia selalu melindungi sesuatu. dia bilang dia bukanlah ahlawan, tapi dialah pahlawan terbaik.
Aku ingin tahu, siapa yg bilang bahwa ‘Pahlawan’ bukanlah kata benda tapi kata kerja. (tl note : Robert Downing Jr. Kayaknya.)
Itu bukanlah gelar, seorang pahlawan adalah tentang semua aksinya.
Seorang pahlawan tidak memanggil dirinya pahlawan, tapi orang lainlah yg melakukannya.
“Kita juga pahlawan, yang disebut Pembunuh Dewa tapi itu hanya gelar.”
Sekarang, kami bersekolah sebagai murid.
Yuuko-san yg dipanggil [Sage], bilang kami masih anak-anak dan membuat kami pergi ke salah satu sekolah.
Tapi Renji-san membuang gelar pahlawannya, membuang pedang pemberian raja, dan hidup sendiri bersama Ermenhilde di tangannya. Dan itu sangat bagus sekali.
Kami memegang gelar pahlawan. Renji-san melanjutkan pergi menyelamatkan orang-orang. Rasanya memang dia banget. Dia mungkin memang mengatakan hal lain tapi pada akhirnya dia membantu juga. Begitulah renji-san.
Diantara kami dan Renji-san, manakah yang [pahlawan] sebenarnya.... kuingin tahu.
“Aya-chan, kau hanya memikirkan hal yg sulit...”
Benarkah?”
Aku puas dg alasan, ‘Renji-oniisan luar biasa’.”
“...yah itu juga yang kupikirkan.
Tapi aku ingin menjelaskannya dengan kata-kata yang lebih baik.
Kau pikir itu benar? Untuk orang yang kau sayang.
Nah sekarang, bisakah kita pergi?”(Aya)
“Sekarang? Bukankah ini terlalu awal?”
“Aku tak mau membuat mereka menunggu.”
“Aya-chan, kau ini tipe yg mengabdikan dirimu untuk orang yang kau suka kan?”
“Benarkah?”
Aku paham maksud Yayoi tapi bila aku memang seperti itu...siapa yang tahu?.
Aku tidak tahu.
Aku tak begitu peduli.
“Itu adalah tipe yang menjerat pria disekitarnya.” (Yayoi)
“...bukankah itu sangat berbeda dengan yang kau katakan sebellumnya?”
Yah, aku tak begitu tau mana yang benar-benar Aya-chan.”
Benarkah? Dia tertawa keras.
Sungguh, dia seperti bermuka dua di hadapan yang lain.
Meski dia memang seperti ini di depan kami, di depan teman-teman sekelas, dia seperti gadis bangsawan muda yang hanya bicara sopan.
“Jika kau tertawa seperti itu, jumlah dari fans [Saint] akan berkurang lho.”
“Aku tak peduli. Aku hanya menyembuhkan mereka yg terluka. Akan melelahkan bila mereka membuat pahatan atau idola tentang.”
“Aku setuju. Sangat melelahkan jika tak punya orang yang bisa bicara terbuka denganmu.”
“Aya-chan enak. Kamu punya kakak di kelasmu. Dikelas, aku...”
Setelah itu kami membicarakan tentang kelas untuk beberapa saat lalu teringat Renji-san dan akhirnya pergi.
Ketika aku bertanya itu, Yayoi membuat wajah kesal
“Akan bagus bila kita bisa mendengar banyak dari Renji-san.”
Ya.”
Seperti sebelumnya, kami bicara banyak dengannya.
Seperti kami mengobrol di depan api unggun itu. Tentang, tentang Renji-san, tentang sekolah, tentang perjalanannya.
Jika kami bicara... aku berharap jika aku bisa sedikit lebih dekat dengannya.
Tapi—
“Aku ingin bicara banyak.”
Org itu pastinya khawatir tentang hari ini, menurutku.
Empat meninggal.
Kami mendengarnya.
Kami bertarung dengan monster. Korban berjatuhan. Ketika bertarung melawan dewa iblis, kami telah meliat banyak orang yang mati. Ratusan orang mati.
Aku tak berpikir kami sudah terbiasa. Faktanya hati kami sakit akan jumlah itu. Tapi, jika kamu terperangkap karenanya, yg mati selanjutnya bisa saja dirimu sendiri. Tubuh kami dan hati kami memahaminya. Meski didepan ada kematian, kami akan menghadapinya. Kami tak punya pilihan. Makanya kami tak mati.
Tapi Renji-san terlalu meratapinya. Seperti saat di depan api unggun. Dia selalu melihat ke bawah.
Karena pria itu meminta untuk melindungi. Tapi tak punya kekuatan untuk melakukannya.
Karenanya, aku harus memberi tahunya.
Apa yang dia lindungi hari ini.
Apa yang dia lindungi lagi.
Terima kasih banyak
Meski kau tak bisa melindungi mereka berempat, kau melindungi lebih banyak.