CINTA SANG IBLIS
(Part 3)
(Translater : Fuu ; Editor : Qwerentz)

Bagian 3
Pada saat pintu ruangan terbuka, Guren mencium bau darah.
Sebuah bangku diletakan di tengah ruangan yang sempit.
Gadis kecil dipaksa duduk di bangku, tangan dan kakinya diikat.
Gadis kecil sekitar tujuh atau delapan tahun.
Gadis dengan mata dingin dan kecantikan Mahiru-- Hiiragi Shinoa.
Darah mengalir dari kukunya yang dicabut.
Memar-memar terlihat di wajahnya.
  Sepertinya dia habis dihajar.
Shinoa mendongak dan melihat guren.
Tersenyum, dan berkata.
" Lagi-lagi~ petugas interogasi baru?  Aku tidak melakukan hal yang salah. Sudah waktunya membiarkan aku pergi~”
Suara yang sangat riang.

Meskipun begitu, bisa disimpulkan dari kata-katanya kalau dia tidak bicara apa pun tentang Guren. Dia belum mengakui kebenarannya. Tapi Guren merasakan ekspresinya berubah.
Saat dia melihat Shinoa.
Pada saat dia melihat adik Mahiru diinterogasi, Guren membuat ekspresi yang menunjukkan rasa muak.
“Ekspresi macam apa itu Ichinose Guren.”
Suara bergema dari dalam ruangan.
Mengangkat kepalanya, Guren melihat seorang pria berdiri di kegelapan.
Pria berpikiran rasional, tanpa ekspresi -- Hiiragi Kureto.
Dia bersandar pada dinding, melipat lengannya. Sebuah katana menggantung di sabuknya.
Apakah dia di sana sejak awal atau baru datang barusan? Guren tidak merasakan kehadiran Kureto sama sekali. Jika Kureto melepaskan serangan kejutan pada Guren, mungkin saja Guren akan terbunuh. Kureto ini sangat kuat.
Tanpa sedikit pun emosi, Kureto memperhitungkan pengamatannya, menatap ke arah Guren dari kegelapan.
Guren menatap ke dalam matanya berkata
"Aku jijik dengan orang menyiksa anak-anak.”
“Aku juga”
“Lalu apa ini?”
“Bagi kami yang seorang Hiiragi, ini tidak berarti apa-apa. Lihat, dia tersenyum.”
Kata Kureto.
Benar sekali, Shinoa tersenyum penuh kegembiraan. Kelihatannya dia telah melalui pelatihan mengatasi interogasi. Jika seperti itu, maka dia mungkin akan baik-baik saja. Namun, meskipun begitu,
“Aku tidak suka caramu melakukan sesuatu.”
Mendengarnya, Kureto  tersenyum.
“Aku tidak butuh rasa sukamu.”
“Itu benar.”
“Dengan kata lain, Shinoa tidak akan mengatakan apa pun dalam interogasi. Seorang Hiiragi telah dilatih seperti itu.”
“....”
“Jadi ruang interogasi ini tidak berguna. Bagaimanapun aku menyiksanya, dia tidak akan bergeming. Meskipun jika ia terbunuh, ia tidak akan mengatakan sepatah kata pun.”
Benarkah keluarga Hiiragi mempraktikkan pelatihan yang keras seperti ini? Atau dia telah berbohong tentang Shinoa yang tidak mengakui kebenaran untuk membuat Guren tenang?”
Mungkin yang benar adalah pemikiran pertamanya.
Ini adalah tempat gila.  Organisasi gila yang dijalankan oleh orang-orang yang telah rusak. Shinoa, Mahiru, Kureto, dan Shinya semuanya melalui latihan untuk memastikan mereka tidak mengatakan apa pun, tidak peduli bagaimana kejamnya interogasi.
Kureto lanjut menatapnya.
“Walau kau tidak mengatakan apa pun, akan tetap ada hal yang tidak akan pernah bisa kembali, sekali kau kehilangan. Benarkan, Guren?”
“....”
“Dia hanya bocah delapan tahun. Dia belum pernah punya cinta pertama. Tetapi kehilangan sesuatu di sini .... Bagaimana menurutmu?"
“....”
"Karena kau tidak suka melihat anak-anak di interogasi, itu artinya kau ingin melindunginya, kan?"
Guren bergumam.
“Dasar sampah.”
Kureto tersenyum lagi.
“Aku tidak peduli anggapanmu padaku. Apa kau mau menceramahiku tentang ketidakadilan dan kekotoran di dunia ini?"
“....”
“Maka aku akan melanjutkan. Gereja Hyakuya memanggil untuk pertemuan. Pengkhianat dirumorkan adalah Mahiru. Benarkah itu?”
Tiba-tiba, Kureto bertanya dengan terus terang. Dia lanjut melihat Guren sambil dengan sabar dan tenang mengamati reaksi Guren.
