BAB 9
(Translater : Fulcrum)

Ia sudah melemah.
Ia seharusnya tidak berada di dunia ini, ataupun datang ke dunia ini atas keinginannya sendiri.
Ia memilihi kualitas intrinsik yang sebenarnya disebabkan oleh kuatnya gerakan gelombang pushion.
Euforia, keputusasaan, kebencian, dan harapan.
Setingkat dengan sihir, gerakan gelombang pushion menariknya melewati fluktuasi sesaat pada ‘penghalang’ dari dunia lain ke dunia fisik.
Berkat guncangan yang melewati penghalang, dirinya terpisah ke dalam dua belas bagian dan bersemayam di dalam manusia yang memanggil mereka.
Untuk tetap bertahan hidup, mereka terpaksa harus terus-menerus mengonsumsi pushion. Selama mereka masih hidup, mereka akan selalu membutuhkan pushion.
Namun, di dunia fisik, dia tak bisa mengumpulkan pushion sendirian. Tanpa bergabung dengan wujud fisik yang mampu mengumpulkan pushion, tidak ada cara untuk mendapatkannya.
Setelah berulang kali menggunakan kekuatannya sejak masih dalam wujud dasarnya, sebagian besar energi yang telah dikumpulkannya sejak tiba di dunia fisik menghilang. Terlebih lagi, setelah terbenam dalam tekanan tinggi arus Psion, sebagian besar dari dirinya yang memungkinkannya untuk menyerang dimensi fisik telah hilang. Karena itu, banyak Psion yang hilang juga. Untuk bertahan hidup, pushion sangatlah penting, tapi dengan Psion yang tidak mencukupi, akan sulit baginya untuk menyerang dunia fisik.
Tubuh aslinya tidak memiliki tingkat kesadaran yang tinggi. Mengingat kalau mereka adalah hasil dari cerminan dorongan tekanan inangnya, membuat mereka tak lebih dari seekor monster. Kesadaran dalam tubuhnya hanya cukup untuk bertahan hidup. Walau begitu, bahkan kesadarannya yang terbatas sadar kalau dirinya dalam keadaan lemah saat ini, melewati penghalang kesadaran untuk mendapatkan inang baru sangatlah sulit.
Ia butuh sebuah tempat untuk ditempati. Sebuah tempat, untuk menyimpan kumpulan besar pushion-nya.
Contohnya, darah yang baru saja diambil dari suatu mahluk hidup.
Contohnya, sebuah boneka humanoid tak berakal untuk mengumpulkan pushion.
Dia menghindari para manusia dan akhirnya menemukan sebuah pengganti tempat bernaungnya di salah satu kamar penyimpanan yang terletak di dekat tepi sekolah SMA 1.
◊ ◊ ◊
Pagi hari setelah mereka bertujuh bersama-sama mengalahkan Parasite, dan bukan menghancurkannya.
“Selamat pagi, Tatsuya-kun.”
“Selamat pagi, Mizuki, Mikihiko…… Apa Erika masih seperti itu?”
Di ruang kelasnya, Tatsuya bertemu dengan teman perempuannya yang sedang duduk di kursinya dengan kedua tangannya yang menopang wajahnya dan ngambek.
“Selamat pagi, Tatsuya……….. Dia masih seperti itu. Ngambek.”
“Aku tidak ngambek!”
Disamping Mikihiko yang tertawa kecut dan menganggukkan kepalanya, Erika membantahnya dan kembali ‘ngambek’.
Tentu saja, ada alasan mengapa dia memasang ekspresi seperti itu.
Selama istirahat makan siang kemarin, setelah Vampire berubah wujud menjadi badan informasi dan melawan mereka, mereka akhirnya dapat memukul mundur musuh mereka. Setelah itu, meski mereka unggul 6 lawan 1 melawan Lina, Tatsuya lebih memilih untuk membiarkannya pergi tanpa mencoba untuk menahannya.
Itulah alasan mengapa Erika ngambek. Dia yakin kalau Lina bekerja bersama Vampire. Di balik semua ini, Erika tidak punya cara untuk melawan Parasite begitu mahluk itu merubah wujudnya menjadi badan informasi. Itu hanya masalah kecil keahlian seseorang dalam menangani lawan tertentu dan bukan yang lain dan juga bukanlah hal besar, kecuali Erika yang terlalu berlebihan saja. Dia dengan kesal mengungkapkan pendapatnya ketika Tatsuya membiarkan Lina pergi, sampai-sampai dia bahkan mengayunkan pedangnya pada Lina. Mungkin amarahnya lah yang berbicara. Pada akhirnya, Erika sebenarnya tak pernah benar-benar berencana melakukan hal itu, tapi dia sedikit menenangkan dirinya setelah Mikihiko memegangi kedua tangannya dari belakang. (Namun, dia memarahi Mikihiko untuk apa yang dianggapnya sebagai pelecehan seksual karena dia menempelkan tubuhnya dari belakang.)
Tapi tetap saja, itu bukan berarti Erika sudah dapat menerimanya, dan ketidaksenangannya terlihat jelas sejak kemarin setelah istirahat makan siang.
“Erika, ini sudah waktunya untuk melupakannya.”
Meski Tatsuya memulai pembicaraan dengannya secara langsung, dia masih tetap mencoba memunggunginya.
“Aku yakin aku sudah menjelaskannya kemarin, ‘kan? Saat itu, pihak lain sudah tiba.”
Kata-katanya sengaja agak disamarkan untuk berjaga-jaga jika ada yang menguping, tapi kata ‘pihak lain’ merujuk kepada bantuan yang dipanggil Lina.
“Situasi kemarin sudah cukup menimbulkan keributan. Akan mustahil untuk menyembunyikannya dari siwa lain jika lebih dari itu. Kemungkinan buruknya, kita mungkin juga menimbulkan kepanikan.”
Ngomong-ngomong, orang yang memastikan semuanya tetap dibawah kendali adalah Mayumi dan bukan Tatsuya.
“Aku sudah tahu itu………”
Hal itu tentunya sudah dimengerti oleh Erika, tapi dia masih memasang wajah kesalnya selagi memunggungi Tatsuya.
“Selain itu, kita perlu menahan diri demi karyawan Maximilian Devices yang lain.”
Terlebih lagi, orang yang membuat situasi menjadi seperti ini adalah Tatsuya sementara yang sebenarnya menjadi perantara adalah Lina (yah, lagipula mereka adalah anak buahnya).
“Aku tidak pernah berkata kalau Lina benar-benar tak bersalah, tapi tidak perlu sampai menyalahkan semuanya kepadanya saat itu. Kalau Lina memang benar-benar bersalah, maka kita akan memikirkannya nanti. Aku tidak akan menahan diri jika waktunya sudah tiba.”
Tatsuya berbicara dengan nada biasanya, tapi bahaya yang tersembunyi dibalik perkataannya membuat Erika membalikkan badannya.
“……….Apa kau bisa menang?”
Erika bukan tidak sadar kalau si penyihir berambut merah dengan pupil emas itu adalah Lina. Tapi tetap saja, berdasarkan pertarungan yang mereka lakukan dengan Parasite kemarin, dia menebak kalau Lina adalah musuh mereka.
“Kemenangan dan kekalahan itu masalah keberuntungan. Apalagi, tidak ada bukti kalau Lina akan mulai menyerang.”
“Tapi kau tidak akan menahan diri.”
“Tentu saja.”
