REUNI DI KOTA SISI DANAU

Di tengah dataran yang luas terdapat jalan raya yang terbentang jauh ke Utara. Meskipun disebut jalan raya, tapi itu sebenarnya hanyalah tanah tanpa rumput yang telah dipangkas berulang kali, hal itu membuatnya secara alami menjadi jalan. Karena tidak adanya sesuatu seperti kendaraan pengangkut, maka punggung  para pekerja akan sakit  begitu mereka mencapai tujuan.

Tiba-tiba, sebuah bayangan melaju dengan kecepatan yang luar biasa dari jalan yang tidak rata. Dengan badan hitamnya yang melesat maju dengan 2 roda dari jalan yang tidak rata, membawa bayangan dari 3 orang.

Mereka adalah Hajime, Yue dan Shia. Mereka melaju dengan kecepatan yang tidak bisa dibandingkan dengan saat mereka di Raisen Grand Canyon. Itu mungkin sudah mencapai 80km/jam. Karena tidak ada sesuatu yang menghalangi sihirnya, maka kecepatan aslinya kendaraan beroda 2 itu pun dapat ditunjukkan. Urutan duduk mereka seperti biasa: Yue ada diantara kedua lengan Hajime, dan Shia ada di belakang Hajime. Telinga kelinci Shia terlihat pata-pata, berkibar di udara.

Sinar mentari yang hangat terlimpahkan karena cuaca yang bagus, dan dengan Yue yang menggunakan sihirnya untuk mengatur tekanan udara, bisa dibilang itu adalah cuaca yang pas untuk touring. Kenyataannya, Yue dan Shia merasakan hangatnya sinar matahari dan nikmatnya hembusan angin dengan tubuh mereka, mereka menutup mata karena sensasi yang begitu menyenangkan.

"Huu~, ini begitu nyaman~, Yue saa~n. Kita harus bertukar tempat saat kita pulang~"

"... ... Tidak mau. Ini khusus untukku."

"Eh~, jangan begitu, ayo kita tukaran tempat~, di belakang terasa nyaman kok~"

Shia meminta Yue untuk bertukar tempat dengan nada yang rendah dan suara cempreng. Dengan wajah tidak suka, Hajime memandang wajah santai Shia di pundaknya dan menjawab menggantikan Yue.

"Kau tahu, kau tidak bisa duduk di depan okay? Juga, kau akan menghalangi pandanganku. Apalagi telinga kelinci itu. Itu akan mengenai mataku saat tertiup angin."

"Ah~, benar juga~"

"... ...parah, dia hampir tertidur."

Sepertinya, Shia hampir tertidur karena suasana yang begitu nyaman. Dia menyandarkan kepalanya dengan segala berat badannya di pundak Hajime. Dia juga sudah setengah tertidur saat berbicara pada Yue tadi.

"Baiklah, dengan kecepatan ini kita hanya butuh waktu satu hari. Kita akan terus berjalan tanpa henti, jadi kita hanya akan beristirahat jika memang sudah waktunya."

Seperti yang telah Hajime katakan, Hajime sedang pergi ke kota hanya berselang satu hari perjalanan; kota yang terdekat dengan area pegunungan utara tempat di mana Will melakukan Quest penyelidikan. Mereka telah melaju terus tanpa henti, jadi kemungkinan mereka akan sampai saat matahari terbenam dan melakukan pencarian setelah istirahat semalam di kota. Alasan mereka begitu terburu-buru adalah, dengan semakin berlalunya waktu, maka kesempatan bagi Will dan partynya untuk selamat akan semakin berkurang. Tetapi karena Hajime terlihat begitu proaktif demi kepentingan orang lain, Yue memandang Hajime dengan tatapan ragu di wajahnya.

Hajime mengeluarkan senyum kecutnya saat melihat Yue dengan manisnya melingkarkan lengannya di lehernya.

"... ... Proaktif?"

"Aa, akan lebih baik jika dia masih hidup. Jika seperti itu, dia akan sangat berterima kasih. Setelah apa yang terjadi, masalah kerajaan dan kegerejaan telah menunggu kita di depan sana. Jadi, bukankah lebih baik untuk memiliki lebih banyak pendukung? Aku tak mau menghadapi mereka satu-persatu."

"... ... Aku mengerti."

Kenyataannya, dia tidak tau apa yang bisa dia lakukan dengan dukungan dari Ilwa. Apalagi, kemungkinan Ilwa menjadi pendukung yang tidak berguna jauh lebih besar. Tapi, jika itu bisa didapatkan dengan sedikit kerja keras, mungkin itu akan menjadi hal yang tidak perlu untuk disesalkan.

