CINTA SANG IBLIS
(Part 4)
(Translater : Natsume)

Guren dan Shinoa dilepaskan.
Mereka berjalan dari ruang interogasi ke ruang olahraga. Di pintu masuk gedung olahraga, Shinya, yang bersandar di dinding, menunggu.
Shinya menatap ke arah meraka dan ingin mengatakan sesuatu tetapi terhenti saat ia melihat siluet Shinoa yang berdarah.
“…. Ya ampun, kelihatannya kau diinterogasi.”
Shinoa melambaikan tangan berdarahnya dan tersenyum.
“Tidak, ini riasan. Aku terlihat seperti mayat hidup,kan? GAOWW---"
Shinoa dengan kekanak-kanakan melambaikan kedua tangannya. Shinya mengangkat bahu dan tersenyum.
“Mayat hidup tidak bersuara ‘Gaoww—‘ kan?”
“Benarkah?”
“Itu sesuatu seperti GROWLL---“

“Aku tidak melihat perbedaannya.”
“Hahaha. Itu tidak buruk juga. Apa itu untuk menipu aku dan Guren?”
Shinoa mengangguk.
“IyaApa kau tertipu?”
“Iya, aku benar-benar tertipu! Aku benar-benar berpikir kau mayat hidup!”
“GAOWWW----!
“Sudah kubilang harusnya GROWLLL---“
Mengabaikan percakapan bodoh ini, Guren berjalan keluar gedung olahraga.
“Oi----- mengabaikan kami?”
Shinya mencegahnya.
Guren bertanya.
“Bagaimana situasi di luar?”
Percakapan antara Mahiru dan Kureto sudah disiarkan ke seluruh sekolah.
Shinya menjawab.
“Itu sangat kuat. Akan tetapi, itu sedikit tenang di sekolah. Kelihatannya semuanya memikirkann apa kebenarannya dan menolak keberadaan kejadian ini dan membiarkannya terlupakan.”
“Mito dan Goshi?”
“Eh?” Tumben. Khawatir dengan teman main shogi, apa pikirannmu lagi baik?"
Shinya menjawab dengan gembira. Guren menatap Shinya dengan jengkel.
Shinya tersenyum dan berjalan ke sampingnya.
Guren bertanya.
“Kureto bilang ia akan memanggilmu juga. Apa kau sudah dipanggil?”
Shinya menggelengkan kepalanya.
“Tidak. Tapi, bukan berarti aku tidak akan dipanggil. Setelah ini, aku sudah tahu kalau Shinoa kecil adalah mayat bohongan..... sekarang bukan maktunya bicara tentang ini."
Berjalan maju, siluet para siswa di halaman sekolah muncul. Tidak seorang pun tersenyum. Mereka semua sepertinya berada dalam diskusi.
Topiknya pasti tentang bagaimana mereka akan melakukan sesuatu.
Rata-rata siswa mungkin tidak pernah sadar akan konflik antara Gereja Hyakuya dan <Mikado no Oni>
Tapi, peperangan akan segera pecah. Tidak, perang sudah dimulai sejak lama. Sekarang, semuanya tahu.
Seiring dengan perang intern yang terjadi di dalam keluarga Hiiragi.
Guren tidak pernah melakukan apapun dan keluarga Hiiragi sudah mulai berjalan menuju kehancuran. Dunia mengalami sebuah revolusi.
“Sejak kapan percakapannya disiarkan? Apa percakapanku dengan Mahiru disiarkan?”
Saat Guren bertanya, Shinya menatapnya.
“Ah, jadi Guren bicara juga."
Sepertinya hanya bagian Kureto yang disiarkan.
“Apa yang dia katakan padamu?”

Guren menjawab.
“Dia bertanya padaku apakah aku masih hidup.”
“Ah haha, itu memang seperti dia. Pastinya itu kata-kata dari hatinya.”
Mendengar itu, Shinoa memotong.
“Waktu itu, semua kata-kata kakakku semuanya bohong. Aku tidak berpikir itu benar dari hati.”
Guren memandang Shinoa.
Dia melanjutkan.
“Juga, suaranya lebih gembira dari biasanya. Mungkin karena ia sangat senang bicara dengan Guren, lelaki yang sangat ia suka.”
Shinya tersenyum.