Nada bicara Tatsuya terlalu tenang, tapi itu hanya untuk menunjukkan kalau dirinya mengatakan yang sebenarnya. Sebagai orang yang mendengarkan pembicaraan mereka menciut, sementara Mizuki benar-benar terdiam. Tapi, penampilan Tatsuya saat duduk benar-benar serasi dengan Erika, membuat suasana hatinya kembali seperti biasa.
◊ ◊ ◊
Sementara itu, Lina sedang merasakan pahitnya ketidaknyamanan untuk pertama kalinya dalam hidupnya sampai-sampai dirinya izin sakit dari sekolah.
Kalau masalah penghinaan, ada pemeriksaan seluruh tubuh sebelum pertemuannya dengan presiden untuk acara minum teh, tapi itu tidak lebih dari penghinaan terhadap perempuan. Namun, dalam hal ketidaknyamanan, apa yang didengarnya saat ini di kedutaan USNA lebih parah dari pengalaman itu.
“…….Tapi tetap saja, mengingat statusmu sebagai Sirius dari Stars, melihat dirimu tidak menahan diri saat melawan anak SMA dan sampai membuat mereka mencurigaimu adalah hal yang……”
Dia ingin mengatakan kalau Michaela Honda menghancurkan dirinya sendiri dan bukan ditangkap, tapi Lina yakin kalau yang dimaksud penyidik itu bukanlah hal itu jadi dia hanya bisa menundukkan kepalanya dengan patuh.
“Selain itu, aku yakin tersangkanya pasti adalah teknisi yang tinggal bersebelahan denganmu. Kau tidak menyadari apa-apa setelah tinggal bersama hampir sebulan?”
Kali ini, Lina benar-benar ingin meneriakkan bantahannya. Bukannya kau lah yang merancang agar ‘tersangka’ itu menemaniku sebagai teknisi karena aku tidak cocok dengan pekerjaan mata-mata? Mengingat hal ini tidak dikatakannya keras-keras, jadi karena itu, tingkat kestresan Lina makin meningkat dan tidak berkurang sedikit pun.
Segera setelahnya, pembicaraan itu terus berjalan dengan kata-kata menjengkelkan. Tidak peduli seberapa hebat dirinya sebagai penyihir, Lina hanyalah seorang Mayor remaja. Banyak orang dalam militer USNA yang iri dengan Lina karena usianya, dan ini terjadi terutama diantara para anggota yang tidak memiliki kemampuan bertarung. Saat ini, orang yang ada dihadapannya (mengapa tidak ada satu pun penyidik wanita) adalah contoh anggota ‘yang tidak pernah bekerja di lapangan’.
Lina sadar akan fakta kalau tidak ada gunanya untuk marah (setidaknya itu menurut sudut pandangnya), jadi dia hanya mengacuhkan kata-kata menjengkelkan itu, sampai,
“Ngomong-ngomong, apa Mayor sudah menjalani pemeriksaan seluruh tubuh? Kau sudah membuat kontak dengan orang terinfeksi tersebut beberapa kali, bukan? Harus segera dipastikan apa ada bekas gigitan pada tubuh Mayor. Kalau tidak ada, maka segera lakukan disini.”
Pernyataan tidak masuk akal yang diikuti dengan logika gila itu jelas-jelas merupakan pelecehan seksual yang membuat Lina terdiam kehabisan kata-kata. Begitu juga, nama ‘Vampire’ untuk musuh mereka tidaklah cocok, karena mereka sebenarnya tidak menggigit. Lina benar-benar tidak percaya kalau mereka hanya akan duduk diam dengan kesombongan mereka tanpa membaca laporan sama sekali, tapi yang terpenting, apa orang-orang brengsek itu ingin aku melepas bajuku disini saat ini!?
“Aku yakin itu tidak sopan kepada Mayor.”
Satu-satunya alasan baginya untuk menghentikan kemarahannya adalah bantuan yang mendatanginya tepat waktu. Berkat bantuan itu, Lina dapat mempertahankan reputasinya sebagai ‘gadis yang dapat menahan amarahnya dan berpikir jernih’, kecuali itu bukan hanya sebatas reputasi.
“Kolonel Balance?”
Banyak orang di ruangan itu yang ingin membungkam wanita yang menerobos masuk ke pertemuan itu, setidaknya seperti itu, tapi setelah menyadari siapa wanita itu sebenarnya, tidak ada satupun dari mereka yang cukup berani untuk melakukannya.
Dia adalah Kolonel Virginia Balance. Orang-orang mungkin akan salah mengiranya berasal dari Stars jika mendengar namanya, tapi itu sebenarnya memanglah nama aslinya. Baru beberapa hari yang lalu, dia seharusnya sudah meninggalkan masa-masa usia 30an-nya, tapi keberaniannya yang tampak seperti seorang kakak menutupi fakta kalau dirinya sudah berusia 40an.
Tapi, yang menakutkan bukanlah pangkat ataupun penampilan mudanya. Kalau masalah pangkat, sebagian orang yang hadir di pertemuan itu sudah pernah bekerja dibawahnya.
Anggota komite (agar lebih enak terdengar) memperlakukannya berbeda karena pangkatnya.
Kepala Staf Gabungan Divisi Intelijen USNA, Urusan Dalam, Wakil Direktur.
Setelah militer Kanada berasimilasi dan dirombak, dia menjadi nomor dua di departemen yang didirikan untuk mengawasi mereka yang berseragam resmi dan bekerja di balik layar. Itulah tugas Kolonel Balance.
Mengingat sifat dari misi ini, tidaklah mengejutkan melihatnya hadir di pertemuan itu. Sebenarnya, akan lebih aneh jika dia tidak datang kalau melihat misi ini. Berdasarkan posisi dan tugasnya, jelas saja mustahil bagi anggota-anggota komite untuk melakukan penyelidikan tentang insiden Jepang tanpa menyadari kehadirannya.
Sekali dia melangkah masuk, tidak mungkin ada cara untuk menentangnya.
“Dengan seluruh hormat, bolehkah saya berbicara?”
Dengan sang Kolonel yang mengunci pandangannya pada anggota komite yang duduk di baris tertinggi saat dia menyampaikan permintaannya.
“Ah, uh. Silahkan.”
“Terima kasih banyak. Agar lebih jelas mengapa saya tidak diikutkan dalam pertemuan ini, saya mengurusinya di lain kesempatan.”
Kolonel Balance bahkan tidak memalingkan pandangannya sedikit pun pada wajah kaku anggota komite itu saat dia melirikkan matanya ke arah Lina.

“Kali ini, misi yang diberikan kepada Mayor Sirius tidaklah sesuai dengan tugas dan kemampuannya, jadi berdasarkan hal itu benar-benar tidak baik untuk menaruh semua kegagalan misi ini kepada Mayor.”
Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar di ruangan itu. Kolonel Balance tidak ikut didalamnya karena anggota komite takut mereka harus mengalah dihadapan seseorang yang sepertinya cakap dalam hukum dan perintah militer. Tapi yang lain tetap percaya kalau dia sebenarnya membantu Lina hanya karena dia juga seorang perempuan.
Tapi tetap saja, pendekatan langsung Kolonel Balance untuk menolong Lina membuat semua orang terkejut.
“Selain masalah tanggung jawab, fakta kalau seseorang yang mengemban gelar Komandan Stars dikalahkan dengan mudah oleh orang lain dalam sebuah pertarungan sihir benar-benar membutuhkan penyelidikan lanjut. Lagipula, ‘Sirius’ merupakan penyihir terkuat dalam milter kita.”
Lina mengepalkan tangannya dengan erat. Apa yang dikatakan Kolonel Balance memukulnya lebih dari siapapun.
