TL's Note : Hai Hai, Minna! Kutunggu kritik dan saran dari kalian, ya! Semoga bisa menyemangatiku yang sedang dipenuhi tugas ini -_- Dan juga karena Bab Haganai ini sebentar lagi akan selesai, aku mau coba menerjemahkan OnS: Vampire Mikaela. Jadi, supaya bisa lebih baik lagi untuk ke depannya. Ditunggu loh tanggapannya! Baiklah, sekian dariku. Arigatou~ ^^
ORION
Sikap semua orang yang ada disekitarku menjadi sangat berbeda sejak imej-ku berubah.
Yozora berpendapat : ..... Sepertinya... Aku sudah menyebabkanmu jadi sangat sulit untuk dimaafkan ........ Aku juga akan berusaha keras, makanya ...... kau juga jangan menyerah!” Dia pun menitikkan air mata. Seolah kita sedang berada dalam alur cerita yang mengharukan.
Sena tertawa terbahak-bahak, lalu, “ Kau sama sekali tidak cocok dengan itu!” sebelum pada akhirnya dia menjadi serius dan menatapku.
“........ Bukannya kau pernah bilang saat festival musim panas, kalau rambut pirangmu itu adalah penghubung antara kau dengan ibumu. Makanya kau tak mau mewarnainya?”
“Aku tidak mewarnainya,” Aku menjawabnya sambil melepaskan wig-nya, lalu ......
“Wig atau mewarnai rambut atau apapun itu, fakta bahwa kau menyembunyikan sesuatu takkan berubah.”
“Kupikir juga begitu ...... Seperti yang kau bilang tadi ...... Tapi daripada terus bergantung pada masa lalu, mulai sekarang aku harus melakukan sesuatu yang lebih berarti.”
“Hmmmmm.......? Yah, kurasa akan baik-baik saja selama kau tidak menanggapinya terlalu serius.”
Sena berkata begitu, meskipun kelihatannya dia masih kurang puas.
Yukimura pun sejenak memandang kearahku dengan tatapan kosong. Lalu, pipinya memerah tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya...... Ini memalukan, ayolah katakan sesuatu!
Maria juga pecah dalam tawa: AHYAHAYAHYAHAYA! Kakak berubah jadi hitam! Lucu sekali; Ini kakak, tapi dia hitam!”
“Hegh---!” Kate bersendawa karena cola yang sedang diminumnya. Setelah itu, dia berkata dengan ekspresi yang sangat ramah, “Sesekali datanglah keruang konseling. Kalau ada sesuatu yang mengganggumu, aku siap mendengarkannya kapanpun ......” Sejak awal aku memang menganggapnya sudah seperti sesosok kakak bagiku.
Pegasus, yang sudah sering mengunjungi sekolah, membuat wajah seolah sedang berhalusinasi dan kebingungan, sambil menyebut pelan nama ayahku, “Hayato .......?!” Setelah mendengar ceritanya, ternyata ayahku juga pernah memakai kacamata bohongan agar terlihat lebih serius, dan aku terlihat seperti dirinya yang dulu.
Hinata-san terus tertawa tanpa mempedulikan ucapanku dan menanggapi penampilan baruku: “Ooh, cocok banget kok, Kodaka! Hahaha---!”
Akane-san memperhatikan seluruh penampilanku dulu, lalu, “Aku tahu kok, kalau rambut aslimu itu memang pirang jadi tak masalah bagiku. Tapi dengan begini kau akan jadi lebih mudah berbaur dengan kehidupan sekolah biasanya.” Dia bilang kalau seperti inilah penampilan anak sekolah pada umumnya.
Disisi lain, Aoi menyukai rambut pirangku dan berkata dengan ekspresi yang kurang senang, “Umm. Padahal keren loh, sayang sekali! Kenapa kau malah mengubahnya jadi polos begini?!” Aku sih tak peduli, yang kupikirkan adalah seleranya ketua OSIS selanjutnya.
Karin juga tak mengangkat alisnya seperti saat dia melihat perubahan imej-ku yang pertama, tapi dia malah membicarakan tentang menarik tidaknya gameboard  yang dia mainkan waktu hari Minggu--- Padahal aku tak pernah menanyakannya. Namun, ketika aku bertanya mengenai penampilan baruku, karena entah mengapa dia bertingkah seolah semua terlihat biasa saja, wajahnya malah kebingungan dan balik bertanya, “Eh? Memangnya apa yang berubah?”
“Oh, ayolah! Ada sesuatu yang berbeda, kan?” Aku menunjukkannya dengan mengibaskan poniku.
“Aah ...... Kau memotong ponimu, ya? Kayaknya biasa aja deh.”
“Yah, aku memang memotongnya sedikit! Ta-Tapi ada yang lainnya, kok?!”
