PEMBUNUH DEWA DAN ORC (4)

Sesuatu yang sangat tidak mudah setelah datang ke dunia ini adalah tidak adanya internet.
Internet. Simbol dari masyarakat modern. Perbendaharaan pengetahuan. Benang elektrik yang bisa terhubung dimana saja.
Kau bisa menemukan banyak hal disana.
Apa yang ingin kau ketahui, hal yang tidak kau ketahui, sesuatu yang janggal, dll.
Dan, semua orang juga terhubung melaluinya.
Contohnya—seseorang yang ingin kau temui, seseorang yang ingin kau hubungi, seseorang yang ingin kau ajak bicara meski kau tidak tahu apapun tentangnya.
Itulah kenapa, aku ingin internet disini.
Entah kenapa melihat langit biru yang cerah membuatku memikirkan hal ini.
Saat ini, mungkin  Souichi-kun sedang bersekolah entah dimana itu, jadi dia pasti punya banyak waktu luang.
Tidak bisakah aku memanggilnya dan memintanya untuk membunuh para orc ini sebentar?
Bagaimanapun ini tugas si pemberani [The Brave] untuk membunuh monster kan?
“Renji-san, bagaimana dengan lubang ini?”
Dengan nafas berat, nona Francesca menanyaiku ketika aku sedang memikirkan hal-hal bodoh.
Ekspresinya terisi dengan kepercayaan diri dan senyum yang lebar.
Rambut dan keringat di dahinya juga senyum cerahnya terlalu menyilaukan.
…yang dia katakan sangat aneh.
Normalkah seorang gadis seumuran ini membicarakan tentang ‘lubang’ seperti ini dengan suara keras? Meski aku juga tipe yang suka dengan ini sih.
Tapi kupikir aku akan dibunuh oleh orang tuanya jika mereka sampai tahu. Sambil memikirkan berbagai hal dikepalaku, kuarahkan pandanganku ke lubang yang dibuat oleh nona Francesca
“Tidak buruk, menurutku.”
“Baiklah.”
Lebar 80 cm, dalamnya 2,5m. Sudah cukup bagus
Ukuran itu sudah cukup untuk membuat seekor orc kesulitan keluar.
Nona Francesca mengatupkan kedua tangannya dan terlihat sangat senang.
Dia pasti sangat senang dan kupikir dia akan menangis sedikit.
Yah, setelah membuat lebih dari 50 lubang, setiap orang pasti menangis.
“Selanjutnya, tutuplah lubang-lubang itu.”
“…”
“Jika kau menggali lubang kau juga harus menguburnya lagi. Jika kau meninggalkan banyak lubang disamping jalan raya, kupikir kau akan dituntut, kau tahu?”
“…Padahal Renji-san adalah orang yang membuatku melakukan ini.”
“Tak apa. Akan  kubantu.”
Saat kuberikan senyum mirisku kelihatannya dia sedikit marah, kuambil sekop yang kubawa dari desa,
Melihatku seperti itu, Nona Francesca hanya menghela nafas.
[Ah… ini mirip ketika Aya pertama kali menggali lubang, ya kan?]
Ya. Jadi bernostalgia.
Setelah itu, sebagai hasil dari latihan, sebuah lubang yang dibuat dengan sihir telah diledakkan.
Benar-benar insiden yang bodoh, sungguh. Inilah bagian tersedih dari [Penyihir Agung]. Bahkan saat ini juga sama.
Sembari mengingat masa lalu, kuletakkan sekopku di gunungan tanah disamping Nona Francesca.
Dan menjatuhkannya di dalam lubang terdekat.
“Tapi, Renji-san benar-benar tidak bisa menggunakan sihir kan?”
“Huh?”
Ketika aku sedang mengubur lubang, Nona Francesca berkata dengan nada terkejut.
Ngomong-omong, dia menutup lubang dengan sihir.
Yeah, sihir memang mudah digunakan.
“Kenapa kau sangat mengerti tentang sihir?”
