PARA PEMBANTAI DEWA (2)
(Translater : Hikari; Editor : Hamdi)

Atmosfir sebelum sebuah pertempuran. Tekanan yang menusuk tubuh dan rasa berat yang mendekati kematian.
Sambil diterangi cahaya dari api unggun yang dinyalakan untuk kehangatan yang dikelilingi oleh para petualang, aku bernapas dalam-dalam. Suasana atmosfir semacam itu membungkus tubuhku
Dadaku terasa sakit seakan sedang dikencangkan, seakan itu sedang ditusuk-tusuk oleh sebuah jarum kecil.
Aku memandangi para petualang di sekitarku. Mereka semua adalah anak-anak muda usia belasan akhir. Ada beberapa yang bahkan lebih muda juga, tapi itu sama sekali bukan hal yang tidak biasa.
Tapi mungkin, yang berada di sekelilingku masih belum terbiasa dengan pertarungan seperti ini——mungkin ini malah kali mereka yang pertama. Berpikir demikian, aku kembali menghela napas dalam-dalam.
Sekarang, kami akan bertarung. Dengan Goblin. Bersama dengan sejumlah petualang. Melawan goblin yang tak terhitung banyaknya. Sebuah pertarungan sampai mati.
Ada beberapa dari mereka yang merasa tenang dengan fakta bahwa ada banyak rekan mereka dan kemudian ada mereka yang merasa takut dengan kenyataan bahwa mereka akan bertarung melawan goblin dalam jumlah yang luar biasa banyaknya. Mereka berpatisipasi karena antusiasme masa muda mereka dan sekarang merasa takut tepat sebelum itu dimulai.
Mereka terlihat mirip dengan diriku yang dulu. Aku mengelus lembut pinggiran Ermenhilde di dalam sakuku.
[Ada apa?]
“Hanya sedikit tegang.”
[……Jangan mengatakannya terang-terangan.]
Aku terbiasa menghadapi para goblin. Aku telah melawan mereka berkali-kali. Membunuh begitu banyak dari mereka. Di dataran berumput, gua, di dalam hutan, di dalam kota.
Tapi itu bukan berarti aku akan berhenti merasa takut lagi. Terutama, saat para rekan tempatku mempercayakan punggungku—mereka yang akan bertarung denganku merasa sangat tegang, rasa tegang mereka tersampaikan juga padaku.
Melihat ke langit, matahari yang bersinar akan segera mencapai puncaknya. Tinggal sedikit lagi waktu hingga operasi ini dimulai.
Para pesertanya, kira-kira 50 orang yang hanya dapat bertempur dalam pertarungan jarak dekat sepertiku. Para penyihir dan pemanah ada sekitar 30 orang. Meninggalkan Kota Sihir Ofan, kami saat ini berkemah sekitar 1 Km di sebelah selatan kota.
Di sini, para goblin tidak akan dapat secara langsung mengakibatkan kerusakan pada kota dan pergerakan mereka juga dapat terlihat dari dinding perlindungan kota. Jika pergerakan apapun terlihat, mereka telah siap untuk menginformasikan kami lewat sinyal asap.
Dan goblinnya—
"Pemandangan yang hebat. Benar-benar pemandangan yang hebat."
[Yah, benar. Itu menjijikkan.]
Di garis penglihatanku, di tengah-tengah dataran terdapat sebuah grup goblin berwarna coklat tanah dalam jumlah besar. Jarak mereka sekitar 1 Km jauhnya dari kami. Ada cukup jarak sehingga orang tidak dapat melihat mereka kalau dia tidak memfokuskan matanya.
Saat ini, mereka mungkin sedang rakusnya melahap daging yang kami sebarkan untuk mereka di situ sebagai umpan. Sebagai makhluk hidup, itu cukup untuk membuatmu merasa tidak nyaman. Tapi bahkan tanpa memikirkan untuk membawa pergi makanan tersebut kembali ke tempat tinggal mereka, kurasa mereka benar-benar hanyalah hewan-hewan liar.
Jumlah mereka ada lebih dari 200. Mungkin mendekati 250 atau begitulah. Kami hanya ada 80 orang jadi kira-kira tiga goblin untuk setiap orang.
