CHAPTER 1 PHASE 4
(Translater : Bonn; Editor: Hikari)

Arato sedang berkejaran dengan waktu.
Dia berusaha secepat mungkin berlari agar es krim yang dipesan adiknya tidak meleleh.
Saat mereka berdua sampai di blok apartemen mereka, dia bertanya pada Lacia berapa banyak waktu yang telah mereka lewati sejak mereka pertama bertemu. Delapan menit, jawabnya. Dia mendengar suara sirine mobil polisi tak jauh dari sini.
Arato menggunakan PortaComnya untuk mematikan kunci elektrik pintu apartemennya.
Yuka sudah menunggunya dari tadi. “Kenapa kau lama sekali, Onii-chan!” katanya, dia lompat dari sofanya dan berlari menuju ruang depan.
“Yeah, berbelanja mungkin juga membutuhkan waktu yang lama, kadang-kadang.” Arato mengambil kemasan beras dari kantong belanjanya, memeriksanya apakah masih ada kelopak bunga yang masih tersisa.
Adiknya berdiri dengan ekspresi kaget di wajahnya. Dia mengangkat jari dan tangannya yang bergetar ke arah kakak laki-lakinya itu.
“Apa…. Siapa… wha…” dia berguman.
“Halo, aku Lacia. Sangat senang bisa melayani Anda, Nona,” kata Lacia.
Darah mengalir dengan deras dari wajah Yuka saat ia melihat Lacia dengan sopan dan hormat membungkuk padanya. Arato adalah pemilik Lacia sekarang, jadi tidak aneh jika pemiliknya berjalan berdampingan dengan alatnya. Kecuali jika yang dimaksud pemilik adalah sesuatu yang mengambil bentuk seperti manusia.
Ohh My God, akhirnya impianku terkabul. Kakakku membawa seorang cewek.”
“Benarkah, apa itu yang kau pikirkan? Aku tidak membayarnya untuk ini!”
“Apa! Bahkan itu lebih buruk!”
Jujur saja bagi Yuka, sangat tidak nyaman ketika melihat salah satu anggota keluargamu pergi ke toko grosir pada malam hari dan kembali membawa seorang wanita.
Lalu sekarang, karena keterkejutan Yuka, kini dia berada dalam keadaan dimana dia akan menangis. “Aku minta maaf, Nona Lacia. Aku akan melakukan apapun untuk meluruskan hal ini, aku akan bekerja sama penuh dengan pihak berwajib. Aku yakin jika semua ini adalah salah kakakku!” Dia menundukkan kepalanya dan membuat suara terisak-isak.
Arato mencoba untuk meluruskan kesalahpahaman ini, tapi Lacia membuat langkah pertama, dengan ekspresinya yang begitu tenang. “Aku adalaah hIE, bukan manusia, jadi ini bukan salah Master jika membawaku ke dalam tempat tinggalnya. Dan juga, aku tidak memiliki pemilik ketika kakak Anda dengan ramah menjadi pemilikku, jadi kontrak kepemilikannya sudah legal.”
“Alasan yang cukup bagus, benar begitu kan, hIE? Kau harus mencoba alasan yang lebih baik lain kali.” Semua tekanan yang dirasakan Arato beberapa menit yang lalu sudah hilang, dan dia hampir melupakan semua kata-kata yang diucapkan adiknya beberapa menit yang lalu.
“Yang benar saja?” tanya Yuka, ia memandang ke atas. Dia menangis. Arato merasa berada di dalam dua perasaan yang berbeda. Di satu sisi dia merasa senang karena kesalahpahaman ini sudah selesai, tapi di lain sisi dia juga merasa sakit jika adiknya mengira dia sengaja menculik seorang perempuan.
“Kalau begitu,” kata Arato, “um, akhirnya kita sampai di titik penting ini. apa kau pikir Lacia boleh tinggal disini dengan kita? Nona Lacia maksudku.” Dia memperbaiki kata-katanya dengan tergesa-gesa, dia merasa malu dengan upayanya untuk akrab dengan Lacia.
Adik Arato mengusap matanya. “Mungkin,” katanya.
“Apa kau yakin?” tanya Arato.
Yuka tersenyum----tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk tersenyum senang. “Tentu saja! Kita akan menjaganya, benar?”