"Aku juga mendengar, bahwa tempat tujuan kita, kota pinggir danau memiliki banyak sungai. Itulah kenapa pinggiran kota menjadi area penghasil beras nomor satu di provinsi."

"... ... Sawah?"

"Ou, dengan kata lain itu nasi. Nasi adalah makanan pokok di kampung halamanku, Jepang. Aku belum pernah memakannya sekalipun sejak datang kemari. Jadi, meskipun aku tak tahu apa itu makanan yang sama, aku ingin segera memakannya."

"... ... Nn, aku juga ingin memakannya ... ... Nama kotanya?"

Hajime memandang jauh sambil membayangkan hidangan nasi. Melihat Hajime dengan ekspresi dimabuk kepuasan di wajahnya, Yue masih belum pernah mendengar nama kotanya dan menanyakannya. "Hah", Hajime terkejut, dia bahkan sedikit malu saat menyadari tatapan Yue. Dia kemudian menjawab dengan suara yang agak keras untuk menutupi rasa malunya.

"Kota sisi danau itu namanya Ul."

*  *  *

"Haa, hari ini pun tidak ada petunjuk sama sekali... Shimizu-kun, ke mana perginya engkau..."

Dengan bahu yang diturunkan dengan sedih, orang yang berjalan di jalan raya Ul adalah salah satu dari Para Orang Yang Terpanggil; sang guru, Hatayama Aiko. Keceriaannya telah hilang. Saat ini, dia dipenuhi dengan rasa penasaran dan khawatir, dengan atmosfir suram menyelimuti dirinya. Entah mengapa, warna jalanan, dan bahkan lampu jalan terlihat lebih redup daripada biasanya.

"Aiko, jangan murung begitu. Kami masih tidak tau apapun. Cukup berpikirlah bahwa dia aman-aman saja. Apa yang bisa kau lakukan jika kau bahkan tidak mempercayainya."

"Itu benar, Ai-chan sensei, ruangan Shimizu-kun tidak terlihat seperti diserang. Jadi, bukannya kemungkinan dia pergi dengan kemauannya sendiri jauh lebih besar? Tolong jangan hanya berpikiran buruk."

Karena Aiko sedang tidak bersemangat, komandan bodyguard eksklusif milik Aiko; David, dan muridnya; Yuka, memanggilnya. Di sekitarnya adalah para kesatria dan murid yang dikenalnya. Mereka juga sangat khawatir dengan Aiko dan mencoba berbicara padanya.

Salah satu dari murid Aiko, Shimizu Yukitoshi telah menghilang selama satu minggu. Aiko dan yang lainnya telah mencoba mencarinya, tapi dia tidak meninggalkan jejak. Akan tetapi, keberadaannya masih tidak diketahui. Tidak ada yang pernah melihatnya di kota, jadi mereka mengirimkan pembawa pesan ke kota lain dan desa terdekat, tapi semua usaha mereka masih sia-sia.

Meskipun, pertama kali mereka pikir dia terlibat dalam sebuah kecelakaan, tapi ruangan Shimizu terlihat bersih. Shimizu sendiri adalah seorang 'Dark Magician', sebuah kelas yang memiliki bakat tinggi terhadap sihir kegelapan. Dia juga memiliki bakat yang tinggi di sistem sihir yang lain, itulah kenapa tidak mungkin dia dihabisi oleh penjahat biasa. Orang-orang pun berpikir bahwa dia pergi dengan kemauannya sendiri.

Ditambah, Shimizu adalah anak rumahan yang tidak pandai bergaul. Bahkan diantara teman sekelasnya, dia tidak memiliki teman dekat sama sekali. Karenanya, sebuah kejutan disaat dia juga ingin menjadi bodyguard Ai-chan. Karena itu, selain Aiko, murid-murid yang lain meyakini bahwa dia aman-aman saja. Mereka lebih mengkhawatirkan Aiko yang semakin tidak bersemangat dengan semakin berlalunya waktu. Tidak perlu dikatakan lagi seberapa khawatir bodyguardnya terhadapnya.

Secara tidak sengaja, mereka telah melaporkan hal tersebut kepada kerajaan dan gereja, dan sepertinya tim pencarian yang telah mereka buat telah datang. Shimizu adalah salah satu dari 'yang terpanggil' yang memiliki bakat dalam sihir, hal yang membedakan tim pencari ini dengan kelompok Hajime adalah mereka tidak memiliki pandangan yang optimis. Tim pencari telah sampai dalam 2 atau 3 hari perjalanan.