Mereka benar-benar sangat banyak.
Dan aku berakhir dengan perasaan bahwa ada sesuatu di balik semua ini. Goblin memang memiliki kecenderungan untuk berkumpul, tapi jumlah ini tidak cukup kecil untuk sekedar disebut sebagai sebuah grup. Sederhananya, meskipun lebih banyak jumlah sama dengan lebih banyak kekuatan, tapi saat jumlahnya terlalu banyak, pasti akan dibutuhkan seorang komandan atau pemimpin.
Para petualang yang terbiasa dengan goblin seharusnya sudah merasakan hal itu juga. Bahwa situasi ini tidak normal.
"Aku merasa aku telah terlibat terlalu banyak masalah akhir-akhir ini."
3 bulan yang lalu, sesosok Ogre tiba-tiba muncul di sebuah desa. 2 minggu yang lalu, ada sesosok Orc hitam yang dapat menggunakan api Dewa Iblis.
Dan kali ini, satu grup dari 200+ goblin. Dan aku dengan sepenuh hati terlibat dalam hal ini jadi aku sama sekali tidak bisa banyak mengeluh.
Aku penasaran bagaimana keadaan Souichi dan Aya sekarang? Memikirkan itu, aku melihat ke arah tempat di mana para penyihir berkumpul.
7 murid telah ikut serta dari Akademi Sihir Albana. Souichi, Aya dan bahkan ada Nona Francesca di sana. Dengan Souichi dan Aya sebagai pemimpinnya, para murid berkumpul bersama dengan yang lainnya beberapa saat yang lalu.
Mereka berdua menjadi sepenuhnya terbiasa dengan ini, jadi mereka terlihat cukup terang-terangan atau harus kukatakan, santai. Sisa yang 5 orang lagi cukup tegang sampai itu terlihat di wajahnya. Mereka adalah anak-anak bangsawan. Ini pasti adalah pertama kalinya mereka ikut serta dalam perang semacam ini.
Tingkat dari perang ini bukanlah hal tidak biasa saat Dewa Iblis masih aktif, tapi bahkan saat itu, hanya para petualang terlatih dan berpengalaman serta para ksatria yang ikut serta dalam peperangan semacam itu. Para murid dan bangsawan dilindungi oleh orang tua mereka.
Omong-omong, aku belum menyapa mereka. Mereka seharusnya tidak sadar dengan keberadaanku juga.
Menurut perkataan Ermenhilde, aku bersikap menyulitkan. Aku juga sadar soal itu.
"Apa kau baik-baik saja?"
“Ueeh? Ya.”
Aku berbicara pada petualang di sebelahku yang wajahnya pucat pasi
Dia pasti masih berusia belasan. Tampaknya seumuran dengan Souichi. Yah, Souichi wajahnya seperti anak kecil atau malahan, terlihat lebih muda daripada umurnya yang sebenarnya.
Berubah menjadi seorang pria tampan hanya dalam waktu setahun, sial. Dia juga sepertinya semakin tinggi daripada saat terakhir kali aku melihatnya tapi tetap saja lebih pendek daripada pria lain seumurannya.
Aku akan meledek dia nanti, pasti.
Dia selalu berkata bahwa dia ingin menjadi semakin jantan namun malah menjadi penampilannya menjadi semakin feminim. Dia memang memiliki tipe wajah yang manis sejak awal tapi sepertinya juga menjadi semakin halus.
Bahkan Aya terlihat menjadi semakin gagah daripada Souichi. Memimpin para murid bersama dengan Souichi, dia terlihat tegap sambil berjalan dengan dengan dada membusung.
Tatapannya yang kuat dan keras sama dengan saat itu. Begitu mirip sampai aku dan Ermenhilde pun berkata Dia sama sekali tidak berubah secara bersamaan.
Dan petualang ini yang sepantaran dengan Souichi dan yang lainnya terlihat seperti akan muntah kapan saja.
"Tenanglah. Para penyihir akan meledakkan mereka dengan sihir dan kita hanya harus memburu yang tersisa. Ini pekerjaan yang mudah."
