BAB 4
(Translater : Fulcrum)

14 Januari 2096, Shibuya 23:00.
Larut malam hari Sabtu, walaupun tidak ada mobil di jalan, jalanan itu dipenuhi oleh para anak muda.
Tidak ada mobil yang terlihat karena adanya perubahan sistem lalu lintas dan pengaturan jam kerja. Transportasi trem self-driving (auto-pilot) pribadi berjalan sepanjang waktu. Lagipula, di kota besar seperti Shibuya, tidak perlu lagi menggunakan kendaraan untuk kebutuhan publik, seperti menggunakan jalan kendaraan bermotor yang terletak dibawah tanah, siapapun dapat mencapai stasiun kereta dengan mudah.
Terlebih lagi, saat ini, dimana infrastruktur untuk bekerja dari rumah telah ditingkatkan, orang sudah tidak perlu lagi tinggal di kantor sampai larut malam. Jika ada urusan pekerjaan yang darurat, tren saat ini adalah untuk menyelesaikannya di rumah dan mengumpulkannya ke perusahaan via private line. Kantor-kantor modern adalah tempat untuk negosiasi bisnis, dan bukan tempat untuk bekerja. Yang paling penting, jika orang tersebut melakukan pekerjaannya dengan jujur, maka dia tidak perlu mengatur jadwal negosiasinya di tengah malah.
Shibuya di malam hari adalah kota anak muda dimana tidak ada sosok orang dewasa.
Faktanya, pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota lain selain Shibuya.
Shibuya, Shinjuku, Ikebukuro, Roppongi…. Sebelum perang, kota-kota itu menjadi distrik belanja bagi anak muda; tapi sekarang, melihat anak muda berjalan-jalan dan berkumpul di kota pada larut malam adalah pemandangan yang hanya bisa ditemukan di Shibuya saja.
Selama masa kekacauan yang berlangsung sepanjang dua dekade, di masa yang berbeda, di Shinjuku, Ikebukuro, dan Roppongi, muncul berbagai reruntuhan, sebagai dampak dari kegiatan merusak yang dilakukan oleh orang-orang asing, bersamaan dengan kehancuran ekstrim yang disebabkan oleh aktivitas xenophobia dari amukan para penduduk muda setempat menanggapi perbuatan para orang asing. Langkah-langkah untuk pemulihan menyeluruh ketertiban umum dilakukan selama masa konstruksi, dan kota-kota ini dibangun kembali menjadi kota yang ramai.
Tapi, Shibuya adalah pengecualian.
Sejak sebelum perang, tingkat kehancuran dan perselisihan diantara anak muda sudah tinggi, dan oleh karena itu, sebagai akibat dari kota pertama yang mengusir orang asing, Shibuya telah terhindar dari kehancuran total yang telah menimpa kota-kota lain. Dan saat pelanggaran hukum malam Shibuya dibiarkan begitu saja, konsekuensinya sekarang, tidak ada yang bisa mengatakan kalau kondisi Shibuya lebih baik daripada kota-kota lain.
Kalau ini adalah sebuah wilayah tanpa hukum, baik siang atau malam, "Pembangunan ulang" yang dilakukan oleh pemerintah, dan pemerintah daerah setempat telah sangat intoleran terhadap ketiadaan tatanan dibandingkan dengan sebelum perang, mungkin akan terus berlanjut, seperti yang bisa diduga. Pihak berwenang saat ini telah jauh lebih ketat mengenai pembatasan hak pribadi yang berkaitan dengan perumahan.
Namun, Shibuya memiliki penampilan yang berbeda selama siang hari dengan malam hari.
Saat siang hari, itu adalah pusat bisnis dimana para pekerja jujur sibuk kesana-kemari.
Di malam hari, itu adalah tempat hiburan bagi anak-anak muda, dengan banyaknya orang jahat.
Karena mereka tidak bisa menangkap orang-orang seperti itu sekaligus, pihak berwenang menjadi kesulitan dalam melakukan pembangunan ulang kota tersebut.
Dan di malam hari ini juga, di awal tahun baru, ada banyak anak muda yang berkumpul di jalanan membuat keributan semau mereka, tertawa, menggoda, dan bertengkar.
Diantara mereka, dengan bentuk tubuh yang bagus, dan tegap, sesosok pria muda dapat terlihat ditempat itu.
Mengenakan kaus dengan jaket diluarnya, rasanya aneh sekali melihat orang memakai pakaian setipis itu ditengah-tengah musim dingin, Leo sedang berjalan terhuyung-huyung di Shibuya di tengah malam. Namun, melihat dari cara jalannya, dia terlihat seperti sedang jalan tanpa arah tujuan.
Leo memiliki satu hobi buruk. Tidak, bukan hobi, tapi kebiasaan.
Kebiasaan berkeliaran.
Bukan jalan-jalan, lari-lari, atau teriak-teriak, tapi berkeliaran di malam hari.
Saat hari sudah malam, dia akan berkeliaran kemana-mana tanpa arah tujuan.
Leo pikir ini disebabkan karena insting yang ada dalam gennya.
Dia adalah generasi ketiga dari ‘Burg Folge (Seri Fortress)’ yang dikembangkan di Jerman sat itu, yang menggunakan teknik pembuatan penyihir dengan cara manipulasi genetika secara praktik untuk pertama kalinya di dunia.
Burg Folge adalah teknik pengaturan tubuh yang dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan tubuh. Saat itu, untuk meningkatkan kemampuan tempur jarak dekat, yang dianggap sebagai kelemahan penyihir, daripada memperkuat kemampuan sihir, Burg Folge, yang memperkuat kemampuan fisik alami suatu gen, melahirkan generasi ‘prajurit super yang dapat menggunakan sihir’, atau ‘manusia yang disempurnakan sehingga dapat memiliki kemampuan fisik manusia super dan kemampuan sihir secara bersamaan’, dua hal itu lebih cocok untuk menyebut mereka daripada menyebut mereka penyihir modifikasi.
Walaupun Chimera-fikasi tidak termasuk dalam teknik pengaturan, tidaklah sulit untuk membayangkan kalau mamalia berukuran besar yang lebih kuat dari manusia digunakan sebagai acuan saat masa dimana metode rekonstruksi genetik mulai digunakan.
Tidak dengan menghilangkan limiter tubuh secara eksternal, sudah diketahui pada saat itu kalau metode seperti itu akan memiliki kemungkinan yang tinggi untuk merusak kemampuan sihir seseorang, tetapi meningkatkan kinerja fisik.
Mungkin karena merupakan hasil rekonstruksi genetik yang tidak masuk akal, banyak di antara generasi pertama Burg Folge meninggal selama masa anak-anak, dan bahkan sebagian dari mereka yang tumbuh dewasa menjadi gila dan mati.