“Aku tak semengerti itu, mungkin”
"Tidak begitu. Pada akhirnya, kupikir hanya Renji-san yang berpikir membuat lubang jebakan dengan sihir.”
Sungguh?
Yah mungkin, kupikir seseorang juga sedang menggunakannya, lubang-lubang jebakan itu.
“Aku sering mengatakannya. Bahwa aku punya jalan pikiran yang aneh.”
Jalan pikiranku tentang sihir adalah sesuatu yang mirip dengan Elf atau  peri…..yang kusebut makhluk setengah manusia.
Manusia adalah spesialis sihir serangan langsung.
Dengan perbedaan, setengah manusia menggunakan serangan kejutan, pengendali,--yang dasarnya sihir tidak langsung.
Manusia dan setengah manusia (Demi-Human) telah memulai peradaban baru setelah beberapa tahun lalu menemukan musuh bersama, sang  Dewa Iblis.
Sebelum itu, daripada melakukan pertempuran, mereka lebih mencoba menjauh satu sama lain.
Manusia yang terpisah, membakar dan memperluas daerah mereka sambil menghancurkan alam.
Setengah manusia, yang bergantung pada bumi dan hidup bersama alam.
Mereka tidak bisa bersatu.
Dalam hal ini, kita harus berterima kasih pada Sang Dewa Iblis.
Yah, mereka punya suatu hubungan. Mereka tidak cukup dekat bahwa mereka akan saling mengajarkan sistem penggunaan sihir mereka.
Sampai dan kecuali seseorang yang spesial seperti kami, akan tidak mungkin untuk mendapatkan informasi.
[Renji, kau adalah orang paling aneh, sedeng-gila dan paling eksentrik selama ini, sepenjang masa.]
Untuk beberapa alasan, partnerku mengatakan itu dengan nada gembira.
Sambil mempertahankan luka di hatiku yang halus, aku mendesah.
“Ah, maaf….”
Mungkin dia memikirkan sesuatu tentang itu, dia berakhir dengan meminta maaf seperti biasa.
Itu sangat menyakitkan bagiku, jadi tolong hentikan.
Setelah itu, sambil membicarakan hal-hal yang tak berguna, kami menutulubang.
Tentang perjalananku sampai sekarang, apa yang aku lakukan sebelum aku menjadi seorang petualang, kenapa aku menjadi seorang petualang, dll.
Kenapa segalanya tentangku? Apakah seorang gadis bangsawan menemukan kesenangan pada sebuah cerita petualangan?
Mengejutkan, dia tidak membicarakan tentang orc sekali pun, mungkin dia ketakutan.
Besok, kita akan bertarung.
Berhenti disini dan beristirahat dan hadapi mereka besok dengan kondisi terbaik kita.
Aku tidak mengatakannya dengan keras tapi Nona Francesca seharusnya menyadarinya. Meski berjalan dan tertawa, ekspresinya  sedikit kaku.
“Ini akan baik-baik saja.”
Setelah mengubur kembali semua lubang, kujentikkan medali Ermenhilde dengan jari jempolku.
Saat pantulan cahaya matahari mngenainya dan membuatnya bersinar, kutangkap partnerku yang berputar dengan tanganku.
“Kepala/atas.”
“Ini akan baik. Kita akan menyelesaikan tugas ini dengan aman.”
Saat kukatakan itu, wajah kakunya terlihat sedikit lebih lemas.
Yah, aku sudah melihat sisi yang mana yang kudapat sebelum aku benar-benar menagkapnya.
Penglihatan kinetikku cukup kuat untuk melakukan sesuatu seperti ini. Kemampuan Cheatt bukan untuk diperlihatkan.
[Seperti biasa, Renji terlihat baik dengan kata-katanya, eh?]
Aku hanya menjawab suara itu dengan senyuman masam. Ermenhilde, benar-benar makhluk kotor.
Aku punya trik dan rahasia tapi ini lebih baik untuk menenangkan seseorang.