"……Aku tahu, tapi……"
Kurasa siapapun akan tetap merasa ketakutan.
Bahkan aku, saat itu, juga sama. Merasa nostalgic, aku mengeluarkan Ermenhilde.
"Oi, bicah, namamu?"
“Um…Rob. Roberiano”
“Nama yang bagus. Roberiano. Rob. Dan kalian semua yang lain yang masih gemetar. Lihat ini.”
Berkata demikian, aku menjentikkan Ermenhilde dengan suara *ping*.
Dan kemudian menangkap medali yang berputar itu.
“Kepala.”
Saat aku membuka telapak tanganku, posisinya Kepala seperti yang kukatakan.
Tidak hanya itu. Aku sekali lagi menjentikkan medali itu dan menangkapnya.
"Kepala."
Aku mengulang.
Lagi dan lagi. Tak terhitung berapa kali. Aku mendapatkan Kepala.
Sementara aku melakukan itu, sebuah suara yang berkata aku melakukan sebuah trik atau kecurangan entah bagaimana caranya, terdengar.
Jadi aku membiarkan mereka memutuskan apakah itu akan kepala atau ekor dan kemudian menjentikkannya lagi. Menjawab perkataan mereka, aku mengeluarkan Kepala atau Ekor seperti yang diminta.
Seperti yang sudah kutunjukkan pada Nona Francesca, aku hanya melihat begitu saja sisi mana yang akan dipilih, bagaimana menangkapnya, tapi tidak ada seorang pun yang menyadarinya.
"Berikutnya pasti Kepala."
"Baiklah, seharusnya begitu."
Berkata demikian, aku menjentikkan Ermenhilde lagi. Itu adalah Kepala. Sebuah sorakan muncul dari para penonton.
"Kalian semua beruntung. Kalian selalu dapat menebak sisi koin yang benar."
Sorakan itu berhenti dan menjadi sebuah kesunyian lagi.
"Karena itulah, semua akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang tewas. Kalian pasti akan hidup."
Aku menaruh Ermenhilde kembali ke sakuku.
Triknya sudah selesai. Tidak ada lagi rasa takut di mata si petualang itu.
Seharusnya begitu. Hanya ini yang bisa kulakukan sekarang. aku hanya bisa melakukan 'trik' semacam itu untuk mereka.
"Jangan terlalu tegang hanya karena Goblin. Lebih pikirkan tentang keselamatan kalian daripada tentang membunuh goblin. Lindungilah punggung rekan-rekan kalian. Kalau kalian melakukan hal itu, tidak akan ada yang mati."
 [Kau banyak bicara tidak seperti biasanya hari ini.]
Aku mengangkat bahu dan membalas suara Ermenhilde yang cukup senang.
Aku bukannya memikirkan sesuatu yang spesial. Aku hanya tidak ingin siapapun mati.
Aku bahkan tidak tahu nama mereka. Hanya untuk hari ini, kami akan bertempur bersama. Ada banyak orang seperti itu setelah kami datang ke dunia ini. Dan, juga ada banyak yang mati di antara mereka juga.
Karena itulah, aku tidak ingin melihat mereka mati. Dewa Iblis sudah ditaklukkan. Dunia akan berada dalam kedamaian mulai sekarang. Karena itulah, aku tidak ingin mereka mati dalam cara sekonyol itu.
Adalah hal yang lumrah untuk berpikir demikian. Dan kalau ada sesuatu yang bisa kulakukan, kalau ada cara untuk menghilangkan rasa tegang mereka, kalau ada sebuah cara untuk mengurangi kemungkinan mereka tewas meskipun hanya sedikit, aku akan melakukannya. Aku tidak ingin tetap diam tidak melakukan apapun.
"Lakukan saja hal yang biasa, seperti biasanya. Kemudian, yang lain akan menolong kalian. Manusia itu lemah jika sendirian."
Terhadap perkataanku untuk Ermenhilde, si petualang muda menjawab sebagai gantinya.
Merasa itu cukup menghibur, aku berakhir dengan menyantaikan ekspresiku.
[Renji.]