Tidak ingin menerima kekalahan, gigi Lina terdengar menggertak.
“Sebenarnya, Mayor Sirius akan senang sekali untuk membalaskan kekalahannya sendiri. Betul bukan, Mayor?”
“Tentu saja!”
Mata Kolonel beralih menuju orang lain yang duduk di bangku, setelah mendengar jawaban Lina.
“Saya menyarankan Mayor Sirius untuk melanjutkan misinya saat ini. Disaat yang sama, saya juga meminta untuk mengganti pendukungnya dengan tingkat yang lebih tinggi.”
“Jujur saja, apa yang anda maksud dengan tingkat yang lebih tinggi?”
Salah satu anggota komite angkat bicara kepada Kolonel, yang mana dijawab Kolonel Balance dengan sebuah senyuman berani.
“Untuk menggantikan petugas penyelidik yang ditempatkan disini, aku juga akan pindah ke Tokyo.”
Kali ini, keributan di ruangan itu berlangsung cukup lama sebelum terhenti.
“Untuk lebih jelasnya, setelah menghubungi direktur, kita sudah mendapat persetujuan untuk menggunakan ‘Brionac’.”
Keributan itu meledak.
“Kolonel, apa itu benar?”
Ekspresi Lina hanya bisa disebut sebagai ekspresi tidak percaya.
“Itu kebenarannya.”
Sang kolonel tersenyum menjawab pertanyaan yang mungkin akan terdengar tidak sopan jika ditambah satu kalimat lagi.
“Aku membawanya denganku.”
Setelah melangkah keluar dari ruangan itu, Lina melihat Silvia yang telah menunggunya.
“Silvie, dari mana saja kau? Aku baru saja keluar dari bahaya besar.”
Lina belum bertemu dengan Silvia sama sekali sepanjang hari. Setelah pulang ke rumah dengan selamat dari SMA 1 kemarin, untuk alasan tertentu dia tidak dapat menemukan Silvia baik di rumah maupun di tempat pertemuan rahasia mereka.
Akibat dari apa yang didengarnya, nada bicara Lina terdengar agak marah. Walau begitu, hal itu tetap masih dalam batas candaan antar teman, dan biasanya Silvia akan tertawa mendengarnya. Namun, Silvia menunjukkan ekspresi tulus saat ditegur Lina dan meluruskan kembali posturnya sebelum permintaan maaf aneh yang ditujukan kepada Lina.
“Eh, Silvie? Hentikan. Aku hanya bercanda.”
“Aku tahu kalau Lina hanya bercanda. Tapi tetap saja, aku harus meminta maaf kepadamu.”
Sadar kalau arah pembicaraan ini mulai serius, Lina mengerutkan keningnya.
“Kalau saja aku mengetahui identitas Michaela lebih cepat, Lina tidak akan perlu berada dalam posisi sulit seperti ini.”
Mengatakan hal itu tidak apa-apa, akan terlalu berlebihan baginya. Kemarin, dia benar-benar dikalahkan musuh. Lina sadar akan hal itu, jadi dia tidak dapat membantah kebenaran perkataannya.
“Selama insiden ini, aku telah gagal memenuhi tugasku sebagai pendukungmu. Karena itu, aku minta maaf yang sebesar-besarnya, Komandan.”
“Ada apa ini, Silvie? Ini seperti sebuah perpisahan-”
“Komandan.”
Perkataan Lina dihentikan Silvia, yang tidak lagi memanggilnya dengan namanya.
“Aku telah menerima perintah dari Kepala Staf Gabungan untuk kembali ke USNA. Investigasi kemarin malam menunjukkan adanya kemungkinan kalau aku terinfeksi, jadi aku akan kembali untuk menjalani pemeriksaan intens.”
“Omong kosong! Mutasi itu tidak disebabkan oleh patogen! Bagaimana caranya teknologi medis mengetahui perbedaannya jika tidak ada tanda infeksi sebelum mutasi!”
“Justru karena itu hal ini perlu dilakukan, Mayor.”
“Kolonel!?”
Sebuah suara dari belakangnya terdengar seolah menegur Lina karena emosinya. Suara itu tidak lain adalah milik Kolonel Balance, yang baru saja melenyelamatkan Lina dari kesulitan.
“Maafkan saya. Saya tidak bermaksud menguping pembicaraan anda.”
“Tidak, lagipula, kami lah yang salah karena membicarakannya disini.”
“Apa begitu?”
Kolonel Balance tersenyum lembut pada Lina yang dengan gugup menjawabnya sebelum memasang ekspresi yang lebih serius saat menjawab pertanyaan Lina sebelumnya.
“Mengenai perawatan Letnan Mercury, tepat seperti yang sudah Mayor Sirius katakan sebelumnya: tidak ada cara untuk mendeteksi mutasi sebelum hal itu terjadi. Dengan kata lain, tidak ada cara untuk memastikan apakah Letnan telah terinfeksi atau tidak.”
“Kalau begitu saya juga!”
“Tepat sekali. Tidak ada jaminan kalau Mayor tidak terinfeksi. Namun, kami akan kalah besar, kalau sampai Mayor berbalik melawan kita. Karena itu, Mayor tidak boleh kembali sebelum dipastikan tidak terinfeksi.”
Wajah Lina memucat. Intinya, dia telah diasingkan sampai mereka dapat memastikan kalau dirinya terinfeksi oleh Parasite atau tidak. Itulah yang dimengertinya. Dengan kata lain, Kolonel Balance memperbolehkan Lina untuk melanjutkan misinya mengingat hal itu.
“Di sisi lain, jika Letnan Mercury berubah menjadi Vampire dan mengkhianati kita, ada kemungkinan kalau intelijen rahasia kekuatan kita akan bocor ke negara lain mengingat kemampuan Letnan. Karena itu, Letnan harus kembali secepat mungkin.”
Hal itu juga masuk akal. Walaupun emosinya kembali melunjak, cara pikirnya sebagai seorang tentara tidak dapat menyangkalnya.
“Sebagai gantinya, saya sudah menyiapkan orang lain untuk memberikan dukungan kepada Mayor.”
“Tidak, tidak perlu.”
Saran Kolonel Balance memang jelas diperlukan, tapi ada niat baiknya. Walau begitu, Lina menolak penawarannya.
“Siapapun yang dekat denganku berpotensi untuk terinfeksi. Untungnya, apartemen di Jepang lengkap sehingga tinggal sendiri bukan masalah.”
“Benarkah? Kalau begitu keinginan Mayor, maka akan saya aturkan.”
“Terima kasih.”
Mereka berdua memberi hormat kepada Kolonel Balance saat dia pergi sebelum Silvia memberikan senyuman kecut kepada Lina.
“Komandan.”
“Silvie, hentikan cara bicara formalmu. Panggil saja aku Lina seperti biasa.”
“………….Baik. Lina, aku agak khawatir meninggalkan tukang tidur sepertimu disini sementara aku pulang.”
“Kasar sekali! Dan juga, hanya kemarin saja aku pernah ketiduran.”
Dihadapkan dengan wajah marah itu, Silvia menjawab dengan senyuman yang tanpa setetes air mata pun.
“Tidak mungkin Lina terinfeksi. Sirius kami tidak selemah itu sampai-sampai dapat dikalahkan oleh monster seperti itu.”
“Itu benar. Aku tidak akan kalah dengan Parasite. Kalau kami bertemu lagi, aku pasti akan membakarnya sampai jadi abu.”