Karena perhatian yang terus berdatangan dari orang di sekelilingnya, hal itu membuat mental Aiko terpukul. Apakah Shimizu terlibat sebuah insiden atau memang kabur itu tidaklah masalah, hal itu tidak mengubah kenyataan bahwa itu membuatnya khawatir. Akan tetapi, ia harus mengesampingkan hal tersebut dulu sekarang. Sekarang tugasnya adalah untuk menyemangati murid-murid di sampingnya. Itulah kenapa, "Aku adalah guru mereka!". Aiko mengambil nafas panjang dan menepuk-nepuk mukanya untuk mengembalikan semangatnya.

"Semuanya, maaf telah membuat kalian khawatir. Seperti yang telah kalian bilang. Tidak akan ada yang terselesaikan dengan terus merenung seperti ini. Shimizu adalah penyihir yang hebat. Dia pasti akan baik-baik saja. Sekarang, ayo kita pikir bahwa dia aman. Sekarang, untuk makan malam! Ayo isi perut kita dan bersiap untuk esok!"

Meskipun ia tahu bahwa dia terlalu berlebihan, para murid mengikutinya dan menjawabnya dengan lantang "Y-Ya", dengan bersemangat. Para prajurit pun terkesima dengan penampilannya.

KARANh KARANh

Ketika suara itu berbunyi, pintu penginapan di mana Aiko dan yang lainnya menginap terbuka. Itu adalah penginapan nomor satu di Ul. Penginapan tersebut bernama "Penginapan Peri Air"(Water Fairy Inn). Pada jaman dahulu, sepasang suami istri peri tinggal di danau Uldeia, dan itulah asal-usul namanya. Danau Uldeia adalah danau yang dibanggakan sebagai danau terbesar di provinsi, dan terletak di pinggiran kota Ul. Ukurannya sekitar empat kali dari danau Biwa di Jepang.

Lantai pertama Penginapan Peri Air adalah sebuah restoran. Di sana menghidangkan berbagai hidangan terutama makanan khas kota Ul. Interiornya terasa menenangkan, terdapat juga meja dan konter bar yang memberikan atmosfir berwibawa. Ornamen mereka dibuat dengan sangat detil, tapi juga tidak terlihat mencolok. Ditambah, terdapat tempat lilin sederhana di langit-langit, dan bunga-bunga disusun untuk memberikan suasana menenangkan. Hal ini membuat orang teringat dengan kata 'mapan', sebuah penginapan dimana pengunjungnya dapat merasakan sejarah.

Pada awalnya, Aiko dan para murid tidak dapat bersikap tenang karena semuanya terasa begitu mewah. Tidak mungkin untuk Aiko dan para muridnya untuk tinggal di penginapan biasa mengingat reputasi mereka, karena orang-orang telah memanggilnya sebagai 'Utusan Tuhan' dan 'Dewi Panen'. Setelah beberapa kali dibujuk oleh para prajurit, mereka setuju untuk tinggal di sini selama masih berada di Ul.

Kenyataannya, mereka telah menghabiskan waktu mereka di salah satu ruang termewah di kerajaan, jadi Aiko dan para muridnya secara perlahan pun mulai terbiasa. Sekarang penginapan menjadi satu-satunya tempat dimana mereka bisa bersantai. Untuk Aiko dan yang lainnya yang kelelahan akibat mengembangkan ladang pertanian dan pencarian Shimizu, hidangan di sana menjadi satu-satunya kenikmatan. Mereka semua duduk di bangku VIP di bagian paling dalam dari penginapan selagi mereka menikmati makan malam.

"Aa, ini selalu terasa begitu nikmat~ Aku tak pernah membayangkan untuk bisa memakan kari di dunia ini."

"Yahh, sebenernya ini lebih terlihat seperti rebusan ... ... Tidak, apakah ini kari putih?"

"Tidak, ada semangkok nasi dengan tempura juga diatasnya, ingat? Bahkan sausnya juga terasa begitu super bukan? Jepang pun kalah bukan?"

"Itu, bukannya karena Tamai-kun hanya memakan yang belum dibuat saja? Jangan bandingkan itu dengan Hokaben."

"Yahh, aku lebih suka yang seperti nasi goreng. Sudahlah, hentikan."