Karena tatapan terkumpul padaku, aku tidak dapat menjawabnya, jadi aku mengelus lembut Ermenhilde di dalam sakuku.
[………Tidak apa-apa. Tetaplah seperti itu selamanya.]
Apa maksudnya itu?
Sambil melihat para petualang yang sekarang lebih bersemangat, aku menghela napas.
Kalau ini tidak masalah, maka aku akan seperti ini selamanya. Minum, bersantai-santai, tanpa rasa cemas, aku akan menikmati hidupku di dunia ini.
Melihat ke langit, matahari menunjukkan bahwa ini sudah hampir waktunya mulai.
Aku penasaran apakah Souichi dan yang lainnya akan baik-baik saja atau tidak?
Memikirkannya lagi, aku memperbarui pikiranku. Keduanya lebih kuat daripada aku. Daripada mengkhawatirkan mereka, malahan mereka yang akan mengkhawatirkan aku.
Ayo lakukan saja yang bisa kulakukan. akhiri pertempuran ini secepat mungkin.
Dengan demikian anak-anak itu tidak perlu terlalu banyak bertarung.
.
.
.
.
Begitu perang dimulai, hasilnya sudah jelas.
Bombardir serangan oleh para penyihir. Bola-bola api yang dapat menenggelamkan banyak manusia, panah-panah es yang bahkan dapat menembus Orc, peluru-peluru udara yang dimampatkan yang sepertinya dapat memuntir ruang itu sendiri. Semua ini ditembakkan bersamaan pada para goblin. Ledakan-ledakan susul menyusul dan darah menyembur memercik di udara. Jeritan melengking mereka bahkan mencapai telingaku.
Itu adalah sinyal yang menandai mulainya peperangan. Beberapa lusin Goblin tewas karena serangan pembuka itu dan yang tersisa mendatangi kami.
Meneriakkan pekik pertempuran, mereka berlari ke arah kami. Kemudian, gelombang kedua muncul. Kali ini, itu adalah serbuan hujan panah dari para pemanah. Sekali lagi, lusinan Goblin terbunuh dan diselimuti darah.
Gelombang ketiganya adalah sebuah serangan lagi dari para penyihir——atau seharusnya begitu.
Masih ada jarak antara para goblin dan kami. Tapi gelombang serangan ketiga tidak pernah datang.
“Apalagi sekarang?”
Petualang yang lain juga melihat ke arah para penyihir untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Tapi, ada terlalu banyak orang untuk melihat dengan jelas.
Sementara itu, para Goblin terus melanjutkan serbuan mereka. Mereka masih lebih banyak daripada kami para petarung jarak dekat. Mungkin ada sekitar 200 yang masih tersisa.
Mereka terus mendekat. Segera, suara-suara tidak sabaran bermunculan dari sekitar.
[Sepertinya ada sesuatu yang terjadi.]
"——Karena itulah, aku benci pekerjaan menaklukkan monster."
Apa Souichi dan Aya baik-baik saja?
Aku bertanya-tanya tapi aku tidak memiliki jawabannya. Untuk saat ini, aku hanya dapat berharap tidak ada sesuatu yang terjadi——bahwa itu hanyalah sebuah kesalahan dalam strategi.
 [Mereka datang. Sekarang, bantuan dari panah ataupun sihir sama sekali tidak berguna.]
“Aku tahu.”
Menghunuskan pisau besiku, aku memuntirnya di antara jari jemariku.
Aku berniat untuk menggunakan senjata Pembantai Dewa, Ermenhilde, kalau ini berubah menjadi pertarungan, jadi ini tidak masalah. Aku bukannya punya masalah keuangan, tapi——seperti yang kau perkirakan, dalam peperangan sebesar ini, aku hanya ingin menggunakan partnerku yang terpercaya.
Sementara aku berpikir begitu, para Goblin sudah cukup mendekat sampai aku dapat melihat ekspresi mereka. Menurunkan pinggulku sedikit, aku menempatkan kekuatan ke tangan yang memegang pisau.
Pada saat yang sama——di sebelah kiri dari sudut pandangku, sebuah ledakan terjadi.