“Kau benar. Jadi lebih baik kau segera menyelesaikan misi ini dan pulang ke rumah, Komandan.”
Melihat pecahnya tawa di mata Silvia saat dia memberi hormat, Lina dengan percaya diri menjawabnya kembali dengan tegas.
◊ ◊ ◊
Untuk masalah penampilan, Kuroba Mitsugu sudah sampai di Yokohama untuk urusan bisnis, walaupun dia saat ini sedang memandangi telepon di kamar hotelnya yang sedang berbunyi dengan penuh kecurigaan. Dia tidak memberitahu rekan bisnisnya tentang hotel yang diinapinya karena tidak ada satu pun telepon wireless yang dapat menjangkaunya, karena itu tidak ada gunanya memberitahu siapapun hotel apa yang diinapinya. Untuk alasan yang sama, tidak mungkin ada juga anggota keluarga yang menghubunginya. Kalau ini terkait tugas rahasianya, maka seharusnya makin tidak mungkin kalau menggunakan telepon hotel.
“Halo, ini aku.”
Tapi, dia merasa tidak ada gunanya pura-pura tidak ada. Saat menggunakan telepon yang hanya bisa melakukan komunikasi suara, dia mengangkat telepon itu tanpa menyampaikan namanya terlebih dahulu untuk berjaga-jaga.
“Mitsugu, apa kau punya waktu sekarang?”
Seketika dia mendengar suara yang datang dari telepon itu, punggung Mitsugu segera menegak penuh kegelisahan.
“Maya-sama………. Tentu saja, bukan masalah sama sekali.”
Ia memiliki kontrol diri yang cukup untuk memastikan suranya tidak gemetaran dihadapan Kepala Keluarga Yotsuba, walaupun itu sudah seharusnya dimiliki oleh kepala keluarga cabang yang bertanggung jawab atas jaringan intelijen Yotsuba. Bagi Mitsugu sendiri, Maya dianggapnya sebagai kakak sepupu. Ibunya adalah adik dari Kepala Keluarga Yotsuba dua generasi lalu dan putranya adalah salah satu kandidat Kepala Kelurga Yotsuba selanjurnya. Dalam artian sempit, Keluarga Yotsuba tidak memiliki garis keturunan langsung, namun jika diterapkan secara langsung, Mitsugu sangat dekat dengan ‘garis keturunan langsung’. Namun, justru karena garis keturunannya yang dekat maka dari itu Mitsugu tahu seberapa menakutkannya Maya.
Teka-teki dibalik mengapa Maya menggunakan telepon hotel untuk menghubunginya segera terpecahkan. Seperti FLT, hotel ini adalah salah satu perusahaan palsu yang dikendalikan oleh Keluarga Yotsuba dibaliknya. Ruang rahasia yang saat ini sedang digunakan Mitsugu hanya bisa diakses oleh pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan Keluarga Yotsuba. Dengan semua kenyataan ini, Mitsugu menganggap kalau dirinya telah gagal karena tidak segera sadar kalau panggilan itu berasal dari rumah utama.
Tentunya, hal itu tidak dikatakannya.
“Apa ada masalah? Kalau ada, berikan saja perintah anda.”
“Hei, Mitsugu……. Bisakah kau hentikan cara bicaramu yang berlebihan?”
“Ho, sepupuku yang cantik-sama. Menyebut cara bicaraku berlebihan melukai hatiku. Aku selalu berbicara apa adanya.”
Dari telepon, Maya terdengar menghela nafas jengkel. Sepupu menakutkannya secara tidak terduga senang ikut bermain dalam candaan orang lain. Biasanya, sedikit lagi saja berbicara maka pasti akan dihentikan olehnya. Berkat hal ini, Mitsugu berhasil menenangkan dirinya. Tapi tetap saja, ini mungkin juga trik sepupunya, meski Mitsugu tahu kalau tidak ada gunanya terlalu memikirkan hal ini.
“Kalau begitu langsung saja…….. Mitsugu, apa kau sudah selesai mengidentifikasi inang-inang Parasite?”
Mitsugu sadar kalau wajahnya menegang. Tanpa basa-basi, ini adalah tugas aslinya, tugas Mitsugu yang sebenarnya. Mitsugu sadar akan hal itu, yang mana mengapa dia tidak berlama-lama dan melaporkan semua yang diketahuinya.
“Totalnya ada 12 dari mereka. 4 telah dieliminasi oleh Amerika, satu dieliminasi kemarin oleh Miyuki-chan dan Tatsuya-kun, jadi tersisa 7. Saya juga sudah mengidentifikasi lokasi mereka saat ini.”
“Seperti biasa. Tepat seperti yang kuharapkan darimu, Mitsugu.”
“Tidak, Keluarga Saegusa dan Chiba sangat terang-terangan dalam menarik perhatian. Hal itu membantuku untuk memancing mereka keluar.”
“Rendah hati sekali dirimu.”
Mitsugu tidak menyangkalnya. Perkataannya barusan memanglah rendah hati seperti yang dikatakan Maya. Sebenarnya, 7 target yang tersisa baru ditemukan kemarin malam, jadi ini masih ‘baru-baru saja’.
“Kenyataannya, klien meminta kita bergerak lebih cepat pagi ini. Mereka tidak terima kalau musuh yang telah mengontaminasi Tokyo menimbulkan lebih banyak keributan.”
“Keras sekali. Tapi Tokyo bukanlah tanggung jawab Yotsuba.”
Wajah Mitsugu yang menegang bukanlah pura-pura. Berkat alasan yang tak diduganya, menggerakkan pion di Tokyo sangatlah rumit.
“Mereka mungkin juga mendapat tekanan dari pihak lain. Yah, mau bagaimana lagi, mari selesaikan kasus ini.”
“Selesaikan, maksudnya?”
Mitsugu bertanya dengan nada serius. Seolah-olah dia memang tidak memahami maksud perkataannya, dia baru saja menambah waktu pembicaraannya makin lama.
“Basmi inangnya.”
Suara Maya sangat tegas. Tidak ada tanda-tanda tekanan emosi atau sengaja bersikap dingin. Kepala Keluarga Yotsuba berbicara dengan suara yang, kalau dideskripsikan dengan benar, benar-benar tenang.
“Bukan dimusnahkan, bukan?”
“Tentu saja. Musnahkan mereka semua.”
“Tapi jika semua inang mati sekarang, Parasite akan terbang mencari inang lainnya. Akan butuh waktu lebih banyak lagi untuk mengidentifikasi inang barunya……….”
“Bukan itu masalahnya. Aku lebih tertarik dengan bagaimana Parasite terlepas setelah inangnya mati? Seberapa jauh mereka dapat bergerak sebagai sebuah badan informasi? Berapa lama yang dibutuhkan untuk benar-benar tergabung dengan inang baru? Dan berapa banyak waktu yang dibutuhkan sebelum mereka dapat bergerak lagi?”
“Apa anda ingin saya untuk melaporkan hal ini setelah saya amati?”
“Aku yakin ini akan jadi data yang berharga. Apa kau bisa melakukannya?”
Mitsugu masih memegang telepon itu dan, walaupun hanya suara saja, dia menunduk dalam.
“Akan saya lakukan.”
“Hubungi aku lagi setelah kau berhasil menghancurkan mereka.”
“Tolong beri saya waktu sampai besok lusa.”
“Tidak apa-apa. Kalau begitu, itu saja.”
Mitsugu sekali lagi menerima perintahnya dan memutus panggilan itu.
◊ ◊ ◊
Dia mengumpulkan Psion di telapak tangannya dan menggenggamnya dengan erat.