Ketegangan para murid meningkat setiap malamnya karena hidangan di sana yang menyerupai masakan di bumi. Meskipun ada sedikit perbedaan di penampilan dan rasanya, tapi konsepnya sama dengan kembarannya di bumi. Melimpahnya hasil bumi merupakan salah satu alasan meningkatnya kualitas hidangan di kota Ul. Selain nasi, ada juga ikan dari danau Uldeia, ditambah berbagai bumbu dan rempah dari area pegunungan.

Selagi Aiko dan yang lainnya menikmati hidangan, seorang pria tua berkumis dengan umur sekitar 60-an, mendekati mereka dengan senyuman.

"Semuanya, bagaimana hidangan hari ini? Jika ada yang ingin dikatakan, tak usah sungkan untuk melakukannya."

"Ah, pak pemilik."

Orang yang sedang berbicara dengan Aiko dan yang lainnya adalah pemilik Penginapan Peri Air; Foss Selo. Dia meluruskan punggungnya, dengan lembut menyipitkan matanya, dan rambut berwarna abu-abu tercampur dengan rambut hitamnya  yang disisir ke belakang. Dia adalah orang yang pas dengan suasana tenang di penginapan ini.

"Tidak, hari ini juga terasa enak. Semuanya merasa puas."

Ketika Aiko menjawab dengan senyuman, Foss dengan senang hati menjawab, "Terima kasih atas pujiannya", dan tersenyum. Tapi, beberapa saat setelahnya, ekspresinya berubah pucat seperti ingin meminta maaf. Ini adalah ekspresi tidak biasa dari Foss yang selalu tersenyum lembut. Penasaran dengan apa yang terjadi, semuanya berhenti makan dan mengalihkan perhatian kepada Foss.

"Sebenarnya, meski agak disesalkan... Aku hanya dapat memberikan hidangan dengan bumbu sebanyak ini hari ini saja."

"Eh!? Maksudmu, kami tidak bisa makan Nilshisseer (kari versi dunia ini) lagi?"

Sonobe Yuka, yang menyukai kari, terkejut dan mencoba menanyakannya lagi.

"Ya, maafkan aku. Tidak peduli seberapa banyak bahan yang digunakan... itu akan cukup jika seperti biasanya... Akan tetapi, ada kerusuhan di area pegunungan utara bulan ini, jadi orang yang memanen bahan-bahan di gunung berkurang secara drastis. Bahkan beberapa hari yang lalu, sebuah party yang ditugaskan untuk melakukan penyelidikan telah menghilang. Makanya lebih banyak orang bertambah untuk enggan pergi ke sana. Ini menjadi situasi dimana kami tidak tahu kapan stok barang akan datang."

"Umm... Apa maksudmu dengan kerusuhan?"

"Sesuatu seperti terlihatnya kumpulan para demonic beast... Tempat ini bisa dibilang cukup aman selama kalian tidak pergi ke area pegunungan utara. Meskipun ada beberapa demonic beast yang kuat di gunung, mereka tidak pernah mendekat ke sini dengan sengaja. Akan tetapi, terlihat kumpulan para demonic beast di area pegunungan yang seharusnya tidak ada satupun."

"Itu benar-benar mengkhawatirkan..."

Aiko mengerutkan keningnya. Yang lain terlihat depresi dan saling memandangi satu sama lainnya. Foss berbicara dengan ekspresi meminta maaf, "Ini bukan saat yang pas untuk membicarakannya selagi makan bukan?", kemudian dia berbicara dengan nada riang untuk mengembalikan suasana.

"Akan tetapi, musibah ini seharusnya akan segera berakhir."

"Maksudmu?"

"Sebenarnya, hari ini ada pelanggan yang datang sebelum matahari terbenam. Sepertinya mereka akan pergi ke area pegunungan utara untuk mencari tim penyelidik yang menghilang. Mereka ditunjuk langsung oleh kepala guild cabang Fhuren, jadi sepertinya mereka bukan orang biasa. Mereka mungkin dapat mengakhiri musibah ini."

Meskipun Aiko dan para muridnya masih terduduk, tapi para prajurit bodyguqrd yang dikomandoi oleh David yang sedang makan bersama mereka mengeluarkan seruan "Hou", dengan nada setengah kagum dan setengah tertarik. Bahkan diantara para petugas guild, kepala guild cabang Fhuren dianggap salah satu dari yang terbaik. Untuk seseorang ditunjuk langsung oleh kepala cabang guild secara langsung mengartikan bahwa mereka dapat menyelesaikan misi di mana hanya orang kuat yang dapat melakukannya. Rasa penasaran mereka semakin meningkat karena mereka ingin bertarung di medan perang yang sama dengan orang seperti itu. Di dalam kepala para prajurit, mereka dimasukkan dalam daftar petualang kelas 'Emas' yang terkenal.