Saat aku memikul sekop dan tersenyum, dia tersenyum.
Selama aku bisa melihat senyuman seperti itu, aku tak keberatan menjadi licik.
.
.
.
Keesokan harinya, saat masih sedikit cahaya, kami sudah berada didepan hutan sebelum matahari mulai naik.
Untuk hidup harus tidur dan makan.
Begitu juga orc tidur dimalam hari dan kemudian menjadi lapar.
Jadi kami akan menyerang saat mereka tidur atau sedang makan. Kami tidak menyerang di malam hari karena bisa tersesat di dalam hutan.
Aku memillih berjalan memasuki hutan tapi karena ini serangan kejutan, aku tak bisa menggunakan penerangan. Jadi kesempatan tersesat sangatlah besar.
Apalagi bersama dengan Nona Francesca.
“Apakah ini akan baik-baik saja?”
“Yah, jika Nona Francesca bisa berjalan semestinya, kita akan baik-baik saja.”
“….mouuu.”
Jubah dan celana panjang hijau dengan jas dan sebuah pisau besi di pinggangku.
Juga, aku punya 2 kantung kecil berisi ramuan.
Tidak ada kesempatan untuk memakai ramuan di pertempuran. Itu berarti ini digunakan setelah pertarungan.
Mereka tidak seefektif ramuan yang ada di video game jadi mereka tidak bisa digunakan selama pertarungan.
Di sakuku ada partner terpercayaku. Aku dengan perlengkapan biasaku. Persiapan yang sempurna.
Sementara Nona Francesca mengikat pelindung dari kulit di dadanya dengan jarinya, aku memastikan perlengkapanku lagi.
“Kau tidak apa-apa hanya dengan perlengkapan itu?”
“Serangan orc cukup kuat untuk mengakhiri dengan sekali pukul. Bahkan dengan armor yang berat, aku akan tetap terluka parah didalam.”
Lebih dari itu, ini lebih baik untuk menghindar.
Nona Francesca bisa dengan mudah membuat mereka tak berdaya dengan lubang jebakan sambil berada jauh dari jarak serangan mereka.
Setelah mengecek kembali perlengkapan kami, kami melanjutkan masuk ke hutan.
Aku tahu tempatnya. Selama mereka tidak berganti tempat sarang, begitulah.
.
.
.
“Renji-san luar biasa.”
Sudah berapa lama kami berjalan memasuki hutan?
Kau benar-benar akan kehilangan rasa akan waktu ketika sedang berjalan masuk ke hutan.
Nona Francesca berjalan tepat dibelakangku sudah cukup agar ia tidak tersesat dan tertinggal jauh dibelakang.
Setelah berjalan kurang lebih 80% dari jarak kami, Nona Francesca bicara padaku.
Kami berdua berdiam setelah memasuki hutan jadi aku agak terkejut.
Mungkin karena atmosfer, bahkan Ermenhilde juga terdiam untuk beberapa alasan.
Yah, aku juga tak mungkin untuk membalas jika Nona Francesca disampingku jadi ini hanya akan berakhir menjadi candaan satu sisi saja.
….itu mungkin juga akan menyakiti dirinya sendiri.
Disaat kita akan membuat lubang dan jebakan dan menjebak mereka.
Hanya di kasus ini mereka akan berguna jika kita berlari.
“Apanya yang luar biasa?”
Saat aku menutupi lubang jebakan dengan rumput, aku bertanya kembali.
“Meski kita akan menghadapi 12 orc, kau masih tetap tenang.”
Aku?
Normalnya, aku akan berbicara lebih, membodohi dan menikmati celana dalam Nona Francesca saat dia tidak bisa berjalan di hutan.
Ketika aku memikirkan itu, mungkin aku sedikit….
Kami membunuh dewa iblis. Kami juga bertarung melawan iblis-iblis dan raja iblis.
Tapi tetap saja, aku takut.
Manusia mati dengan mudah. Karena aku tahu itu, Dan aku juga seorang manusia.