Kakeknya Leo adalah salah satu orang dari beberapa yang selamat.
Leo memiliki ketakutan.
Orang yang melihatnya dari luar tidak akan bisa melihatnya, tapi dia sudah hidup selama ini ditemani dengan ketakutannya tersebut di dalam hatinya.
Dia bertanya-tanya apa suatu hari dia akan gila.
Dengan faktor non-manusia yang memangsa faktor manusianya, dia bertanya-tanya apa dia akan berakhir kehilangan kesadarannya.
Karena dia berpikir kalau, dengan mendengar kata hatinya, apa dia bisa menunda saat dimana hatinya akan hancur. Dia mencoba untuk mengikutinya. Dia tahu setelah melihat contoh kakeknya yang bisa hidup lama.
Itulah mengapa dia mengikuti kata hatinya untuk ‘berkeliaran di malam hari’.
Sesuai dengan kata hatinya, dibawah bulan, dibawah bintang, dibawah awan hitam, dia berjalan-jalan tanpa arah tujuan.
Suatu malam di pusat kota itu, suatu malam di distrik perbelanjaan, suatu malam di pinggiran, suatu malam di gunung yang terpencil. Tanpa arah tujuan. Sesuai kata hatinya, dia memilih jalan itu sesuai dengan suasana hatinya hari itu.
Kedatangannya ke Shibuya murni karena kebetulan saja.
Ada sosok lelaki muda mengenakan setelan hitam dibalik mantel parit abu-abunya, yang, walaupun baru, sudah lusuh disana sini.
“Huh? Kakaknya Erika, Pak Inspektur?”
Orang yang baru saja berpapasan dengannya kebetulan adalah kenalannya. Hanya itu saja, tapi Leo menyapa lelaki muda tersebut. Hanya kebiasaan, karena orang tidak selalu menyapa kenalannya saat mereka bertemu.
Beberapa saat selanjutnya, muncul bisikan-bisikan dari orang disekitarnya.
Suara Leo secara tidak sengaja agak keras. Cukup keras untuk membuat orang yang dipanggilnya berhenti.
Meski begitu, tatapan dari kedua sisi jalan tersebut bisa dikatakan tidak ramah.
“Kau, ikut aku sebentar.”
Merespon dengan ekspresi tidak enak, orang yang berjalan disampingnya adalah ‘kakaknya Erika’. Leo juga ingat wajah orang itu, yang agak tidak cocok disebut lelaki muda. Dia tidak ingat wajahnya, dan juga namanya.
“Inagaki-san, benar ‘kan? Ada apa ini?”
Tanpa menjawab pertanyaan itu, yang bisa dikatakan sebagai sikap yang kasar, Inagaki menarik lengan kiri Leo.
Walaupun dia dapat lepas dari tarikannya dengan mudah, Leo tetap mengikuti Inagaki.
Dia dibawa ke sebuah bar kecil didalam sebuah gang gelap. Walaupun tertulis ‘BAR’ di papan namanya, penampilan toko itu tidak terlihat bergaya barat sama sekali menurut Leo.
“Master, aku pakai lantai atasnya.”
Inagaki berbicara dengan pemilik toko itu, yang sedang mengelap gelas di konternya, dan naik ke atas tanpa menunggu jawaban. Leo dibawa kedalam sebuah ruangan kecil dan sempit yang berisi empat kursi dan satu meja bundar kecil. Pintu ruangan itu tebal, pintu kedap udara, yang terlihat seperti di kapal luar angkasa, yang sangat tidak cocok dengan interior dalamnya.
“Aku masih dibawah umur.”
Leo mengatakannya dengan nada bercanda, mencegah Inagaki, yang sudah bersiap-siap untuk berbicara setelah memutar kunci pintu itu dengan kedua tangannya, dan menguncinya dengan erat.
Disebalah Inagaki, yang terlihat seperti baru saja menelan serangga, Chiba Toshikazu dengan senang hati, tidak sedang ingin bercanda, tapi karena memiliki ketertarikan yang dalam, dia tertawa.
“Saijou-kun, ‘kan? Kau menemukan kami. Walaupun kami seharusnya sudah menyembunyikan kehadiran kami.”
Hanya dengan itu, Leo sudah mengerti apa yang coba dikatakan Toshikazu.
“….Apa aku telah mengganggu sebuah investigasi?”
Toshikazu terlihat terkejut dengan tebakan itu.
“Heeh…. Kau tidak hanya berotot saja. Yah, Erika pasti tidak akan memilih orang yang hanya berotot saja, aku rasa.”
Walaupun Leo secara refleks mengerutkan keningnya mendengarnya, entah itu maksudnya baik atau tidak, tapi karena dia sadar kau dia telah diajari, dipinjami senjata khusus, dan juga dibantu dalam banyak hal, dia menahan diri untuk membantahnya.
“Apa keluarga Pak Inspektur tidak salah cara dalam membesarkan putrinya?”
Balasannya pantas untuk dibalas balik dengan kalimat kasar (akan sangat menjijikkan).
“Itu memang benar.”
Toshikazu mengatakannya dengan senyuman kecut di wajahnya. Tapi, berbanding terbalik dengan nada santainya, dia menyipitkan matanya seperti sedang berpikir keras.
Merasakan adanya bahaya yang seharusnya tidak didekatinya, Leo menutup mulutnya.
“Jangan pedulikan investigasi kami. Kami hanya mencoba untuk menyembunyikan kehadiran kami untuk menghindari masalah-masalah tidak penting; bukan berarti kami sedang mengikuti seseorang. Tempat ini saat malam, selalu menjadi tempat yang membenci polisi.”
“Membenci, huh…. Ya memang seperti itu.”
Leo, terlihat seperti ingat sesuatu, mengangguk mengerti. Gestur itu menunjukkan kalau dia merasa simpati kepada para polisi ketimbang kepada anak muda di kota ini.
Jika memiliki niat yang baik, maka akan dibalas dengan sikap yang baik; itu adalah salah satu pola hubungan interpersonal yang paling dasar
Karena itu, tatapan mata Inagaki kepada Leo menjadi lebih bersahabat.
“Inspektur, bukankah ini sudah waktunya? Mengapa kau tidak menanyainya tentang ‘itu’?”
Jika hanya dengan apa yang diketahuinya, Leo tidak tahu apa yang dimaksud ‘itu’, tapi dia tidak butuh penjelasan. Leo dengan tenang melihat Toshikazu, yang mengangguk dan menghadap kearahnya.
“Saijou-kun, apa kau punya urusan saat ini di Shibuya?”
“Aku tidak punya urusan.”
“Hmm, apa kau sering datang ke Shibuya?”
“Tidak, tidak terlalu sering; aku hanya datang kesini kadang-kadang. Aku juga merayakan malam tahun baru disini.”