Aiko dan para muridnya melihat ke arah obrolan yang tak biasa di antara David dan para prajuritnya, kemudian mereka mulai mendengar suara dari tangga yang terhubung ke lantai 2. Itu adalah suara dari seorang pria dan 2 orang gadis. Sepertinya salah satu dari gadis itu sedang mengeluh ke sang pria. Foss adalah orang yang bereaksi terhadap suara itu.

"Oya, ngomong-ngomong soal iblis. Ini adalah mereka, pak prajurit. Jika kalian ingin berbicara pada mereka lakukanlah sekarang karena mereka akan pergi besok pagi."

"Aku mengerti, aku paham. Tapi suara itu terdengar cukup muda. Apa ada seseorang semuda itu di kelas 'Emas'?"

David dan para prajurit telah mengingat dengan jelas kelas 'Emas' yang terkenal dalam kepala mereka, tapi karena tidak ada satupun yang memiliki suara semuda itu. Beberapa dari mereka saling memandang dengan ekspresi kebingungan.

Ketika mereka sedang dipusingkan, trio Hajime pun datang mendekat sambil mengobrol.

Kursi di mana Aiko dan yang lainnya duduk adalah kursi bagian paling dalam yang tertutupi oleh tembok dari tiga sisi. Itu adalah tempat di mana mereka dapat melihat ke manapun di dalam restoran. Saat ini, ruangan tersebut digunakan sebagai ruang pribadi dengan ditutupi korden. Tidak perlu dikatakan lagi, di dalamnya terdapat kelompok Aiko yang mencolok, adalah Aiko; orang yang dipuja sebagai 'Dewi Panen', yang membuat mereka semakin mencolok. Itulah kenapa mereka menggunakan korden kapanpun mereka menyantap hidangan. Bahkan sekarang, mereka menutup korden supaya tidak ada yang melihat.

Dari luar korden, mereka dapat mendengarkan percakapan antara seorang pria dengan 2 orang gadis.

"Mou, berapa kali harus kukatakan supaya kau mengerti. Tolong berhenti meninggalkanku dan membuat dunia kalian berdua sendiri. Ini membuatku benar-benar kesepian. Apa kau mendengarkanku? 'Hajime'-san."

"Iya, iya aku mendengarnya. Berpindahlah ruangan supaya kau tak melihatnya."

"Nmah! Apa kau mendengar yang dia katakan Yue-san? 'Hajime'-san baru saja mengatakan hal yang begitu dingin."

"...'Hajime' ...Nakal!"

"Iya, iya."

Dari percakapan tersebut, nama yang diucapkan gadis itu langsung membuat hati Aiko terguncang. Apa yang gadis itu katakan? Siapa sebutan pria itu? Suara pria ini... bukannya sama dengan 'pria itu'?, adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak Aiko. Tubuhnya menjadi kaku seperti seolah terikat sesuatu, jadi dia hanya bisa memandang korden.

Hal yang sama terjadi pada Sonobe Yuka dan murid lainnya yang duduk di sebelahnya. Di benak mereka, muncul kembali ingatan tentang seorang pria yang terjatuh ke jurang empat bulan yang lalu. Dia adalah seorang anak yang mereka yakini telah 'tewas di dunia ini'. Seseorang yang ingin mereka lupakan, seseorang yang menonjol karena kebaikan dan keburukannya.

Karena ekspresi yang tidak wajar dari Aiko dan para muridnya, Foss dan para prajurit mencoba memanggil mereka dengan tercengang, tetapi tak seorangpun merespon. Para prajurit bertanya-tanya apa yang terjadi dengan memandang wajah mereka. Kemudian Aiko mengucapkan sebuah nama tanpa sengaja.

"...Nagumo-kun?"

Karena kata yang baru saja diucapkannya tanpa sengaja, tubuhnya yang kaku karena situasi tidak terduga kembali seperti biasanya. Aiko tiba-tiba berdiri dan kursinya jatuh ke bawah. Dia kemudian membuka tirainya dengan begitu keras sampai hampir robek.!!