Arato merasa bahwa kini dia perlu menceritakan yang sebenarnya pada Yuka tentang semua yang terjadi malam di luar. Dia ingin membawa Lacia masuk dan melupakan semua kejadian yang ia lihat, tapi Arato tidak ingin membawa adiknya ke dalam masalah lain.
“Oh, yeah, Yuka. Tadi, ketika aku berbelanja, bunga-bunga ini berjatuhan di atas kepala kami. Ms. Marie juga tidak bisa berbuat banyak, kau tahu, hIE milik keluarga Yuzawa. Mungkin semua karena gadis ini, dia mungkin adalah target serangannya, kau tahu.”
Lacia telah mengatakan jika dia tidak tahu siapa dalang di balik serang ini. Dan Arato juga merasa dia telah ditarik menuju sebuah dunia pararel, dia masih merasakan efeknya di kepalanya terutama dengan kejadian yang ia alami tadi. Arato sadar jika usahanya untuk menjelaskan hal ini pada Yuka adalah sesuatu yang sangat sulit, jadi Arato merasa bahwa dia harus menunjukkan sesuatu sebagai buktinya daripada harus berbicara, dan dia kemudian melepas bajunya untuk menunjukkan bekas luka goresannya. “Lihat, aku baru saja diserempet oleh mobil. Beruntung Lacia menyelamatkanku.”
“Beruntung sekali. Untungnya dia ada disana, benarkan, Onii-chan?”
Yah, tentu saja sangat beruntung Lacia bisa berada di sana.
“Yeah, dan aku sendiri juga merasa tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Arato, dengan bengong.
“Tidak usah kau pikirkan Onii-chan. Lihat, Tidak ada berita yang mengkhawatirkan di TV. Dan jika kakak merasa cukup berbahaya untuk membawa Lacia, kau tidak mungkin membawanya langsung ke sini kan?”
Arato merasa tenang di dalam dirinya. Adiknya percaya pada dirinya! Dia percaya pada dirinya. Bukan dengan hIE yang ia bawa, tapi dia.
Arato ingin berterima kasih padanya. Tapi sebelum Arato sempat berkata seperti itu, Yuka menggapai tas belanjaanya dan mengambil es krim yang dia inginkan.
“Jadi, kau adalah bagian dari kami sekarang, Lacia,” kata Yuka. “Aku dengar hIE sangat hebat dalam memasak! Jadi apa yang bisa kau lakukan?”
Lacia menjawab tanpa ragu. “Jika kau ingin aku membuatkan makanan aku bisa mengambil datanya lewat Behavior Management Cloud dan aku bisa memulainya sekarang, Nona?”
“Er, apakah nanti rasanya enak?”
“Permintaan makanan kelas bintang lima, Nona.”
Luuuuve you, Lacia!” Yuka memberikan sebuah pelukan terhadap Lacia, sebuah pelukan yang teramat amat erat dan menggenggam tangannya untuk masuk ke dalam rumahnya.
“Tunggu dulu,” kata Arato. “Apakah hanya cara itu yang bisa membuatmu yakin? Seseorang yang bisa membuatkanmu makanan setiap saat?” Arato menggenggam tangan Lacia yang lain, menahannya dengan kekuatannya.
Tapi pada akhirnya ia kalah dengan adik perempuannya itu, yang terlahir dengan bakat menggengam yang luar biasa. “Kau tahu kan jika hIE dilengkapi kamera di matanya yang bisa merekam semua kejadian yang dia lihat, benar kan, Onii-chan? Aku melihatnya di televisi. Jika Ms. Marie terjadi apa-apa pasti terekam di kameranya. Jika memang ada masalah, polisi pasti akan turun tangan bukan?”
Apa yang menimpa Arato dan Lacia mungkin tertangkap oleh kamera pengawas toko grosir itu atau kamera pengawas blok apartemennya. Jika memang terjadi sesuatu, polisi pasti akan menghubunginya besok.
“Aku pikir juga begitu, Yuka. Yup, serahkan saja semuanya pada polisi besok.” Arato berpikir jika kata-katanya mungkin agak berlebihan. Entah siapa yang membuat bunga-bunga itu jatuh, hal ini bukan seolah-olah Arato berada di tengah-tengah medan perang atau apapun. Dan mengapa dia terlibat dengan semua masalah ini juga masih menjadi misteri.
Lagipula,
“Yup, kau selalu berpikir berlebihan, Onii-chan. Jangan tanyakan tentang bagaimana menyelesaikan masalah dunia ini, tanyakan tentang apa yang dunia mampu berikan kau masakan yang enak untuk dimakan.”