“Dua minggu lalu, huh…… Lalu, apa kau tahu ada kejadian aneh yang terjadi di distrik perbelanjaan?”
Inagaki tidak menghentikan Toshikazu, yang mencoba untuk membocorkan rincian insiden yang seharusnya tidak boleh dikatakan. Bagaimanapun juga, Inagaki tahu kalau besok hal itu juga akan menjadi berita panas.
“Kejadian aneh? Aku pikir itu selalu terjadi setiap hari. Tapi ngomong-ngomong, Pak Inspektur, bukankah kau bertanggung jawab atas kota Yokohama? Mengapa kau melakukan investigasi di kota ini?”
“Kami adalah anggota Departemen Polisi. Kami dikirim ke sana sini di seluruh Jepang. Karena itu, kami sekarang sedang menginvestigasi insiden berkelanjutan tentang kasus kematian tak wajar di area metropolitan.”
Kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan mudah. Namun, Leo tidak terpengaruhi oleh nada bicaranya.
“Kematian tak wajar… Pembunuhan aneh? Dan berkelanjutan?”
Mengerutkan alisnya, Leo bertanya. Toshikazu merubah penilaiannya terhadap Leo tanpa menunjukkan adanya tanda-tanda melakukannya.
“Itu benar. Ya, karena hal ini akan diberitakan besok……”
Mengatakan hal tersebut, Toshikazu dan Inagaki saling bertatap-tatapan. Inagaki mengangguk, dan mengeluarkan terminal mobile dari dalam kantung mantelnya. Membuka terminal tipe lipat itu, dia menunjukkan file gambar di layarnya. Melihat gambar-gambar itu, dia membukanya dalam slideshow, Leo menarik nafas dalam dan menelan ludah.
“Korban terakhir ditemukan di Taman Dougenzaka tiga hari lalu. Perkiraan waktu kematian jam 1-2 dini hari.”
“Tepat ditengah-tengah kota!?”
Leo pikir kalau ‘tepat di tengah-tengah kota’ adalah suatu kaimat yang aneh, tapi dia tidak bisa mencari kata-kata yang lain untuk menyampaikan perasaannya.
Dia mungkin berpikir kalau hal seperti itu terjadi di area yang berpopulasi rendah.
“Mengkesampingkan siang hari, tidaklah aneh jika hal seperti ini terjadi di tengah kota pada malam hari. Setidaknya di kota ini.”
Namun, saat Toshikazu menjawabnya dengan ekspresi pahit, Leo tidak bisa melakukan apa-apa selain mengangguk seolah mengatakan ‘Kau benar’. Leo juga tahu dari pengalamannya kalau Shibuya puya kebiasaan yang aneh.
“Karena itu, aku ingin bertanya sesuatu; apa kau melihat ada orang yang aneh? Aku tidak peduli jika itu hanya rumor.”
“Ada banyak orang yang berjalan-jalan di kota ini saat malam. Secara spesifik, orang seperti apa yang kau maksud?”
Toshikazu tahu bukan itu masalahnya, melihat komplain Leo, dia menunjukkan senyuman kecut.
“Tentunya, ini masih belum jelas. Tapi, investigasi ini akan lebih mudah jika kami tahu ciri-ciri kriminal tersebut…..”
Leo diam melihat kearah Toshikazu, yang sedang berpikir ‘Dari mana aku mulainya?’.
“Ya….. mayat korban-korban yang kami tunjukkan padamu tadi.
Inagaki tidak mencoba untuk memotong perkataannya. Dia juga tidak memiliki niat untuk memotong perkataan atasannya, yang mulai membocorkan informasi rahasia investigasi kepada seorang warga sipil.
“Penyebab kematiannya semua tidak wajar. Tidak ada jejak luka luar pada tujuh orang itu.”
“Tidak ada luka? Apa racun?”
Toshikazu menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan Leo, yang merubah ekspresinya.
“Semua hasil tes obat-obatan negatif. Dan walaupun tidak ada luka sedikit pun, sekitar sepuluh persen dari perkiraan darah korban telah hilang.”
“Semua korban?”
“Semua korban.”
“Aku mengerti……. Itu memang ‘kematian tidak wajar’. Daripada disebut pembunuhan aneh, ini adalah indisen aneh.”
Daripada merasa ketakutan atau tidak tenang, Leo bergumam dengan nada terkagum-kagum.
“Selagi ini terlihat seperti fenomena supernatural, insiden ini nyata.”
Selagi terkesan pada sikap Leo, Toshikazu kembali ke pertanyaan aslinya.
“Jadi, aku ingin tahu apa kau kebetulan tahu orang yang kemungkinan melakukan hal seperti ini dengan meniru hal-hal berbau gaib. Terutama orang asing hari-hari ini, seperti rumor-rumor aneh, yang tersebar tentang orang-orang itu.”
“Orang asing hari-hari ini, huh………”
Leo menyilangkan kedua tangannya, sejak sebelum ditanyai lagi tentang hal ini, tapi tidak lama setelahnya, melepasnya dengan tampang menyerah.
“Maaf, tidak ada yang terlintas di kepalaku.”
Sikapnya kasar, atau lebih tepatnya, sikap kacau seolah mengatakan ‘Sikap macam apa itu?’ tapi tanpa perasaan heran atau benci.
“Aku sedang memikirkan lelucon dari temanku.”
“Eh, tidak, tidak apa-apa. Lagipula ini perkejaan polisi, dan ini juga bukan hanya mencari dan tidak mengawasi.”
“Tapi Inspektur, ini Shibuya pada malam hari, kau tahu? Aku rasa melihat orang dewasa, apalagi, polisi, berkeliaran disini bertanya-tanya pasti akan sulit.”
“….Ya, mungkin memang begitu, tapi…”
Bahkan tanpa perlu diberitahu, berdua Toshikazu dan Inagaki sebenarnya sudah sadar akan kesulitan yang mereka hadapi dalam investigasi ini. Jika tidak, mereka tidak akan membeberkan rincian rahasia investigasi tersebut pada seorang anak SMA yang hanya kenalannya saja.
“Aku juga tidak ingin menempatkan diriku dalam bahaya itu. Dan bahkan kalau aku bisa melihatnya, aku percaya bisa menemukan sesuatu.”
“Benarkah? Kalau begitu.”
“Inspektur!?”
Mengatakan hal seperti itu, membuat seorang siswa SMA terlibat dalam sebuah investigasi tindak kriminal sudah keterlaluan dan terlalu berbahaya. Inagaki segera berteriak sebagai usahanya untuk menghentikannya, tapi Toshikazu mengeluarkan kartu namanya dari saku dadanya.
“Kalau kau menemukan sesuatu, kabari aku dengan ini. Kau masuk secara manual untuk pertama kalinya, dan akan otomatis setelahnya.”