Karena suara tidak terduga yang datang saat tirai dibuka, trio pria dan dua gadis tersebut hanya dapat tertegun melihatnya.

Aiko berteriak tanpa mempedulikan orang lain. Itu adalah nama muridnya yang berharga yang ia teriakkan.

"Nagumo-kun!"

"Ah? ........ Sensei?"

Di depan matanya, dengan mata yang terbuka lebar terkejut, terdapat seorang pria berambut putih dengan mengenakan penutup mata. Dia terlihat berbeda dengan Nagumo Hajime seperti yang di dalam ingatannya. Bukan hanya penampilannya, tetapi udara di sekitarnya pun terasa berbeda. Nagumo Hajime yang ia kenal adalah seseorang yang suka melamun, lembut dan pendiam. Sebenarnya, Aiko menyadari bahwa senyum kecut itu adalah miliknya, tapi ia merahasiakannya. Akan tetapi, orang di depannya memiliki tatapan mata yang tajam, pakaian dengan atmosfir yang sulit untuk didekati. Dia terlalu berbeda dengan seperti yang ada di dalam ingatannya. Jika ia kebetulan berpapasan dengannya di kota, Aiko yakin bahwa ia tidak akan menyadari bahwa dia adalah Nagumo Hajime.

Tapi jika ia melihat dengan teliti, suara dan wajah orang di depannya memang mirip seperti yang ada dalam ingatannya. Di atas itu... itu adalah bagaimana cara orang itu memanggil Aiko. Benar, dia menyebutkan kata "sensei". Aiko pun yakin. Meskipun penampilan dan aura di sekitarnya telah berubah, dia yakin bahwa orang di depannya adalah muridnya, "Nagumo Hajime"!

"Nagumo-kun... Kamu adalah Nagumo-kun, bukan? Kau masih hidup... Kau benar-benar masih hidup..."

"Bukan, anda salah orang. Bye."

"He?"

Untuk bertemu dengan murid yang dikiranya telah tewas, adalah sebuah keajaiban. Merasa tersentuh, kelenjar air matanya pun menjadi lemas, air mata membanjiri wajahnya. "Ke mana saja kau sampai sekarang? Apa yang telah terjadi? Aku benar-benar bersyukur kau masih hidup." Adalah beberapa kata dari sekian banyak kata yang ingin ia ucapkan, tapi tidak bisa ia lakukan. Meskipun begitu, jawabannya yang memberikan keputus asaan benar-benar sesuatu yang tidak terduga."

Ia tanpa sadar mengeluarkan suara bodoh dan menarik kembali air matanya. Ia hanya dapat menatap kosong Hajime yang mulai melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. "HAH", ia mendapatkan kembali kesadarannya, dan kemudian mengejar Hajime lalu memegang pergelangan tangannya.

"Tunggu sebentar? Bukannya kamu Nagumo-kun? Kamu baru saja memanggilku sensei bukan? Bagaimana mungkin aku salah orang."

"Tidak... kau salah dengar. Itu tadi... benar, itu tadi logat yang artinya 'kecil'. Un."

"Bahkan jika iya, itu sangat kasar. Dan juga mana mungkin ada logat yang seperti itu. Kenapa kamu mencoba untuk berbohong? Dan penampilanmu... Apa yang telah terjadi? Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini? Kenapa, kenapa kau tidak langsung kembali ke kami? Nagumo-kun! Tolong jawab! Sensei tidak akan membiarkanmu berbohong!"

Suara marah Aiko bergema di dalam restoran. Beberapa orang melihat kepada 'Dewi Panen' yang terkenal saat ia menangkap dan berteriak kepada seorang laki-laki. "Uuwah, apa dia beneran seorang Dewi bro!?", mereka pun mulai salah paham dengan rasa penasaran bersinar di mata mereka. Para murid dan para prajurit pun mulai ikut keluar dari ruang makan.

Murid-murid yang melihat penampilan Hajime pun tak percaya dengan orang yang ada di hadapan mereka. Setengahnya tak percaya karena dia masih hidup, sedangkan setengahnya lagi karena penampilan dan auranya yang berubah secara drastis. Akan tetapi, mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, mereka hanya bisa menatap kosong kepada Aiko dan Hajime.

Di sisi lain, meskipun Hajime terlihat tenang, di dalam pikirannya ia sedikit panik. Di kota yang dia datangi, dia menerima permintaan dari kepala cabang guild dan secara kebutan mendapatkan kenalan, dia tidak pernah mengira bahwa dia akan bertemu dengan Aiko dan teman-teman sekelasnya lagi."