"Aku yakin kau bisa tidur dengan nyenyak malam ini,” kata Arato. Arato merasa agak tenang karena entah bagaimana tiba-tiba saja Yuka bisa langsung menerima Lacia ke dalam kehidupannya dan berubah menjadi sebuah hubungan simbiosis dengannya.
“Tentu saja, aku akan tidur seperti orang mati. Jadi, mau mencobanya, Onii-chan, kau telah menemukan sebuah penemuan yang sangat berharga karena bisa menemukan dan membawa Lacia kemari?”
“Er, apa kau mencoba membuatku bertanggung jawab? Lagipula, apa yang akan terjadi dengan pemilik aslinya?” kata Arato.
“Well, kenapa kau tidak tanyakan saja ke dia? Lacia, apakah akan ada bahaya jika kau tinggal disini bersama kami?” Yuka bertanya secara blak-blakan.
“Jika yang anda katakan adalah benar, Nona Yuka, maka saya tidak melihat adanya tanda bahaya,” jawab Lacia.
Yuka mengangguk, merasa puas. “lihat? Keren bukan.”
Arato memberanikan dirinya untuk keberanian Yuka. “OK. Well, jika situasi memburuk suatu saat nanti kita bisa pikirkan kemudian, aku kira begitu. Untuk sekarang, Lacia membutuhkan tempat tinggal.” Arato bukan tipe orang yang suka memikirkan masalah yang serius. Ryo dan Kengo bahkan pernah mengejeknya karena terlalu impulsif. “Kalau begitu sudah ditetapkan. Sekarang, ayo kita buat makan malam.”
Langsung saja: makan malam ini adalah makanan kelas atas.
Entah bagaimana Lacia mengambil bahan makanan yang Arato baru saja siapkan dan mengubahnya menjadi sebuah perjamuan makan ala China yang disiapkan untuk para penguasa. Arato tidak tahu bagaimana Lacia melakukannya. Begitu juga dengan Yuka. Mereka berdua agak sedikit malu karena memakan buah yang dipotong dan disiapkan oleh tangan dingin Lacia.
Malam sudah agak larut, jadi setelah makan malam Yuka langsung menuju kamar mandi, dan kemudian tidur. Lacia sudah mencuci dan mengeringkan piring bekas makan malam, jadi tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Arato.
“Aku merasa tidak enak kalau harus memintamu melakukan hal seperti ini,” kata Arato.
Lacia meletakkan piring yang telah dicuci itu ke dalam raknya. “Bersalah, Master? Kenapa? hIE diproduksi secara massal untuk kepentingan seperti ini. Ini adalah sesuatu yang sudah menjadi kewajiban kami.”
Device yang mengambil bentuk seperti peti mati hitam itu bersandar di dinding ruang tamu. Benda itu ditaruh di atas bantal agar tidak merusak lantai, dan akhirnya ruangan ini terasa agak berbeda seperti biasanya.
Arato memperhatikan punggung Lacia dan merasa agak khawatir karena membawa salah satu karya terindah ini ke dalam kehidupannya. Arato duduk di sofa, melihat dia, dia menyadari bahwa bagian dari suit-nya yang mengekspos kulit putih punggungnya terlihat dengan jelas.
Dia melihat betapa pucat dan putihnya kulitnya. Dia merasa lucu. Suit-nya yang hitam dan putih yang begitu ramping menjadi suasana baru di dalam dapurnya yang membosankan. Tubuhnya terasa hangat, dan dia berbaring di sofanya.
“Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang…” tubuhnya berdegup kencang.
Dia mengangkat kembali ingatannya saat dia pertama kali melihat Lacia dibalik siluet hitamnya yang telah menyelamatkannya.
Ingatannya masih begitu jelas. Tangannya, tangannya begitu halus yang ia genggam ketika mereka berlari bersama. Wajahnya yang memancarkan sinar rembulan. Perasaan saat Lacia berada di atas tubuhnya saat mereka membuat kontrak persetujuan kepemilikan. Arato menggeliat di sofanya.
Arato berbaring di sisi sofanya, dan tidak ingin untuk berdiri. Dia tidak bisa menahan gejolak di dalam dirinya, dan mukanya memerah dan keringatnya mengucur dari seluruh tubuhnya. Lacia akan tinggal disini, bersamaku, di rumahku. Saat dia melihat kenyataan ini, dia sadar akan suatu hal, Lacia bukanlah manusia. Apa yang harus dia lakukan? Apa yang bisa dia lakukan?
