JARAK DI ANTARANYA
(PART 3)

Setelah itu Sorata dan Mashiro dengan buru buru kembali ke Sakurasou. Dengan bergantian menggunakan bis dan kereta sekitar 2 jam………..tentu rasanya sangat tidak nyaman karna sesaat yang tadi masih bermain dipantai, tapi protes tidak ada gunanya.
Tanpa istirahat sedikitpun langsung mengganti pakaian menjadi seragam, setelah membuat Mashiro mengingat jawaban untuk ulangan,  mereka pun segera menuju ke sekolah.
Sampai di sekolah pada pukul 2.30.
Setelah meminta maaf pada guru yang bersangkutan, Sorata berdiri disamping Mashiro yang sedang mengerjakan remedialnya itu.
Disaat Mashiro sedang mengerjakan remedialnya, Sorata mengantuk dan tertidur dikelas. Setelah menutup matanya, dirinya pun langsung tertidur.
Dibangunkan oleh Mashiro yang sudah selesai remedial itu, dan sekitarnya sangat gelap.
Sambil melihat ke Mashiro yang menunjukkan nilai 100 dengan bangga
“Kalau begitu, ayo pulang.”
Setelah itu, mereka  meninggalkan sekolah bersama-sama.
Sempat menguap beberapa kali pada perjalanan kembali ke Sakurasou.
Entah apa Mashiro sudah tidak lelah lagi karena sudah tidur dikereta, jadi sekarang dia terlihat bersemangat.
“Lain kali jangan lupa dengan remedial ya.”
Bagi Sorata hari ini rasanya seperti hukuman baginya, ia ingin protes tapi tidak bisa. Kalau saja dirinya ingat ada remedial pasti mereka tidak akan pergi ke pantai.
“Aku ingat.”
“…………Mashiro-san. Tadi, apa yang kau katakan?”
“Aku ingat.”
“Kalau kau ingat kenapa tidak beritahu aku!?”
“Ingin pergi ke pantai.”
“Suka dengan laut?”
“Ingin pergi ke pantai bersama Sorata?”
“………be-begitukah?”
Diberitahu begitu rasanya tidak buruk juga. Atau jujur saja, rasanya sangat senang.
Dengan mempertahanakan suasana yang manis, Sorata dan Mashiro kembali ke Sakurasou.
Sudah malam jam 7.
“Aku pulang~”
Harusnya Chihiro masih belum tidur,  sambil membuka pintu.
“………..are?”
Tapi, entah kenapa didalam rungan ini tampak sangat gelap. Diluar tidak terasa karna masih ada lampu, tapi setelah masuk ke dalam baru sadar didalam Sakurasou gelap.
Tidak hanya itu, bahkan kamar Chihiro dan ruang makan juga gelap.
“Sensei? Kami sudah pulang loh?”
Melepaskan sepatunya dan membuka lampu koridor.
“………….”
Tidak ada balasan, juga tidak terdengar suara lain.
“Jangan-jangan pergi beli bir?”
“Chihiro, onsen.”
Setelah mendengar itu Sorata menjadi ragu.
“Huh?”
“Pergi ke onsen bersama Koharu.”
Mashiro mengambil surat yang ada diatas rak sepatu itu dan memberikannya pada Sorata.
--"Aku dan Koharu akan pergi ke onsen yang ada di Atami dan menginap semalam, soal kunci pintu dan jendela kuserahkan padamu." Sengoku Chihiro.--
Tulisan dan pesan santai seperti ini, tak diragukan ini adalah surat yang ditulis Chihiro.
“Yang benar, orang itu……….tolonglah.”
Sorata merasa kesal.
“Kalau begitu, malam ini hanya ada aku dan Mashiro.”
Kalimat ini dengan tidak sadar keluar dari mulut Sorata.
“………”
“……….”
Tapi, kalimat ini juga membuat Sorata menyadari sesuatu yang sangat penting.
Baik Ryuunosuke, Iori, Kanna, Rita, maupun Misaki yang merupakan tetangga, mereka hari ini tidak ada disini semua, semua pada di vila yang ada di pantai. Sekarang mungkin mereka sedang mengadakan pesta penyambutan Rita, dan makan sup panas, pasti begitu.
Sup panas seperti apa itu? Sorata ingin memakannya.
Tidak, terserah mau seperti apa sup panas itu. Sekarang ada yang lebih penting dari semua itu……..
Dan sialnya, bahkan guru pengawas mereka pergi………dengan kata lain……..
“Malam ini Cuma berdua ya.”