Niat baik Inagaki diabaikan oleh berdua Leo dan Toshikazu.
“Ini benar-benar sulit. Jadi, kalau aku menemukan sesuatu, aku akan mengabarimu.”
Selagi mengatakan itu, Leo berdiri, memutar gagang kunci pintu ruangan itu dengan satu tangan dengan mudah yang bahkan Inagaki saja butuh dua tangan untuk melakukannya, dan berjalan menuruni tangga.
◊ ◊ ◊
14 Januari 2096, Washington D.C. USNA. 11:30 waktu setempat.
15 Januari 2096, 01:30 waktu Jepang, Tengah Malam.
Lina, yang sudah tidur, dibangunkan oleh teman serumahnya Silvia.
“Silvie, ada apa?”
Lina juga baru menjadi seorang tentara tidak lebih dari tiga tahun yang lalu; bahkan jika dihitung setelah ia menjadi Komandan Stars, karir militernya hanya baru satu tahun setengah. Dia tumbuh terbiasa diseret dari tempat tidur dalam keadaan darurat. Sudah kembali sadar dalam sekejap, ia meminta penjelasan dari Silvia dengan suara yang jelas.
“Ini panggilan darurat dari Mayor Canopus.”
Lina berlari tanpa bersuara menuju ke alat komunikasinya, sebagai respon setelah mendengar jawaban Lina.
“Ben, maaf aku membuatmu menunggu. Maafkan aku hanya menggunakan audio saja.”
“Saya juga, sayalah yang seharusnya meminta maaf karena sudah menganggu tidur anda.”
Sejauh yang diketahui Lina, Benjamin Canopus adalah orang yang paling pengertian didalam Stars. Diantara anggota kelas satu Stars, mungkin hanya dialah yang paling pengertian. Dia, sadar akan adanya perbedaan waktu, dengan kata lain, dia memanggil Lina, walaupun di Jepang sedang tengah malam. Dan itu bukanlah masalah besar.
“Aku tidak mempermasalahkannya. Ada apa yang terjadi?”
“Kami telah menemukan lokasi para pelarian bulan lalu.”
“Apa!?”
Insiden pengkhianatan dari First Class Star of Honour, Alfred Fomalhaut, yang terjadi bulan lalu, bukan hanya sebuah skandal bagi Stars, tapi juga memberi pukulan kepada para eksekutif Stars.
Insiden itu tidak berakhir hanya dengan pengeksekusian Letnan Fomalhaut ditangan Lina. Faktanya di waktu yang sama, tujuh orang penyihir, dan juga para kepala pabrik sihir telah melarikan diri dari USNA. Mereka semua, meskipun hanya beperingkat rendah yaitu kelas Satelit, tapi mereka tetap saja merupakan anggota Stars. Misi yang dipercayakan kepada Lina oleh Mayor Canopus waktu itu adalah untuk mencari dan mengeksekusi para pelarian. Yang dimaksudnya sekarang adalah mereka, dia mengatakan kalau, keberadaan mereka telah ditemukan.
“Dimana!?”
“Di Jepang. Setelah sampai Yokohama, sepertinya mereka saat ini sedang bersembunyi di Tokyo.”
“Mengapa di Jepang…….. Terlebih lagi, di Tokyo!?”
Lina terkejut mendengarnya. Tapi Canopus juga tidak menjawab pertanyaannya. Bukan hanya Lina yang menanyakan pertanyaan itu, dan bukan hanya Canopus yang tidak bisa menjawabnya.
“…..Kepala Staf Gabungan memutuskan untuk mengirimkan tim pelacak.”
“Apa pemerintah Jepang tahu?”
“Tidak, ini adalah operasi rahasia.”
Pada operasi pengejaran pelarian yang ditambah dengan pengintaian dan pertempuran di wilayah asing, kesan yang diberikan kepada pemerintah negara tersebut akan benar-benar berbeda. Bahkan ada kemungkinan kalau hal itu bisa dianggap sebagai tindakan provokatif serius terhadap kedaulatan negara tersebut, dan berkembang menjadi putusnya hubungan diplomatik antar kedua negara. Lina sekali lagi sadar bagaimana Pentagon mementingkan hal itu.
“Komandan, kami akan menyampaikan instruksi dari Kepala Staf Gabungan. Misi Mayor Angie Sirius saat ini akan menjadi prioritas kedua, dan misi pengejaran pelarian ini akan menjadi prioritas utama anda.”
Lina, sekali lagi menarik nafas dalam-dalam, menjawab kepada alat komunikasi tersebut.
“Ben. Sampaikan kalau aku menerimanya.”
“Baik. Komandan, berhati-hatilah.”
Komunikasi itu diakhiri dengan kalimat khawatir.
“Sepertinya aku sudah tidak bisa tidur lagi malam ini”, pikir Lina.
◊ ◊ ◊
Di kelas pada awal minggu, kasus kematian tak wajar menjadi topik hangat dikalangan para siswa.
Minggu pagi, setiap perusahaan berita mempublikasikan berita tentang peristiwa pembunuhan tak wajar dalam upaya untuk mengimbangi berita yang ada yang telah meraih peringkat dua dalam negeri. Perilaku mereka yang agak berlebihan, atau lebih tepatnya keterlaluan, sampai-sampai mereka berusaha memuaskan pelanggan mereka yang kecewa, dapat dikatakan sebagai bentuk pelayanan mereka terhadap pelanggan.
Namun, karena itu, beritanya menyebar dengan cepat. Tapi, titik utama berita itu berhubungan dengan hal-hal gaib, yang membuatnya terasa menggelisahkan.
“Selamat pagi~. Hei, hei, Tatsuya-kun, apa kau sudah melihat berita kemarin?”
Namun, satu-satunya orang yang mengerti kalau mereka sedang gelisah, tapi masih berani untuk memanfaatkan kegelisahan itu, itu mungkin hanya akan dilakukan oleh orang yang seusia Tatsuya. Seperti biasa, tanpa perlu ditanya, temannya yang seakan-akan menari-nari didepannya lah yang mulai membicarakannya.
“Berita, maksudmu ‘Vampire?”
Walau itu sudah jelas, dia hanya mencoba untuk memastikannya. Lalu Erika, seperti dugaannya, mengangguk-angguk dengan ceria.
“Tentang itu, bagaimanapun juga tidak mungkin hanya dilakukan seorang diri, bukan? Apa yang melakukannya sebuah organisasi kriminal profesional? Menurutku ini perbuatan dari organisasi perdagangan organ dan darah ilegal.”
Sebelum Tatsuya duduk di kursinya, Erika dengan enaknya duduk diatas mejanya dan memutar badannya dan mendekatkan wajahnya.