Aku menyapu rambut hitam palsuku dan juga menaikkan kacamataku.
“Kau mengganti kacamatamu, ‘kan? Kalau menurutku sih, yang lama lebih cocok loh.”
“Aku tidak menggantinya! Baru kali ini aku memakainya! Hentikan jawabanmu yang setengah-setengah itu!”
“......... Aku cuma bercanda kok! Aku tak peduli tentang penampilan maupun potongan rambutmu, jadi aku mengabaikannya saja.”
“.......... Begitu, ya"
Aku mendapatkan banyak reaksi yang sama seperti saat Rika menanggapi perubahan drastisku, tapi saat menerima reaksi yang terakhir ini aku jadi agak sakit hati.

Yah, begitulah kira-kira reaksi dari orang-orang yang mengenaliku.
Selanjutnya adalah reaksi yang paling menegangkan: mereka yang tidak pernah mau kutemui dan juga yang selalu menganggapku sebagai anak yang nakal.
Teman-teman sekelasku di 2-5 semuanya jadi kebingungan, tapi hanya pada awalnya saja.
Hari Senin pagi, aku langsung duduk dikursiku dan tahu betul kalau gosip sudah menyebar luas tentang perubahanku yang tiba-tiba ini. Namun, setelah jam pelajaran pagi berakhir, kebingungan pun mereda........ Kelihatannya teman sebangku-ku merasa anehdengan penampilanku.
Mereka yang dari klub dan komite pun biasa saja dengan penampilan baruku saat aku membantu pekerjaan OSIS, sepertinya mereka tidak tahu penampilanku yang sebelumnya.
“Hoi, bawa yang ini juga ke ruang penyimpanan olahraga.”
“Ah, yang disana!”
......... Mungkin mereka pikir aku ini pengurus OSIS baru, makanya mereka bisa dengan mudah mempercayakan pekerjaannya padaku. Saat rambutku pirang mereka melecehkanku, berbeda dengan sekarang. Rambut hitam dan kacamata memang luar biasa!
Bahkan diantara mereka yang tahu kalau aku ini orang yang mereka kenal atau mengingat reputasiku sebagai ‘Si Nakal Hasegawa Kodaka’, mereka hanya melengos setelah melirikku sejenak seperti yang dilakukan murid lainnya tadi.
Kalau terus begini, aku sih tak masalah dengan label baruku sebagai ‘Hasegawa Kodaka Si Anak Serius yang Berambut Hitam dan Berkacamata.’

Setelah kejadian itu, 3 hari pun berlalu sampai acara Malam Natal.

Sepulang sekolah, aku jadi sering keluar-masuk ruang OSIS untuk membantu segala persiapan OSIS.
Sesampainya di ruang OSIS, aku membuat tulisan kecil yang indah menggunakan kertas karton lalu disimpan didalam kardus.
Sebagian dari mereka ada yang menghias pohon Natal dan mendekor untuk acara Natal OSIS. Seperti yang kita tahu, gedung olahraga memang sering digunakan untuk acara sekolah dan kegiatan klub, untuk segala persiapannya dilakukan diruang perlengkapan atau diruang OSIS.
Didalam ruang yang sempit ini ada anggota lainnya, seperti: Mikadzuki Yozora dan Hidaka Hinata, yang duduk dihadapan yang lainnya sambil belajar, ditambah lagi Yusa Aoi yang sedang mengerjakan sesuatu.
“......Oi, bodoh. Hitungannya salah nih.”
“Eh? ..........Umm.......... O-Oh, ya-yang ini, ‘kan? Pa-Pantas saja kayaknya ada yang salah gitu! Hahaha!”
Hinata-san pun tertawa agar bisa mencairkan suasana, tapi Yozora malah menatapnya dengan dingin.
“.......Bukan. Yang salah itu pertanyaan nomor dua dilembar sebelah kanan.”
“Ap—?! Ka-Kau pasti salah lihat.......!
“Cuma bercanda kok, bodoh.”
“A-Awas kau ya, Yozora!”
“.......Apa sebenarnya kau juga berniat untuk menelitinya seperti intel dengan matamu yang seperti udang itu? Kalau kau terlalu sibuk mencari rumus yang praktis, cobalah untuk menyamakannya seperti artoproda..... Kalau kau bisa.”
....... Bahkan selama mengajari Hinata-san dengan keras seperti ini, Yozora tetap mengatur pekerjaannya sendiri disaat yang sama. Dia menggunakan kalkulator ditangan kirinya sambil menulis angka-angka kecil dilembaran yang ada dihadapannya.
“Maaf, Mikadzuki-san—! Aku sudah selesai mengatur jadwalnya, silahkan diperiksa!”
