REKAN SEPERJALANAN
(Translater : Zerard ; Editor : Hamdi)

Tiga hari telah berlalu dengan sekejap mata.
Di bawah naungan bintang-bintang dan dua bulan, di sebuah lahan yang seperti tidak berujung, lima petualang duduk melingkar. Sebuah asap yang tipis dan panjang mengambang ke udara dari sebuah api unggun mereka. Jauh di belakang mereka, di selimuti oleh kegelapan terdapat sebuah hutan dimana para elf tinggal..
“Ngomong-ngomong, kenapa kalian semua menjadi petualang?”
“Untuk mencari makanan yang enak tentunya! Kalau kamu gimana telinga panjang?”
“Sudah pasti kamu pikirannya makanan melulu. Aku... aku pingin menjelajah dunia luar.”
“Sedangkan saya, saya berusaha meningkatkan derajat saya dengan membasmi para pembangkang agama, agar saya dapat menjadi naga.”
“Apa?”
“Saya berusaha meningkatkan derajat saya dengan membasmi para pembangkang agama, agar saya dapat menjadi naga.”
“Uh...oke, aku bisa mengerti itu. Aku rasa aku juga beragama.”
“Aku ingin membasmi......”
“Yeah, aku rasa aku tau apa yang kamu mau bilang. Terima kasih.”
“Jangan potong pembicaraannya telinga panjang!” Dwarf menegurnya seraya dia menjahit rumput kering menjadi satu.
Apinya tidak begitu besar. Elf membenci api dan dia memasang penangkal di sekeliling api, untuk menjaga api agar tidak tersebar. Walaupun mereka berada jauh dengan hutan di belakang mereka, bara api mereka masih cukup terlihat.
Priestess dan lizardman sedang menyiapkan ini, makan malam terakhir mereka sebelum mencapai sarang goblin.
“Mmm... ini enak banget! Apa ini?” Daging yang terpanggang secara merata, di taburi dengan berbagai macam rempah di sate di atas api. Dwarf merasa kegirangan, aroma daging yang harum dan renyah, dan dia mengambil dua sampai tiga tusuk sate.
“Saya senang jika anda menyukainya.” Lizardman menjawab pujian dari dwarf dengan senyum di wajah lizardman, yang menunjukkan taringnya yang panjang. “Ini adalah daging makhluk rawa yang telah di keringkan, rempah-rempah yang di gunakan adalah rempah yang tidak dapat di temukan di daerah sekitar sini, oleh karena itu akan terasa lezat di lidah anda.”
“Inilah kenapa nggak ada yang suka dengan dwarf, mereka rakus dan karnivora pula.” Elf mengejek.
“Bah! Gadis kecil kayak kamu mana tau kelezatan daging seperti ini, aku minta satu lagi!”
“Ick...”
Dwarf menjilat bersih sisa-sisa daging yang ada di jarinya, dan mengigit penuh sate daging yang ada di tangannya. Elf mendengus melihat dwarf makan dengan rakus sesuatu yang tidak bisa dia makan.
“Um, apa kamu mau sup? Supnya nggak seberapa sih, karena hanya di masak memakai api unggun ini, tapi....”
“Yes, pliss!”
Priestess membuat sup dengan kacang kering dengan gerakan lengan yang terlatih. Elf tidak makan daging, jadi mendengar tawaran bahwa dia bisa memakan sesuatu, membuat telinganya naik turun kegirangan.
Satu mangkuk penuh sup yang di terima elf dari priestess, memiliki rasa yang ringan yang sangat lezat.
“Hmm, aku punya sesuatu untukmu...” Elf mengeluarkan sebuah wafer roti yang kecil dan tipis di bungkus oleh daun dari tasnya dan dia memotongnya menjadi bagian -bagian kecil. Aroma manis yang sedikit tercium. Tapi wafer ini tidak mengandung buah maupun gula.
“Ini... ini bukan roti kering kan? Dan ini juga bukan biskuit....”
“Ini adalah makanan siap saji yang di buat elf, sebenarnya kami tidak boleh membagi ini dengan orang lain, tapi hari ini pengecualian.”