“Tunggu, tunggu. Jika seperti itu, sebagai tuangannya, apa yang harus kulakukan?”
“Entahlah. Ketika mengahadapi hubungan romantis antara orang dewasa, bocah sepertiku tidak akan tahu apapun."
Shinoa menyipitkan matanya dan mengangkat bahu.
Guren mengamati tindakannyadia tidak percaya dia akan mengatakan sesuatu semacam itu. Sebelumnya, ketika Shinoa ditanya berada di pihak mana, ia menjawab dipihak yang lebih menarik.
Ia tidak tertarik dengan keluarga Hiiragi dan tidak bergabung dengan Gereja Hyakuya. Meskipun ia menyukai kakaknya karena ia baik hati---
"Shinoa.”
“Iya.”
“Kau ditelantarkan oleh Mahiru. Kematianmu tidak berarti baginya.”
“Iya, benar.”
Dia mengangguk.
“Meski begitu, apa kau masih rekannya?”
Ditanya tentang ini, Shinoa mengerlingkan mata dan mulai menatap langit-langit, bingung.
“Akan tetapi, aku sangat percaya orang yang paling menentang kematianku adalah kakak. Semua orang tidak akan terganggu meski jika aku suatu hari mati di tempat yang asing.”
Guren melihat Shinoa saat Shinoa dengan tenang mengatakan hal ini.
“Itu akan sedikit menggangguku.“
“Eh? Kau orang yang aneh.”
Shinya, yang berjalan disampinya, menambahkan.
“Aku juga, aku akan menangis jika kau mati. Aku akan benar benar kerepotan jika kau benar-benar berubah menjadi mayat hidup.”
“GAOWWW----?”
“GROWLL----“
Shinoa menyipitkan matanya dan tersenyum. Ada beberapa bagian wajah itu yang sangat mirip Mahiru. Ia mengangkat kepalanya dan bertemu dengan tatapan Guren dan Shinya.
“Aye-aye! Mengejutkan sekali kalau dua orang yang jarang kutemui akan berduka atas kematianku. Ini artinya pasti kalau kalian berdua sangat mencintai kakakku. Aku diperhatikan sebagai pengganti kakak.”
Dia tampaknya punya rasa menghargai diri sendiri yang rendah. Tapi itu bisa dimengerti karena kakaknya sangat terkenal.
Shinoa berkata.
“Menyedihkan, meskipun, kalau kakak tidak melihat siapapun seimbang dengannya, bahkan aku Guren-san atau Shinya onii-san. Sudah jelas, hari ini, kalau aku secara resmi ditelantarkan. Dia mungkin tidak akan menghubungiku lagi. Kakak sudah berhasil mencapai apa yang dia tuju disekolah ini.”
Benar.
Pecikan api yang menyala disini akan merembet ke dalam tubuh <Mikado no Oni>.
Berdasarkan keadaan, perang antara Gereja Hyakuya dan <Mikado no Oni> akan terjadi dengan cepat.
Di saat bersamaan, pengawasan pada Guren dan Shinya mungkin akan lebih mengendur juga. Perbuatan Mahiru hari ini akan menyebabkan berbagai hal berjalan tidak berjalan baik. Shinya dan Guren mempunyai rahasia yang disembunyikan dari keluarga Hiiragi. Tapi rahasia ini tidak berarti lagi; ulah Mahiru menghasilkan meluasnya kewaspadaan <Mikado no Oni> yang mengakibatkan rahasia mereka akan diabaikan.
Yang terpenting, jika perang antara Gereja Hyakuya dan <Mikado no Oni> diketahui oleh para siswa, berbagai hal akan semakin memburuk.
Kedua organisasi itu menyembunyikan rahasia dari para pengikutnya. Mereka akhirnya tidak akan bisa terus menyembunyikannya dan semua rencana mereka akan terbongkar.
Oleh karena itu, jika kasus Mahiru yang mengkhianati Gereja Hyakuya benar, Gereja Hyakuya pastinya akan panik juga.
Atau, apakah semua ini adalah buah hasil kerja sama Mahiru dan Gereja Hyakuya?
“……”
Tapi di tengah semua ini, tidak ada ruang bagiku untuk ikut campur.
Pemeran utamanya adalah Mahiru.