Aoi segera memeriksanya
“..... Jadwal hari pertama dan ketiga sudah bagus. Tapi kurasa untuk hari kedua, antara makan malam dan pemadaman lampu, waktunya bentrok. Coba diperiksa lagi.”
“Aah.........! Aku juga sama!”
“Aku juga sudah memeriksa jadwalnya. Dan itu....... jadi sulit terbaca, ‘kan? Tambahkan lagi spasi diantara huruf-huruf ini dan coba buat font-nya jadi agak lebih besar.”
“Baik—! Yang ini, ya—!
Aoi menatap penuh takjub kearah Yozora, yang sedang melakukan pekerjaan OSIS-nya dengan sempurna. Dia sudah terpaku padanya.
“Ah, satu lagi, ketua!”
“Hm?” Hinata mengakat kepalanya dan melihat kearah Aoi, tapi.......
“Ah, bukan ketua, tapi Mikadzuki-san.”
“(´Ï‰`)” ← Hinata-san.
Meskipun Aoi sudah terbiasa dengan Yozora sebagai ketua menggantikan Hinata-san........
“Apa itu?”
“Jadi, kami baru saja menerima permohonan agar Hinata-san berlatih dengan Klub Basket Perempuan hari ini.......”
Berdasarkan peraturannya, Hinata-san selaku ketua OSIS sebenarnya memang punya segudang permohonan bantuan yang masuk dari berbagai macam komite maupun klub untuk OSIS.
“Ooh, sekarang aku baru ingat! Kau dengar itu, Yozora. Aku harus segera ke——“
*BUAK—!*
Yozora memukul wajahnya Hinata-san seolah sedang memukul lalat.
“Aduh—! Yozora, kau membuat rumus yang sudah kuingat barusan jadi keluar dari kepalaku! Kalau kau mengizinkanku untuk bermain bakset, aku pasti bisa mengingatnya lagi!”
“Kalau memang gara-gara aku memukulmu barusan, tetap saja kau tak akan mengingatnya: karena kepalamu itu memang sudah berderik-derik. Jadi supaya nanti tidak keluar dari kepalamu lagi, aku akan memahatnya satu persatu. Kau tak akan bisa bernafas sampai rumus-rumusnya keluar dari hidungmu..... Yusa, bukankah sudah kubilang untuk membatalkan setiap permohonan klub yang masuk?
“Memang benar, tapi....... Klub Basket akan latih-tanding dengan sekolah lain hari Jum’at dan mereka tak akan bisa menggunakan gedung olahraganya sampai acara Natal-nya usai.........”
“Hm........ Kedengarannya rumit........”
Yozora terlihat kesal menatap kearah Hinata-san, yang sedang memperhatikannya dengan mata berkilau penuh harap.
“......... Lantas, untuk apa mereka mengajak si Bodoh ini untuk ikut berlatih?”
“Klub Basket kita punya banyak anggota yang kuat, namun kita tak bisa berharap banyak pada anggota yang baru saja direkrut tahun ini dan sekarang anak kelas tiga sudah pensiun, jadi yang tersisa hanya 9 anggota saja. Berlatih menjelang pertandingan disaat mereka membutuhkan anggota, sampai saat ini hanya Hinata-san yang bisa.”
“.......Kelas tiga seharusnya pensiun dan menyibukkan diri mereka untuk belajar, lagipula ini hanya rencana bodohmu saja, kan?”
“M-Mana mungkin aku berbuat begitu! Ini memang hanya tugas biasa sebagai ketua OSIS untuk membantu kepentingan siswa.”
Hinata-san menjelaskannya pada Yozora dengan nada yang keras sambil melotot.
“Kau tahu, Bu Guru Yozora...... Aku mau..... main basket.......”
“Pilih salah satu: menyerah atau mati.”
Yozora mengajukan kata-kata singkat pada Hinata-san yang sedang dalam keadaan kecewa.
“Kalau begitu, Mikadzuki-san. Apa kubatalkan saja permohonan ini?” Aoi bertanya.
“Entahlah...... Akan lebih baik jika ada yang menggantikannya, tapi——”
Tiba-tiba wajah Yozora menjadi kaget saat dia sedang berbicara, kemudian langsung berubah jadi merengut serius.
Mungkin aku satu pemikiran dengannya.
Yang kita tahu satu-satunya orang yang sanggup untuk melawan Hinata-san dalam olahraga, sudah pasti dia yang punya banyak waktu luang bersamanya.
“........... Tidak bisa, ya?”
“Tidak, tunggu.”
Aku berkata untuk menghentikan Yozora, yang terlalu memaksakan diri memikirkan kemungkinan yang bisa dia lakukan.