“Sial, aku seperti pengecut saja…” Arato mengehela napasnya. Dia harus pindah sekarang, kepalanya terasa ringan, dan dia memaksa tubuhnya untuk memperbaiki posisinya.
“Master, apakah kau ingin beristirahat malam ini?” Itu adalah Lacia, dia berdiri tepat di sebelah dirinya. Melihat ke bawah dirinya yang tiduran di atas sofa, melihat muka merahnya. Dia membawa sebuah nampan berisi satu set perlengkapan minum teh. Darimana dia mendapat barang-barang itu?
Arato menyadari posisinya yang agak canggung dimana dia setengah berdiri dan setengah duduk, tapi dia kemudian memutuskan duduk di sofanya kembali.
Lacia membungkuk dan meletakkan nampan berisi teh itu di atas meja. Dia menuangkan air panas dari teko itu. Arato dan adikknya tidak pernah menggunakan perlengkapan minum teh ini, jadi yang dia lihat ini sekarang agak sedikit eksotis.
“Wow, banyak sekali yang bisa kau lakukan, huh?”
Ada sesuatu hal yang sangat menarik ketika kita memiliki hIE untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, bahkan pekerjaan rumah tangga yang biasa ia lakukan sendiri.
Dia telah mempelajarinya di kelas pelajaran sosial di sekolahnya. Bagaimana norma sosial dapat berubah begitu mudahnya ketika bergantinya generasi. Apa yang menjadi sesuatu yang keren di era 1960-an tentu tidak akan ketinggalan jaman di era 2010-an. Banyak hal yang bisa terjadi di abad ini, dan semua hal dapat berubah begitu saja. Tapi saat kau mengalami proses perubahan itu langkah demi langkah, hari demi hari, kau akhirnya akan menyadarinya. Dan perkembangan akan terjadi, mengarahkan dunia menuju arah yang baru. Apakah ini yang terjadi sekarang?
“Terima kasih, Master. Meskipun semua tindakan hIE diatur oleh cloud control yang sama yang menghubungkan kami semua. Saat aku menuangkan teh seperti ini, semua yang aku lakukan berdasarkan gambaran dan tindakan yang asli berdasarkan apa yang dilakukan oleh manusia yang melakukannya, semua disimpan di dalam databasse.”
Arato tersenyum kecut ketika mendapat pengajaran mengenai tingkah laku manusia dari sesuatu yang mirip seperti manusia ini. Dia ingat jika Ryo pernah berkata bahwa hIE tidak lebih dari sebuah obyek.
Lacia menyadari ekspresi kecut Arato, dan menanggapinya, “Saya berharap jika saya tidak menyakiti perasaan anda, Master, dengan penjelasan saya yang panjang lebar. Hanya saja Anda terlihat tidak begitu mengerti tentang dasar operasi hIE.”
“Apakah mengganggumu jika aku tidak terlalu terbiasa dengan hIE, Lacia?” Respon dari Lacia adalah diam.
Arato tidak ingin memikirkan saat itu, tidak beberapa saat yang lama itu, saat dia masih bukan menjadi pemilik dari Lacia, dan dia bisa saja menjadi milik dari orang lain.
Dia merasa perasaan takut ini lagi. Arato memang telah memutuskan untuk menjaga dan merawat Lacia untuk sekarang, tapi dia tidak mempunyai langkah kedua. Tidak akan ada orang yang akan menyalahkannya karena ingin menyelamatkan Lacia.
“Darimana kau berasal, Lacia?” tanya Arato.
Lacia mengangkat teko teh itu dan menuangkannya ke dalam gelas teh kecil itu. “Apakah ini adalah informasi yang anda butuhkan sebagai Master-ku untuk membuat hubungan kita menjadi lebih baik, Master?” tanya Lacia.
Perasaan ini muncul lagi, saat dia pertama kali bertemu dengan dirinya. Rasa percaya. Rasa yang ingin semakin dekat.
“Well, saat aku berpikir tentang hal ini aku tidak tahu banyak tentang dirimu, Lacia. Lebih banyak yang aku tahu, akan lebih sedikit kejutan yang tidak mengenakkan yang akan muncul suatu hari nanti, kau tahu? Dan memang begitu kan seharusnya? Semakin banyak kita mengenal satu sama lain, semakin sedikit yang harus aku khawatirkan. Aku akan mengistirahatkan pikiranku, begitu juga dengan kau. Begitulah seharusnya.”