Keluarga Hiiragi
Gereja Hyakuya
Tidak ada tempat bagi Keluarga Ichinose. Mereka tak pernah mempermasalahkannya. Tepat seperti apa yang Kureto dan Shinoa katakan.
Kehadirannya tidak pernah menjadi masalah.
Apa sebenaranya alasan dari jurang perbedaan ini?.
Ia teringat kata-kata Mahiru.
“Tapi, sekarang kau tidak bisa mencapainya kan? Sedihnya, akulah yang terkuat. Lagipula, aku adalah ‘si kelinci’ ‘Si kelinci’ yang dengan berani berlari kearah kehancuran. Itulah mengapa aku menunggu ‘Sang Pangeran Kura-Kura’. Sebelum kehancuranku, cobalah menyelamatkanku, Guren.”
Ia telah menerima kehancurannya. Menerima moralnya yang hancur dan semuanya. Tapi mengorbankan sesuatu yang berharga.
Apa ini langkah yang benar atau salah?
“……..”
Untuk beberapa alasan, lengan kanan Guren terasa sedikit aneh. Gelombang rasa sakit yang tajam mengalir. Tangan yang di potong namun disambung kembali dengan kekuatan <Oni> mulai terasa sakit. Guren merabanya dengan tangan kirinya.
Shinya bicara.
“…… Jadi, apa yang kita lakukan, Guren?"
Bagaimanapun, tidak ada yang bisa mereka lakukan sekarang.
Satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan adalah diam berdiri dan menyaksikan seberapa cepat rencana Mahiru berjalan.
Perang akan dimulai dengan segera.
Perang dengan skala besar akan segera dimulai.
Pada saat itu, dimana Keluarga Ichinose akan berdiri? Berdiri di titik yang akan memungkinkan Keluarga Ichinose untuk lolos dari bahaya dan mengambil sedikit keuntungan ?
Tidak, yang terpenting adalah, apakah aku punya cara untuk mewujudkannya?
Cara untuk menjatuhkan keluarga Hiiragi----
Untuk menjatuhkan keluarga Hiiragi tanpa menyerahkan posisi pada Gereja Hyakuya. Menjatuhkan keluarga Hiiragi hanya dengan dilindungi oleh Gereja Hyakuya tidak ada bedanya dengan situasi saat ini.
Lalu, apa yang harus kulakukan? Yang mana jalan terbaik?
Tidak ada waktu. Tidak ada waktu. Tidak ada waktu untuk bertaruh tentang ini.
Mulai berpikir.
Berpikir keras.
Apa yang paling aku inginkan?
Apa sebenarnya yang aku mau?
Jika aku tidak berbuat sesuatu, saperti sekarang, perang akan berakhir kan?
Satu hasil akhir adalah kemenangan.
Atau, satu hasil akhir lain adalah kehancuran.
Keduanya, akan memakan banyak korban. Semua itu karena keinginan egois dari orang-orang tertentu, mengakibatkan banyak orang tak bersalah mati. Meskipun begitu, jika aku bertindak dengan keinginan egois, aku akan benar-benar berjalan kearah perang kebencian. Melangkah paksa di jalan yang penuh orang mati.
Saat semuanya selesai, yang tersisa hanyalah tumpukan mayat. Lalu mengapa perlu bermain ‘si kelinci’ dan ‘si kura-kura’? Tidak berarti jika berbagai hal berjalan dengan cepat atau lambat. Hasil akhirnya sudah diketahui.
Jika seperti itu, tidak ada waktu untuk memilih rencanaku.
Guren menghentikan langkah.
“Kenapa?”

Shinya bertanya. Guren mengabaikannya.
Gelombang rasa sakit menjalar di sepanjang lengannya. Rasa sakit sejak penyerbuan iblis mulai terasa kembali. Tidak ada bekas luka. Kulit yang terkoyak di sekitar titik amputasi telah sepenuhnya sembuh. Lalu mengapa bagian lengannya yang disambung kembali terbakar oleh rasa sakit?
“Guren?”
“…. ya?”
“Apa kau baik-baik saja?”
Guren mengangguk.
“Semuanya baik-baik saja.”
“Benarkah?”
“Iya”

Kemudian, bel pertanda istirahat berakhir, berbunyi. Shinya dan Guren melihat ke arah sumber suara.
“Ah, jam ke lima akan segera dimulai.”