Tidak ada jawaban.
Dengan itu, Kureto menyempitkan matanya dan berkata.
“Bungkam. Aku anggap kau setuju dengan anggapan itu.”
Guren tidak tahu bagaimana harus menjawab. Guren tidak tahu mana pilihan yang benar. Itu karena ia tidak tahu sebanyak apa Kureto tahu.
Namun, Guren tidak bisa diam selamanya. Meskipun kata-kata yang salah dapat membunuhnya, diam pun akan mengirimnya pada kematian juga.
Guren menjawab.
“Aku tidak tahu."
"Bagian mana yang kau tidak tahu."
“Aku tidak tahu apakah Mahiru adalah pengkhianat atau bukan.”
“Lalu kau adalah pengkhianat?”
“Tidak. Keluarga Ichinose tidak punya cukup kekuatan untuk menjadi pengkhianat. Lagi pula, walau jika kami berkhianat, itu bukan apa-apa bagi keluarga Hiiragi.”
“Itu benar. Ketika kalian mengkhianati kami, kami akan membunuh kalian semua. Baiklah, aku akan percaya ini. Namun, soal pengkhianatan Mahiru, kau mengetahuinya.”
“Aku tidak tahu."
“Dia mencintaimu, kan? Dia berbicara denganmu, kan?”
“Aku tidak pernah mendengar apa pun.”
“Tetapi Shinoa bilang Mahiru berbicara denganmu.”
“Jangan berbohong.”
Jika benar Shinoa telah menyerah diinterogasi dan berkata demikian, maka sekarang Guren pasti telah dibunuh dengan cap pengkhianat.
Dan jika kabar bahwa Guren bertemu dengan Gereja Hyakuya dan Mahiru sampai pada Kureto, Guren pasti telah dibunuh saat itu juga.
 Akan tetapi, Kureto tersenyum.
“Yah, kau tidak akan mudah dibodohi.”
Seperti Guren memilih opsi yang tepat. Namun, itu berbahaya bagai berjalan di atas seutas tali. Kureto kelihatannya hanya menerima informasi tentang pengkhianatan Mahiru dari Gereja Hyakuya.
Tapi apa yang direncanakan gereja Hyakuya dengan mengungkap informasi itu?
Apa mungkin karena Gereja Hyakuya juga dikhianati, jadi mereka mulai menghancurkan Mahiru? Ada juga kemungkinan, kabar pengkhianatan itu sendiri adalah bohong dan Mahiru masih bekerja sama dengan Gereja Hyakuya. Lalu apa kabar tentang pengkhianatan Mahiru pada keluarga Hiiragi dibocorkan oleh Mahiru juga?
Ini kebenaran yang tidak dapat dipahami. Tidak ada yang mengetahui apa jawaban yang benar.
Meskipun Guren tidak tahu apa pun, kini dia berada di posisi di mana jika dia salah memilih, maka dapat menyebabkan kematiannya.
Guren bicara.
“Lagi pula, apakah kau bisa percaya dengan mudah apa yang Gereja Hyakuya katakan?"
“Hah?”
“Aku tanya, bisakah keluarga Hiiragi dengan mudah mempercayai kata-kata musuhnya, terlebih lagi ketika saat ini sedang terjadi peperangan?"
Kureto menjawab.
“Tidak, aku hanya percaya dengan apa yang kulihat dengan kedua mataku. Itu sebabnya aku tidak membunuhmu dan Shinoa. Lagi pula, aku perlu mengkonfirmasi apa yang Gereja Hyakuya rencanakan dengan mengungkap hal ini. Aku tidak bermaksud terombang-ambing oleh informasi mereka. Yah, walau pembawa pesan yang di kirim oleh Gereja Hyakuya mati gara-gara siksaan kejam interogator kami, sih.
Sementara Kureto bicara, dia mengarahkan pandangannya ke samping.
Ruangan yang di sebelahnya.
Itu adalah salah satu ruangan di mana Guren dulu di interogasi sementara Kureto menunggu di sebelahnya. Cairan merah terang merembes melalui dinding yang memisahkan ruangan. Bau darah yang masih tercium tampaknya berasal dari mayat yang berada di ruang sebelah.
“…. Apa kau senang membiarkan seorang bocah melihat ini?"
Guren bicara. Kureto tersenyum.
“Ichinose itu sangat baik, ya. Itulah mengapa kalian tidak bisa menang melawan kami."
“... Sejak awal kami tidak pernah berangan-angan menang atas kalian."
“Haha, aku suka sisi dirimu yang ini Guren. Sisi sadar dirimu.”
Kureto berjalan maju dan berdiri di samping Shinoa. Mengusap kepalanya, dan melepas belenggu Shinoa.
Shinoa telah dilepaskan.
Ia melihat kearah Kureto.