Kali ini, Tatsuya merasa ‘apa yang dilakukannya tidak penting, tapi tubuh itu fleksibel’ yang benar-benar tidak penting untuk dipikirkan, jadi dia hanya memasang wajah serius dan menggelengkan kepalanya.
“Kalau memang begitu, maka aku tidak mengerti mengapa hanya sepuluh persen darah mereka saja yang diambil.”
Agar tidak menimbulkan masalah pada dunia, pemerintah tentu saja akan mencoba sebisa mungkin untuk menutupinya, tapi fakta kalau para korban kehilangan sepuluh persen darah mereka sudah tersebar luas dikalangan masyarakat bersamaan dengan keluhan atas ‘kejadian Vampire’.
“Apa tidak ada tujuan untuk membunuh? Apa mereka tidak memikirkan kalau mereka bisa menggunakan darah itu untuk pabrik darah kalau mereka menggunakannya secara efisien?”
“Kalau memang seperti itu, mereka pasti tidak akan meninggalkan mayat-mayat di kota. Selain itu, misterinya adalah tidak ada tanda sama sekali kalau darah mereka diambil.”
Di berita dikatakan, ‘Setelah mengambil darah dengan jarum, mereka mencoba menghapus tandanya dengan sihir’; walaupun mereka berasumsi kalau pelakunya adalah penyihir, tetap saja mustahil untuk menghilangkan tanda suntikan secara permanen hanya dengan menggunakan sihir sekali saja.
“Hmm, aku mengerti…. Memang aneh juga kalau tidak ada luka sedikit pun.”
“Seperti yang dikatakan di TV, apa ini dilakukan untuk tujuan gaib?”
Mengerutkan alisnya dari kursi di dekatnya, daripada menunjukkan ekspresi yang gugup, Mizuki ikut masuk ke dalam percakapan itu.
“Tujuan gaib, huh….. Kalau Vampire memang ada, seharusnya hal ini sudah diketahui sejak dulu.”
Sihir modern, dalam teori proses sistematisasi, diterima oleh mereka yang memercayai kalau Sihir Kuno berasal dari dunia lain. Jika Hobgoblin[1] atau semacamnya memang ada, keberadaan mereka seharusnya sudah terungkap bersamaan dengan terungkapnya ‘penyihir’. Setidaknya begitulah pikir Tatsuya.
“Lalu apa menurut Tatsuya semuanya dilakukan oleh manusia dan bukan untuk tujuan gaib?”
“Bagaimana menurutmu, Mikihiko? Apa kau piki Youkai atau hantu, bisa melakukan hal seperti ini?”
Dia melempar pertanyaan itu kepada Mikihiko.
Mikihiko menjawab dengan ‘Hmm…’, memaju mundurkan kepalanya.
“…..Aku tidak merasa kalau hal itu bisa dilakukan oleh manusia biasa, tapi aku juga tidak bisa mengatakan kalau ini disebabkan oleh….”
Tatsuya menunjukkan sebuah senyuman jahat, menanggapi jawaban aneh Mikihiko.
“Ngomong-ngomong tentang hal gaib, sampai 100 tahun yang lalu, sihir adalah contoh utama hal gaib.”
Erika segera membungkuk ke depan dengan bersemangat.
“Apa menurut Tatsuya-kun masalah ini berhubungan dengan penyihir?”
“Aku belum berpikir sejauh itu. Baik kamera jalan maupun radar Psion tidak menangkap hasil apapun.”
Segera setelah mengatakan itu, Tatsuya, selagi sedang memikirkannya, menggelengkan kepalanya.
“……Tapi, kalau yang melakukannya penyihir kelas tinggi, dia tidak mungkin bisa mengelabuhi radar, dan jika itu dilakukan oleh pengguna Sihir Sistematis Eksternal Pengganggu Mental, dia bisa melakukan kejahatan di tengah kota tanpa disadari seorang pun.”
“Hal itu tidak mengenakkan. Untungnya Humanist tidak bertambah kuat.”
Mizuki bergumam dengan suara kelam.
‘Humanist’ saat ini, sederhananya, adalah sejenis gerakan anti-penyihir.
Itu adalah gerakan yang bertujuan melarang penggunaan sihir, mengatakan kalau ‘Sihir adalah kekuatan yang tidak boleh digunakan manusia’, yang merupakan ideologi dari sub-sekte Kristiani.
Tuntutan ‘Manusia seharusnya hidup hanya dengan kekuatan yang milik manusia saja’, atau mungkin bisa disebut ‘Humanist’, adalah pihak yang telah memperluas pengaruh mereka dalam beberapa tahun terakhir di Pantai Timur tengah Amerika.
Kalau hanya ‘berhenti menggunakan sihir’, maka tidak terlalu parah (banyak orang yang akan setuju), tapi elemen radikal Humanist adalah melakukan tindak kekerasan yang ditujukan untuk menolak keberadaan penyihir. Bahkan di USNA mereka mendapat pengawasan pemerintah sebagai bentuk pasukan cadangan anti-kejahatan (USNA selalu memantau organisasi-organisasi yang melakukan tindak kekerasan).
“Sekarang jika diingat-ingat lagi, aku melihat domba-domba itu mengatakannya di TV.”
“Selamat pagi, apa yang kalian bicarakan?”
Memotong perkataan Erika seperti biasa, duduk didepan Tatsuya, hal itu sudah jelas sejak awal, karena tidak ada ‘wali kelas’ yang akan melakukan perubahan tempat duduk, orang itu adalah Leo.
“Bukahkan kau agak terlambat hari ini?”
Melambaikan tangannya untuk menyapanya, Tatsuya bertanya seperti itu padanya. Dilihat dari kesan penampilannya, ini mungkin mengejutkan, tapi rasanya aneh melihat Leo datang di menit-menit terakhir sesaat sebelum pelajaran dimulai (biasanya terlambat).
“Ah, aku punya urusan kemarin malam dan aku berakhir begadang….. Lupakan masalah itu, apa yang sedang kalian bicarakan?”
“Kami membicarakan ‘kejadian Vampire’.”
Leo mengerutkan keningnya mendengar jawaban Mizuki.
Sebuah gumaman kecil ‘Lagi….?’ dapat terdengar dari mulutnya, dan disaat itu juga, layar terminal informasi untuk pelajaran menyala. Tanpa menunggu lama, pembicaraan pagi itu pun berakhir.
◊ ◊ ◊
Tidak ada gadis berambut emas disamping Miyuki, yang muncul di kantin sekolah.
Tatsuya tidak merasa ragu atau tidak senang karena dia juga tidak membuat janji apapun dengannya. Karena itu, pertanyaan yang ditanyakannya, bukan karena dia penasaran, tapi hanya karena itu terlintas di kepalanya saja.
“Hari ini kau tidak bersama Lina?”
Namun, jawaban adiknya jauh diluar dugaan Tatsuya.