Dan jika ada sesuatu yang Arato dapat membantu dirinya… well, dia juga ingin membantunya. Berbuat sesuatu yang baik bagi Lacia.
Arato telah menaruh perasaannya pada Lacia. Tapi jika ingin dia merasakan perasaan yang sama, dia pasti akan merasakan kekecewaan.
Lacia melihat Arato dan berbicara dengan nada yang rendah. “Kau adalah seorang yang berhati baik, Master. Tapi kau sedang dalam kesalahpahaman, Master.” Matanya yang berwarna biru pucat melihat dirinya, berkedip. “Kau lihat, aku tidak memiliki jiwa.”
Hal itu bukanlah respon yang Arato harapkan. Dia memang telah menjadi pemiliknya tapi dia tidak memiliki sesuatu untuk menanggapi jawabannya yang seperti ini.
“Jadi, seperti ini, Master. Seluruh tindakan saya hanyalah respon dari rangsangan luar yang saya terima. Saat manusia berbicara ataupun bertindak, saya hanya bertindak sesuai yang ada. Seluruh tindakan saya telah diperhitungkan oleh cloud agar dapat sesuai dengan yang diinginkan manusia. Saya tidak memiliki sesuatu yang kalian sebut sebagai kepribadian, seperti yang ada dalam diri manusia.”
Teknologi telah membuat manusia tak perlu lagi bertingkah seperti manusia. Jika sebuah obyek yang mengambil bentuk dan rupa seperti manusia, tidak mungkin tindakan mereka akan seperti manusia. Bahkan jika mereka tidak memiliki jiwa atau perasaan, tidak mungkin mereka dapat melampaui manusia, selama seluruh tindakan mereka tidak berada dalam pola yang telah diatur sebelumnya. Inilah cara kerja hIE agar dapat bekerja dengan normal dan melakukan seluruh kegiatan mereka.
“Jadi Anda lihat, Master,” lanjut Lacia, “semua yang Anda lakukan telah diamati oleh beberapa hIE, dan kemudian kami meniru tindakan Anda berdasarkan tingkah laku manusia.”
Pikiran Arato hancur. Dia telah menyakinkan dirinya bahwa dia telah menyelamatkan gadis ini. Dia merasa jatuh, dan merasa agak marah, ada banyak sekali penjelasan mengenai sesuatu yang berbau seperti mesin untuk semua yang telah dia alami. Dia juga marah karena dia mengerti, pada tingkat kecerdasan tepatnya, apa yang dikatakan Lacia adalah benar.
Arato beranggapan jika dia menyelamatkan gadis ini, entah bagaimana mungkin dia akan merasa sangat berterimakasih padanya. Ini adalah yang teman-temannya telah memperingatkan kepadanya. Semua kabut serasa telah diangkat dari matanya. Dia bisa melihat jelas sekarang, kenyataan yang sebenarnya.
Interaksi antar manusia didasari pada memberi dan menerima, rasa empati pada sesamanya dan rasa saling menolong dan membutuhkan, berdasarkan hal itu orang-orang ingin melakukan hal yang sama, dan kadang-kadang rasa utang budi pun tumbuh.
Tapi tidak ada satupun dari hal itu ada di dalam diri Lacia.
Arato mulai membayangkan jika urusannya dengan Lacia tidak mencerminkan tindakan manusia dewasa.
Takut, penyesalan, rasa putus asa. Semua emosi ini berkumpul di benaknya, membuatnya tidak bisa berkata apapun. Dia dia mengatakan apapun. Lehernya berdenyut-denyut. Dia telah melihat neraka dan kekosongan. Kakinya bergetar ketakutan.
Lacia, Lacia yang tidak mempunyai jiwa, berbicara lagi, “Saya tidak memiliki jiwa.”
Arato melihat ke atas, ke surga.
Semakin besar dirimu, semakin keras kau akan jatuh. Arato sadar jika perasaan yang ia rasakan telah jatuh, merasa dikhianati, karena pikirannya secara emosional tidak pernah menjaminnya. Benar, mari kita mulai lagi, bolehkah? Arato berkata pada dirinya sendiri. Dia mengingat mimpinya yang itu: api yang membungkus dirinya, dan ekor anjing putih yang mengibas-ngibas. Arato menenangkan dirinya dan menghembuskan napasnya. Dia mengingat dirinya yang merasa tertolong dengan anjing itu, terlepas dari apakah anjing itu sadar dengan apa yang dilakukannya atau apakah dia memiliki motif tersendiri. Ya, ya. Aku mengingat hal itu. Ayo kita mulai disini.