Meskipun kami disebut pahlawan pembunuh dewa, kami tetaplah manusia.
“Aku takut, tanganku gemetaran.”
“Aku tahu”
Aku juga, aku tak bisa mengatakannya.
Bagaimanapun, aku senior disini, yang tertua disini.
Selalu seperti itu.
Teman-temanku lebih muda dariku. Hanya satu wanita yang seumuran denganku di kelompokku dulu.
Itulah kenapa aku tak bisa komplain, meski ketika ketakutan aku tak berkecil hati, meski aku terluka aku tak menangis.
Aku tak punya pilihan.
Aku lebih tua, seorang pria, karena aku dewasa.
....aku punya beberapa kewajiban. Sunngguh.
Di hutan, di tempat gelap, buruk untuk diam. Aku hanya akan berpikir ke arah yang buruk.
Berdiri, kami mulai berjalan lagi.
“Tak apa. Kau takkan mati.”
Aku hanya bisa bilang begitu.
Tak ada arti dibelakangnya.
Kau akan mati ketika waktumu datang dan ornag yang hidup melewati apapun akan tetap melewatunya.
Itulah kenapa, tak ada arti dibalik kata-kataku.
Tapi keheningan menyakitkan jadi aku bicara begtu, itu saja.
“Ya.”
Tapi jika kata-kata sederhana bisa menenangkan maka aku akan mengatakannya sebanyak yang kau mau.
Begitulah. Aku tidak cukup kuat untuk menunjukkan kebiasaan ataupun kemampuanku.
Cheatku, [kekuatan membunuh dewa], itu sangat lemah. Aku hanya bisa menggunakannya di kondisi yang terbatas.
Itulah kenapa, aku yang terlemah dari 12 orang.
[Apa ini?]
Tanpa sadar, aku dikejutkan Ermenhilde di sakuku.
Tak ada maksud. Hanya—itu mengalihkan perhatianku.
[Meskipun, sebenarnya kau ini penakut.]
Jangan bilang sesuatu seperti itu.
Aku pria disini, yang dewasa disini. Meski jika aku ingin menagis, meski aku ingin menagis, meski aku gemetaran. Aku tak bisa bertingkah lemah didepannya.
Inilah dramaku.
[Renji tak akan mati. Aku disini]
Ah, ya benar.
Aku tersenyum kecut dan sekali lagi aku memukul medali di sakuku.
Di waktu itu, kami telah mencapai tujuan kami.
Bersembunyi dibalik semak, aku menilai keadaan.
Kediaman para orc.
Jumlah mereka....14.
“Mereka mertambah lagi.”
“...apa mereka tidur?”
Didepan mata kami, disebuah tempat tanpa pepohonan, para orc sedang tidur.
Beberapa menggunakan batang pohon sebagai bantal, beberapa memakai senjata mereka sebagi bantal, beberapa menggunakan yang lainnya sebagai bantal.
Apakah ini kumpulan pemabuk? Melihat manusia itu atau tidak, kebiasaan pria tua, aku merasa bahwa tekanan Nona Francesca menurun sedikit.
“Setiap monster sedang tidur.”
“Kelihatannya.”
“Mereka tidak mengajarimu di sekolah?”
“…uu..”
Kelihatannya mereka tak mempelajari ini.
Aku sudah mengatakan ini padanya tapi dia tak percaya. setelah berbicara sedikit lebih banyak, ketegangannya sedikit menurun lagi.
Dia adalah murid dari akademi sihir, mereka pasti hanya mengajarkan tentang sihir.
Lebih pada bertarung dengan monster, mereka memberi gambaran lebih.
“Tahap pertama dari rencana sepertinya akan berhasil.”
“Ya”
Jika para orc terbangun sekarang, ini akan berubah menjadi pertarungan langsung di serangan kejutan.
Tapi sekarang, kita bisa menurunkan setengah dari kekuatan mereka.
Menenangkan diri sebentar, aku mencari orc hitam yang bermasalah.