Demi seseorang yang berusaha untuk menaikkan popularitas diantara para cewek, membantu Tim Basket adalah kesempatan bagus yang dia butuhkan.
“Boleh kuberi usul, Yozora? Dia juga bisa menggantikan.”
Sambil berkata begitu, aku menatap matanya. Yozora mendengus dengan jelas.
“.......... Baiklah, lakukan sesukamu.”


Setelah itu aku mengajaknya ke gedung olahraga, ketempat dimana yang akan menjadi penggantinya Hinata-san berada—— Kashiwazaki Sena.
Sena sudah memakai seragam olahraganya.
Untuk menjelaskan situasinya, Aoi ikut bersama kami; dia juga mengganti seragamnya.
Ngomong-ngomong, saat aku menelepon untuk meminta bantuannya, kelihatannya dia masih berada diruang klub sambil bermain game seperti biasa dan reaksi pertamanya agak acuh.
[Haa.....? Basket......?]
“Iya. Kau bisa, ‘kan?”
[Hmm... Aku cuma ikut main ball game waktu kelas 2 SMP, jadi aku sudah agak lupa aturan mainnya......]
“Nanti juga kau bisa mengingatnya lagi, ‘kan?”
[........Benar juga. Baiklah, aku bisa kok.]
Seperti yang kita tahu Sena menganggap  “Aku ingat praturannya” sama dengan “Aku bisa melakukannya”.
“Baguslah kalau begitu tolong datang, ya.”
[Astaga..... Terus kau mau lihat permainan basket burukkku, gitu?]
“Yap, benar sekali.”
[........Anu—! ........ Tak bisa banyak membantu, maksudku...... Aku akan segera kesana, jadi tunggulah aku.]
Beberapa menit kemudian, kami sampai digedung olahraga.
Aoi memberi penjelasan, “ Hari ini, kau akan setuju dengan Kashiwazaki Sena untuk berlatih menggantikan ketua.” Reaksi dari para anggota Klub Basket sangat berbeda dengan anak kelas satu dan dua.
Anak-anak kelas satu seolah khawatir, “Apa benar dia bisa menggantikan ketua?” sedangkan para anggota kelas dua yang mengenal siapa Sena menanggapinya dengan reaksi negatif seperti, “Kenapa harus Kashiwazaki Sena?” atau “Kenapa harus dia?”
“Bi........ Bisa kita mulai?”
Sena menyapa mereka dengan senyum terpaksa.
Rasanya jadi agak canggung, tapi berusaha mengimbangi kondisi yang ada...... Saat wajah dengan senyum semacam ini, anak lelaki pun jadi ingin membawanya pergi.
Anggota basket mengembalikan sapaan tadi dengan tak nyaman. Sena dan Aoi pun membuat kelompok untuk pemanasan, setelah itu latihan dimulai.
Inilah persiapan untuk bertanding melawan sekolah lain, jadi hanya dibutuhkan latihan dengan 5-5 orang saja.
Tim yang sudah dibagi menjadi seperti: 5 anggota utama dengan rompi merah dan sisanya 4 anggota ditambah Sena menggunakan rompi putih.
Dan setelah itu.......
“Ooh! Kashiwazaki-san beneran main basket!!”
“Yang benar?!”
Aku mendengar suara para cowok.
Saat kulihat, sekumpulan anak cowok bergerombol dipintu masuk gedung olahraga sambil mengintip kearah sini—— Sudah pasti, mereka mengintip Sena yang ada diarena basket.
“Ahh, Permainan nona Sena....... sangat menghayati.......”
“Nona Sena—! Lakukanlah yang terbaik—!
Sena sendiri kelihatannya tidak peduli dengan para pengintip itu, namun para anggota basket sepertinya merasa terganggu.
“J-Jangan khawatirkan hal itu! Baiklah, kita mulai—!”
Aoi bersorak, dia sedang berdiri ditengah arena sambil memegang bolanya.
Jumper lebih tinggi dari anggota tim merah maupun putih; tinggi mereka setidaknya harus beda 10 cm.
Aoi melempar bolanya keatas dan kedua tangan pemain pun saling berebut.
Dan yang mendapat bolanya adalah—— Sena.
Sebenarnya perbedaan tinggi itu bukan apa-apa, buktinya dia bisa mengatur agar bolanya bisa diraih hanya dengan sekali lompatan.
Karena Sena yang mendapatkan bolanya....... kurasa itulah alasan mengapa para anak cowok bersorak-sorak.
Sena menerima operan dari pemain tim putih yang membawa bola dan mulai menggiringnya. Hanya orang bodoh yang berani mematahkan pertahanan dari para pemain hebat didepannya....... bisa dibilangitulah yang mereka pikir, tapi dia sudah melewati 2 diantara mereka dengan mudahnya dan didepannya ada 3 anggota lainnya yang menjadi pemain bertahan, dia pun membuat jump shot yang bagus.