“Hari ini, dia absen, Onii-sama. Dia katanya ada urusan keluarga atau semacamnya.”
“Hmm…..?”
‘Absen setelah baru saja pindah?’ pikir Tatsuya, tapi karena dia tidak tahu juga penyihir asing selain Lina, dia tidak menganggapnya aneh. Yang paling penting, jika identitasnya memang benar, pasti banyak sekali hal yang prioritasnya lebih penting daripada sekolah. Selain itu, tidak mungkin Lina akan memberitahu Miyuki atau Honoka alasan yang lebih dari ‘urusan keluarga’. Karena itu, Tatsuya tidak bertanya lebih jauh.
Erika dan Mizuki menunjukkan wajah peduli, tapi faktanya, perbedaannya adalah Mizuki ‘khawatir’ sementara Erika ‘penasaran’, lebih dari itu, bahkan jika dia bertanya pada Miyuki, dia tahu kalau alasan yang akan didapatnya belum tentu benar. Hanya dengan itu, seperti biasa, walaupun satu orang hilang (yang dimaksud hilang adalah Shizuku, bukan Lina), meja itu masih saja tetap penuh setelah ditempati tujuh orang.
“Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Shizuku?”
Pandangan Erika berpindah ke Honoka.
“Ya, dia terlihat baik-baik saja. Dia juga mengatakan kalau pelajarannya tidak terlalu sulit.”
Tanpa memikirkan pertanyaannya, Honoka segera menjawab. Berkat infrastruktur komunikasi saat ini, sisi lain Samudera Pasifik tidaklah jauh.
“Namun, dia mengatakan kalau dia terkejut melihat bentuk diskusi antara guru dan murid masih digunakan.”
Pada jawabannya kali ini, semua orang menunjukkan ekspresi wajah yang terkejut bercampur dengan penasaran. Karena sistem siswa belajar sihir ke luar negeri telah dihentikan, pelajaran seperti apa yang dilakukan di negara lain adalah informasi yang susah sekali untuk diketahui.
“Kalau begitu, mungkin Lina juga merasakan hal yang sama, ‘kan?”
“Sepertinya tidak begitu.”
Miyuki, sambil tersenyum, membantah kekhawatiran Mizuki. Faktanya, Lina tidak tampak bingung dengan perbedaan struktur pembelajaran antara Amerika dan Jepang. ‘Seolah-olah dia pernah bersekolah di SMA sihir Jepang’, Miyuki menyembunyikan senyum jahatnya.
Itu adalah senyuman iblis kecil seksi, untungnya tidak ada yang menyadarinya. Perhatian teman-temannya sedang terpusat pada perkataan mengejutkan yang akan disampaikan Honoka.
“Kami sempat berbicara sebentar di telepon kemarin, tapi Shizuku juga terkejur mendengar berita tentang ‘kejadian Vampire’. Entah bagaimana, kejadian yang sama tampaknya juga terjadi di Amerika, katanya.”
“Eeeh! Apa benar?”
“Aku juga bertanya kepada Shizuku hal yang sama. Sepertinya kejadian itu tidak terjadi di Pantai Barat tempat Shizuku berada, tapi di tengah bagian selatan Dallas.”
“Ini pertama kalinya aku mendengar ini……..”
Juga mendapat peringatan dari bibinya, Tatsuya, yang dengan rajin mengecek berita-berita tentang USNA, menggumamkan hal yang tak terduga dengan nada terkesan.
“Bahkan di negara lain, sepertinya mereka memberlakukan pembatasan informasi. Shizuku juga mengatakan kalau itu bukan berita yang didengarnya, tapi dari temannya yang serba tahu yang kebetulan juga mantan pertukaran pelajar.”
Mungkin senang dapat menarik perhatian Tatsuya, Honoka tersenyum malu-malu selagi mengatakannya.
Di mata Tatsuya yang sedang mengangguk, muncul cahaya terang yang bisa dianggap rasa ingin tahu.
◊ ◊ ◊
Pada saat kelompok Tatsuya sedang asyik membicarakan tentang teman mereka yang sedang belajar di luar negeri, gadis berambut emas dan bermata biru yang datang dari luar negeri sedang dalam pertemuan rahasia di kedutaan USNA.
“Dengan kata lain, anda mengatakan kalau didalam Freddy, tidak, didalam korteks serebral Letnan Fomalhaut, ditemukan adanya struktur neuron yang belum pernah ditemukan di manusia normal sebelumnya?”
Walaupun pertemuan ini berlangsung sampai jam makan siang, tidak ada satupun di ruangan itu, termasuk Lina, yang meminta istirahat.
“Mungkin akan tidak cocok untuk menyebutnya manusia normal.”
Orang yang menjawabnya adalah pria yang, walaupun tidak menggunakan jas laboratorium, memiliki penampilan seperti peneliti pada umumnya.
“Dari hasil otopsi, pada otak Alfred Fomalhaut, telah ditemukan, sebuah struktur neuron, yang belum pernah terlihat di korteks serebral manusia sebelumnya, termasuk penyihir. Untuk lebih spesifiknya, struktur yang sama dengan corpus callosum terbentuk di korteks prefrontal.”
Melihat banyaknya anggota pertemuan yang menunjukkan ekspresi ambigu (tentu saja Lina termasuk salah satu dari mereka), peneliti itu memulai penjelasannya sekali lagi tapi dengan nada seperti seorang guru.
“Anda tahu kalau otak manusia dibagi menjadi belahan otak kanan dan kiri, bukan?”
Melihat semua orang mengangguk, dia melanjutkan penjelasannya.
“Jadi, belahan kanan dan kiri dihubungkan oleh corpus callosum yang terletak ditengah otak. Sebaliknya, itu berarti otak manusia normal biasanya tidak memiliki struktur, yang hanya menghubungkan belahan kanan dan kiri otak dengan bagian tengah.”
“Korteks prefrontal adalah bagian permukaan otak…. Seharusnya tidak ada struktur yang menghubungkan belahan kiri dan kanan otak disana, bukan?”
“Itu benar. Dengan kata lain, ada sesuatu di otak Letnan Fomalhaut yang tidak seharusnya dimiliki manusia.”
Lina akhirnya mengerti mengapa dia harus datang langsung hari ini. Tentunya ini bukanlah hal yang bisa dijelaskan hanya melalui telepon saja.
“Apa fungsinya? Saya pernah mendengar sebelumnya kalau korteks prefrontal adalah area yang terhubung dengan kemampuan seseorang untuk berpikir dan menilai, tapi…… Apa sel otak baru itu bisa mempengaruhi kemampuan mental sampai sejauh itu?”