Tapi ia tak disini.
Aku mencoba mengubah lokasi tapi tetap tak menemukannya. Apa dia tidak ada digrupnya?
Dia adalah spesies baru, mungkin dia keluar dari kelompok……tidak mungkin.
Makhluk itu sudah pasti adalah pemimpin kelompok ini. Dia pasti ada di tempat yang berbeda.
Aku bisa mencarinya, tapi kami tak tahu kapan salah satu dari mereka bangun.
Matahari juga akan segera meninggi nanti. Tak ada waktu yang tersisa sebelum para orc terbangun.
“Ayo urus yang paling lemah dulu.”
“Orc adalah makhluk lemah?...Aku mengerti” (dibegoin mau banget sih???)
Aku hanya berpikir tentang orc yang seperti itu, tapi seperti yang diduga, untuk orang-orang didunia ini, bahkan monster level rendah pun adalah masalah besar. Termasuk juga penyihir.
“Mungkin orc hitam itu akan muncul diantara mereka.”
“Hitam?”
“Ya, hitam.”
Aku tak bisa memikirkan nama yang bagus untuknya.
Selain itu dia berkulit hitam, terlihat sangat berbeda dengan orc biasa.
“Aku akan berhadapan dengannya. Nona Francesca kau jangan melakukan sesuatu yang tak beralasan dan uruslah orc biasa dari jarak jauh.”
“Hitam… apakah karena orc itu punya ‘pasukan’ lain yang akan datang kemari?”
“Yah, siapa tahu? Aku tak sepintar itu jadi aku tak yakin.”
Orang-orang pintar itu pasti bisa memikirkan alasan dibalik kenapa orc lain datang.
Aku akan melakukan apa yang kubisa dengan baik.
Membunuh mereka.
Kuambil pisau besi dari pinggangku.
Aku melirik pinggiran berkaratnya dan hanya mendesah.
[Jika ini semakin berbahaya, gunakan aku]
“Aku tahu—“
Aku mengambil nafas panjang.
Apakah aku tegang atau bersemangat, jantungku berdetak cepat. (adrenalin namanya…)
Tapi, tak ada keringat di telapak tanganku yang memegang pisau.
Nona Francesca menarik pedang 70cm tipisnya. (rapier mungkin ya?)
Ujung pedangnya bergetar.
“Ini tak pa-apa.”
Aku mengatakannya sekali lagi.
“Kau takkan mati.”
.
.
.
.
Serangan kejutan berhasil.
8 orc jatuh di lubang, dan keterkejutan mereka membangunkan yang lain.
Tapi meski begitu, mereka sedang dalam keadaan kacau sehingga tidak bisa menyiapkan tindakan selanjutnya dengan baik.
Mencari senjata, mereka panik saat melihat teman mereka yang terjatuh di lubang.
Melompat keluar dari semak, aku bergerak menuju orc terdekat.
Sambil terkejut, dia masih bisa melancarkan tinjunya kepada pengganggu yang datang tiba-tiba tapi lebih cepat dari itu, pisau besi ini sudah menangkisnya.
“Tch”
[Terlalu tumpul.]
Serius nih?
Aku tahu ini akan terjadi tapi aku hanya bisa mendecakann lidahku ketika pisau tak mampu memotongnya.
Tapi, orc yang sibuk memperhatikanku, terjatuh ke lubang yang dibuat oleh Nona Francesca.
Seorang bodoh takkan bisa bereaksi ketika lubang jebakan tiba-tiba muncul dibawahnya.
5 lagi.
Tanpa memikirkan teman mereka yang terjatuh, 2 orc datang kepadaku dengan senjata mereka.
“Menyenangkan.”
Bergerak menuju ke antara 2 orc, kutendang lutut salah satunya.
Orc punya kaki yang kecil. Itulah kenapa ini tak mungkin untuk menahan tubuh yang sangat besar dengan kaki yang hanya sebesar manusia.
Ini akan membuat mereka tak bisa berbalik dengan baik dan mengurangi refleks mereka.