Karena itu merupakan hal yang benar-benar di luar dugaan, dia pun keceplosan mengucapkan "Sensei", dia pun berpikir, "Itu tidak mungkin", sambil mencoba membohongi dirinya sendiri. Satu-satunya kesempatan untuknya adalah kabur setelah rentetan pertanyaan dari Aiko, melanjutkannya dengan akting 'anda salah orang', 'menjadi orang asing misterius', dan 'ayo culik Aiko-san', adalah kemungkinan-kemungkinan yang dia pikirkan untuk menyelamatkan hidupnya. Dia bahkan tidak tahu bagaimana bisa kemungkinan terakhir muncul di benaknya.

Lalu, Hajime pun diselamatkan oleh partnernya yang dapat diandalkan. Tentu itu bukan si telinga kelinci yang tidak berguna, melainkan sang Putri Vampir. Yue, datang di antara Hajime dan Aiko, kemudian ia melepaskan secara paksa tangan Aiko yang menggenggam Hajime. Di sisi lain, para prajurit bodyguard mengeluarkan sedikit niat membunuh mereka.

"... Lepaskan, kau menyulitkan Hajime."

"S-siapa kau? Ada hal penting yang harus sensei katakan pada Nagumo-kun..."

"...Kalau begitu tenanglah sedikit."

Karena gadis cantik tersebut memandangnya dengan dingin, Aiko sedikit tersentak. Tidak banyak perbedaan tinggi di antara mereka. Umumnya, hal tersebut akan dikatakan pertengkaran anak kecil. Akan tetapi, Aiko sebenarnya memiliki umur yang lebih tua dibandingnya, dan Yue memiliki aura seorang penyihir di sekitarnya terlepas dari penampilannya. Tak peduli siapa yang melihatnya, mereka terlihat seperti orang dewasa (Yue) dan anak kecil yang marah (Aiko). Aiko menyadari perkataan Yue, ia pun perlahan berjalan mundur dengan wajah memerah mengingat caranya marah tadi. Ia pun menegakkan punggungnya untuk mengembalikan wibawanya sebagai orang dewasa, meskipun itu terlalu terlambat, Aiko seperti... anak kecil yang melakukan peregangan.

"Maaf, aku terlalu bingung. Ayo kita mulai dari awal, kamu Nagumo-kun bukan?"

Kali ini, Aiko menanyakannya dengan perlahan, tetapi suaranya dipenuhi dengan kepercayaan saat menanyakan itu kepada Hajime, dan menyamakan pandangannya dengannya. Melihat Aiko yang seperti itu, Hajime yakin tak peduli seberapa keras dia mencoba mengelabuinya, ia tidak akan mengubah pendapatnya dan akan terus mengejarnya ke manapun dia pergi. Kemudian, Hajime menggaruk kepalanya dan menjawabnya dengan hembusan nafas panjang.

"Ah. Lama tidak bertemu, sensei."

"Seperti yang kuduga, kau benar-benar Nagumo-kun... Kau masih hidup..."

Mata Aiko kembali berlinang air mata, tetapi Hajime tidak mempedulikannya dan mengangkat bahunya.

"Sesuatu seperti itu. Setelah banyak hal terjadi, entah bagaimana aku masih hidup."

"Aku bersyukur. Aku benar-benar bersyukur."

Setelah dia melirik Aiko yang sudah tak dapat berkata-kata lagi, Hajime pergi ke kursi terdekat dan duduk. Melihatnya, Yue dan Shia pun mengikutinya. Shia entah bagaiman menjadi kebingungan, sementara yang lain terlihat heran dengan sikap Hajime. Hajime telah mengembalikan ketenangannya dan mengacuhkan yang lainnya, hanya untuk mengisyaratkan kepada Foss yang telah melihat bagaimana situasi berjalan dari belakang para murid.

"Uhm, Hajime-san. Apa itu tak apa? Bukannya kalian saling kenal? Meskipun kalian hanya tamu kami... dunia lain..."

"Itu tidak masalah sama sekali. Aku hanya terkejut saat mereka tiba-tiba muncul, yah, hanya itu. Pada awalnya kami datang untuk makan malam, jadi biarkan aku memesan. Aku telah menduga hal ini sebelumnya. Apa kau tahu? Kari ini... Ah, kau tidak tahu. Makanan ini disebut Nishisseer. Aku bahagia hanya dengan membayangkan rasanya..."