Jadi, meskipun ini tak berarti, Arato menyakinkan tekadnya dan mengatakan pada Lacia. “Hanya karena kau tidak memiliki jiwa bukan berarti kau tidak bisa merespon orang lain,” katanya.
Arato merasa terganggu dengan dirinya sendiri. sebagai seorang bocah dia belum bisa merasakan jiwa anjing putih itu, tapi itu tidak menghentikan dirinya untuk bersama bergembira dengan anjing itu yang mengibaskan ekornya.
“Yah, itu benar. Apa yang aku rasakan dulu pastilah kenyataan. Pasti.”
Rasa putus asa yang dirasakan Arato beberapa saat yang lalu telah hilang, digantikan oleh emosi yang baru, emosi yang lebih positif.
Arato tahu jika dia harus bertindak sekarang, untuk mengakhiri emosinya yang saling bertumbukkan. Dia bukanlah seorang pemikir, kata-kata tidak akan cukup untuk dirinya. Dia harus melakukan sesuatu.
Darahnya memompa saat dia berpikir apa yang bisa dia lakukan terhadap dirinya. “Baiklah Lacia. Aku mengerti, aku telah salah. Tapi apakah kau tidak merasakan perasaan seperti di rumah? Maksudku, apakah kau merasakan tempat ini sebagai rumahmu?”
Mereka berdua terdiam. Masa tenggang yang tidak berarti apapun, dia yang tidak memiliki jiwa dan perasaan.
Lacia tersenyum. “Iya, Master. Memang sulit dipercaya. Karena saya tidak memiliki perasaan.”
Dan dia ingin melakukan sesuatu yang baik terhadap Lacia!
Arato tahu jika mukanya memerah sekarang. “Sial, aku seperti seorang pecundang!” dia berteriak, mencoba menyingkirkan rasa kecewanya.
Dari koridor bawah mereka suara langkah kaki muncul. Itu adalah Yuka dengan piyamanya, membawa sebuah guling yang ia bawa dengan satu tangannya, dengan muka seperti orang yang bangkit dari kematian.
“Okay, Onii-chan, bisakah kau tenang dan membiarkanku tidur?”

Arato menghabiskan malamnya tanpa istirahat yang cukup, tapi hari baru telah tiba.
Pagi berikutnya, saat dia akan beranjak menuju ruang tamu. Lacia berada disana. Tidak hanya disana – dia juga menyiapkan sarapan untuk Arato dan Yuka yang akan akan berangkat ke sekolah pagi itu.
Waktu berjalan. Yuka merasa lebih hidup dari sebelumnya. Arato akan berangkat dengan temannya. Ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaan dan jarang sekali menunjukkan mukanya di rumah. Lacia bertindak seperti apa yang ada di control cloud-nya, satu tindakan yang dilapisi oleh tindakan lain sehingga membuat semua gerakannya sama seperti manusia.
Seperti kehidupan Arato yang biasanya, inilah kenyataanya. Tapi sebelum dia sadar, empat hari telah terlewati.
Arato bangun karena suara alarmnya. Dia menggapai PortaCom-nya yang ia letakkan di bawah bantal. Sebelum dia memiliki kesempatan untuk menekan layar PortaCom-nya, secara otomatis seseorang sengaja menyapa pagi itu.
-Sarapan anda telah siap, Master. Apakah anda akan bangun sekarang?
Suara Lacia yang begitu halus membuatnya telinganya gatal dan hatinya serasa bersemangat. Arato beranjak dari kasurnya. “Ada apa untuk sarapan ini?” tanyanya.
Dia telah tahu kemudian, tapi dia ingin mendengar suara itu lagi.
-Saya mencoba membuat French Toast. Saya ingat anda ingin mencobanya suatu saat.
Arato merasa agak alu. Dia penasaran apakah dia membolehkan Lacia untuk melayaninya seperti itu. Dia bangun dari tempat tidurnya. “Apakah ini normal, aku penasaran….” Dia berbicara untuk dirinya sendiri.
Dia beranjak menuju ruang tamu, dimana Yuka sedang memakan potongan French Toast yang tebal dan berwarna coklat.