Itu mungkin adalah sihir api. Melihat ke arah sana, aku bisa melihat asap yang naik. Karena serangan dari arah yang tak terduga, aku segera melihat ke arah Ofan. Sinyal yang seharusnya datang jika ada keadaan apapun yang tidak biasa……tidak ada di sana.
“Cih.”
[Mereka datang.]
Menghadap ke depan lagi karena suara Ermenhilde, aku menghindari serangan pertama yang dilakukan oleh sesosok goblin dan mengiris lehernya dengan pisauku. Kemudian, aku menahan pedang goblin yang menyerang dengan memanfaatkan goblin yang sebelumnya sebagai perisai. Darah memercik ke arahku. Dan karena tekanan dari goblin yang muncul, aku berakhir dengan terdorong ke belakang dan sekarang benar-benar hanyut dalam pertarungan hidup mati ini.
Sosok petualang muda itu tidak lagi ada di sebelahku. Apakah dia juga tertelan dalam pertarungan ini atau dihancurkan oleh gelombang goblin ini? Tapi aku tidak ketenangan untuk mengkhawatirkan itu.
Aku mencengkeram salah satu golin yang mencoba untuk mengabaikan dan melewatiku, lalu merobek lehernya.
Sekitar 200 goblin. Mereka secara kasar ada empat kali lipat lebih banyak daripada kami. Bahkan meskipun mereka hanyalah sekedar goblin, menghadapi begitu banyak secara langsung tidak bisa dikatakan sebagai peperangan yang layak.
“Ermenhilde!”
Aku memanggil namanya, tapi manifestasi energi sihir berwarna hijau zamrudnya sangat lemah.
Aku berakhir dengan mendecakkan lidahku dan mencengkeram pedang panjang yang tercipta dari energi magis. Bilahnya berwarna perak yang sama sekali berbeda dari bilah pedang berwarna hijau zamrud. Itu tidak lebih baik daripada pedang besi biasa. Ringan, tangguh, dan tajam. Itu hanyalah pedang biasa. Menyarungkan pisau besi, aku memegang pedang panjang itu dengan kedua tangan.
Menyabetkan pedang tersebut, aku mencabik terbuka tubuh goblin yang datang dari depan. Kakinya berhenti dan ususnya terburai keluar. Tapi benda itu juga dihancurkan oleh goblin lainnya saat itu juga. Mendecakkan lidahku lagi, sambil menyerapah dalam hati, aku mengayunkan pedang itu lagi.
Bahkan tubuh dari kompensasi pemindahan dunia lain ini lemah. Hanya satu dari 7 perjanjian yang terpenuhi.
“Apa Aya dan yang lainnya baik-baik saja!?”
 [Sebelum itu, khawatirkanlah dirimu lebih dulu.]
Momentum serangan mereka berkurang, dan mereka benar-benar mengepungku.
……Kesampingkan lelucon, di sini benar-benar tidak ada siapapun di sampingku. Dalam kondisi semacam ini, aku hanya bisa merasakan keringat dingin mengalir menuruni tulang punggungku.
Dari suara pedang-pedang yang berbenturan, aku dapat mengetahui bahwa ada orang lain yang bertarung. Setidaknya kami belum dihancurkan sepenuhnya.
“Brengsek!”
Makiku.
Aku tidak tahu berapa banyak yang ada di belakangku, tapi ada 3 goblin di hadapanku. Tapi sebelum mereka sempat melompat ke arahku, sebuah suara ledakan muncul. Dan kemudian sebuah raungan.
Itu bukanlah suara melengking seperti para goblin. Itu adalah raungan yang lebih dalam, besar dan mirip makhluk buas. Dan kemudian ledakan lainnya.
“——–”
[Seekor Ogre?]
Pada saat yang sama, aku menyayat Goblin yang melompat ke arahku dengan kapaknya.
Aku tidak punya waktu untuk bersantai.
Namun dalam waktu yang sekejap, aku melihat ke arah sumber raungan itu——sesosok Ogre setinggi 5 meter.
Ciri khas kepala bertanduk satunya tidak terlihat di manapun dan sedang ambruk berlutut.
 [Merobohkan seekor Ogre dengan dua tembakan. Lumayan, Aya.]