"...Kalu begitu, aku akan memesannya juga. Aku penasaran rasa seperti apa yang Hajime sukai."

"Ah, memikatnya dengan begitu saja... seperti yang diharapkan dari Yue. Kalau begitu aku juga. Pelaya~n, kami ingin memesan~"

Awalnya, Shia malu-malu untuk melirik Aiko dan yang lainnya, tetapi mengubah niatnya setelah mendengar perkataan Hajime. Kemudian Foss datang untuk mengambil pesanan mereka dengan senyum kerepotan.

Akan tetapi, wajarnya, tidak ada waktu untuk mereka menunggu. Aiko, yang terbengong dengan sikap Hajime yang duduk di meja terdekat dan memesan makanan, mendapatkan kembali kesadarannya dan ia mulai mendekati meja Hajime. Ia pun berkata, "Bu guru MARAH!", dengan ekspresi yang benar-benar marah sambil ia menggebrak meja.

"Nagumo-kun, kita belum selesai berbicara. Bagaimana bisa kau memesan makanan dengan begitu saja. Lalu siapa kedua gadis ini?"

Apa yang Aiko katakan mewakili apa yang semua orang ingin katakan. Para prajurit yang menebak Hajime adalah murid Aiko, yang telah tewas empat bulan lalu, para murid yang menunggu di belakang Aiko, dan yang lainnya pun juga, "Un un", mengangguk dan mereka menunggu jawaban Hajime.

Hajime mengerutkan keningnya karena ini akan menjadi hal yang merepotkan. Karena dia tidak dapat menikmati hidangan dengan tenang berkat Aiko, yang tetap menunggu Hajime untuk menjawab pertanyaannya bahkan selagi mereka makan, Hajime pun enggan untuk mengalihkan pandangannya ke Aiko.

"Aku telah melakukan perjalanan seharian penuh ke sini, tanpa berhenti, untuk melaksanakan sebuah misi. Itulah kenapa aku lapar, jadi biarkan aku makan. Lalu, mereka adalah..."

Hajime mengalihkan pandangannya ke Yue dan Shia. Lalu mereka berdua, sebelum Hajime sempat berbicara, mulai memperkenalkan diri yang akan membawa dampak besar.

"...Yue."

"Aku Shia."

"Aku kekasih milik Hajime(-san)."

"Ke-kekasih?"

Aiko pun terbata-bata, "Eh-eh?", dan melihat Hajime dan kedua gadis cantik itu secara bergantian. Sepertinya dia tidak dapat memproses hal tersebut di otaknya. Para murid di belakangnya pun ikut terbengong-bengong. Ya, ekspresi para murid lelaki mengatakan, "Itu tidak mungkin!", sambil melihati Yue dan Shia dengan gelisah. Perlahan, muka mereka mulai memerah karena terpikat dengan kecantikan Yue dan Shia.

"Oi, dengan mengesampingkan Yue. Shia bukannya kau berbeda?"

"Dasar! Hajime kejam. Bahkan kau telah mencuri ciuman pertamaku!"

"Apa, mau sampai kapan kau terus membawa-bawa masalah itu. Aku mencoba menyela--- "Nagumo-kun" ... Ada apa, sensei?"

Karena ucapan bahwa dia 'mencuri ciuman pertama Shia', sepertinya pemrosesan di otaknya telah selesai. Kemudian, suara Aiko turun satu oktaf. Di dalam pikiran Aiko, sepertinya ia membayangkan Hajime yang tertawa keras dengan kedua gadi cantik di masing-masing lengannya. Ekspresinya mengatakan semuanya.

Merasa malu, Aiko pun memotong pembicaraan Hajime. Ekspresinya dipenuhi dengan keinginan untuk mengembalikan muridnya yang salah jalan untuk kembali ke jalan kebenaran. Mengikutinya, sebuah petir besar bernama 'Kemarahan Guru' jatuh ke penginapan terbaik di kota Ul.

"Untuk mencuri ciuman pertama seorang gadis, dan bahkan d-dua kali! Jadi, kau tidak kembali karena masih ingin bermain-main! Jika iya... itu tidak dapat dimaafkan! Ee, sensei benar-benar tidak akan memaafkanmu! Ini saatnya untuk memarahimu! Bersiaplah, Nagumo-kun!"

Hajime memandang Aiko dengan yang berteriak "kyan-kyan" dengan ragu-ragu, sambil ia menarik nafas yang begitu panjang, memikirkan bahwa ini akan sangat merepotkan.