“………ya, begitulah.”
Walaupun ingin pura pura seolah tidak terjadi apa apa, tapi suara Sorata itu terdengar panik.
“Ga-ganti baju, i-itu, a-ayo makan. Baik, ayo makan!”
Sorata bahkan tidak berani melihat ke wajah Mashiro, dan segera masuk ke dalam kamar no.101.
Dengan cepat mengunci pintunya. Lalu padahal tahu situasi tidak akan berubah begitu saja.
“Hanya berdua……..yang benar saja.”
Sorata terus berbisik bisik sendiri, walaupun kucing kucingnya seperti sedang memanggil Sorata, tapi Sorata tidak ada waktu untuk itu.
Pertama tama panaskan air untuk mandi, lalu bersiap siap membuat makan malam, setelah sektiar 30 menit, Sorata dan Mashiro mulai makan malam.
Tentu, hanya berdua.
Sama sekali tidak ada percakapan.
"Sorata, berikan aku kecap.”
“Oh, oh.”
Yang Sorata dengar hanya itu. pokoknya, Sorata mulai memfokuskan diri untuk menghabiskan sayur yang ada didepannya.
Sorata ingin sekali segera kembali ke kamar.
Setelah selesai makan, Sorata dan Mashiro dengan bergantian mandi, untuk menghilangkan rasa lelah mereka selama sehari ini.
Setelah itu, untuk mempersiapkan remedial besok, Sorata menyuruh Mashiro belajar dikamar. Tidak ada yang perlu dibantu Sorata, dengan melihat sekali saja Mashiro langsung menghafalnya. Walaupun tidak tahu cara kerja otaknya, tapi, rasanya iri sekali.
Dan sekarang sudah selesai belajar, yang tersisa hanya tidur.
“Ah, supaya besok tidak telat, sebaiknya tidur lebih awal.”
Suaranya terdengar sangat gelisah. Walaupun Sorata mati matian untuk mempertahankan ketenangan, tapi rasanya tidak ada agunanya. Pandangannya mulai melihat ke arah Mashiro yang duduk didepan meja itu dan piyamanya yang sedikit terbuka.
Semakin sadar kalau dirinya melihat ke arah itu, Sorata pun mengalihkan pandangannya. Tapi, godaan wangi Mashiro yang baru selesai mandi itu sangat dahsyat. Sorata rasanya tidak bisa bertahan akan itu.
Lalu, rasanya ada sebuah tombol didalam otaknya aktif.
“Hoi, hoi, kembalilah ke kamarmu dan tidur.
“………..hn.”
Mashiro pun berdiri dengan perlahan, dan langsung berjalan ke arah pintu kamar, namun ia membalikkan badannya lagi setela samapai di depan pintu kamar.
“Sorata.”
“A-apa?”
“Selamat malam.”
“Oh, oh, malam.”
Mashiro pun berjalan keluar dari kamar. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang naik ke lantai 2.
Setelah tidak mendengar suara langkah kaki lagi, Sorata akhirnya bisa tenang, dan baring diatas kasur.
“Bahaya sekali……….”
Kalau biarkan Mashiro bersantai dikamar ini, akal sehat Sorata pasti akan hilang.
Tapi, sangat disayangkan bukan berarti sekarang sudah aman. Tubuhnya yang bersemangat itu sepertinya belum tenang.
Biarpun Mashiro sudah naik, tapi Sorata terus memikrikan bayangan Mashiro, apalagi terus memikirkan Mashiro yang menggunakan pakaian renangnya itu.
“Ini bahaya.”
Malam ini hanya ada mereka berdua.
Berduaan di Sakurasou.
Hanya ada Sorata dan Mashiro berduaan.
Sorata menelan ludahnya.
---Kalau ada kesempatan untuk berduaan, apa Sorata akan berubah menjadi serigala?
Saat mengobrol dengan Rita, Sorata sama sekali tidak menyangka akan ada situasi seperti ini. Tapi, sekarang ia mengalaminya.
Kesempatan yang tidak akan datang ke dua kalinya………
“Tidak, tunggu, apaan, kesempatan apaan.”
Pikirannya sudah kacau. Sorata terus menabrakkan kepalanya ke bantal.
Rasanya tidak boleh membiarkan pikirannya kacau seperti ini.
Sorata yang berpikir begitu mengeluarkan ponselnya dan menelepon Jin.
Setelah berbunyi 3 kali, akhirnya terdengar suara Jin.
“Ada apa?”