Shinya berkata. Kemudian, Shinoa mengulurkan telapak tangannya ke arah Guren.
Guren menatap kearah uluran lengannya dan bertanya.
“Apa?”
“Aku butuh sedikit uang.”
“Ah?”
“Aku akan pulang. Orang-orang dewasa akan segera memulai perang yang membosankan 'kan? Akan tetapi, aku tidak tertarik.”
“…….”
“Tapi meskipun begitu, aku diserang saat aku di rumah dan diculik kesini. Tidak hanya meninggalkan dompet, aku bahkan tidak  memakai sepatu. Jadi aku ingin pulang dengan taksi.”
“Oh. Lalu mengapa kau minta uang padaku?”
“Ini wajar kan, peduli dengan adik yang manis dari pasangan masa kecilmu...."
“Tidak tertarik.”
“Eh—"
Shinoa tertawa.
Shinya, yang berdiri di samping, tertawa puas sebelum mengambil uang kertas 10000 yen dari dompetnya.
“Aku akan membantumu memanggil taksi. Oleh karena itu, tolong sampaikan pesan ini pada Mahiru: Apa kau masih ingat siapa tunanganmu?”
Shinoa mendongak pada Shinya dan bertanya.
“Apa kau suka kakakku?”
“Hm---- bagaimana menjelaskannya ya….”
“Lalu mengapa kau ingin menyampaikan pesan pada kakak?”
“Karena aku tidak mau kalah oleh Guren.”
“Jadi, ini semua tentang menang atau kalah?”
Mendengarnya, malah Shinya mengulang perkataannya.
“Hm---- bagaimana menjelaskannya ya….”
Dan tertawa.
Shinoa, memasang ekspresi tidak percaya, yang tampak di wajahnya dan berkata.
“Di sisi mana kau berdiri?”
“Menurutmu?”
"Aku tidak tahu. Lagipula aku tidak tertarik.”
“Benar— Baiklah,ayo panggil taksi.”
Setelah itu, Shinya mulai memainkan ponselnya.
Shinoa melambaikan tangannya, yang berwarna merah darah, dan bertanya.
“Bisakah mayat hidup naik taksi?”
"Karena Shinoa-chan sangat manis, seharusnya tidak masalah.”
“Yaa~Benar sih, aku benar-benar menyadari kalau aku adalah gadis cantik alami yang sangat mirip dengan kakaknya~”
Mengabaikan percakapan mereka, Guren mulai mempertimbangkan lagi peristiwa barusan.
Pikirannya penuh dengan berbagai hal terkait perang yang membosankan.
Khususnya, kurangnya kekuatannya.
Kekuatannya kurang untuk mengejar ketertinggalan dengan Mahiru.
Jika seperti itu, apa yang akan ia lakukan? Apa yang harus ia lakukan untuk terus maju? Mahiru adalah anak ajaib. 'Si Kelinci’ yang bersedia menjual jiwanya pada iblis guna menukarnya dengan kekuatan untuk terus berlari.
Apa yang harus ia lakukan untuk mengejarnya dan menyusulnya?
Guren memikirkan tentang hal ini.
Kemudian, ponselnya mulai berbunyi.
Guren mengambil ponselnya. Nomor yang sama sekarang muncul di layar ponselnya.
Itu Mahiru.
Hiiragi Mahiru sedang menelpon.
“……”
Guren tidak yakin untuk mengangkatnya. Kureto mungkin mendengarnya saat Guren menjawab panggilan dan mencapnya sebagai pemberontak untuk dibunuh. Aku terlalu lemah, aku seringkali di dorong di sekitarku, dipaksa memilih antara hidup dan mati
“..... Merepotkan sekali, sudah cukup."
Guren menjaga jarak antara dirinya dari Shinoa dan Shinya lalu menjawab panggilan.
“Jadi?”

“……..”
Mahiru tidak menjawab. Ia tidak tahu jika penelponnya benar Mahiru atau orang lain.
“Mengapa kau meneleponku? Ponsel ini.....”
Suara Mahiru terdengar di sisi lain.
“Tidak ada yang menyadap kita.”
“Aku tidak yakin."
“Jangan khawatir.”
“Jadi apa?”
“Aku ingin mendengar..... Suara Guren."