“.... Bolehkan aku berdiri?”
Kureto menggelengkan kepalanya merespons pertanyaannya.
“Duduklah.”
“....”
Guren memandang Shinoa. Melihat pada kaki kurusnya. Ia menderita luka parah. Kukunya dicabut, kulitnya terkelupas. Sepertinya, dia tidak akan bisa berdiri, tetapi ....
Kureto bicara.
“Luka-luka itu hanyalah riasan. Aku tidak benar-benar menginterogasi Shinoa.  Meskipun ibu kami berbeda, aku tidak akan pernah melakukan interogasi tak berguna pada adik perempuanku yang manis, Guren. Lagi pula, dia tidak mengatakan akan apa pun.”
Dengan itu, Shinoa berdiri dan tertawa.
Kureto berkata.
“Aku suruh kau duduk, kan?”
“Aku lelah karena disuruh memainkan sandiwara membosankan."
“Tidak, kita harus melanjutkannya. Kita akan memanggil Shinya selanjutnya. Jangan hapus riasannya.”
“....”
Seakan kebingungan Shinoa melihat ke arah Guren. Guren berusaha menangkap informasi dari padangan itu, tetapi tidak ada satu pun yang dipahaminya.
Guren berkata.
“Jadi sejak awal, ini tes?”
Kureto menggelengkan kepalanya.
“Tidak, ini hanya untuk mengumpulkan informasi. Karena saat kita melawan musuh yang sangat kuat, kita tidak tahu manakah yang merupakan kebenaran.”
“Lalu, kesimpulannya?”
“Aku akan mempercayaimu. Ternyata memang, kau adalah pelayan penting bagiku.”
Kureto menjawab.
Namun, Guren tidak tahu alasannya. Tidak mengetahui dari bagian mana Kureto mengambil kesimpulan ini.
Saat itu,
“Tidak mengerti?”
Kureto bertanya.
Mata dinginnya seakan bisa membaca pikiran Guren.
Guren memasang wajah datar. Hanya saja, jarinya bergerak sedikit dalam sesaat. Bersiap untuk keadaan yang tak terduga. Gerakan untuk memudahkan lengannya menggapai katana secepat mungkin.
Tapi Kureto tidak berpindah tempat.
Dia dengan dingin berkata.
“Aku sudah mendapat laporan tentang pertemuanmu dengan Shinoa. Jadi aku akan membunuh Shinoa lebih dulu.”
“Ap-?!”
Shinoa sekejap terkejut. Kureto mengulurkan tangan dan mencekik Shinoa.
Di saat yang sama, Guren menghunus pedangnya dan menyerang Kureto.
Kureto merespons dengan halus. Dia menghunus setengah katananya dan meredam serangan Guren.
“Jangan bergerak atau leher Shinoa akan patah.”
“....”
Guren menahan serangan Kureto dengan pedangnya dan menghentikan gerakannya.
Kureto tersenyum.
“Haha, wajah itu. Itulah mengapa aku mempercayaimu. Kau, yang tidak dapat menelantarkan Shinoa, kau sangat manusiawi. Ngomong-ngomong, semalam aku menyebarkan informasi mengenai eksekusi Shinoa. Aku mengumumkannya kepada Gereja Hyakuya. Aku juga mengumumkannya dengan cara yang pasti akan diketahui oleh orang-orang yang memata-matai keluarga Hiiragi. Ah, tapi aku mengusahakan ini tidak didengar olehmu dan Shinya. Yah, kesampingkan saja itu. Menurutmu apa yang akan terjadi setelahnya?”
Guren melotot padanya.
Alasan Kureto dalam menyampaikan hal itu mudah dimengerti. Ini adalah jebakan untuk menarik Hiiragi mahiru keluar.
Tapi,
“Apa kau diabaikan oleh Mhiru?”
Mendengarnya, Kureto tersenyum. Melepaskan Shinoa, dia memasukan tangannya ke saku. Ia mengambil ponselnya, menunjukkan layar dengan email.
Pengirimnya tidak dikenal.
Topiknya  “Hiiragi Mahiru”


Isinya: Lakukan apa pun yang kamu mau.


Hanya itu yang tertulis.
Guren melihat pada layar. Dia melihat pesan Mahiru. Mahiru yang dengan tenangnya bisa membuang adiknya.
Tidak, benar tidaknya pesan itu, Guren tidak tahu. Ada banyak cara sekali kebohongan di dunia ini. Tidak lagi memungkinkan untuk melihat kebenaran.
Tapi mungkin, itu benar-benar dari Mahiru.
Dia bisa saja melakukannya.
Dia cukup bisa melakukan hal ini.
Setidaknya, saat Guren bertemu dengannya di Ueno, dia kelihatannya seperti orang yang akan mampu melakukannya, karena iblis yang merasukinya.