"Seperti biasa, dia itu konyol."
Sambil menahan para goblin, aku berbicara dengan Ermenhilde.
Melawan seekor monster kelas Ogre, aku memerlukan setidaknya 5 perjanjian yang terpenuhi untuk menghadapinya dengan baik, namun dia dapat merobohkannya hanya dengan 2 serangan. Itu sama sekali bukan main-main.
Aku benar-benar berpikir seharusnya aku juga berharap bahwa dewi membiarkanku menggunakan sihir juga. Ini adalah sebuah fantasi dunia lain bagaimanapun juga.
Untuk sementara ini, aku merasa lega memastikan bahwa Aya baik-baik saja. Dapat membunuh seekor Ogre dengan mudahnya, Aya seharusnya adalah satu-satunya orang yang dapat melakukan hal semacam itu di antara orang-orang yang ada di sini. Yah, mungkin ada seorang murid berbakat di Akademi yang tingkat bakat yang sama dengan Aya, tapi aku ragu akan ada banyak yang memiliki tingkat kecurangan energi magis yang sama dengan yang dianugerahkan oleh sang dewi.
"Mungkin aku seharusnya juga berharap dapat menggunakan sihir atau sesuatu."
[……..]
Mengunci pedangku dengan pedang pendek seekor goblin, aku mengeluarkan pisauku dengan tangan kiri dan menyayat perutnya terbuka.
Si goblin berhenti bergerak karenanya dan aku menggunakan pedang panjangku untuk menahan serangan yang datang dari belakang untuk mengejutkanku. Mengambil beberapa langkah mundur, aku berakhir dengan tersandung karena sesuatu dan kehilangan kuda-kudaku sedikit. Menggunakan sesuatu sebagai bantalanku, aku berguling dan kemudian menusuk dengan pedang panjang seperti senjata tombak.
Berapa banyak yang sudah kukalahkan? Sambil berpikir demikian, aku merasakan sesuatu yang hangat di lengan kiriku. Awalnya kukira itu adalah darah si Goblin, tapi ternyata bukan.
Melihat ke sebelahku, sesosok jasad manusia sedang terbaring di tanah. Aku pasti terbentur dengan orang ini. Wajahnya terlihat akrab. Orang yang kuajak bicara—itu adalah, Rob.
[Renji.]
“Aku tahu.”
Aku menebas menjauh Goblin yang mengincarku sementara aku bangkit berdiri dan membelah tubuhnya menjadi dua.
Kecurangan transfer dunia lain sekarang meningkat efeknya. Ketajaman Ermenhilde bertambah. Pedang berbilah perak itu sekarang menunjukkan desain berwarna hijau zamrud.
“Itu membuatnya menjadi dua sekarang. Sialan!”
Dasar brengsek! Aku sekali lagi menyerapah di dalam pikiranku
Sampai seseorang berada dalam bahaya, sampai seseorang tidak dikorbankan…..aku tidak bisa bertarung.
Kenyataan dari fakta itu luar biasa berat. [Kematian seorang teman] telah terpenuhi.
Aku menatap ke goblin di sekelilingku. Mungkin mereka menjadi waspada melawanku, mereka tidak mencoba hanya menggunakan jumlah untuk mengalahkanku……belum setidaknya.
[Ini benar-benar aneh.]
“Ah?”
 [Ogrenya telah dikalahkan, ada banyak goblin rekan mereka yang terbunuh. Tapi tetap saja mereka tidak menunjukkan rasa takut.]
Menebaskan pedang perak itu, aku memenggal goblin lainnya. Tidak seperti sebelumnya, pedang ini menebas sampai ke tulangnya tanpa masalah sama sekali dan bahkan sambil memotong baju pelindung kulitnya.
Kalau aku bisa bertarung seperti ini sejak awal——tidak, kalau semua perjanjiannya terpenuhi sejak awal, akankah pemuda itu masih hidup?
Memikirkan itu, aku hanya dapat menghela napas. Aku memikirkan hal-hal yang tidak diperlukan. Untuk saat ini, aku hanya harus mengayunkan pedangku untuk mempertahankan diri. Memikirkan hal lainnya adalah sia-sia.