“Ini enak banget!” Priestess berkata di saat dia mengigit wafer tersebut, yang kelezatannya membuat dia memujinya.
Sebuah kejutan kecil tersembunyi di dalam makanan itu. Bagian luarnya yang renyah menyembunyikan sebuah krim yang lembut di dalamnya.
“Oh? Syukurlah.” Elf berkata seperti tidak tertarik. Tapi dari caranya yang menutup sedikit matanya, membuat dia terlihat senang.
“Hrm! Berhubung si elf sedang pamer, aku nggak bisa membiarkan seorang dwarf diam begitu saja tanpa sesuatu yang bisa di berikan kan?” Dengan itu, dwarf mengeluarkan sebuah botol besar yang tertutup rapat. Terdengar suara cairan dari dalam botol itu. Di saat dia membuka tutupnya dan menuangkannya di dalam gelas, aroma alkohol dapat tercium di sekitar kemah mereka.
“Heh-heh, ucapkan halo pada produk khas kami, yang di buat di dalam gudang bawah tanah kami—Fire Wine!”
“Fire...Wine?” Elf melirik dengan penasaran ke arah gelas yang di sodorkan dwarf.
“Satu-satunya! Pastinya ini bukan pertama kalinya kamu minum kan telinga panjang?”
“Te-tentu saja nggak penghuni gua!” Elf berkata sambil menarik gelas yang di tawarkan kepadanya.
Terlihat wajahnya yang ragu ketika dia melihat gelas yang tampak biasa itu. “Ini jernih, bukannya wine itu di buat dari anggur? Aku pernah minum sebelumnya tau, aku nggak semuda gitu juga kali. ”Dia mendorong kepalanya kebelakang meminum fire wine itu dengan sekali teguk.
Yang di ikuti dengan batuk yang tidak terkendali, yang di sebabkan oleh sensasi kering yang tajam dari minuman itu.
“Ka-kamu nggak apa-apa? I-ini minum a-air!” Priestess dengan cepat menawarkan segelas air kepada elf yang terbatuk-batuk.
“Ha-ha-ha-ha-ha! Mungkin sedikit berlebihan untuk bocah kecil kayak kamu!”
“Tolong jangan terlalu banyak, ranger yang mabuk akan kurang bermanfaat bagi kita.”
“Aku tau itu scaly! Aku nggak akan kasih dia banyak-banyak.”
Dwarf tertawa terbahak-bahak melihat para wanita, sedangkan lizardman mendesis menyesal
“Beard cutter! Mau minum?”
Goblin slayer tidak menjawab, dan langsung mengambil gelas yang di tawarkan dan meminumnya dengan sigap.
Dia tidak mengucapkan sepatah katapun selama makan malam, hanya memasukkan makanannya ke dalam helmnya. Kemudian setelah itu, dia di sibukkan dengan pekerjaannya. Dia mengelap pedangnya, perisai, dan pisaunya. Memeriksa ketajaman pedangnya, dan memasukkannya kembali ke sarungnya. Dia meminyaki armor kulit dan baju besinya.
“Hrmm....” Elf mengeluarkan suara lemas ketika melihat pekerjaan goblin slayer. Wajahnya merah semerah tomat.
“....Apa?”
“Kamu bahkan nggak melepas helmmu di saat makan. Kamu ini kenapa sih?”
“Jika aku terpukul di kepala dengan serangan tiba-tiba, aku akan kehilangan kesadaran.”
“...Dan loe cume mangan, mangan, makan. Nape loe nggak macak cecuatu buat kite?” Elf mengucapkan kalimat yang sulit di cerna, kata-katanya menjadi tidak jelas. Dia menunjuk sebuah batu besar yang berada di samping goblin slayer.
Goblin slayer tidak menjawab pertanyaan elf yang mabuk itu, bahkan setelah elf melototinya dan mengeluarkan suara “Hrrmmm..” lagi.
“Ohh.” Dwarf berbisik. “Matanya elf mabuk....”
Melihat kejadian ini, priestess memerhatikan goblin slayer.