Shinoa melihat ke arah ponsel. Dia terlihat seperti berada dalam dilema.  Bola matanya bergetar. Untuk pertama kalinya, Shinoa mengeluarkan ekspresi seorang bocah delapan tahun.
Ditelantarkan oleh kakaknya.
Ditelantarkan oleh kakaknya yang dengan setia dia percaya.
Namun dengan segera, ia mendapatkan kembali ketenangannya. Ekspresi dilema telah hilang. Namun, di depan Kureto, itu sudah terlambat.
Kureto menarik pedangnya.
Guren melangkah mundur selangkah.
Melihat tidak perlu ada pertarungan lagi. Kureto menyarungkan pedangnya.
Sementara ia melanjutkan. Dengan wajah kesal dia berkata sedikit bercanda,
“Sangat menjengkelkan. Tentunya sangat mengejutkan bukan? Aku tidak pernah bertukar email dengannya. Sejak kapan dia tahu alamat emailku?”
“.....”
“Kekuatan pengendalian yang hebat. Betapa pintarnya. Menggangguku dengan satu email. Bolehkan aku membunuh Shinoa? Bolehkah aku membunuh Guren? Bolehkah aku membunuh Shinya? Siapa musuhku? Siapa sekutuku? Sampai mana dia mengatur seluruh kejadian ini? Tidakkah aku berjalan di rencananya? Aku terlambat bertindak. Sekolah telah diserang oleh Gereja Hyakuya, yang mengakibatkan banyak korban. Ini benar-benar berjalan sesuai rencananya.”
“....”
"Menyebalkan sekali, seperti biasa dia mengerikan. Benar-benar berbeda denganmu. Berbeda denganmu, yang langsung menghunus pedang saat adik dari wanita yang kau suka terancam dibunuh. Namun, inilah mengapa aku mempercayaimu. Kau yang manusiawi dan tidak akan pernah mengkhianati rekan-rekanmu. Kau bukanlah pemeran utama. Karena kau adalah sampah bodoh yang dikendalikan oleh wanita itu.
“…….”
“Ngomong-ngomong Guren, kau sudah pernah bertemu dengan Mahiru, bukan.”
Guren tidak menjawab.
Tapi Kureto sepertinya tidak terlalu mempermasalahkannya.
“Tidak perlu kau jawab. Aku tidak akan mempercayai apa pun yang kau katakan. Tetapi aku akan memperingatimu. Kau juga jangan mempercayainya. Dia itu monster yang .... sangat cantik, Guren."
Monster.
Memang benar, mungkin itulah kebenarannya.
Namun, Guren tidak bisa mengerti mengapa Mahiru berubah menjadi seperti ini. Semasa kecil, Mahiru hanyalah gadis kecil yang manis. Meskipun dia terlihat agak sombong, namun dia hanyalah gadis yang mudah kesepian.
Hari itu.
Hari di mana langit sangat cerah dan keduanya dipisahkan secara paksa, sebenarnya, apakah yang telah terjadi padanya?
Kureto melanjutkan.
“Tetapi, jika kau bisa mengendalikan monster itu, maka sampaikanlah padanya. Dia itu sangat setia padamu. Mungkin dia akan mendengarkan."
Guren menjawab.
“.... Apa yang ingin kau sampaikan?”
Kureto berkata.
“Kembalilah pada keluarga Hiiragi. Aku tidak menentang pernikahan antara Mahiru dan Guren.”
“Hah? Kenapa aku harus menikah dengan Mahiru”
“Kalian pacaran, kan?"
“Itu kisah masa kecil.”
"Dia menyukaimu."
“Tidak ada kaitannya dengan--"
Kureto memotong.
“Terserah saja. Tetapi jika kau ingin, meskipun hanya sedikit, untuk bisa menyelamatkannya, maka nikahi dia Guren. Aku bisa mengizinkan itu.”
“....”
"Bagaimanapun aku tidak pernah tertarik dengan kisa leluhur kita. Memangnya, ada masalah apa kalau Hiiragi menikah dengan Ichinose? Sangat membosankan. Aku telah cukup banyak mengalami pertarungan tidak berguna. Jika semua orang menjadi pelayanku, aku akan menerima kalian. Itulah mengapa Guren, jika kau menemukannya, maka peluklah dia, jangan biarkan dia pergi lagi.”
“....”
“Atau bunuh dia.  Jika tidak, ia akan membawa hal buruk pada mereka yang ada di sekitarnya.  Kau ingin tahu berapa korban dari serangan yang dilakukan Gereja Hyakuya?”
Guren menggeleng.
“Tidak tertarik.”
“Masa orang yang tidak tertarik sampai menyelamatkan teman-temannya? Goshi dan Mito memujimu. Mereka bilang kau dapat dipercaya. Kau adalah orang penyayang dan orang baik.”