Seperti itulah dirinya terlihat saat sedang menggunakan ‘Gram Demolition’.
Saat menggunakan Gram Demolition, Psion-Psion itu terluncur melalui Rangkaian Aktivasi atau Rangkaian Sihir yang dalam proses merubah fenomena. Tapi sekarang, apa yang Tatsuya inginkan bukanlah sebuah kemampuan yang dapat mengenai badan informasi yang muncul pada dunia fisik ini dengan akurat, tapi teknik yang mampu membidik badan informasi hingga masuk ke dalam Idea.
Aslinya, ada cara yang dapat menyerang langsung tubuh asli dari Parasite yang berada dalam lautan Idea.
Dia mengepalkan tangannya.
Lengannya tidak direntangkan ke depan.
Akan lebih sulit untuk melakukan hal yang dapat seperti itu. Tidak ada jalur apapun di dalam Idea, apa yang ada di dalam Idea hanyalah sebuah definisi.
Sekali badan informasi yang ditentukan sebagai target [semacam shikigami] berkumpul, Tatsuya melepaskan kumpulan Psion ke dalam Idea.
Di dunia fisik, hanya bisa satu objek yang ada di satu lokasi yang sama di waktu yang sama.
Namun, hal itu tidak berlaku di Idea. Hal itu tidak berlaku sedikit pun pada badan informasi apapun yang ada didalam Idea. Dilepaskan pada badan informasi yang berperan sebagai ‘target’, psion-psion yang Tatsuya lepaskan menghilang tanpa menghasilkan dampak yang diinginkan.
“Huh……….”
Di satu sisi, Miyuki khawatir melihat Tatsuya yang menggertakkan giginya dan memasang ekspresi kesal, sementara Yakumo, yang berperan sebagai pemimpin sesi latihan ini, sedang berbincang-bincang santai dengannya.
“Seperti yang kita duga, bahkan kau juga kesulitan. Meh, ini adalah teknik yang tidak bisa diciptakan oleh orang biasa tidak peduli seberapa keras mereka berusaha.”
Sebagai balasan perkataan tak bertanggung jawabnya, Miyuki memberikan tatapan menakutkan pada dirinya selagi niat membunuhnya menajam.
Yakumo bukan Yakumo kalau dia mengedipkan matanya. Tapi tetap saja, kesalahan kecil sedikit pun pasti akan menunjukkan keringat dingin yang terkumpul di keningnya.
“Lagipula, ini masih baru tiga hari semenjak dia mencoba menciptakan serangan yang dapat digunakan pada Idea, jadi aku pikir ini masih terlalu cepat untuk menyimpulkannya.”
Tatapan tajam Miyuki tidak berkurang sedikit pun meskipun Yakumo telah mencoba untuk menjelaskannya sendiri.
“Master, tolong coba lagi.”
Namun, disaat Tatsuya memintanya untuk melanjutkan latihan, perhatian Miyuki sekali lagi terpusat pada kakaknya.
Sudah seminggu tepat sejak Vampire menyerang sekolah mereka dan berakhir tanpa kemenangan. Pada hari kedua, Tatsuya sudah mendatangi Yakumo meminta latihan, dan hari ini adalah hari ketujuh latihannya.
Berbanding terbalik dengan perkataan Yakumo, Tatsuya sekali lagi teringat akan pengaruh bakat dalam dua atau tiga hari terakhir.
Penyihir biasa pasti akan menganggap kalau dapat mengenai target di lautan Idea dengan peluru Psion dalam waktu hanya tiga hari adalah pencapaian besar. Namun, Tatsuya sebenarnya mampu mengidentifikasi badan informasi yang ada di Idea. Dibandingkan seorang penyihir biasa, bahkan sebelum latihan pun dia sudah unggul besar. Meski begitu, fakta kalau sekarang dia masih belum bisa mengenai target dengan peluru Psion tidak pantas untuk mendapat pujian.
“Yah, kita baru bisa menilainya kalau sudah berhasil. Teknik adalah sesuatu yang mungkin tidak dapat kau kuasai hari ini, tapi mendadak bisa keesokan harinya.”
Seolah-olah menjawab kritikan kasar Tatsuya, Yakumo memberikan kalimat penghibur kepadanya.
“Tapi, faktanya kau bukan pada posisi dapat menunggu.”
Biasanya, ini tidak akan berakhir hanya dengan beberapa kata penghibur.
“Pada kasusmu, kau sudah tahu kemana tujuanmu, aku pikir cara lain untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menciptakan metode serang yang berbeda.”
Mendengar ini, Tatsuya menyeringai pahit meski tahu kalau itu tidak pantas.
“Ini tidak semudah mengembangkan sihir baru. Meski ku akui perkembangannya tidak terlalu tinggi, aku rasa kau terlalu menilai tinggi diriku.”
“Apa benar? Walaupun kau memiliki sisi yang kurang berbakat, dalam masalah modifikasi teknik dan inovasi kau sudah masuk dalam tingkatanmu sendiri. Aku tentunya tidak merasa kalau merendahkan potensimu adalah hal yang bijaksana.”
“Itu benar sekali, Onii-sama!”
Walaupun Tatsuya tidak terlalu tertarik, kali ini giliran Miyuki yang angkat bicara.
“Hanya Onii-sama lah yang mampu menciptakan sesuatu yang bahkan tak bisa dimimpikan orang lain.”
……Omong kosong mendadak jadi serius, ini adalah sebuah deklarasi besar. Pada kasus Miyuki, ini bahkan sudah bukan spekulasi baginya.
“Maafkan aku, aku tidak merasa kalau hal ini benar. Penggunaan Gram Demolition untuk menyerang langsung bisa menjadi salah satu strategi dan pengembangan sihir baru dapat berjalan di saat yang sama, bukan?”
Kalau dia adalah orang selain Miyuki, Tatsuya akan segera menolaknya dengan sesuatu seperti ‘Jangan katakan sesuatu yang tak masuk akal’, atau sebuah candaan seperti ‘Memangnya kau ingin aku mati kelelahan?’.
Tapi karena ini Miyuki, dan di depan mata yang jauh melebihi ekspektasi itu dan dibatasi pada keyakinan yang murni, benar-benar mustahil bagi Tatsuya untuk membalasnya dengan kalimat seperti ‘Tidak bisa’ atau ‘Mustahil’.
◊ ◊ ◊
Tatsuya dan Miyuki bukanlah satu-satunya orang yang menginginkan pertarungan ulang. Erika, Mikihiko, Mayumi dan Katsuto semuanya sudah siap dengan pertarungan yang akan datang, bukan hanya untuk pertarungan saja, tapi juga untuk menghadapi ancaman yang dibawa oleh Vampire. Setelah mereka selesai bersiap-siap, berita buruk datang dari seberang Pasifik pada akhir bulan Januari 2096.
“Onii-sama, ini……….!”
Shiba bersaudara telah mendengar berita di televisi saat mereka duduk menyantap sarapan. Tatsuya tak bisa berkata-kata melihat siaran yang tampaknya dipaskan dengan waktu pagi di Jepang.
“……….Apa ini sama seperti yang kita dengar dari Shizuku……….?”
“………..Sepertinya ini versi singkatnya.”
Setelahnya akhirnya dapat berbicara kembali, Tatsuya menjawab balik dengan nada yang sedikit pahit.
Isi dari berita ini dipublikasikan oleh seorang tak dikenal di dalam organisasi pemerintahan.