Dia berpikir. Priestess masihlah tidak dapat melihat wajahnya, tapi setidaknya dia tau itu.
Setelah beberapa saat, goblin slayer mengeluarkan sesuatu dari tasnya dengan sedikit merasa jengkel.
Dia mengeluarkan sebuah keju bulat kering.
“Apa ini cukup?”
Oh-ho. Lizardman menjilat ujung hidungnya dengan lidahnya. Dia menjulurkan lehernya memerhatikan keju tersebut seakan-akan dia tidak pernah melihat keju sebelumnya.
“Makanan jenis apa ini?”
“Ini keju, di buat dengan adukan susu sapi atau domba.”
“Kamu bercanda scaly?” Dwarf berkata. “Belum pernah liat keju sebelumnya?”
“Saya tidak berbohong, ini benar-benar baru untuk saya.”
“Apa lizardman nggak memelihara ternak?” Priestess bertanya. Dan lizardman mengangguk.
“Masyarakat kami, memburu para hewan, kami tidak memelihara mereka.”
“Kacih kecini, biar gue potong.” Elf mengambil keju itu dari goblin slayer, dan memotongnya menjadi lima bagian dengan sekejap mata, menggunakan pisau yang di asahnya dengan sebuah batu.
“Aku yakin jika di panggang akan terasa enak sekali, hmm.. mana stik kayu yang bagus ya?”
Mendengar saran dari dwarf, priestess berkata. “Aku ada tusuk sate kalau kamu mau.” Dia mengeluarkan beberapa tongkat besi dari tasnya.
“Ah, bocah, kamu tau betul persiapan yang di butuhkan untuk perjalanan! Nggak seperti seseorang yang aku kenal.”
“Kalau kamu mau mengejek seseorang, langsung saja bilang.” Kemarahan sepertinya sudah menyadarkan elf dari rasa mabuk.
“Kenapa kamu nggak tanya sama hatimu?” Dwarf tertawa kecil, membelai jenggotnya. “Dasar hati sedatar papan.” Kemudian dia berkata. “Kalau begitu biar aku saja yang tangani, api adalah keahlian bangsaku!” Dan dia menusukkan keju itu dengan tusuk sate dan meletakknya di atas api, dia memanggangnya dengan gerakan yang cepat dan tepat, layaknya seorang wizard membaca mantra. Aroma yang manis bercampur dengan asap yang mengambang.
Dan akhirnya, keju mulai meleleh. Dwarf membagi sate keju itu ke masing-masing rekan petualangnya. Dan masing-masing dari mereka memakannya.
“Ini manis, kayak madu!”
Lizard priest berteriak girang, dan membenturkan ekornya ke tanah. “Benar-benar semanis madu!”
“Senang mendengar keju pertamamu nggak mengecewakan.” Dwarf berkata sambil memakan bagian kejunya dan di basuh dengan tegukkan fire wine “Ahhh, fire wine dan keju, kombinasi yang luar biasa!”
Dia mengelap wine yang mengalir di jenggotnya, dan menunjukkan ekspresi yang puas. Elf mengkerutkan dahinya. Sepertinya sudah kembali ke dirinya yang biasa yang tidak mabuk lagi. Dia mengigit sedikit bagian kejunya.
“Hmm. sedikit asam, tapi... manis.” Katanya “Seperti pisang.”  Telinganya bergerak naik dan turun.
“Apa ini dari kebun itu?” Priestess bertanya dengan senyumnya yang cerah, menghabiskan setengah bagian kejunya.
“Iya.”
“Ini enak banget!”
“Benarkah?”
Goblin slayer mengangguk dan dengan tenang memasukkan kejunya ke dalam mulutnya. Dia mengunyah, menelan, dan meminum segelas fire wine, kemudian menarik tasnya lebih dekat. Besok mereka akan menyerang sarang goblin, dia harus memeriksa ulang perlengkapannya.

Tasnya penuh akan bermacam botol, tali, rantai dan berbagai macam yang tidak di ketahui. Elf yang rasa mabuknya telah di hilangkan oleh rasa manis dari keju itu, melihat isi tas goblin slayer dengan rasa penasaran.