Ia bicara dengan lembut. Suara yang benar-benar berbeda dari yang ia pakai untuk mengancam Kureto.
Guren tersenyum.
“Barusan, kau bersenang-senang membodohiku dengan bertanya apa aku masih hidup."
Mahiru terdiam sejenak. Hanya nafas ringannya yang terdengar.
“...... Itu, bukan aku."
“Lalu siapa itu?”
“Oni” (Iblis)
“…….”
“Iblis yang mengendalikanku.”
“<Kiju> kan?”
“…. Iya.”
“Kau dikendalikan oleh Oni?”
“…. Iya.”
Mahiru berkata jujur. Itu terdengar sangat berbeda dari nada yang ia gunakan saat bicara dengan Kureto; suaranya sedikit kekanak-kanakan dengan bayangan moe. Ini suara Mahiru yang Guren kenal.
Ia menggunakan suara ini untuk memberi tahu Guren kalau ia dikendalikan oleh Oni.
Oni
Kutukan Oni.
Guren menyipitkan matanya dan memegang lengan kanannya yang sedang memegang ponsel. Kutukan itu telah tercampur ke dalam tubuhnya juga. Ada racun dalam tubuhnya; dengan disuntikannya darah itu, tangan Mitsuki berubah menjadi monster.
Monster itu mengambil alih dan mengendalikan tubuh Mahiru.
Akan tetapi,
“..... apa kau punya bukti kalau orang yang bicara padaku sekarang bukan Oni?”
“Tidak.”

"Kalau begitu, aku akan mengakhiri panggilan.....”
“Tunggu! Tunggu sebentar Guren.  Jangan dulu akhiri panggilannya, Guren. Jika kau mengakhiri panggilannya sekarang, ada kemungkinan kalau akau tidak akan pernah bisa bicara dengamu lagi.”
Mahiru bicara dengan suara penuh kepanikan.
Guren tidak yakin jika ini perangkap atau bukan. Oleh karena itu, ia mungkin mempertimbangkan menutup panggilan sekarang. Kureto membuat kesalahan disini.  Mahiru itu cerdas. Luar biasa cerdas. Sangat mungkin bagi seseorang dikendalikan hanya dengan berbicara dengannya.
Aku tidak seharusnya melanjutkan percakapan ini.
Ibu jarinya bergerak.
Akan tetapi,
“…….”
Ia tidak bisa mengakhirinya.
Ia seharusnya mengakhiri panggilan, tapi ia ia tidak bisa membiarkan dirinya melakukan itu.
“Kau ingin bicara apa sebenarnya?”
Guren bertanya.
Mahiru menenangkan diri dan menjawab.
“..... Aku ingin kau membantuku.”
“Ha? Kau ingin memanfaatkanku juga?”
“Tidak. Tidak seperti itu. Tidak..... er....ah, tidak.....waktunya.”
Mahiru terdengar seperti sedang kesakitan, terengah-engah.
Guren telah melihat keadaan serupa sebelumnya. Ada sesaat waktu ketika Mahiru menunjukan gejala dan bertingkah memiliki kepribadian ganda yang terjebak dalam satu tubuh.
Saat itu Mahiru memberi tahu Guren untuk lari. Mahiru memberitahunya untuk tidak behubungan dengan Oni. Ia bilang keberadaannya sudah tidak ada lagi. Jika semua itu bukan untuk sandiwara,
“....... Kau, apa kau Mahiru yang asli?"
Guren bertanya. Mahiru menjawab dengan penuh rasa sakit.
“…. Iya. Aku menghubungimu....... ketika Oni  dalam tubuhku tidur.”
Guren tidak yakin jika ini hanya sandiwara belaka dari Mahiru. Tapi, apakah perlu baginya bersandiwara? Mahiru mampu seorang diri menipu Gereja Hyakuya dan <Mikado no Oni> untuk masuk dan bermain dalam rencananya. Jadi mengapa ia membutuhkan kekuatan Guren sekarang?
“Apa yang kau ingin aku lakukan?”
“Tolong.....”
Mahiru bicara dalam nada sangat menderita.
“Tolong bunuh aku.....”
“…….”
“Dalam sehari, tidak ada banyak waktu saat aku mendapat keadaran kembali….. oleh karena itu tolong lakukan ketika aku masih bisa bertahan….. ketika aku-“
Guren memotong.