“Ah, tidak, itu………”
Setelah diangkat Jin, Sorata merasa seperti tidak bisa mengatakan apapun.
“Ada apa?, yang jelas sedikit.”
“Itu, sekarang, sibuk?”
“Tidak, jadi, ada apa?”
“Itu…….ba-bagaimana ya bilangnya.”
“Kalau tidak ada apa apa langsung kututup telepon ini loh, Sorata.”
“Ah! A-ada!”
“Kalau begitu, apa yang terjadi?”
“………….”
Sorata tetap tidak bisa mengatakan apapun.
“”Kututup ya~”
“I-itu!”
“Hn?”
“Rasanya…………ingin melakukannya.”
Sorata berbisik dengan suara yang kecil.
Jin tidak membalas apapun. Awalnya kira teleponya sudah ditutup, tapi setelah sesaat, terdengar suara tawa yang terdengar nakal itu. Dan dengan segera suara itu meledak.
“Padahal ini bukan sesuatu yang lucu……..”
“Maaf, tapi, hahahahahahaha!”
Seperti tidak merasa bersalah sama sekali. Suaranya semakin besar.
“Ah~perutku sakit~”
Entah apa sedang memukul meja, terdengar suara ketukan.
“Maaf, apa boleh kututup?”
“Maaf, aku tahu aku salah.”
Dan tetap saja dengan sambil tertawa Jin mengatakannya.
“Kututup ya, benar benar kututup ya.”
“Tunggu, maaf…………apaan, lakukan saja.”
“Huh, ta-tapi……..”
“Kau ingin melakukannya’ kan?”
“Ah, ya, mah.”
Rasanya memalukan untuk mengakui itu.
“Ada apa, memikirkan sesuatu yang  tidak penting lagi?”
“Tidak penting lagi……….”
“Ingin melakukannya karena menyukai apa hanya ingin melakukannya?”
“Aku masih percaya diri kalau aku ingin melakukan ini atas dasar perasaan.”
“Who, akhirnya Sorata dewasa juga. Kalau begitu, yang kau khawatirkan itu adalah takut setelah melakukannya, dibenci Mashiro kan.”
Sepertinya Jin tahu segalanya.
“……….bagaimana bilangnya, aku sama sekali tidak tahu perasaan Mashiro mengenai ini.”
“Tentu, ah, aku pikir mungkin karna kita laki-laki jadi kita tidak akan pernah memahaminya.”
“Nahkan Jin-san yang suka bermain perempuan itu juga tidak paham?”
“Sama sekali tidak paham.”
Suara Jin itu terdengar sangat segar.
“Yang bisa kukatakan hanya satu.”
“Apa?”
“Walaupun rasanya awalnya akan ada kegagalan yang bermacam macam, tapi jangan dipikirkan.”
“……..terima kasih atas saranmu yang berharga. Ah, be-belum tentu akan kulakukan kali!”
“ah~baik~”
Balasan yang sangat santai itu.
“Mah, semangatlah.”
Lalu setelah mengatakannya dengan tertawa, Jin menutup teleponnya.
Dan akhirnya situasinya tidak berubah sedikitpun.
Kalau begitu tidur saja seperti biasa.
Menutup lampu dan baring diatas kasur. Beberapa ekor kucing mendekat kemari. Kalau jujur saja biasanya musim ini akan sangat panas, tapi Sorata tidak punya waktu untuk memikirkan itu.
Otaknya 100 persen hanya memikirkan Mashiro. Terpikir hari ini saat ia mendorong Mashiro jatuh, rasa yang halus itu, lembut itu, dan wangi dan nyaman itu, rasanya ingin menyentuhnya. Saat itu sebenarnya Sorata tidak ingin melepaskan tangannya.
“Ah~sial! Mana mungkin bisa aku tidur kalau seperti ini………”
Biarpun begitu pilihannya juga hanya ada tidur. Walaupun tahu tidak guna, Sorata mulai menghitung domba. Walaupun rasanya tetap tidak akan membantu untuk tidur, tapi setidaknya bisa untuk mengalihkan pikirannya.
Hitung dengan 1 per 1, sambil berpikir bayangan domba yang melonpat 1 demi 1.
Setelah hitung sampai 10, lalu bertambah lagi hingga 20 dan 30.
Disaat mau mulai menghitung 31……….
Terdengar suara ketukan pintu……..
Sorata sadar kembali karna terkejut.
Segera ia bangun dan melihat ke arah pintunya.
“Mashiro, kan?”