“Pagi, Yuka.”
“Morgh….” Balasnya, mulutnya penuh, dia menggenggam garpunya bersiap untuk melahap potongan French Toast yang tersisa di piringnya
Kedatangan Lacia ke rumah mereka telah merubah rutinitas Arato dan Yuka yang semula adalah bencana di pagi hari. Akibatnya adalah, kakak beradik ini telah kembali ke saat tubuh dan jam mereka disesuaikan kembali.
“Bagaimana perasaanmu pagi ini, Master?”
Lacia tidak lagi memakai suit-nya yang berwarna hitam dan putih saat mereka pertama kali bertemu. Dan sekarang, dia memakai sebuah celemek dapurnya dengan pakaian sehari-hari. Yang dia pakai sekarang adalah baju lama Arato yang ternyata sangat cocok dengan ukuran tubuhnya. Peralatan yang ia bawa juga sekarang telah hilang.
Dan hasilnya adalah, penampilannya sekarang telah mendekati kesempurnaan seorang manusia. Arato sadar dengan apa yang dia lihat, dia segera dia mengalihkan pandangannya. Dia merasa aneh ketika melihat Lacia mengenakan celana jeans miliknya dan baju miliknya.
“Onii-chan, berhenti melirik Lacia!” Yuka sadar jika Arato memperhatikan Lacia dari tadi. Ugh. Dia benci ketika adiknya mengira dia sedang melirik Lacia, seperti seekor binatang yang mengincar mangsanya.
Arato dengan cepat melihat reaksi Lacia. Dia memang bukanlah seorang manusia, tapi dia tidak bisa berpikir jika Lacia berpikir suatu yang buruk tentangnya. Dia tidak merasa khawatir. Ekspresinya begitu tenang.
“Er, tidak. Aku hanya berpikir jika Lacia membutuhkan pakaian yang lebih pantas, hanya itu….”
Arato mengambil minuman di dalam kulkas, seperti kebiasaannya, tapi kemudian dia berhenti ketika melihat sebuah teko teh dan gelasnya tersedia di atas meja, siap sedia untuk dirinya.
Sekali lagi dia merasa bersalah jika dia menunggu Lacia menuangkannya. Dia menuangkan teh untuk dirinya sendiri, sebelum Lacia datang menuangkannya, itulah yang bisa ia lakukan untuk dirinya sendiri. Arato tidak ingat jika mereka memiliki teh di rumah mereka. Lacia pasti telah memesannya. Gelasnya begitu menarik, mengeluarkan aroma yang begitu wangi, aroma yang sedap datang dari arah dapur dimana Lacia sedang membalikkan French Toastnya di atas wajannya.
Pagi ini terasa lebih beradab daripada hari biasanya sejak Lacia datang. Tidak ada lagi pertengkaran kecil, dan Arato memiliki lebih banyak waktu luang pagi itu. Dia menghubungkan PortaCom-nya dengan holovision. Manajemen rumah tangga rumah ini mengatur perawatan harian rumah ini, tapi Arato selalu mengeceknya jika ada sesuatu yang dikirim padanya.
Layar 3D itu menunjukkan sebuah laporan status yang menarik perhatian Arato. Tercampur dengan laporan rutin, email itu datang dari seorang pengirim yang tak dikenalnya.
“Hey, ada email disini, apakah ini untukmu, Yuka?” email itu ditujukan untuk Yuka, tapi Arato membukanya.
Yuka langsung beranjak. “Lihat, lihat!”
Layar holografik berwarna putih itu menunjukkan nama pengirimnya, yang membuat Arato agak terkejut.
Dia membuka file itu. Dan mulutnya terbuka.
“Yuka. Duduk sini, aku mau bicara padamu.”
“Er, aku sudah duduk…”
“Apa yang dimaksud dengan kompetisi model ini?”
Ada pesan pendek di layar pesan. Yang terhormat Miss Yuka Endo. Kami dengan hormat memberitahukan pada Anda bahwa Lacia, hIE yang anda daftarkan untuk kompetisi model kami telah memenangkan Juara Pertama.
“Wooohhoo! Juara Pertama! Ini benar-benar luar biasa!”
Arato segera meminta Yuka untuk menjelaskannya. Jadi mereka adalah perusahaan yang bergerak untuk mencari hIE yang bisa  menjadi seorang model dan membuka sebuah audisi, dan Yuka telah mengunggah data Lacia dan mengirimnya.