Sepertinya aku sedang terjebak diantara 2 orc, mereka bahkan belum menoleh ke padaku.
Kutendang sekali lagi. Dengan kekuatan lebih kali ini.
Kali ini, dengan suara bodoh, lutut erc itu jatuh ke arah yang tak mungkin dan patah.
Berterima kasih pada lengan kakiku yang kuat karena cheat. Jika aku serius, aku bisa menerbangkan raksasa juga.
Dengan kekuatan kaki itu, orc itu telah kehilangan satu kakinya.
Tak mengerti tentang apa yang terjadi, orc mulai berhenti bergerak.
Akhirnya, orc lain berbalik ke arahku dan mengangkat senjatanya.
“Renji-san!!”
Tak kuhiraukan suara Nona Francesca.
Menghindar dari serangan yang akan datang dengan jarak yang hanya sejengkal,  kepala orc yang jatuh hancur karena serangan itu.
Jika ini tak mungkin dengan pisau besiku maka yang harus kulakukan adalah menggunakan serangan lain yang lebih kuat.
Orc yang bodoh cukup bagus untuk ini.
4 lagi, juga, orc yang tadi mnyerangku sekarang sudah terjatuh karena gravitasi.
Tepat dibawahku, si babi mengangkat tangannya, menggapai-gapai pinggir lubang untuk keluar.
Jarinya sudah mencapai pinggir lubang tapi tetap saja dengan masih belum cukup untuk membawanya keluar.
“3 lagi.”
Ketiganya berlari kearahku dari sisi lain.
Aku mundur karena kekuatan mereka dan lari sambil mengelak dari lubang terdekat.
Aku tak mencoba menghindar.
“Lubangnya!!”
Sebuah lubang muncul didepan jalanku. Melompat kearahnya, aku mendengar geraman dibelakangku.
Saat kulihat kembali, para orc itu telah berkurang menjadi 2 ekor.
Kita bisa melakukan ini. Secercah harapan lahir didadaku.
Tapi, 2 orc yang berpikir Nona Francesca lebih merepotkan dariku mulai berlari kearah yang berlawanan denganku.
Cepat-cepat aku berhenti dan muali mengejar orc yang mengabaikanku.
Karena mereka lambat, dengan cepat aku menangkap dan menendang punggung mereka dengan kekuatan penuhku.
Dan hasilnya, satu jatuh ke lubang.
[gaya bertarung yang tak jelas..... hanya satu dari mereka yang benar-benar mati, kau tahu?]
“Jika aku bisa bertarung dengan aman maka ini tak masalah.”
Yang terakhir—hanya sesaat setelah melihat orc yang tersisa, orc hitam memasuki pandanganku.
Karena air menetes dari tubuhnya, mungkin dia mandi dari tadi.
Mungkin dia benar-benar hidup dengan santai. Tapi, itu juga menunjukkan bahwa dia sangat pintar. Seekor orc yang mandi itu sangat aneh.
Mungkin dia menjadi panik, nafasnya begitu tergesa-gesa.
“Nona Francesca!!”
“YA!!”
Sebuah lubang muncul tepat dibawahnya.
Tapi dia mengelaknya dengan melompat kebelakang lebih cepat.
—Dia tidak hanya pintar tapi juga cepat, eh?
Dan, orc yang tersisa menuju kearah Nona Francesca tanpa keraguan.
“Lari! Tenang dan—“
[Menghindar, Renji!!]
Ketika aku mencoba bicara pada Nona Francesca, aku terkejut.
Diatas orc hitam itu, bongkahan batu melayang.
Aku tahu apa itu.
“Seekor orc memakai sihir?”
Dengan cepat aku melompat, sebuah batu sebesar manusia jatuh tepat ditempat aku berdiri tadi.
Tanah dan debu bertebaran, aku terkejut akan kekuatannya tapi cepat-cepat aku berdiri dan menghindar agar tak jatuh ke lubang.