Berita itu sendiri berisi :
Pada tanggal 31 Oktober tahun lalu, pemerintah USNA memerintahkan pasukan penyihir untuk mengembangkan sebuah cara penanggulangan pada senjata rahasia yang dimiliki militer Jepang di bagian selatan Semenanjung Korea. Para penyihir di Laboratorium Akselerator Nasional Dallas mengabaikan himbauan dari para ahli dan menggunakan partikel akselerator untuk mendatangkan iblis.
Para penyihir ingin membangun aliansi dengan iblis untuk menghadapi senjata super yang dimiliki Jepang.
Sayangnya, proses pengikatannya gagal dan mereka malah terasuki. Para Vampire yang bertanggung jawab atas gangguan pada masyarakat sipil yang terjadi sejak akhir tahun lalu sebenarnya adalah anggota militer penyihir yang dirasuki oleh iblis-iblis ini. Pihak militer akan bertanggung jawab untuk jatuhnya korban jiwa dari tiga perspektif.
Pertama, kegagalan dalam mencegah para penyihir melakukan sebuah eksperimen yang berbahaya dan ceroboh.
Kedua, mereka melakukan eksperimen ini dengan paksa dan masih gagal, meski mengetahui kalau ada risiko yang tinggi.
Ketiga, walaupun kemungkinan besar kesadaran mereka telah hilang, tetaplah tidak merubah fakta kalau penyihir yang berhubungan dengan militer telah mengancam keselamatan masyarakat sipil.
Kesimpulannya adalah semua ini adalah dampak langsung dari kegagalan militer dalam menangkap penyihir-penyihirnya. Bukankah kita seharusnya benar-benar merenungkannya lagi apakah memang sihir, sebuah kekuatan supranatural yang, walaupun kuat, memiliki potensi untuk lepas kendali kapanpun benar-benar menjadi ketertarikan terdalam negara.
“Cara yang menarik dalam mengemas berita……….”
“Kalau begitu, ini!?”
“Tujuan sebenarnya adalah untuk mendiskriminasi penyihir.”
Suara pahit Tatsuya yang merespon ekspresi tegang Miyuki memberikan kesan yang lebih parah daripada khawatir.
“Dasarnya sama dengan ‘Humanist’, tapi……….. Kerena kebanyakan orang tidak dapat menggunakan sihir, hal ini tidak terlalu diperhatikan oleh media. Dibanding dengan itu, sumber berita ini jauh lebih penting.”
Tatsuya sejak awal telah menaruh tangannya pada telepon, tapi menghentikan tangannya di tengah-tengah.
Siapa yang akan diteleponnya……..? Diantara beberapa kemungkinan, untuk alasan yang sama sebuah wajah musuh terlintas di benak Miyuki.
◊ ◊ ◊
Berita dadakan itu meledak entah dari mana, walauapun akan lebih tepat jika menyebutnya skandal, dan Lina benar-benar pusing kepalanya.
Pikirannya tentang masalah ini mengatakan kalau sekarang bukanlah waktu untuk masuk sekolah, tapi seorang aset tempur sepertinya yang 100% hanya bisa bertarung tidak bisa apa-apa walaupun dia tidak masuk sekolah. Ditambah lagi, dia mendapat perintah ‘jalani hidupmu seperti biasa’ dari Kolonel Balance sendiri.
Tidak mungkin dia tidak akan mengikuti perintah langsung dari atasannya.
Mengelus-elus kepalanya yang pusing, Lina sampai di stasiun yang bertuliskan ‘menuju SMA 1’. Selanjutnya, hanya ada satu jalan yang menuju ke gerbang sekolah. Setidaknya, begitulah seharusnya.
“Selamat pagi, Lina.”
Melihat siluet yang mendadak menutupi jalannya, Lina lupa akan pusingnya dan segera berjalan cepat meninggalkan tempatnya seperti seekor kelinci.
“Ada apa denganmu, mencoba melarikan diri saat melihat seseorang……….?”
“Ah, ha ha ha……..”
Rencana Lina berakhir hanya dengan tiga langkah saja.
Itu karena Miyuki berdiri menghalangi loket tiket.
Dipojokkan dengan teman kelasnya yang tersenyum, Lina hanya bisa memasang senyuman pada wajahnya dan berusaha untuk melewatinya. Dia melakukan itu tanpa alasan.
“Ah, lupakan. Tidak, ini sebenarnya tidak sepenting itu, jadi sayang sekali kalau kita sampai terlambat karena ini. Ada yang ingin kutanyakan kepadamu, jadi ayo kita bicarakan sambil jalan.”
“………Apa yang ingin kau tanyakan?”
Kewaspadaannya benar-benar terjaga, Lina masih mengikuti perkataan Miyuki karena dia berada di posisi dimana dia tidak bisa menyebabkan keributan. Meski waktu mereka bersama singkat, Tatsuya tahu kalau dia bukanlah orang yang sabaran dan segera masuk ke intinya.
“Apa kau melihat berita pagi ini?”
“……Aku melihatnya, walaupun aku sebenarnya tidak ingin.”
Menjawab pertanyaan Tatsuya, Lina menjawab dengan perasaan yang benar-benar tidak nyaman.
“Bagian mana yang memang benar?”
Lina harus menjawab pertanyaan Tatsuya sejujur-jujurnya.
Namun, suasana hati Lina sedang tidak baik. Untungnya, rekan bicaranya sadar akan itu jadi tidak perlu sampai menyembunyikannya saat dia memulai omelannya.
“Semua bagian kuncinya bohong!”
Pada akhirnya, dia berhasil mengecilkan suaranya, tapi nadanya agak keras.
“Mereka hanya menyampaikan kebenaran yang ada di permukaan, dan ini jadi lebih buruk! Ini contoh sempurna dari kontrol informasi!”
“Sesuai dugaan, ini propaganda.”
Meskipun ia menyadari makna dari perkataan Tatsuya, Lina sedikit memiringkan kepalanya.
“Apa, apa maksudmu sesuai dugaan? Propaganda?”
“Tidak, itu hanya deduksiku saja. Jadi, hanya dasarnya saja yang benar?”
“…………Ya!”
Bagian yang tidak ingin dikatakannya malah terumbar. Melupakan kebingungannya untuk beberapa saat, Lina menjawab dengan frustasi.
“Tapi tetap saja, informasi seperti ini seharusnya menjadi informasi rahasia. Aku yakin akan sulit bagi orang luar untuk menyelidikinya.”
“………..Ini mungkin perbuatan ‘Seven Sages’.”
“Seven Sages? Bukan Seven Sages of Greece[1], ‘kan?”
“Sebuah organisasi bernama Seven Sages yang identitasnya tak diketahui.”
Mendengar perkataan Lina, Tatsuya terkejut.
“Kalian tidak tahu identitas organisasi didalam USNA? Apa hal itu mungkin?”
“Tentu saja! Bukan berarti aku ingin mengakuinya!”
Ekspresi Lina jelas mendukung kebenaran perkataannya.
“Nama organiasai, Seven Sages, diciptalan oleh mereka sendiri dan, tidak peduli seberapa keras kami mencoba, kami belum menemukan petunjuk apapun mengenai mereka. Satu-satunya hal yang entah bagaimana pasti benar adalah ada tujuh orang yang mengemban gelar Sages dalam kelompok mereka.”
“Sage………… sedikit sesuai dengan makna katanya sendiri.” (Sage = petapa)
“Itulah kenapa aku mengatakan kami tidak tahu siapa mereka!”
“Tunggu dulu, Lina. Tolong jangan lampiaskan kemarahanmu pada Onii-sama.”