Sorata dengan berhati hati mengatakannya. Sekarang hanya ada Sorata dan Mashiro di Sakurasou, jadi tidak tanya juga tahu, tapi Mashiro yang biasanya itu tidak akan mengetuk pintu, ia akan langsung masuk ke dalam kamar.
“…………..”
Setelah menunggu sekitar 2 detik tanpa balasan.
Sorata berdiri dan berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya perlahan.
Mashiro berdiri didepan pintu, menggunakan piyama, dan memeluk bantal.
“A-ada apa?”
Karna dari tadi masih terus memikirkan Mashiro……….bahkan ingin melakukannya, jadi Sorata tidak bisa bersikap tenang.
Dan dengan jarangnya, Mashiro merendahkan kepalanya.
Setelah menuggu sesaat.
“Malam ini tidur dengan Sorata.”
Ia mengatakannya dengan suara yang sangat amat kecil, lalu wajahnya setengahnya menempel ke bantalnya.
“Tunggu, are!?”
“Tidur dengan Sorata loh.”
“Ja-jangan mengatakan hal seperti ini! Maksudnya tidur dikamarku kan?”
Sorata sambil mengatur napasnya yang berantakan itu sambil memastikannya.
“………”
Mashiro tidak mengatakan ‘hn’ ataupun ‘bukan’.
Dan terus menempelkan wajahnya pada bantalnya dan menatap ke Sorata. Pandangan matanya terlihat malu dan  tidak tenang.
“…………..”
“…………..”
Ketenangan yang unik ini, membuat Sorata berdebar debar.
“Tidur dengan Sorata.”
Mashiro mengulanginya sekali lagi.
“Ta-tahu, ba-baik, masuklah.”
Lalu membiarkan Mashiro masuk ke kamar.
“Kau tidur dikasur saja.”
“Sorata?”
“Tentu aku tidur dilantai.”
Pikiran Sorata semakin kacau. Rasanya lebih tegang lagi dibandingkan saat ‘Ayo Membuat Game’ dan ‘Game Camp’, kesadarannya perlahan menghilang, pandangannya kabur.
“Ah, besok masih ada remedial, jadi sebaiknya tidur awal.”
Rasanya sulit sekali untuk berbicara.
Biarpun begitu setelah mengatakannya, Sorata langsung baring diatas lantai tanpa memedulikan Mashiro.
Dengan posisi yang membelakangi Mashiro.
Lalu sepertinya Mashiro sudah baring diatas kasur.
“…………..”
“…………..”
Sorata dan Mashiro tidak mengatakan apapun.
Tapi, suara napas mereka terdengar masing masing.
Ini membuat Sorata berpikir sekali lagi ia berada disituasi seperti apa.
Hari ini di Sakurasou hanya ada Sorata dan Mashiro. Lalu, saat ini mereka berada dikamar yang sama, dan Mashiro berada disampingnya.
Keinginannya itu muncul lagi, perasaannya seperti terbakar.
Bukan mood, perasaan, atau pikiran.
Hanya ingin menyentuh Mashiro.
Pokoknya ingin kiss.
Seperti sekarang dengan telanjang, ingin menyatukannya, ingin melakukannya.
Suara detakan jantung yang berdebar itu seperti sedang memberitahunya dengan begitu.
Mashiro harusnya juga sadar kalau malam ini hanya ada mereka berdua. Karena ia datang ke kamar dalam situasi seperti ini, apa Sorata bisa menganggap kalau itu adalah sinyal diperbolehkan.
Sinyal menyetujuinya terus memenuhi pikiran Sorata, dan terus mengumpulkan alasan sampai lengkap. Lalu, disaat Sorata ingin berdiri.
“Sorata.”
Dipanggil.
“!”
Terdengar suara kejut, tubuhnya yang kaku itu berkeringat.
“A-apa?””
Dengan susah payah untuk membalas.
“Masih bangun?”
“Ta-tak mungkin aku tidur secepat itu kan.”
Supaya dirinya bisa berbicara dengan alami, Sorata terus berusaha bersikap tenang.
“Ya.”
Suara Mashiro menghilang didalam keheningan.
“………….”
“………….”
“Apa ada sesuatu yang ingin dikatakan?”
Membua mata didalam kegelapan dan melihat ke arah dinding.
“…………..tidak ada.”
“Kalau begitu kenapa?”
“………..tidak apa apa.”
Sorata penasaran dengan maskudnya itu, tapi, terasa kalau Mashiro sedang membelakangi Sorata juga, jadi tidak bisa lanjut bertanya.