Dalam keadaan seperti itu, Guren tidak yakin apakah Kureto memujinya atau menertawakannya.
“Itulah mengapa, aku membiarkanmu hidup. Karena kau berbeda dengan Mahiru. Kau memiliki kendali diri yang baik. Untuk seseorang yang menghargai rekannya, kau bukanlah ancaman. Kau adalah seseorang yang patuh. Kau juga dilayani pelayan berkemampuan tinggi. Begitu dipergunakan orang lain, kau akan memperlihatkan kemampuan luar biasa.”
Ia melihat ke arah Kureto. Semua yang dikatakannya benar. Dirinya saat ini, tidak akan pernah bisa menjatuhkan keluarga Hiiragi.
Guren bicara.
“Ngomong-ngomong, kau banyak sekali bicara, ya? Apa yang membuatmu gugup sampai banyak bicara seperti itu?”
Kureto tersenyum.
“Di hadapanku, kini ada dua orang yang berhubungan dengan Mahiru. Hal ini pastinya akan terdengar oleh Mahiru, kan?”
Dengan kata lain, Kureto seakan sedang bicara dengan Mahiru.
Kureto mengalihkan tatapannya pada Shinoa. Shinoa mendengarkan percakapan Guren dan Kureto dengan linglung.
Guren menyarungkan pedangnya, dan berkata.
“Balas saja email-nya. Aku saja tidak tahu alamat kontak Mahiru.”
“Haha, tapi dia tidak akan mendengarkanku, kan?
“Lalu kau pikir dia akan mendengarkanku?”
“Dibanding aku, ada kemungkinan kau bisa membujuknya, kan?
Kureto menekan beberapa tombol. Lalu, ponsel Guren berdering.
Guren mengambil ponselnya dan melihat pesan Kureto. Apa yang tertulis di sana adalah alamat email yang belum pernah dia lihat.
Kemungkinan itu adalah alamat email Mahiru.
“Ini perintah. Temui dia dan bujuk dia.”
“Jika aku tidak mau?”
“Kuulangi. Ini perintah.”
Guren melirik ke ponselnya lagi dan bertanya.
“Kureto, izinkan aku bertanya sesuatu.”
“Apa?”
“Siapa yang lebih kuat? Kau atau Mahiru?”
Kureto langsung menjawab tanpa ragu.
“Mahiru.”
“....”
“Dia adalah orang jenius. Si Jenius yang tidak mengerti rasa sakit orang lain, tidak seharusnya memimpin organisasi.”
Guren tersenyum ke arah Kureto.
“Dengan kata lain, kau dapat mengerti rasa sakit seseorang?”
“Kalau dibanding dengannya, ya.  Aku bisa paham sekali perasaanmu, Guren.  Aku bisa mengerti rasanya harus merangkak di atas tanah. Betapa melelahkannya.”
“Omong kosong apa itu.”
Guren menghela nafas dan melihat ponselnya.
Bahkan sampai sekarang, ia tidak tahu kalau alamat email dan konten email yang Kureto terima benar-benar dari Mahiru. Ada kemungkinan besar, kalau semua ini adalah kebohongan yang direncanakan untuk membuat bingung Guren dan Shinoa.
Meskipun begitu, ada satu yang nyata---Mahiru adalah monster.
Kureto bicara.
“Nah, mulailah sekarang. Kirim email  padanya.”
“.... Kuperingatkan dulu. Jangan terlalu berharap pada hubunganku dan Mahiru.”
“Sudahlah, kirimlah email-nya"
Kureto memerintah.
Guren menggerakkan jemarinya.
Isinya pesannya adalah:

Ini aku Guren. Balas aku.


Hanya itu.
Ia menekan tombol kirim.
Tidak ada jawaban.
Ia menatap ke arah Kureto, berkata,
“Puas?”
Kureto mengangguk pelan.
“Setelah ada kabar, segera kabari aku saat itu juga. Dan beri tahu Mahiru jangan sampai salah musuh. keluarga Hiiragi bukanlah musuhnya.”
“Jika bukan musuh, maka dia tidak akan mengkhianatimu, kan?”
“Membuatnya sadar hal itu adalah tugasmu Guren. Di bawah perintahku, hentikan wanita itu. Pecandu cinta yang rusak dan sedang menunggu di tebing kebingungan"
Kureto menjawab.
Guren melirik pada ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku.
“Yang mau kau bahas hanya itu?”
Kureto mengangguk.
“Ya. Kau boleh pergi sekarang.”
Shinoa melihat ke arah Guren, tetapi Guren tidak membalasnya. Meskipun Guren tidak yakin apa yang Shinoa pikirkan, terlalu berbahaya untuk membalas tatapannya. Kureto tidak akan melepaskan gerakan sekecil dan sehalus apa pun itu.
Guren berjalan untuk meninggalkan ruangan.