“Apa, aku………”
Tidak tahu harus komentar tentang komentar pilih kasih Miyuki atau ketidakmampuannya untuk membaca suasana, Lina sedang diambang kemarahan mendengar sesuatu seperti ‘Apa katamu!’ atau ‘Apa maksudmu disini aku yang salah!?’ Namun, setelah menarik nafas dalam beberapa kali, dia berhasil menghindari meledaknya amarahnya.
“………….Kau kalah kalau terlalu memerhatikan sesuatu, Angelina, dan baru saja Miyuki melakukan hal aneh seperti biasa. Tidak ada akhirnya kalau kau memasukkan deklarasi bro-condari adik bro-con ini ke dalam hati. Jangan perhatikan pada si bro-con aneh, bro-con aneh, bro-con aneh………….”
Untungnya mantra yang digunakan untuk menenangkan dirinya tidak terdengar dan karena itu tidak ada orang yang menyadarinya.
“Lina?”
“Eh? Maaf, kenapa?”
“Mengenai Seven Sages, apa mungkin kalau mereka Humanist?”
Setelah mendengar perkataan Tatsuya, Lina memikirkannya selagi berjalan sebelum menggelengkan kepalanya.
“Walaupun tidak dapat kujamin, kemungkinannya mustahil. Berdasarkan sejarah sebelumnya, Seven Sages bukanlah organiasi yang berpegang pada sebuah ideologi atau fanatisme.”
“Lupakan dulu tentang fanatisme, apa mungkin kalau sebuah organisasi bebas dari ideologi?”
“………..Sulit untuk dikatakan. Tidak ada jaminannya. Berdasakan penyelidikan kami, mereka sepertinya lebih seperti orang-orang yang senang melakukan kejahatan. Memiliki ketertarikan pada sebuah ideologi tidaklah cocok untuk mereka. Terlebih lagi, Seven Sages telah membantu kita di masa lalu, walaupun hanya sebagian saja.”
Dan saat itulah nama Seven Sages terbentuk, Lina menambahkannya pada penjelasannya. Tatsuya mengangguk mengerti dan memikirkannya, memang benar kalau mereka tidak ada hubungannya dengan Humanist.
“Terakhir, satu hal lagi.”
Walaupun gerbang sekolah masih agak jauh, Tatsuya sudah menyampaikan kalau interogasi ini akan segera berakhir.
“………Apa?”
Mendengar suara Tatsuya berubah lebih serius, respon Lina jauh lebih dijaganya.
“Apa Parasites dari dunia lain yang menjadi penyebabnya?”
“Bukan.”
Jawaban Lina benar-benar menolak petanyaan Tatsuya.
“Kalau kau benar-benar serius dengan pertanyaan itu, aku akan marah, Tatsuya.”
Ngomong-ngomong, Lina sudah marah. Hanya saja sebelumnya kemarahannya bukan tertuju pada Tatsuya.
“Aku sudah mengeksekusi 3 orang yang ‘terinfeksi’. Kalau ada orang yang merencanakannya, tidak akan kuampuni orang itu.”
◊ ◊ ◊
DD adalah seorang pria kulit putih yang kira-kira berusia 45 tahun dan memiliki penampilan khas yaitu rambut dan matanya yang berwarna coklat. Nama aslinya adalah Donald Douglas, tapi tidak ada orang yang memanggilnya ‘Mr. Douglas’. Jika dilihat secara positif, itu karena kedekatan setiap orang dengannya, tapi sebenarnya, itu karena tidak ada yang menghormatinya. Sejak kecil, semua orang dari rekan kerja sampai teman sekamarnya telah memanggilnya dengan ‘DD’ dan menganggapnya sebagai orang tua biasa tanpa kelebihan dan kekurangan.
Tiga bulan lalu, DD adalah kepala asrama di Dallas. Dia telah lulus dengan hormat dari sebuah perguruan tinggi teknik. Beberapa kegagalan (menurutnya) dalam hidupnya telah merenggut pekerjaannya yang memuaskan, jadi dia berganti pekerjaan beberapa kali sebelum pernikahannya.
DD sangat tidak senang dengan pekerjaannya saat ini. Meski menjadi pekerja biasa, dia menduduki posisi yang cukup tinggi di perusahaannya, dan kompensasinya tentunya tidak mengganggu gaya hidupnya. Pendapatannya setara dengan mereka yang tinggal di area urban di Amerika. Jika dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di Amerika Tengah dan seluruh USNA, dia mungkin melebihi rerata orang-orang di beberapa tempat. Walau begitu, dia masih percaya kalau dia layak untuk pekerjaan yang lebih baik.
Walau begitu, dia mengkesampingkan ambisinya dan mengutamakan keluarganya setelah menikah. Walaupun tidak memiliki anak, kehidupan pernikahan mereka berjalan bahagia. Dia adalah sosok suami idaman bagi istrinya, tapi mungkin pengendalian dirinya terlalu berlebihan. Kalau saja dia lebih jujur dengan dirinya, dia mungkin tidak akan dirasuki iblis hari itu.
Saat eksperimen black hole miniatur, dia bertanggung jawab mengawasi distributor listrik di sepanjang dinding luar yang terhubung dengan akselerator partikel saat dia memandangi peralatan eksperimental besar itu. Ambisi tak terwujud yang terkunci di hatinya menjadi keinginan murni yang meracuni hatinya. Tapi tetap saja, itu hanya berlangsung sebentar. Setelah menyelesaikan tugasnya, DD mengendalikan dirinya dan pulang ke rumah sebagai suami yang baik. Kalau Parasite belum merasukinya, maka akan seperti itu.
Hari itu, dia menjadi seorang Vampire. Sebagai Vampire yang tak ketahuan, saat dimana dia bergabung sepenuhnya dengan Parasite, kemampuannya, Hypnosis Force, bangkit. Dengan kekuatan ini, dia meyakinkan istrinya kalau mereka akan pergi ke Jepang dengan keinginan mereka sendiri.
Kekuatan hipnotis DD tidak sekuat itu. Dia tidak mampu memaksa seseorang untuk melakukan hal-hal tidak biasa yang berada di luar keinginan mereka, seperti nilai moral, atau kepercayaan religius. Sihir yang digunakannya pada istrinya hanya berisi pesan kalau ‘mereka akan pergi ke Jepang dalam sebuah perjalanan bisnis’.
Tapi tetap saja, dalam batas akal sehat dan logika, dia masih dapat mempengaruhi seseorang. Contohnya, dia dapat dengan mudah membuat agen real estate untuk percaya kalau mereka sudah mendapat dokumen yang diperlukan dan tidak perlu mengecek apapun. Berkat kekuatannya, dia dapat mencarikan tempat tinggal yang aman untuk sesamanya yang belum dieksekusi oleh USNA (termasuk dirinya sendiri). Jika dipikir dengan akal sehat, ‘iblis tidak mungkin dapat hidup’, DD memanipulasi ingatan para saksi mata dan menyembunyikan pergerakan sesamanya.
Namun, mulai seminggu yang lalu, sesamanya mulai kehilangan inangnya satu per satu ditengah aktivitas mereka, yang membuat mereka membutuhkan inang baru. Demi menolong sesamanya menghindari pemeriksaan fisik, dia mengutak-atik ingatan personil USNA untuk menarik mereka mundur dan menggunakan waktu itu untuk menghubungi sesamanya yang telah melarikan diri dari militer ke Jepang untuk membantu mereka mencari tempat persembunyian selanjutnya.
Setelah mengurus semua barang bawaan di apartemen, DD menghubungi sesamanya.