Aku sampai lupa mengikuti arah bolanya, karena aku malah terpaku dengan rambut pirangnya Sena yang melambung diudara; seolah dia terlihat berkilauan.
Suara menyegarkan dari operan bola yang saling menggema, ditambah lagi sorakan dari arah bangku penonton.
“UWAAAAAAAAAHHHHHHHHHH! NONA SENA————!!”
Kehebohan anak-anak cowok memenuhi gedung olahraga, sampai-sampai sorotan mata tak mengenakkan dengan jelas mengarah dari kerumunan yang ada diarena........ Bahkan mereka malah duduk berdekatan denganku. Ini mungkin takkan pernah terjadi jika aku masih berambut pirang.
Disisi lain, Sena yang berhasil membuat shot, bahkan tak peduli sama sekali dengan kehebohan mereka. Sebagai gantinya, dia melihat kearahku dan tersenyum dengan bangga.
Rasanya wajahku seperti terbakar dan aku pun mengubah papan skor tim putih menjadi angka 2.
“Boleh aku membantu dengan papan skornya?”
Seorang anak lelaki yang tak kukenal menawarkan diri sebagai penjaga papan skor.
“B-Boleh saja. Silahkan.”
Aku jadi agak gagap, tapi menjawab dengan cara seperti apapun juga tak ada artinya.
“Baiklah,” dia berkata dengan santai dan berdiri disebelah papan skor tim merah.


Klub Basket Perempuan SMA St. Chronica sebenarnya memiliki 9 anggota, yang terdiri dari: enam anggota dari kelas 2 dan tiga anggota lainnya dari kelas 1, termasuk lima pemain bintang mereka yang dari kelas 2.
Menurut Aoi, meskipun mereka kekurangan anggota, anggota tim intinya masih menjadi salah satu diantara delapan tim terbaik se-provinsi.
Latih-tanding mereka minggu ini melawan klub sekolah lain yang memiliki kemampuan yang sama dan kelihatannya akan menjadi acara tahunan bagi kedua sekolah tersebut.
Meskipun hanya latih-tanding, ini tetap menjadi permainan pertama mereka dalam formasi baru. Mengingat anak-anak kelas 3 banyak yang sudah pensiun, makanya ini akan menjadi hal penting untuk bisa menentukan kemajuan tim.
Murid yang membantuku mengganti skornya, namanya Matsuyama-kun (kelas 2-4, dari Klub Judo, agak pendek, wajahnya imut-imut, kelihatannya juga ramah), karena aku ingin menjelaskan tentang Klub Basket ini lebih detail lagi. Makanya aku mempelajari beberapa hal dari para anggotanya.
Sang kapten dan point guard – Shinbashi Mika.
Dia sama seperti gadis ramah lainnya, tapi sekali dia menginjakkan kakinya di arena dia akan menjadi orang yang sangat berbeda – membentak keras saat memberi perintah sebagai pimpinan tim. Dan semuanya menaruh keyakinan besar terhadap pertimbangannya.
Shooting guard – Shiroyanagi Hiori.
Dia memiliki tubuh yang kecil sampai salah mengira dia itu anak SD, namun dia memiliki kepribadian yang galak dan paling ditakuti dikelas 1. Dia lemah dalam long shot, tapi taktinya saat menggiring dan lay-up setelah operan cepatnya itu menjadi senjata andalan yang dimilikinya.
Small forward – Amachi Gaia.
Senjata andalannya adalah serba bisa, terutama mengetahui secara akurat jaraknya untuk melakukan shot. Berlawanan dengan reputasinya, dia anak biasa yang berkacamata.
Power forward – Mizuki Reine.
Dulunya pernah mengikuti Klub Judo dari SMP hingga kelas 1 SMA, dia sering pergi bersama-sama temannya, Shinbashi. Yang membuka matanya tentang dunia basket, makanya dia pindah klub saat kelas 2. Gaya bermainnya sangat gesit. Dia wakil kapten hebat dengan berperilaku layaknya seoarang kakak yang baik hati.
Center – Saitou Nanaka.
Rata-rata tinggi mereka mencapai 175 cm. Meskipun dia bertubuh kecil dan pada awalnya terlihat lemah, tapi dia orang yang cukup kuat dan kemampuan mengopernya itu sangat akurat. Dia pemain biasa saat tahun pertama - tapi dia sudah berkembang menjadi center yang hebat setelah melalui berbagai latihan otot dan berlatih paling keras daripada lainnya. Makanan kesukaannya kesemek Jepang dan pir, hewan kesukaannya beruang, dia memiliki 2 adik laki-laki, dia menyukai kebun binatang dan akuarium, dia suka cerita hantu—— Bisa tahu ini semua karena Matsuyama-kun menyukainya.