Goblin slayer sedang memeriksa sebuah gulungan yang di ikat erat dengan cara khusus. Elf mengintip goblin slayer yang memeriksa ikatan talinya, dan memasukkannya kembali ke dalam tas.
“Jangan sentuh itu.” Kata goblin slayer datar. Elf dengan cepat menarik tangannya kembali. “itu berbahaya.”
“A-aku nggak akan menyentuhnya, aku Cuma mau lihat kok.”
“Jangan di lihat, itu juga berbahaya.”
Elf menjulurkan lidah mengejek goblin slayer, namun goblin slayer tidak merasa terganggu oleh itu.
Tidak menerima jawaban tidak, elf kembali mengintip gulungan itu dari ujung matanya. “Apa itu magic scroll?” Dia bertanya. “Aku belum pernah liat sebelumnya.”
Mendengar perkataannya, tidak hanya priestess, dwarf dan lizardman pun melirik isi tas itu.
Magic scroll. Adalah sebuah benda yang dapat di temukan di dalam reruntuhan kuno, walaupun sangatlah langka. Lepas gulungan itu, maka seorang bayi pun dapat menggunakan sihir yang tertulis di dalam gulungan itu. Pengetahuan tentang cara membuat scroll tersebut sudah hilang di telan waktu, bahkan high elf yang paling tua pun tidak mengetahuinya. Magic item sangatlah langka, tapi scroll adalah yang paling langka.
Tapi walaupun dengan semua itu, benda ini kurang cocok untuk para petualang. Terdapat banyak variasi mantra yang dapat tertulis di gulungan itu, dari yang paling berguna hingga yang tidak berguna. Dan mereka hanya dapat menggunakannya satu kali saja. oleh karena itu banyak petualang yang menjualnya –untuk harga yang cukup mahal—kepada peneliti atau para kolektor. Seorang wizard sudah sangat cukup untuk mereka. Mereka lebih membutuhkan uang dari pada scroll.
Goblin slayer adalah salah satu dari beberapa petualang yang menyimpan scrollnya. Bahkan priestess tidak mengetahui bahwa dia memilikinya.
“Oke, oke. Aku nggak akan sentuh, aku juga nggak akan liat, tapi paling nggak kamu bisa kasih tau mantra apa yang tertulis disitu.”
“Nggak.” Dia bahkan tidak melihat elf saat menjawabnya. “Jika kamu tertangkap dan memberi tau para goblin, terus bagaimana? Kamu akan tau saat aku akan menggunakannya.”
“....Kamu ini nggak suka aku ya?”
“Nggak juga.”
“Apa itu bisa diartikan sebagai kamu nggak peduli?”
“Aku nggak punya maksud yang lebih dari apa yang aku ucapkan.”
Elf mengeratkan giginya, dan telinganya berkibas marah.
“Nyerah aja telinga panjang, dia lebih keras kepala dari aku.” Dwarf tertawa dengan senang. “Dia memang beard cutter!”
“Maksudmu orcbolg.”
“Aku goblin slayer” Dia bergumam.
Elf mengkerutkan dahinya mendengar ini, sedangkan dwarf membelai jenggotnya terhibur.
“Um, maaf.” Priestess menyela. “Apa sih arti dari orcbolg itu?”
“Itu adalah nama pedang yang ada dalam legenda kami.” Elf menjawab, dia mengacungkan jarinya dengan bangga, layaknya seorang guru yang mengajari muridnya. “Itu adalah pedang pembasmi goblin yang akan bercahaya biru jika orc—goblin—ada di dekatnya.”
“Walaupun dia bilang begitu, bangsa dwarf lah yang menempa pedang itu.” Dwarf shaman memotong kalimat elf.
Elf mendengus, “Dan menamaimya ‘Beard Cutter’ nama yang jelek banget. Dwarf memang ahli dalam menciptakan sesuatu, tapi payah dalam hal lainnya.”
“Jadi dengan kata lain, kamu telinga panjang mengakui bahwa para elf tidaklah seahli kami para dwarf dalam menciptakan sesuatu!” Dwarf tertawa terbahak-bahak. Elf mengembungkan pipinya cemberut.