(Persiapan untuk pindah sudah selesai.)
DD menujukan komentar ini pada alam bawah sadarnya dan menerima sebuah telepati. Bahkan dengan orang yang berkemampuan membaca pikiran, satu-satunya yang dapat didengar mungkin hanyalah suara dengung lebah. Ini bahkan bukan masalah bahasa karena hanya DD lah yang berkomunikasi dengan bahasa manusia. Parasite berkomunikasi secara telepati, jadi tidak perlu kata-kata. Lagipula, mereka memiliki satu kesadaran pusat. Tidak ada yang perlu untuk memikirkan langkah selanjutnya. Dengan sesamanya yang tidak berinang saat ini, DD lah kesadaran utama sekarang, yang bertanggung jawab untuk berpikir seperti manusia.
(Kalau begitu mari kita lanjutkan besok pagi. Tolong jangan menarik perhatian orang lain pada diri kalian.)
(………….)
(Ini sudah larut malam. Pindah sekarang hanya akan menambah risiko.)
Tiga respon yang didapatnya menyatakan kesetujuan, dua ketidaksetujuan, dan yang lain hanya berteriak kesakitan.
“Apa yang terjadi!?”
DD tidak dapat menahan dirinya untuk melompat dan menggunakan suara aslinya untuk berteriak. ‘Suara’nya menggema sampai ke sambungan yang ada diantara kedua alisnya sehingga yang lain dapat mendengarnya.
Tapi, apa yang membalas teriakannya adalah sebuah teriakan penuh penderitaan. Hampir di saat yang sama, sambungannya dengan sesamanya juga terputus.
Saat orang keempat berteriak, DD benar-benar merasa khawatir jauh di dalam hatinya.
Dia secara refleks langsung memegangi dadanya sendiri.
Dekat di area jantung, sebuah benda kecil seperti pin hitam tertusuk padanya. Jika diperhatikan lebih baik, itu terlihat seperti sebuah pin yang dipakai di dada. Ujung pin itu menembus bajunya tapi tidak ada darah.
Daripada berpikir mengapa dia tertusuk benda seperti itu, DD secara refleks langsung mencoba untuk melepasnya.
Tapi, tangannya sudah tidak menuruti perintahnya. Di saat setelah DD dengan sadar mengetahui kalau dirinya tertusuk, seluruh tubuhnya dipenuhi rasa sakit yang membuatnya tidak dapat berpikir jernih.
Rasa sakit yang tertancap pada jantungnya dan tubuh fisiknya menghentikan kemampuannya berpikir.
Penyebab kematiannya karena syok. Laporan kesehatannya mungkin akan menulis ‘serangan jantung akibat syok ganjil’.
Sampai pada akhirnya, DD benar-benar tidak sadar akan siluet hitam yang berdiri dibelakangnya.
“Dua detik…….. Cukup sulit untuk menyaingi Oji-sama.”
Mengambil pin yang terjatuh di lantai, Kuroba Mitsugu mengejek dirinya sendiri dengan gumamannya.
Sihir yang Mitsugu gunakan untuk membunuh Vampire itu adalah ciptaannya sendiri. Mengemban nama menjijikkan ‘Poisoned Bees’ yang dia pilih sendiri, itu adalah sebuah Sihir Pengganggu Sensorik yang meningkatkan rasa sakit yang diterima target hingga tak terbatas sampai mati. Dalam hal ini, jika target adalah seseorang yang memiliki ketahanan rasa sakit yang tinggi dan dapat menggunakan sihir pelindung sebelum syok itu mempengaruhinya maka sihir itu akan gagal, dan sihir ini tidak akan berefek pada musuh yang dapat menghentikan kerja sensor rasa sakit mereka. Dalam hal kekuatan membunuh, sihir ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ‘Reaper’s Blade’ ciptaan pamannya, Yotsuba Genzou, Kepala Keluarga Yotsuba dua generasi yang lalu. Gumaman itu tidak sengaja keluar dari mulutnya menandakan kalau Mitsugu sendiri sadar akan hal itu.
Tetapi, masih terlalu dini untuk mengatakan kalau ‘Poisoned Bees’ adalah sihir yang lebih lemah ketimbang ‘Reaper’s Blade’. Keuntungan terbesar dari ‘Poisoned Bees’ adalah kemampuannya untuk menghabisi lawan dengan benda sekecil pin. Di sisi lain, ‘Reaper’s Blade’ membutuhkan pelepasan langsung untuk memastikan lawannya mati, meninggalkan luka pada mayat dan darah yang terciprat kemana-mana. Jika dibandingkan, ‘Poisoned Bees’ meninggalkan tidak lebih dari luka samar yang akan sulit dihubungkan dengan penyebab kematian. Saat dihadapkan dengan korban ‘Poisoned Bees’, asumsi awalnya pasti adalah racun, lalu mungkin karena kehabisan oksigen, tapi mayatnya tidak meninggalkan bukti untuk mendukung hipotesis tersebut. Untuk digunakan dalam misi pembunuhan, ‘Poisoned Bees’ adalah sihir yang luar biasa.
Aset lain dari ‘Poisoned Bees’ adalah kalau sihir ini tidak hanya bisa digunakan oleh Mitsugu saja. Tidak seperti kebanyakan Sihir Penganggu Sensorik, ‘Poisoned Bees’ memiliki Rangkaian Aktivasi yang tidak terbatas pada pengguna tertentu. Sederhananya, bahkan penyihir selain Mitsugu dapat menggunakan sihir ini. Tentunya, ini butuh latihan yang cukup, tapi sekarang semua agen Kuroba menggunakan ‘Poisoned Bees’ sebagai andalan mereka.
Mendengar seseorang memanggilnya dari belakang, Mitsugu perlahan berbalik badan. Posturnya dengan satu tangan memegangi topi formal di kepalanya jelas-jelas hasil dari terlalu banyak membaca novel (menurut bawahannya). Tapi tetap saja, dia terlihat benar-benar santai selagi berlaku seperti itu.
“Eksekusi selesai.”
“Korban?”
“Tidak ada.”
Mitsugu mengangguk puas mendengar perkataan bawahannya. Ini adalah musuh yang telah menyusahkan pasukan pengejar USNA. Bisa dimaklumi kalau dia menilai bawahannya terlalu tinggi.
“Perintah ini datang dari Kepala Keluarga. Jangan lengah saat mencari badan informasi yang ada di dalam tubuh inang. Tidak ada yang dapat kita lakukan kalau kita kehilangannya, tapi mereka tetap masih perlu ditangkap sebisa mungkin.”
Bawahannya memasang ekspresi aneh setelah Mitsugu memberikan perintahnya. Apa perlu perkataan naifnya dianggap terlalu santai ataukah hanya kurangnya kedisiplinan pada bawahannya? Sulit untuk menghilangkan kesan itu dengan perintah santainya untuk melakukan pembunuhan massa atau sikap dinginnya untuk mengorbankan agen-agennya.
Kuroba Mitsugu adalah orang yang sulit untuk dimengerti.
Dengan banyaknya topeng yang dipakainya, tidak mungkin ada cara untuk melihat sisi aslinya.
Untuk itu, bisa ditanyakan apa sebenarnya dia memang memiliki ‘sisi asli’.
Semakin lama seseorang bekerja bersamanya, maka semakin dalam pula kesan ini.


[1] Gelar yang diberikan oleh tradisi Yunani kuno untuk 7 orang yang dikenal sebagai filosof, negarawan, dan pembuat hukum karena terkenal akan kebijaksanaannya