Tim mereka memiliki kerjasama yang baik – meskipun kelemahan mereka adalah membuat tembakan jarak jauh.
Kemampuan masing-masing dari mereka penuh pertimbangan dan serangan mereka selaras dengan pertahanannya: saat ada yang berhasil, mereka akan memuji; saat ada yang gagal, mereka akan menyemangati; semangat tim mereka patut dipuji.

Dan tim yang bersama Kashiwazaki Sena sedang terdesak.
Segera setelah merebut kembali skor awal pertandingan, Sena pun langsung menghampiri mereka dengan gaya santai dan dengan cepat mengubah permainan jadi serius. Dimulai dengan kecepatan Shiroyanagi dalam mengambil alih arena dengan skor mereka, tim merah pun mulai mendominasi pertandingan. Kelihatannya Sena tidak bohong saat dia mengatakan, “Aku agak lupa dengan peraturannya" walaupun masih terlihat melanggar. Meskipun, sebanyak apapun mengoper, tim putih jadi mulai kewalahan terhadap tim merah.
Hanya ada satu alasannya : Permainan Sena sudah jadi lebih baik.
Awalnya, Shiroyanagi bisa dengan mudahnya merebut dribble-nya Sena. Namun, Sena langsung bisa membalasnya.
Dia menangkis operannya Shinbashi, memblokade tembakannya Amachi, menyerang balik Mizuki dan melewati penjagaan Saitou.
Tim merah awalnya hanya satu orang yang menjaga Sena pun berubah menjadi dua orang, lalu setelah dua menjadi tiga. Mereka yang berusaha untuk melawan Sena pun langsung mengubah taktik mereka, memperingatkan center mereka, yaitu Saitou, dan memfokuskan pada tembakan jarak jauh.
Tim merah tidak kalah terhadap taktik mereka; setiap kali permainan dimulai lagi, mereka memainkannya dengan sempurna. Mereka bisa langsung mengubah rencana mereka tepat disaat x-time akan berakhir, dan itu bukan hanya hal yang bisa kau pelajari dengan mudahnya; ini hanya tentang seberapa banyak mereka berlatih. Meskipun Sena langsung bisa mempelajarinya—— dengan mengumpulkan seluruh kemampuanya diluar Klub Basket.
Selama aku menonton pertandingan, aku jadi ingat saat aku mengajari Sena berenang dulu.
Sena belum pernah berenang sebelumnya dan – bahkan dengan pelatihanku yang tidak hebat ini – dia bisa menguasainya dengan cepat, malahan sudah 2 jam berlalu pun dia masih sanggup bersamaku.
Pertandingan ini sama seperti saat dikolam renang waktu itu.
Tapi tetap saja........ Lawan-lawannya adalah para pemain bintangnya Klub Basket—— selama cewek-cewek itu menunjukkan kekuatan asli mereka, bisa jadi mereka justru menjadi batu loncatan baginya.
Meskipun begitu, balkon jadi semakin terisi oleh orang-orang yang tadinya dipihak tim merah, berangsur-angsurmendukung Sena. Aku juga mendengar kalimat yang tidak mengenakan seperti “Klub Basket curang, ya?” darimana-mana. Bahkan Matsuyama – yang menyukai Saitou – terpesona dengan permainan Sena dan mulai mendukungnya. Karena lingkaran setan itu, permainan tim merah jadi memburuk dan celah poin mereka terus melebar.
Sementara itu, Sena mulai membuat banyak kesalahan selama dia sibuk menggiring dan menembak setelah mereka memasuki second half.
Kelihatannya dia sudah mulai kelelahan, dan saat dia datang menghampiriku, aku bertanya padanya, “Kau baik-baik saja?”
“Yah...... Kurasa aku butuh istirahat sebentar.......”
Sena berkata sambil mengusap dahinya.
“’Bergelantungan’, katamu?”
“Yap. Aku ingin mencoba itu.”
“’Itu?”
“Kalau tidak salah namanya dunk shot? Saat-saat keren dimana kau menggenggam bolanya dengan tanganmu, lalu setelah itu tinggal MASUK deh. Dengan lompatan tinggi yang pas, kurasa aku bisa melakukannya.......”
“Apa yang.......?!”
Seolah tak merasakan lelah—— Sena kembali kearena. Sayangnya, apa yang dikatakannya barusan terdengar oleh tim merah.
Menyadari bahwa mereka takkan mengurangi apapun selain menghambat, semangat juang mereka seolah tak pernah padam.
“..........Haha....... Apa ini.......?”
Kapten mereka, Shinbashi, tertawa garing dan menjatuhkan lututnya .