Aku berbalik ke arah goblin terdekat. Untuk beberapa alasan, para goblin yang tidak mundur bahkan setelah si Ogre itu terbunuh, kini melangkah mundur.
“—–ruuah!!!”
Tanpa jurus apapun, hanya sebuah serangan sederhana yang kasar. Pedang panjangnya muncul dan membelah dari bahu.
Si goblin yang menyerang punggungku yang tak terjaga, aku hanya menggunakan intuisiku untuk memukulnya menjauh dengan gagang pedangku. Aku dapat merasakan tulangnya yang patah. Kehangatan dari dagingnya dan denyut dari organ-organ tubuhnya. Semua terasa lewat lenganku, yang mana terasa menjijikkan.
Berbalik, aku menghujamkan pisau besiku ke dahinya. Lebih banyak goblin yang melompat dari belakangku. Berbalik lagi—sebelum aku sempat mengayunkan pedangku, mereka ditusuk oleh anak-anak panah.
“Kau tidak apa-apa!?”
“Yeah, begitulah.”
Itu adalah si pria elf yang membantuku.
Meskipun si penembak jarak jauh seharusnya berada di arah yang berbeda……
Yah, karena pertempurannya berubah, strateginya telah hancur sama sekali bagaimanapun juga.
"Kenapa bantuan gelombang ketiga tidak muncul?"
"Orc dan Ogre dipanggil entah dari mana. Si Pemberani saat ini sedang menghadapi Iblis."
[Iblis? Kenapa iblis……]
"Apakah iblis itu juga yang mengumpulkan para monster?"
"Sepertinya begitu. Nampaknya untuk memancing para Pahlawan keluar."
Strategi yang sangat kasar.
Kalau dia bisa memanggil monster, itu pasti adalah iblis kelas menengah atau atas. Tapi, dia sepertinya kekurangan departemen otak.
Kalau dia ingin mengalahkan Si Pemberani, goblin dan Ogre tidak akan membantu. Mereka memerlukan monster yang cukup kuat yang tidak bisa dikalahkan Souichi setidaknya.
Sebagai contoh—sang Raja Iblis.
Sementara aku berpikir demikian, mendadak sebuah lingkaran sihir besar muncul di tanah dan menutupi seluruh area.
Aku melihat ke bawah— Energi berwarna merah manyala yang merupakan warna Aya. Dan lingkaran sihir yang tercipta itu bersinar terang benderang.
“Ap, Apa!?”
"Dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya mengendalikan kekuatannya. Ya ampun."
“Apa!!?”
Si Elf yang berada di sebelahku benar-benar panik seketika itu juga.
Kekuatan dari seorang Pahlawan. Sihir dari Penyihir Besar. Kalau dia menggunakan itu sejak awal, tidak akan ada yang perlu dikorbankan.
Tapi kalau dia melakukan itu, para petualang tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan banyak penghasilan. Kurasa, baik guild maupun Akademi pasti telah mengatakan padanya untuk tidak ikut serta secara aktif.
Tapi sebagai hasilnya, begitu banyak korban jiwa yang muncul. Pemuda itu——Rob juga tewas.
[Renji.]
“Aku tahu.”
Detik berikutnya, akar-akar tajam meledak keluar dari dalam tanah dan menusuk para goblin di mana saja.
Mereka mati setelah ditusuk oleh akar-akar tersebut di lengan, kaki, tubuh dan kepalanya.
Gadis itu benar-benar bekerja cepat dengan begitu banyaknya goblin. Lawan-lawan yang kuhadapi dengan mati-matian, dia membunuhnya dalam sekejap.
Ini adalah sebuah Pembantai Dewa. Ini adalah sebuah kekuatan seorang Pahlawan. ——kekuatan curang yang diberikan oleh sang Dewi. Kekuatan yang tidak dapat dibayangkan yang membuat siapapun merasa iri karenanya.
Tapi aku tidak memilikinya. Kekuatan untuk melindungi banyak orang, menyelamatkan mereka. Sorak sorai terdengar dari berbagai tempat. Sepertinya masih ada banyak yang hidup……Aku benar-benar merasa senang karenanya.