Jadi Sorata berpikir mungkin dirinya salah, dan memulai pembicaraan.
“Itu…….tentang soal pembuatan game?”
“…………..”
Mashiro tidak menjawab. Dan mendengar dengan menahan napasnya.
Sorata rasanya bisa menenangkan suasana yang aneh ini, dan terus mengatakannya.
“Saat dipantai juga sudah kukatakan, kuharap Mashiro bisa fokus dengan pengerjaan komikmu, yang ingin membuat game itu adalah aku, dan bukan Mashiro kan?”
“…………”
Dengan perlahan memutar kepala, terlihat Mashiro yang tidak bergerak sedikitpun. Tapi, rasanya kita tahu kalau dia tetap bangun dan mendengar Sorata berbicara.
“Ini adalah impianku, jadi serahkan saja padaku.”
“………….”
Mashiro tetap saja tidak mengatakan apapun, Sorata tidak bisa memutuskan apa ia menerimanya atau tidak.
“Selamat malam.”
Lalu dengan kata ini, Sorata dan Mashiro mulai tidur, walaupun tahu mungkin tidak bisa, tapi tetap tertidur……….
Pagi hari kedua, disaat Sorata bangun karna wajahnya diinjak kucing, Mashiro sudah tidak ada didalam kamar. Seperti ingin membuktikan kalau kemarin malam bukan mimpi, tertinggal selimut yang berantakan itu.
“Mashiro?”
Sambil memanggil namanya sambil melihat ke sekitar. Mengecek bawah kasur, bawah meja, dan dalam lemari, tidak ada Mashiro, hanya ada kucing.
Jangan jangan pergi ke toilet.
Dengan berpikir begitu Sorata berjalan keluar dari kamarnya.
Sampai dikoridor, terdengar langkah kaki yang sedang turun itu.
Yang turun itu adalah Mashiro.
Dengan mengejutkan ia menggunakan seragam, dasinya juga rapi, kaos kakinya juga tidak salah, rambutnya yang biasanya berantakan itu sekarang juga terlihat rapi.
“Sorata, hari ini remedial.”
“Jangan mengatakannya seperti itu adalah remedialku.”l
“Cepat ganti baju.”
“Entah kenapa rasanya aneh kalau kau yang mengatakan itu padaku.”
Mungkin karna ini adalah dialog yang sudah Sorata katakan entah berapa kali pada Mashiro.
“Cepat ganti baju.”
Mashiro yang sudah sampai ditangga terakhir itu terlihat tidak senang.
Mungkin alasannya karna soal semalam. Walaupun sudahha diberitahu kalau tidak perlu memikirkan pengerjaan game Sorata, dan berharap Mashiro fokus dengan pengerjaan komiknya, biarpun begitu, Sorata tidak bisa mundur lagi.
Karena impian Sorata dan Mashiro berbeda. Tetap saja Sorata merasa memisahkannya lebih baik.
Didepan Sorata yang terlihat susah itu, Mashiro menguap. Kalau diperhatikan dengan jelas, sekarang matanya juga terlihat seperti hampir menutup, terlihat seperti ingin tidur….baru berpikir begitu, ia mulai berputar.
“Ja-jangan tidur!”
“Kemarin malam Sorata tidak membiarkanku tidur.”
“Harusnya itu dikatakan olehku hoi!”
Mashiro berada disamping, jadi tidak bisa tidur, ditambah Sorata masih berperang dengan pikiran. Pas tertidur itu sudah hampir pagi.
Kira-kira Mashiro tertidur juga………tapi apa ini. Kalau diperhatikan,  matanya juga terlihat seperti kurang tidur.
“au tidak bisa tidur padahal kau menggunakan kasurku?”
Setelah protes Mashiro segera bangun dan melirik ke Sorata.
“A-apa?”
“Sorata kemarin malam tidak membiarkanku tidur.”
“Sudah cukup!”
“Muh…….”
Marah.
“Cukup. Aku akan pergi remedial.”
Mashiro yang mulai sadar diri itu memakai sepatunya dan ingin keluar sendirian.
“Ah~tunggu sebentar! Kau akan tersesat nanti!”
“Hmph.”
Setelah berkata begitu Mashiro keluar sendirian.
“Ah, yang benar saja!”
Sorata yang kembali ke kamar itu mengganti pakaiannya dengan buru buru dan berlari keluar. Dan sesuai dugaannya, Mashiro berjalan ke arah yang terbalik.
“Sekolah, disana!”
Sorata berteiak.