Anggota lainnya masih tetap berdiri, memandang dengan wajah yang putus asa.
“Anu........ A-Apa kau baik-baik saja?”
Aoi sebagai wasit bertanya dengan gugup kepada Shinbashi.
“Jelas-jelas kami sedang dalam masalah........”
Dia menjawab pelan karena anggota lain dari tim merah bergumam dengan putus asa:
“........Ini........ mustahil.......” “Padahal kita sudah sampai sejauh ini........” “.......... Bukankah ini sama saja kita seperti tak ada apa-apanya.......?”
“A-Anu, ja-jangan menyerah dulu.........!” “Be-Benar! Permainannya belum berakhir.......” Para anggota kelas 1 dari tim putih pun berusaha untuk menyemangati mereka.
“Apa yaang kalian bicarakan........? Kami sengaja bermain bersamaanak baru yang bahkan belum tahu aturan mainnya.......?! Jelas saja....... Kalian tak bisa menyebut ini sebagai permainan!”
Shiroyanagi pun meneriakkan mereka.
Tentu saja Sena yang juga menyadari suasana hati mereka yang berubah jadi memburuk.
“A-Anu......”
Sena berusaha untuk melakukan sesuatu.
Dia berpura-purabersikap sebaik yang dia bisa.
“Um, lihat........ Jangan terlalu memaksakan dirimu. Karena hanya akuyang diberkati banyakbakat.”
..........Mungkin karena nadanya yang halus itu, keangkuhannya tidak terlalu terlihat.
“Anu...... Bukannya kau yang akan berhadapan langsung dengan sekolah lain saat latih-tanding nanti? Begitu, ya? ......... Aku bisa membantumu nanti, kalau kau mau? Kalau aku yang ada disana, mungkin kaulah yang pasti akan menang——“
Memang sih, kalau Klub Basket dari sekolah lain bertanding seperti kita, mereka pasti akan langsung menang kalau Sena yang main......... Kurang lebih ini sama seperti situasi yang sekarang. Tidak diragukan lagi.
Sena mungkin tak bermaksud untuk menyakiti; dia sebenarnya mengatakannya dengan maksud baik.
Dia menyampaikan perkataan jujurnya karena dia yakin pasti bisa.
Sama seperti saat dia membuat Rika marah besar......... Sepertinya dia sedang mengkhawatirkan orang lain, tapi tanpa sengaja dia malah mengucapkan kalimat yang menyakitkan seperti, “Kau memang takkan pernah bisa mengalahkanku.”——
“SU........... SUDAH DIGANTI SAJA—!!”
Salah seorang yang kesal berteriak sambil marah didalam ruangan kepada anggota basket adalah Yusa Aoi.
Dia mungkin menganggapnya sudah menginjak-nginjak harga diri Klub Basket, sebagai orang yang juga menderita karena selalu diabaikan dikelas.
Dengan air mata yang berkaca-kaca sambil memandang kearah Sena, yang hanya bisa membalas tatapannya dengan bingung “M-Memangnya apa yang sudah kulakukan.........?”
“Kashiwazaki Sena—! Kau selalu, selalu saja menindas orang lain tanpa belas kasihan.......!”
Eh.......?”
Aoi terlihat memasang raut wajah yang jengkel dan Sena pun mengerutkan dahinya, dia sengaja menunjukkan pandangan tak mengenakkan dari wajahnya. Namun, tetap saja dia tidak mengerti sama sekali apa maksudnya.
“Kenapa kau tidak berkaca diri—?! Kenapa masih tidak sadar—?! Semua yang ada disekitarmu ini adalah manusia, kenapa kau masih saja tidak paham—?!”
“Kenapa kau malah jadi marah-marah tidak jelas dan meneriakkan kata-kata sampah itu? ......... Oh ya, ini juga bukan urusanmu loh.”
Jelas ini urusan——“
Aoi memotong ucapannya sendiri.
“..........Benar sekali. Bagimu, semua orang sama seperti batu, iyakan.......?”
“..........Maksudmu itu apa sih?”
Tanpa mengatakan apapun, Aoi hanya tersenyum kecut. Sena pun mulai jengkel.
Ini gawat.........!
Sebelum situasinya berubah jadi semakin buruk, aku pun berusaha untuk masuk ke arena, disaat yang bersamaan——

“..........Ada keributan apa ini?”

Suara yang dingin pun terdengar dari luar arena.
Pemiliknya adalah: Mikadzuki Yozora.
“Yozora?!”
Sena pun menengok, dari Aoi kearah Yozora, dengan terkejut.
“...........Aku mulai gelisah, jadi mungkin sebaiknya aku datang untuk memeriksa, dan ternyata memang benar. Kau ini selalu saja menyusahkan, Daging.”