Lizardman memutar matanya kebelakang, seolah-olah tidak mempercayai apa yang sudah dia saksikan, dan bertukar pandangan dengan priestess. Priestess akhirnya mulai menyadari bahwa ini adalah cara mereka bercanda.
Dia menjadi menghargai perdebatan sehat antar teman, layaknya elf dan dwarf ini yang bertemu dengan priestess untuk pertama kalinya. Priestess sadar bahwa dia tidak bisa mempercayai rekan partynya jika dia tidak mengenal mereka dengan baik. Oleh karena itu, dia berusaha untuk berbicara dengan mereka, dan tanpa di sadari mereka dengan cepat menjadi teman baik.
Kepercayaan leluhur para lizardman tidak berbenturan dengan ajaran ibunda bumi yang penuh kasih sayang. Dan ada gadis lain dalam party priestess yang seumuran dengannya—atau paling tidak terlihat seperti itu. Dan membuatnya sedikit lebih nyaman.
Untuk goblin slayer sendiri, sepertinya tidak membenci atau menyukai mereka. Tapi sepertinya dwarf menyukai sikapnya yang seperti itu. Apapun yang di lakukan goblin slayer yang membuat jengkel elf, dia berusaha menirunya.
Party kecil aneh ini bertemu dengan cara yang tidak terduga. Akan tetapi, entah bagaimana mereka sangat akrab satu dengan yang lain.
Priestess merasakan kehangatan yang tidak biasa menyebar di dalam hatinya...
“Hey, mau berpetualang bersama kami?”
Yang bukan berarti tidak ada sesuatu yang menusuk hatinya...
“Oh ya, ada satu hal yang saya pikirkan.” Lizardman berkata, ekornya bergoyang, mulutnya terbuka. Api unggun berdansa. Sebelumnya dia melanjutkan pertanyaannya, dia membuat sebuah gerakan aneh pada telapak tangannya. Yang kata dia adalah ucapan terima kasih atas makanan yang di terimanya.
“Dari mana menurut anda goblin muncul? Leluhur saya mengatakan bahwa mereka datang dari kerajaan di bawah tanah....”
“Aku—dwarf sendawa—dengar mereka adalah rhea atau elf yang telah gugur.”
“Prasangka macam apa itu!” High elf melotot kepada dwarf. “Aku di ajari bahwa goblin berasal dari dwarf yang terlalu terobsesi dengan emas.”
“Prasangka memang!” Dwarf melihat elf dengan penuh kemenangan, dan elf menggeleng kepalanya kecil.
“Sudah, sudah. Bukankah priest kita mengatakan bahwa mereka datang dari bawah tanah? Dan bukankah itu tempat dimana dwarf tinggal?”
“Grrr...!” Dwarf hanya bisa mengeratkan giginya, elf tersenyum puas. Sedangkan lizardman menjilat ujung hidungnya dengan lidahnya.
“Seperti yang saya bilang berasal dari bawah bumi, tapi bukanlah dwarf maupun elf. Dongeng seperti apa yang manusia ceritakan, priestess?”
“Oh, umm...” Priestess sedang mengumpulkan masing-masing piring dan mengelapnya bersih. Dia mengesampingkan pekerjaannya dan duduk lurus dengan tangan di lutut dan punggung yang lurus. “Kami punya cerita bahwa jika seseorang gagal, goblin akan muncul.”
“Apa?!” elf tertawa kecil.
Priestess mengangguk dengan senyum. “ Itu hanyalah ajaran untuk anak kecil, jika kamu nggak melakukan hal ini atau itu, nanti goblin akan mendatangimu!”
“Itu terdengar seperti berita buruk!” Dwarf berkata. “Kalau memang seperti itu, telinga panjang bisa membentuk pasukan goblinnya sendiri!”
“Hey!” Telinga elf menegang lurus kebelakang. “Jahat banget sih, liat aja besok. Panahku nggak akan meleset dari target.”