“Kami peneliti sihir USNA percaya kalau otak bukanlah organ berpikir independen; pusat berpikir yang asli adalah Informasi Tubuh Pushion; peran otak adalah menerima informasi yang dikirim dari apa yang kita sebut ‘pikiran’, dan organ komunikasi mentransmisikan informasi tubuh menuju pikiran. Walaupun masih teori, kemungkinannya sangat tinggi.”
Peneliti itu, dengan senyum manis menggelengkan kepalanya pada pertanyaan tentara senior yang duduk diseberangnya.
“Kalau hipotesis itu benar, maka bisa dibayangkan kalau struktur neuron baru pada otak Letnan Fomalhaut terhubung dengan fungsi mental tak diketahui, yang tidak bisa kita ketahui begitu saja.”
Anggota pertemuan itu kembali menunjukkan ekspresi bingung. Diantara mereka, Lina, yang masih tenggelam dalam pikirannya, meminta untuk berbicara, mengangkat tangannya.
“Mayor, ada apa?”
Walaupun diperbolehkan oleh penliti itu untuk berbicara, apa yang ingin dikatakannya tidak bisa keluar. Dari bibir merahnya, tanpa menarik perhatian mata para pria, Lina baru memulai kalimatnya tiga detik setelahnya.
“….Doktor, mengenai fungsi mental yang tidak diketahui itu, apa ada kemungkinan disebabkan karena sihir eksternal”
Peneliti itu dengan cepat menjawabnya.
“Aku rasa apa yang dimaksud Mayor Sirius adalah apa ada kemungkinan kalau Letnan Fomalhaut telah dikendalikan, tapi sayangnya, kemungkinan itu tidak ada. Walaupun ada hipotesisnya, tidak perlu diragukan lagi kalau tubuh dan pikiran berinteraksi satu sama lain. Walaupun jika orang tersebut dapat mempengaruhi pikiran orang lain, itu tidak akan sampai mempengaruhi struktur otak seseorang. Selain itu, tidak ada sihir yang dapat merubah struktur pikiran.”
Dari frasa ‘sihir yang merubah struktur pikiran’, Lina teringat dengan legenda salah satu penyihir. Namun, penyihir itu telah mati. Orang itu harus meninggalkan dunia ini, setelah dua puluh tahun dirawat di rumah sakit, tidak pernah menikah, dan tentunya memiliki anak.
Lina sedikit menggelengkan kepalanya, kembali fokus kepada masalah saat ini.
◊ ◊ ◊
Walaupun ini sedang jam pelajaran sore, para anak kelas tiga sudah diperbolehkan pulang. Mengambil kesempatan kalau anak kelas dua masih ada di ruang kelas dan ruang praktik, dua anak kelas tiga, seorang laki-laki dan seorang perempuan, bertemu secara rahasia di sebuah ruangan klub kosong.
Namun, tidak ada suasana romantis sama sekali ditempat itu. Meskipun kedua orang tua mereka menganggap mereka cocok untuk menikah. (Walaupun orang lain mungkin akan mengatakan kalau setiap mereka memiliki lebih dari satu kandidat jodoh).
Dan tentu saja, pertemuan rahasia ini hanya bisa disebut sebagai ‘pertemuan rahasia’ daripada disebut sebuah ‘kencan’. Katsuto dan Mayumi datang ke ruangan itu mewakili Keluarga Juumonji dan Keluarga Saegusa.
“Aku heran mengapa kita harus datang ke tempat seperti ini.”
“Maaf atas ini. Aku merasa kalau ini adalah cara yang paling memungkinkan. Sebagai Keluarga Juumonji, aku ingin sebisa mungkin untuk tidak memancing Keluarga Yotsuba, untuk saat ini.”
“Ada Perang Dingin yang sedang berlangsung antara keluarga kami dengan Yotsuba sejak bulan lalu. Astaga, itu semua karena rubah tua licik itu melakukan sesuatu yang tidak perlu.”
Melihat Mayumi yang menunjukkan sedikit rasa jijiknya, Katsuto tertawa.
“Bahkan Saegusa bisa berbicara seperti itu.”
“Ara, Maafkan aku. Apa itu terlalu vulgar?”
Saat Mayumi salah mengira maksudnya, tawa Katsuto berubah menjadi sebuah senyuman pahit.
“Saat aku bersamamu, aku terkadang bertanya-tanya apa aku memang diperlakukan sebagai seorang laki-laki.”
“Ini hanya kesalahpahaman, kau tahu? Juumonji-kun, diantara semua orang yang kukenal, adalah orang yang paling jantan. Selalu seperti itu.”
“Apa tidak bisa berkembang menjadi hubungan antara seorang pria dan wanita, sekarang?”
“Sejak ujian masuk, kita selalu menjadi rival selama tiga tahun.”
Setelah mereka berdua tertawa dengan nada terburu-buru, kedua orang itu merubah ekspresi mereka diwaktu yang sama. Karena bahkan sejak masih tertawa, terasa ada ketegangan yang muncul dari kedua orang itu, tidak ada yang tahu apa suasananya telah berubah.
“Juumonji-kun. Aku akan menyampaikan pesan dari ayahku, tidak, Kepala Keluarga Saegusa, Saegusa Kouichi. Keluarga Saegusa mengharapkan adanya front persatuan dengan Keluarga Juumonji.”
“Cepat sekali. Bukan ‘kerja sama’, tapi mendadak membentuk sebuah ‘front persatuan’, huh.”
Memotong perkataan Mayumi, Katsuto meminta penjelasan yang disampaikannya melalui tatapannya. Tentu saja, bahkan Mayumi bermaksud untuk memberi penjelasan jadi pihak lain bisa mengetahui keadaannya.
“Seberapa jauh kau mengetahui tentang kejadian Vampire?”
“Aku tidak tahu lebih dari apa yang diberitakan. Keluarga kami tidak memiliki banyak pelayan seperti Keluarga Saegusa.”
Perkataannya bisa dianggap sebagai kerendahan hati Katsuto, bibir Mayumi melonggar sedikit saat mendengarnya.
“Ya, setara dengan seribu adalah motto Keluarga Juumonji. Sementara di Keluarga Saegusa, sejauh yang kutahu, hanya jumlahnya saja yang besar.”
Mayumi memotong perkataannya
“……..Apa itu hanya di lingkungan Tokyo?”
“Area metropolitan Tokyo, dan terlebih lagi juga terpusat di area pinggiran.”
Katsuto menyilangkan lengannya dan berpikir dengan tenang.
Mayumi menunggunya untuk berbicara.
“Ada beberapa korban yang diketahui Keluarga Saegusa yang tidak diketahui polisi. Terlebih lagi, serangan itu terjadi di daerah yang sempit (korban masih di tempat, yang terjebak dalam area yang sempit)...Apa ada anggota Saegusa yang menjadi korban?”