Namun kemudian, ponsel berbunyi. Ponsel milik Guren. Tatapan semua orang mengarah pada ponselnya.
Guren mengambil ponselnya. Nomor tidak dikenal.
“Apa itu Mahiru?”
Kureto bertanya.
Guren mengangkat bahu.
“Mungkin saja telepon promosi dari seseorang pengiklan."
“Angkatlah.”
“....”
Guren tidak punya pilihan lain. Suara terdengar dari sisi lainnya.
Suara gadis yang sangat jelas.
“Siapa ini?”
“Harusnya itu kata-kataku.”
Dengan itu, mereka memastikan identitas satu sama lain. Lawan bicaranya benar Mahiru.
Dia terdengar senang.
“Oh, kamu masih hidup?”
“Jangan seenaknya membunuhku. Lalu, mengapa bisa dapat nomorku?”
“Karena aku menyukaimu.”
“Diamlah.”
“Ahaha”
Ia tertawa riang. Seakan-akan ia benar-benar gembira bisa berbicara dengan Guren.
“Terus, Shinoa masih hidup”
“Dia di sebelahku.”
“Mayatnya?”
“Bukan.”
“Berikan ponsel padanya."
“Aku tidak bisa melakukannya.”
"Karena ada Kureto di sampingmu? Atau karena disadap? Terima kasih kamu sudah mengkhawatirkan adikku. Kamu selalu baik, Guren. Tetapi tidak apa, berikanlah padanya.”
“....”
Guren melepas ponsel dari telinganya dan mendongak.
“Dia mau berbicara dengan Shinoa.”
Kureto merasa ragu dan berkata.
“Hidupkan loud-speakernya.”
Guren menekan tombol loud-speaker. Suara pun menggema dari ponselnya.
“Shinoa, apa kamu baik baik saja?”
Shinoa melihat ke arah ponsel dengan saksama dan tertawa.
“Apakah yang dimaksud dengan baik-baik saja itu?”
“Mmm~ apa yang kamu rasakan. Jadi, bagaimana?”
Dengan ini, Shinoa yang merasa sedikit tidak senang, mencibir dan berkata.
“Yah, tepat seperti yang onee-sama prediksi. Meskipun semua baik-baik saja ..., Shinoa yang masih kecil mengalami bahaya di mana bocah delapan tahun tidak berdaya melawannya.”
“Wah, ternyata Kureto itu lolicon, ya?"
“Menyebalkan, one-sama terdengar tidak khawatir sedikit pun padaku . Aku lihat emailnya, loh. Tulisannya ‘Lakukan apapun yang kau mau.’”
“Ahaha. Aku menulisnya. Apa kamu tersakiti?”
Shinoa menggeleng.
“Tidak. Aku tahu tidak ada jalan lain. Aku tidak di interogasi.”
“Pastinya.  Kureto tidak akan menggunakan cara tidak berguna yang tidak menghasilkan.  Itulah sebabnya ia lemah. Yah, aku senang semuanya baik-baik saja. Ngomong-ngomong, apa ini  diloud-speaker?”
“Iya.”
Siapa yang mendengarkan?”
“Guren, Kureto-nii, dan seorang gadis pirang yang tidak kukenal."
“Oh, Sanguu Aoi, ya. Ayah tidak di sana?”
Kureto bicara.
“Ayah tidak tahu kalau kau menghilang.”
“Ah, Kureto onii-sama?”
“....”
“Sudah lama, ya.”
Kureto memotong.
“Cukup omong kosongnya. Kau pergi menghilang setelah mengkhianati keluarga Hiiragi. Banyak rekanmu yang mati karena ulahmu. Untuk apa semua ini? Kenapa pergi menghilang?”
Mahiru terlihat senang untuk menjawab.
“Ahaha, aku tidak punya obrolan apa pun untuk dibicarakan dengan pembohong."
“Apa yang kau bicarakan? Kau bilang aku pembohong?”
"Ayah tidak tahu aku menghilang? Ayah yang sangat percaya padaku?”
“Itulah kebenarannya.”
“Ahaha, ahaha, ahahahahaha .... Terus bagaimana? Apa ayah marah? Karena aku yang seharusnya jadi penerus pemimpin Hiiragi berkhianat?"
“Aku bilang ayah tidak tahu.”
“Bohong, bohong. Tolong beri tahu Ayah. Sebenarnya, aku tidak bermaksud berkhianat. Aku jatuh pada perangkap yang dirancang Kureto-nii karena kecemburuannya. Aku diusir keluar.”
“....”
Kureto terlihat sedikit lebih serius sekarang.
Namun Mahiru tidak berhenti.
“Katakan, Kureto-nii bersekongkol dengan Gereja Hyakuya dan berencana mengkhianati keluarga Hiiragi. Katakan, aku tidak mengkhianati keluarga Hiiragi."