Ini pertamma kalinya aku melihat orc memakai sihir.
Tak peduli seberapa pintarnya dia, apakah dia memiliki energi sihir? Ada batasan untuk melakukannya.
Saat kepalaku sedang dalam kabingungan, aku kehilangan orc hitam itu dari pandangnku.
[Ada luka?]
“Tidak.”
Kujawab singkat dan memegang pisau di tangan kanan.
Sambil membungkuk, aku melihat sekitar. Lubang, lubang, lubang. Dan orc hitam itu.....
“Renji-san, kau tak apa!?”
“Aku baik! Selain itu—“
Bagaimana denganmu? Sebelum aku bisa mengatakannya, kali ini orc hitam itu mengarah kepada Nona Francesca.
Kali ini atmosfer diputarbalikkan. Dan bentuk orc hitam itu memudar terlihat seperti asap.
“Tidak hanya batu?!”
Aku mulai berlari. Disaat yang sama, sebuah lubang muncul dibawah orc hitam.
Kali ini dia jatuh....itu cukup dalam. Dia berhenti jatuh di lututnya.
Tapi, kelihatannya ini mungkin untuk menghentikan aktivitas sihirnya.
Sebuah cara untuk melakukannya. Gadis itu mungkin memang memiliki bakat sebagai penyihir lubang jebakan.
Ketika memikirkan hal bodoh, aku bergerak dari posisiku yang membelakangi Nona Francesca dan lalu, aku mulai berlari kearah orc hitam.
Orc hitam itu berteriak.
Mengarahkan pisauku kearah perutnya. Jika aku tak bisa mengirisnya maka aku cukup menusuknya.
Akan kuakhiri orc ini disini. Seekor orc yang memakai sihir itu berbahaya.
Membiarkan penjagaanku turun karena itun adalah orc biasa, sebarapa sih daya hancurnya yang—
“Kyaaa!?!”
“!?”
Berhenti karena teriakan itu, aku berbalik ke Nona Francesca.
Disana, teman sepetualanganku telah ditangkap oleh seekor orc.
Fokus pada orc hitam, aku lupa pada orc yang tersisa. Aku akhirnya menyadari itu dan—
“Aah, seharusnya aku tahu.”
Si orc hitam membentangkan tangannya padaku. Dibelakangku ada Nona Francesca yang ditahan oleh orc. Aku takkan mungkin untuk mengelak dari serangan sihir yang akan dilancarkan berikutnya.
Didepan tangannya, sebuah bola api muncul, hitam gelap, sebuah api yang pernah kulihat sebelumnya.
Saat pandanganku bertemu dengan orc itu, aku merasa dia menyeringai.
Kuhentikan kakiku dan menghadap kembali kearah orc hitam itu dan memberi kekuatan ke lenganku yang menggenggam pisau.
Menangani apinya? Itu tak mungkin. Jubah yang kukenakan tak akan melindungiku dari api itu.
Jika aku menghindar, Nona Francesca akan mati—
[Ratapan yang bagus.]
Luar biasa, Ermenhilde memberi suara tidak sabar.
Tapi suara itu, membuatku sedikit lebih tenang.
Api hitam itu semakin membesar, sebesar manusia dan masih tetap membesar.
Tanpa aku dan Nona Francesa, itu bisa menelan orc lain dengan sempurna.
Yah jelas sih. Itu memang jenis dari api itu.
Aku tahu. Hanya berapa banyak teman dan musuh yang telah ditelan oleh api itu?
“Ermenhilde, pinjami aku kekuatanmu.”
[——Roger pak.]
Cheat, Yamada Renji, milikku itu sangat lemah. Hanya bisa digunakan dibeberapa kondisi tertentu.
Itulah kenapa, tak seperti ke-12 lainnya, aku yang paling lemah.
Tapi, di situasi tertentu itu.
Di sebuah situasi dimana kondisi spesifik itu terpenuhi.
Aku juga, merupakan salah satu dari pembunuh dewa [God Slayer].