“Berhenti bercanda. Beritahu dimana kau sekarang, aku akan membantumu mengendalikan Oni dalam tubuhmu.”
“…….Tidak. Tidak perlu menghiburku. Jika kau melihatku, langsung bunuh aku.”
“Cukup. Alamatmu…"
“GUREN! Tolong! Sekarang adalah satu-satunya waktu. Aku akan segera menghilang. Jika kau tidak melakukannya, tidak akan ada seorangpun yang bisa membunuhku."
“Percaya diri sekali. Tidak ada yang bisa membunuhmu? Apa kau pikir kau dewa?”
“Kumohon, tidak ada banyak waktu.....!"
“Aku menolak. Beritahu aku di mana kau. Aku akan menyelamatkanmu.”
“Guren. Sudah terlambat....."
“Hentikan itu. Beritahu alamatmu…..”
“GUREN!!”
Mahiru berteriak.
Mahiru berteriak dengan suara sedih.
Tidak, di sisi lain, ia mungkin sedang menangis. Guren mendengar ia mencoba menahan air matanya keluar.
Ia berkata.
“Ini sudah terlambat.”
“………"

“Kau mau menyelamatkanku  apapun itu, aku benar-benar senang…. Tapi aku tidak bisa kembali lagi. Aku bukan lagi manusia. Itulah sebabnya….”
“Itulah sebabnya kau mau aku membunuhmu.”
“Karena selain kau, tidak ada orang lain yang bisa aku andalkan untuk melakukannya."
“…. Kau ingin aku membunuhmu?”
“Maafkan aku. Maafkan aku.”
"Bagaimana tepatnya……”
Mengapa berbagai hal harus berakhir dengan cara ini? Guren ingin bertanya padanya. Mengapa orang cerdas  berpikir begitu, pilihan yang bodoh?
Mengapa menyerah menjadi manusia? Mengapa memilih berjalan di jalan yang tak punya jalan kembali?
Mengapa, kau,
“….. Tidak menungguku….?”
Guren berkata. Tapi itu perkataan yang benar-benar bodoh dan tidak bertanggung jawab baginya saat  mengatakan hal itu. Meskipun Mahiru menunggu, kesempatan dan berbagai hal tidak akan ada yang berubah. Bagi Guren yang sekarang, ia belum bisa memperoleh kekuatan yang cukup untuk mengubah aturan dan hukum yang ditetapkan keluarga Hiiragi. Dia juga tidak punya cukup kekuatan untuk menyelamatkannya.
Jadi, kata-katanya sekarang hanyalah omong kosong. Itu hanyalah sekedar kepalsuan dari seorang pria yang tidak punya kekuatan yang sesungguhnya.
Isak tangis Mahiru bisa terdengar oleh Guren.
Dengan suara gemetar, ia berkata.
“ *hiks* …. Guren.”
“……….”
“Aku sangat mencintaimu.”
“………”
“Maka, tolong biarkan aku mati dengan rasa cinta padamu …..”
Guren memotong.
“…… Aku tidak bisa membiarkannya. Aku akan menyelamatkanmu.”
“Tolong”

“Tidak.”
“Bunuh aku.”
“Diam. Beritahu lokasimu. Katakan hal lain nanti."
Dengan itu, Mahiru memberitahu lokasinya dan membahas pertemuan dengan Guren. Karena hanya saat-saat tertentu ia bisa mendapatkan kesadarannya kembali. Akin tetapi, lambat laun waktu kesadarannya akan semakin pendek dan pendek.  Jadi, karena mendesak.
Mereka akan bertemu hari ini.
Jika mereka menunggu sampai besok, kesadaran Mahiru akan benar-benar hilang.
Itulah sebabnya Guren harus bertemu Mahiru hari ini.
Tentu saja, ini bisa jadi jebakan.
Mungkin ia hanya berpura-pura.
Ia juga tidak punya kewajiban untuk pergi.
Pemikiran dan penilaian rasionalnya sebenarnya berteriak padanya untuk tidak mengikuti perkataan Mahiru.
Akan tetapi, meskipun begitu,
"..........."

Ichinose Guren, pria lemah, naif dan manusia (bukan iblis), masih memutuskan untuk terus maju dan bertemu dengan Hiiragi Mahiru.