Namun Kureto menjawab.
“Tidak akan ada yang percaya bualanmu itu, Mahiru.”
“Benarkah? Tapi aku percaya Ayah lebih mempercayaiku di banding Kureto-nii. Bicara logis, mereka yang lemah akan merasa iri pada mereka yang kuat. Mudah dimengerti, kan? Lalu, aku dan Kureto-nii, siapa yang lebih kuat? Kenyataan itu keras. Aku tidak pernah iri pada Kureto-nii. Dengan kata lain, berarti?
"Mahiru, diam."
“Oh, satu lagi. Kureto-nii membuat kesalahan besar. Ketika aku membicarakan masalah ini, Kureto-nii harusnya mengakhiri panggilannya segera. Alasan kenapa kau tidak mengakhirinya ..., Kureto-nii mau melacakku? Tentu saja, mengulur-ngulur waktu agar bisa tahu lokasiku. Namun, aku tidak bermaksud menyembunyikannya, loh.”
Kureto tertawa dingin.
“Tidak. Aku sudah menemukanmu, Mahiru. Pasukan khus-----“
Mahiru  memotong.
“Mereka semua sudah kubunuh.”
“....”
"Ah, aku sangat menyesal Kureto onii-san. Kamu pastinya berduka atas kematian rekan-rekanmu. Tapi apakah mereka rekan? Setelah bekerja sama dengan Gereja Hyakuya, bisakah pelayan Hiiragi Kureto dianggap sebagai rekan “Mikado no Oni”?”
Kemudian, pintu terbuka.
Laki-laki memakai seragam SMA 1 Shibuya berteriak.
“Kureto-sama! Percakapanmu dengan Mahiru-sama saat ini sedang disiarkan di seluruh area sekolah.”
Kureto memandangnya dengan tatapan sangat dingin.
Guren menoleh ke belakang dan melihat kertas mantra melekat pada sudut pintu. Kertas mantra untuk mencegah suara masuk. Dengan kertas mantra itu, akan sulit untuk gelombang suara melintas melalui udara.
Sebuah perangkap sejak awal di mana ruangan ini telah dibuat untuk mencegah orang yang berada di dalam mendengar apa yang disiarkan di luar.
Perangkap Mahiru.
Entah kapan kertas mantra itu ditempel. Mungkin, itu sudah ditempel jauh sebelum Mahiru menghilang.
Semua orang kini berada di atas telapak tangan Mahiru. Ini sudah bukan lagi tentang berkhianat atau tidak.
Dipaksa bermain dalam di atas telapak tangan monster.
Mahiru melanjutkan.
“Ini benar-benar pembicaraan yang mengerikan. Ada berapa banyak mata-mata dari Gereja Hyakuya saat ini dalam “Mikado no Oni”?”
“.... Akhiri panggilannya, Guren. Aku kalah kali ini.”
Kureto mengakui kekalahan.
Tapi Mahiru tidak berhenti.
“Setelah itu, tragedi itu akan terulang dengan sendirinya. Tragedi di mana banyak pelajar akan mati. Hiiragi Kureto, selama kamu, seorang pengkhianat, menjadi ketua OSIS dari sekolah ini ....”
Kureto mengambil ponsel dari Guren dan mematikan loud-speaker sebelum meletakannya di dekat telinganya. Namun, itu tidak berguna. Karena semuanya telah disiarkan ke seluruh sudut sekolah.
Kureto berkata.
"Kau sudah rusak, Mahiru. Yang kau lakukan akan menyebabkan banyak orang tak bersalah mati.”
Benar.
Mahiru merencanakan semuanya. Jika perang internal pecah, lebih banyak orang dari “Mikado no Oni” akan mati.
Mahiru menjawab.
“Apa yang kau bicarakan, pengkhianat?”
"Aku melarangmu melakukan ini. Aku tidak bisa diam saja dan melihat kau membunuh para pengikut “Mikado no Oni” yang tidak bersalah dengan santainya. Aku akan melindungi rekan-rekanku.”
“Ahaha, apa yang kamu bicarakan? Bukankah ini yang kau lakukan, Kureto-nii? Kamu membuatku seakan jadi pelaku. Dendamu yang tidak kesampaian membuatmu kehilangan kendali ....”
Kemudian, Kureto menghela napas dalam-dalam. Dengan suara yang cukup keras untuk menutup suara Mahiru, ia berteriak.
“Atur pertemuan! Topik yang akan dibahas adalah hukuman untuk Mahiru Si Pengkhianat!"
Dengan itu, Kureto mengakhiri panggilan.
Keadaan hening seketika.
Kureto melihat ke arah Guren
“ .... Lalu, apa kau tahu semua ini?”
Guren menjawab.
“Semua ini?"
“Perkembangan tadi.”
“Kau pikir aku akan tahu?”