Dan beberapa hari kemudian hasilnya telah ada.
Yuka mengklik tautan itu, membuka website kompetisi itu. Hasilnya sangat menonjol, dan cukup banyak komentar yang membicarakan tentang pemenang itu.
“Lihat, Onii-chan, lihat! Semua ini jadi kenyataan! Keren!”
Siapa yang akan tahu kapan foto ini diambil, tapi foto Lacia begitu menarik perhatiannya, dengan memakai seragam sekolah Yuka.
Disitu juga ada beberapa foto dari finalis hIE yang lain, tapi tetap yang menarik perhatian Arato adalah Lacia.
Yuka begitu gembira. “Lihat, Lacia. Aku sudah bilang kalau kau itu cantik!”
Sementara itu, Arato melihat namanya sebagai pemilik Lacia di bawah nama foto Lacia, sebagai pemilik yang sah.
“Er, Yuka, kompetisi ini adalah skala besar kan?” tanya Arato.
“Yeah, bukankah itu hebat! akan ada iklan TV dan semuanya!”
Dengan kata lain, Lacia akan berada di bawah sorotan sinar media.
Kepala Arato agak sakit. Dia masih bingung, kenapa masih belum ada berita mengenai serangan bunga itu beberapa hari yang lalu.
Yuka tersenyum padanya. “Jadi, Onii-chan, apa yang akan kau katakan pada adik kecilmu yang pintar ini?”
“Kau… apa yang telah kau lakukan?” Arato bergetar.
Tanggapan Arato sama sekali tidak diduga oleh Yuka, dan suaranya kini berubah untuk membela pendapatnya. “Apa? Lacia itu kan cantik! Kita tidak bisa membiarkannya terus disini!”
“Jadi kau berencana melakukan hal sebesar ini di belakangku, huh? Menggunakan dia? Tanpa meminta ijinku?” Kata Arato.
Tapi kemudian, subyek pembicaraan mereka berubah. “Jika boleh, Master, saya tidak merasa keberatan sama sekali.”
“Lihat!” kata Yuka. “ Dia tidak masalah dengan hal itu, dia mengatakannya sendiri! Jadi apa masalahmu tukang ngoceh!”
“Masalahnya adalah,” teriak Arato, “Masalahnya adalah, well, hIE diciptakan agar tidak bisa melanggar perintah tuannya ketika kau memintanya melakukan sesuatu. Dia didesain untuk menerima perintah!”
hIE berbeda dengan manusia. Aku tidak memiliki jiwa, itu yang dikatakan Lacia. Kata-kata itu yang dikatakan Lacia untuk menjawab keingintahuan tuannya.
Lacia telah selesai membalikkan dan meletakkan French Toast di atas piring, dan melihat ke arah Arato. “Lagipula, Master, yang terjadi biarlah terjadi.”
Suara perutnya begitu kelaparan. Tubuhnya mengkhianati dirinya – dia ingin makanan, dan dia ingin sekarang.
Arato menggerakkan kursinya. “Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?”
Saat mereka pertama kali bertemu, Arato dan Lacia tengah diserang. Masih ada musuh yang tidak dikenalnya yang menargetkan Lacia. Dan kompetisi itu akan disiarkan di seluruh negeri.
“Ya ampun, aku sudah memberitahukanmu semua kejadian aneh yang menimpa kami malam itu, dan kami masih belum tahu siapa yang melakukan hal itu. dan sekarang kau melakukan hal ini? Kenapa kau tidak menembak kepalaku saja!”
Yuka memakai ekspresi yang serius. “Onii-chan, apakah kau tidak bisa mejelaskan kemajuan itu?”
“Well, yeah, jika kemajuan itu berarti harus melompati jurang tanpa harus mendekati tepiannya!”
Ada suara orang tertawa kecil. Bukan dari Yuka ataupun Arato.
Lacia sedang tertawa. Dia berdiri disana, dengan apronnya, dengan tangannya menutupi mulutnya, dan dia jelas sedang tertawa. Dan dia tersenyum. Itu adalah pertama kalinya Arato melihat Lacia begitu senang dan bahagia.
“Jadi hIE bisa tertawa, huh…”
Ekspresi Lacia yang begitu murni saat itu membuat hatinya sedikit luluh.
Saat itu, Arato tidak bisa membayangkan jika obyek yang begitu cantik itu tidak mempunyai jiwa.