 [Hanya si iblis yang tersisa sekarang.]
Yah, bahkan seharusnya itu adalah hal yang mudah dihadapi dengan Souichi di sana.
Bergerak melewati tubuh para goblin yang tertusuk, aku bergerak ke tempat di mana para penyihir bertarung.
Entah kenapa, si elf datang menyusulku.
“Apa?”
“Kau pergi ke mana?"
"……Aku sedang berpikir untuk setidaknya melihat iblis ini sekali saja dengan mata kepalaku sendiri."
Aku ragu ada apapun yang bisa kulakukan di sana.
Tetap saja, aku ingin menyaksikannya. Untuk mengakhiri perang ini. Untuk menghadapi iblis itu.
Iblis. Monster cerdas yang tinggal di benua Abenelm. Mereka mengerti bahasa manusia dan bahkan dikatakan lebih bijak daripada manusia.
Mereka itu, biasanya tidak meninggalkan benua tersebut. Terakhir kali mereka datang, Ibu Kota Kerajaan pun setengah hancur. Itu terjadi segera setelah kami dipanggil. Alasannya adalah untuk menghancurkan harapan manusia atau semacam itu.
Tapi kali ini? Si Pemberani—itu adalah untuk memancing keluar Souichi atau begitulah katanya. Tapi apa yang akan dilakukan setelah membuatnya keluar? Seorang iblis biasa, bisakah dia memanggil Raja Iblis? Itu mustahil.
Kalau begitu,
“Aku mengerti.”
Lebih banyak monster yang dipanggil. Ruang kosongnya turun naik, mengambil bentuk, mendapatkan warna, dan menjadi sesosok tubuh utuh.
Ogre. Sesosok Ogre Hitam. Sosok yang bahkan lebih besar daripada Ogre biasa telah dipanggil.
Aku pernah melihat Ogre ini. Atau malahan, aku telah melawan sesuatu yang sangat mirip belum lama ini——Orc Hitam waktu itu. Monster itu memberi kesan yang sama.
Tanpa melirik para goblin sedikit pun, aku berlari. Ogre Hitam itu mengayunkan tinjunya.
Dia diledakkan oleh sihir, tapi tetap tak terluka. Apakah kulitnya begitu kerasa atau dia kebal terhadap sihir? Kalau yang pertama, bahkan aku akan kesulitan karenanya. Aku berpikir sambil berlari.
“Ermenhilde.”
[Yeah.]
"Pinjami aku kekuatanmu."
[…..Dengan senang hati, wahai Tuanku.] 
Hah, dari mana kau belajar kata-kata itu?
Sementara pipiku kram karena dipanggil seperti itu, pedang perakku berubah kembali menjadi energi sihir berwarna hijau zamrud. Dan kemudian—aku menggenggam Pedang Suci berwarna hijau zamrud di tanganku.
Pedang berwarna hijau zamrud, gagangnya yang berwarna emas. Elf yang berlari di sisiku melihat pedang ini.
“Kau…..”
"Apa? Ini hanya pedang biasa yang bisa dibeli di mana saja."
 [Memangnya akan kubiarkan senjata sepertiku ada di mana saja.]
"Bukan peda— Kau bukanlah sebuah senjata, kau adalah rekanku."
[……….]
Aku berlari. Lebih cepat daripada sebelumnya.
Ogre itu mengayunkan tinjunya. Sebelum dia bahkan sempat menyentuh tanah, aku melemparkan Pedang Suci itu dan benda tersebut menghujam bagian panggulnya.
Mungkin karena rasa sakit, makhluk itu meraung keras. Ogre tersebut, Souichi, si iblis, Aya yang hampir dihajar oleh si Ogre, dan setiap petualang di sekeliling, semuanya berfokus padaku yang melemparkan pedang itu.
"Ini memalukan."
[……Bagaimana kalau mencoba untuk bersikap lebih masuk akal sesekali? Ya ampun.]
Tapi dengan begini——
[Dengan ini, 5 dari perjanjian telah terpenuhi.]
Aku bisa bertarung.