“Itu tidak sepenuhnya benar. Para korban yang tidak diketahui polisi semuanya adalah penyihir kami dan yang sedang bekerja sama dengan kami. Bahkan sampai korban yang belum terbukti sebagai penyihir atau orang biasa. Contohnya, seperti mahasiswa Universitas Sihir.”
“Dengan kata lain.”
Ekspresi Katsuto berubah menakutkan.
“Itu berarti pelaku ini mentarget penyihir, huh.”
“…Juumonji-kun, kau agak menakutkan.”
Tapi dorongan ekspresi itu tampaknya terlalu berat bagi seorang gadis SMA. Terlepas dari apa itu benaran atau pura-pura.
“Hmm….. Maaf.”
Dan walaupun itu hanya pura-pura, itu sudah cukup untuk menghentikan Katsuto.
“Kami tidak tahu apa pembunuhan berantai ini dilakukan hanya seorang diri atau kelompok; apapun yang terjadi, lebih baik mengasumsikan kalau ‘Vampire’ menjadikan penyihir sebagai target mereka.”
Untuk alasan tertentu, dengan tenang kembali ke topik tanpa memerdulikan Katsuto, yang mulai terbawa perasaan, lagipula itu adalah sifat asli Mayumi yang ‘jahat’.

“Jadi kronologisnya, berawal dari kematian mahasiswa dan staf Universitas Sihir, pelayan kami yang sedang menginvestigasi kasus tersebut terbunuh ketika mencoba membalas kekalahan sebelumnya, dan sementara jumlah korban meningkat, situasinya berubah seperti ini.”
“Memang benar, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja.”
Katsuto mengangguk, sebagai respon atas ekspresi wajah Mayumi.
“Apa tidak ada petunjuk lain? Kalau memang ada seseorang yang berkemampuan untuk melukai penyihir Saegusa, kita hanya bisa menduga kalau pelakunya adalah seorang tentara modifikasi atau penyihir. Dan juga, kemungkinan kalau ini dilakukan oleh orang asing juga tinggi. Entah orang itu masuk sebelum atau sesudah kasus ini pecah, atau ada orang mencurigakan diantara orang asing telah datang ke Tokyo?”  
Mayumi menggelengkan kepalanya, pada pertanyaan Katsuto. Tampaknya Saegusa juga memikirkan hal yang sama dan sudah menginvestigasinya.
“Tapi, berbicara tentang orang asing yang masuk negara sebelum dan sesudah kasus ini pecah….”
Mayumi berhenti disitu, tapi sebaliknya tatapan Katsuto memintanya untuk melanjutkannya, dia akhirnya melanjutkannya dengan ragu-ragu.
“Dari USNA, ada banyak siswa penyihir asing dan Insinyur Sihir yang masuk ke Jepang. Ada juga siswa pindahan di sekolah ini, yang datang….. Juumonji-kun, apa menurutmu dia mencurigakan?”
“Aku rasa dia mencurigakan, tapi dia mungkin bukan pelakunya.”
Katsuto menjawab dengan cepat.
“Aku rasa dia benar-benar tidak ada hubungannya, tapi bisakah kita lupakan tentang dirinya untuk saat ini?”
“Kalau Juumonji-kun ingin seperti itu……”
Mayumi juga tidak benar-benar meragukan Lina. Katsuto menanyakan sesuatu yang mengganggu dirinya, kepada Mayumi, yang memalingkan matanya karena hilang percaya diri.
“Tapi kalau memang seperti itu, aku rasa kau seharusnya bekerja sama dengan Yotsuba.”
Sekarang giliran Mayumi yang mengerutkan keningnya, mendengar tawaran logis Katsuto.
“Sebenarnya, aku juga berpikir seperti itu, tapi…… itu berarti melanggar aturan tak tertulis disini. Jika ayah tidak meminta maaf dan mengakui kesalahannya, aku rasa hal itu tidak akan terjadi.”
“Tapi ayahmu tidak berniat untuk meminta maaf kepada Yotsuba, huh…. Walaupun itu masuk akal mengingat apa yang terjadi antara Maya-dono dan Kouichi-dono…. Namun, jarang sekali sampai Yotsuba menegaskan sikap mereka seperti ini.”
Dalam kebijakan independensi jika digambarkan secara positif, atau kebijakan kepentingan pribadi jika digambarkan secara negatif yang dipegang Yotsuba (meskipun, kebebasan awalnya tidaklah buruk), mereka selalu bersikap tidak peduli tentang apa yang dilakukan keluarga lain. Maju terus kedepan meningkatkan efisiensi mereka sendiri, hingga setingkat dengan keluarga Saegusa di puncak Sepuluh Master Clan hanya dengan kekuatan sihir mereka, Yotsuba adalah keluarga yang dapat dikatakan melawan arus Sepuluh Master Clan.
Katsuto kadang-kadang bertanya-tanya apa yang mereka lakukan dibalik layar, tapi walau begitu, mereka tidak menunjukkan sikap konfrontatif yang mengganggu pertemuan klan sejauh yang diketahuinya. Walaupun, dia tidak bisa mengatakannya kepada Mayumi, kalau Saegusa lah yang terus-menerus menebarkan bibit-bibit konflik.
Wajahnya menunjukkan ekspresi pikirannya yang seakan-akan mengatakan ‘Apa yang terjadi?’.
“Aku juga tidak tahu rinciannya, tapi ...”
Mayumi dengan enggan membuka mulutnya.
“Tampaknya rubah tua licik itu telah diam-diam ikut campur dalam Intelijen Militer Pertahanan yang berada di bawah pengawasan Yotsuba. Dan itu ketahuan...”
“...Aku mengerti.”
Kalau begitu, sikap tegas Yotsuba masuk akal. Katsuto hanya bisa membalas seperti itu, kepada Mayumi, yang akan menggertakkan giginya.
Waktu yang tidak terlalu singkat telah berlalu dan Mayumi, yang akhirnya kembali tenang, berbalik lagi menghadap Katsuto.
“Jadi, bagaimana menurutmu? Apa Keluarga Juumonji bisa berkolaborasi dengan Keluarga Saegusa?”
Kepada pertanyaan ulang Mayumi, Katsuto segera mengangguk menjawabnya.
“Aku akan bekerja sama.”
“Meskipun ini adalah hal yang biasa... jawaban itu cukup blak-blakan.”
Mayumi menjawab dengan nada terkejut, mendengar jawaban Katsuto, yang tidak menunjukkan keraguan sedikit pun.
“Aku sudah mengatakannya sebelumnya. Sejak aku mendengar cerita itu, bahkan bagi Keluarga Juumonji, itu bukanlah situasi yang bisa diabaikan begitu saja.”
Tentu saja, dia bukanlah Katsuto kalau terguncang oleh itu.


[1] Roh pengganggu yang biasa muncul di cerita-cerita rakyat.