Guren berkata dengan nada mencibir diri.
“Aku pikir tidak. Intinya, kau dan Shinoa yang sedang kucurigai mungkin tidak punya kesempatan untuk memberinya informasi. Dia pasti melakukannya mandiri. Dia mulai melawan “Mikado no Oni” dan Gereja Hyakuya seorang diri. Itu tidak normal. Aku bergetar ketakutan.”
Guren merasakan hal yang sama.
Sebenarnya, sejak kapan,  bagaimana, dengan jalan pemikiran apa Mahiru melakukan semua ini?
Apa pun itu, dua organisasi yang dia lawan adalah yang organisasi sihir terbesar dan kedua terbesar yang ada di negara ini.
Seraya membuat keduanya saling berperang, dia menggenggam kelemahan mereka, dan menghancurkannya dari dalam.
Semua dilakukannya hanya seorang diri.
Guren bertanya.
“Apa kau menyerang Mahiru ...?”
Tapi, Kureto memotong dengan nada terganggu.
“Kau mempercayainya?”
“Pasti ada yang percaya di luar sana.”
“…. Ah, benar. Pastinya.”
Kureto bergumam. Dia tidak terlihat bingung atau kalah. Dia hanya terlihat seperti berpikir tentang sesuatu dan tetap diam beberapa saat.
“.... Keluarga Hiiragi tidak akan hancur hanya dengan ini.”
“....”
“Tetapi Gereja Hyakuya pasti juga mendengar apa yang barusan dikatakan. Mereka pasti telah menemukan kelemahan karena konflik internal dalam keluarga Hiiragi. Lalu bahkan pengikut yang paling dekat pun akan mulai ragu. Gereja Hyakuya akan memanfaatkan ini. Akan ada banyak kematian. Banyak rekan yang akan mati.”
Dia bilang rekan.
Kureto memilih kata ini.
Apakah ini pemikiran yang sebenarnya atau hanya pura-pura?
Kureto melihat ke arah Guren dan berkata.
“Oi, Guren.”
“Apa?”
“Untuk alasan apa kau hidup? Apa ambisi hidupmu?”
“....”
“Untuk menjatuhkan keluarga Hiiragi? Untuk menghancurkan “Mikado no Oni” yang menekanmu hingga sekarang dan menjadi yang tertinggi? Tetapi, untuk mencapai itu, berapa banyak korban yang bisa kau korbankan?”
“....”
“Kau menyelamatkan Goshi dan Mito. Kau tidak bisa membiarkan Shinoa mati. Untuk orang seperti itu, bisakah kau bisakah kau melihat mimpi yang sama dengan Mahiru?”
Kureto bertanya.
Guren tidak bisa menjawabnya.
Akankah dia bisa menjadi seperti Mahiru?
Akankah dia bisa menjadi seorang monster?
Shinya pernah bilang.
"Jika kita memilih pilihan yang sama dengan Mahiru, maka kurasa kita  tidak perlu menyelamatkannya.”
Namun ambisinya bukan untuk menyelamatkan Mahiru.
Jadi, apa yang harus dia lakukan?
Apa yang dia harapkan?
“Sebenarnya, apa yang ingin kau katakan?”
Guren bertanya. Kureto menjawab.
“Aku mempercayaimu. Karena kau manusia, bukan monster. Jadi, Guren, jadilah rekanku.”
“....”
“Dengan begitu, banyak nyawa akan selamat. Kita akan bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah ini dengan korban sesedikit mungkin.”
Kureto mengulurkan tangannya.
Mungkin, Kureto membutuhkan rekan. Rekan yang dapat dipercaya. Rekan yang belum terpengaruh oleh Gereja Hyakuya. Rekan yang tidak bergabung dengan Mahiru. Rekan yang tidak bisa membiarkan kematian terjadi disekitarnya. Rekan yang mudah dimanfaatkan.
Dengan kata lain, kehancuran sudah di mulai.
Hiiragi Kureto terpojok. Terpojok hingga harus bergantung kepada sampah Ichinose.
“....”
Uluran tangan Kureto.
Shino yang menatap kosong uluran tangan itu.

Guren tidak menyambut tangannya dan berkata.
".... Bahkan jika aku menolak, itu tidak berguna kan?”
Kureto tersenyum.
“Tepat sekali.  Baiklah.  Bunuh Mahiru.”
Kureto berkata.
Namun, itu tidaklah mengakhiri semuanya. Kureto pasti juga tahu itu. Api perang internal telah menyala.
Juga perang melawan Gereja Hyakuya.
Hari ini 21 Agustus.
Hanya ada empat bulan sebelum Natal yang mana kehancuran dunia akan datang.
“Bukannya waktunya terlalu mepet, ya, Mahiru.”
Guren menggerutu sangat pelan agar tidak ada seorang pun dapat mendengar.