“Oh aku yakin panah itu akan mengenai sesuatu oke—aku takut panah itu mengenaiku tepat dari belakangku!”
“Baiklah, dwarf kecil di persilahkan sembunyi di belakangku.”
“Pastinya dong! Kamu ranger kan? Sedikit pengintaian akan sangat membantu kita semua.” Dwarf berkata, dengan membelai jenggotnya dan tersenyum menyeringai.
Elf mengangkat tangannya dan seperti akan menjawab, namun satu suara menghentikan perdebatan mereka. “Aku....”
Tentu saja perhatian grup itu mengarah pada asal suara itu.
“Aku dengar mereka datang dari bulan.” Goblin slayer berkata.
“Dari bulan? Apa anda bermaksud salah satu dari dua bulan yang ada di langit?” lizardman bertanya.
“Ya.” Goblin slayer mengangguk. “bulan yang hijau, batu hijau, monster hijau.”
“Hmm, nggak pernah terpikir olehku mereka berasal dari atas kepalaku.” Dwarf berkata dengan penuh pikiran.
Dengan penuh penasaran, elf bertanya. “Jadi, bintang jatuh itu goblin yang turun ke sini?”
“Nggak tau, tapi nggak ada rumput, atau pohon, atau air di bulan. Hanya batu. Itu adalah tempat yang sangat sepi,” dia berkata. “Mereka nggak suka disana, mereka ingin tempat yang lebih baik. mereka iri dengan kita, karena itu mereka turun kemari.”
“Kemari?”
“Ya.” Dia mengangguk. “Jadi ketika kamu penuh rasa iri, kamu menjadi goblin.”
“Aku mengerti.” Elf berkata dengan penuh kekecawaan. “Itu hanyalah cerita untuk mengajarkan anak kecil sopan santun seperti yang lainnya.”
“Um, siapa yang menceritakan itu padamu?” Priestess bertanya dengan sedikit mencondongkan tubuhnya. Goblin slayer selalu realistis dan rasional. Ini bukanlah seperti dia.
“Kakak perempuanku.”
“Oh, jadi kamu punya kakak perempuan?”
Dia mengangguk. “Dulu.”
Priestess tertawa kecil, jika membayangkan petualang yang pengalaman ini di marahi oleh kakak perempuannya, terlihat begitu lucu.
“Jadi,” elf meneruskan. “Kamu percaya goblin datang dari bulan?”
Goblin slayer mengangguk.
“Yang aku tau,” Dia menatap dua bulan yang ada di langit. “Kakak ku nggak pernah salah dalam hal apapun.”
Dengan itu, dia terdiam.  Dengan telinga panjangnya, elf mendengar desahan kecil.
Secara perlahan dia mendekatkan wajahnya ke helm goblin slayer. Dia masih tidak bisa melihat ekspresi wajahnya. Sebuah senyum nakal menyebar di wajah elf.
“Pfft, dia tertidur!”
“Oh-ho, fire wine mulai bereaksi padanya ya?” Dwarf baru saja menghabiskan tetesan terakhir dari gelasnya.
“Zalau di pikir, dia sudah banyak melalui hal-hal seperti itu.”
Priestess mengeluarkan sebuah selimut dari tasnya dan dengan hati-hati menyelimuti goblin slayer. Secara perlahan dia menyentuh armor kulit pada dadanya. Priestess sangatlah lelah, tapi goblin slayerpun juga butuh istirahat.
“Mari kita beristirahat juga.” Lizardman berkata dengan sungguh-sungguh. “Dan mari kita tentukan urutan berjaga, sebuah tidur yang nyenyak adalah senjata untuk kita.”
Priestess, elf dan dwarf secara sukarela menawarkan diri untuk berjaga bergantian.
Ketika dia masuk ke dalam selimutnya, dia mencuri pandang mengarah goblin slayer. “Hmmm,” dia bergumam pada dirinya sendiri. “Mereka bilang binatang liar nggak pernah tidur di dekat teman binatangnya yang nggak dia percaya....” Dia merasakan sedikit rasa kesenangan mengetahui hal ini, yang sudah menghapuskan rasa jengkelnya.