“A-Aku tidak melakukan apapun!”
“Yusa. Jelaskan apa yang——“ Dia pun bertanya, namun setelah itu, “........Tidak perlu, aku sudah tahu.”
Yozora menghela nafas setelah melihat keadaan diarena.
“Yusa, ikutlah denganku.”
“Ya?”
Yozora berjalan kearah ruang ganti bersama Aoi yang mengikutinya seperti anak anjing, dengan wajah serius.
Mereka berdua pun pergi kearah yang sama.
“Ehhhh?! Ko-Kok jadi gini sih! Ka-Kau pasti bukan Mikadzuki! Jangan bercanda dong! Heei—! Ku-Kumohon jangan! Ka-Kalau kau mau bertindak, setidaknya kumohon bersikaplah lebih bijak! J-JANGAAAAAANNNNNNN!”
Beberapa saat kemudian, setelah teriakan Aoi mereda. Yozora dan Aoi pun keluar dari ruangan.
Tapi, Yozora sekarang memakai seragam olahraga. Dan kelihatannya agak lebih ketat.
Aoi buru-buru mendahului Yozora, membawakan pakaian dan roknya Yozora. Sambil melepas dasi dan pakaiannya.
Yozora masuk kearena dengan pakaian olahraganya Yusa.
“Apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Sena.
“Aku menggantikan........... Bergantilah denganku.”
Yozora berkata pada Shinbashi yang masih duduk.
Anehnya lagi, Shinbashi berdiri dan menyerahkan rompi merahnya kepada Yozora.
Dengan acuh, Yozora memandang Sena lagi dan berkata dengan lantang:
“Akan kutunjukkan pada hewan buas ini bagaimana manusia saat bertarung!”
Sena yang tertantang pun menyeringai.
“Menarik juga....... Aku pasti akan menghancurkanmu.”
Setelah menerima kata-kata itu para anggota tim merah seperti ketakutan, kecuali Yozora, yang sama sekali tak gentar: dia justru menunjukkan ekspresi yang mengerikan.


Setelah Yozora berdiskusi dengan anggota tim merah, pertandingan pun dilanjutkan.
Diskusi mereka tak sampai satu menit, tak ada yang tahu strategi macam apa yang akan mereka gunakan untuk menghadapi Sena hanya dengan diskusi yang sesingkat itu.
Apa yang  akan kau lakukan, Yozora.........?
Selagi aku memikirkan pertanyaan itu, aku memperhatikan dengan seksama pertandingan yang sedang berlangsung.
Permainan dimulai dengan lemparan kedalam oleh tim putih, dan mereka langsung mengoper bolanya kearah Sena.
Sena mulai mengambil alih bolanya dan maju kedepan.
Tim merah yang berhadapan langsung dengannya adalah—— Yozora sendiri.
Sena sama sekali tak ragu bahkan dijaga oleh 3 anggota Klub Basket sekalipun, jadi akan sulit dibayangkan bagaimana dia bisa melawannya satu persatu, meskipun begitu.......
“Bukankah ini sempurna?!”
Sena tersenyum lebar kepada Yozora, rupanya kesenangan itu berasal dari dalam hatinya.
Yozora berdiri tepat didepan Sena yang menghampiri dan dia mulai menyerang kearahnya.
Sena berusaha menghindari Yozora, makanya Yozora mengulurkan tangannya untuk merampas bolanya, saking dekatnya mereka berdua sampai sulit mengatakan apa mereka melakukan kontak atau tidak.
*GEDEBUK*—— suara menggema diarena dan Yozora terjatuh dengan cara yang menakjubkan.
“UWAH—!” Yozora menjerit dan berkata, “Aduh?!” saat Sena keheranan.
Saat itu pula, Aoi langsung meniupkan peluit.
“Pelanggaran! Putih nomor 2!”
“Hah?! Tadi aku cuma menyenggolnya!”
Sena memprotesnya.
“........Astaga, makanya kalau punya dada tuh biasa aja.”
Yozora berkata sambil berdiri. Nadanya terdengar datar, tapi dia terlihat agak kesakitan.
“Kau.......!”
Sena cemberut, tapi keputusan wasit tetap ia patuhi.
Sekarang tim merah mendapat giliran menyerang.
Mizuki melempar kedalam dan mengarahkan bolanya ke Yozora. Yozora maju dengan dribble yang lambat.
Dribble-nya memang sangat lemah, tapi gerakannya Sena dan anggota Klub Basket terlihat lebih menakutkan.
“Akan kutangani sendiri!”
Sena memberitahu kawan setimnya dengan lantang dan menghadang Yozora.
Mustahil bagi Yozora melewati Sena dengan tekniknya, jadi bisa dikatakan bahwa tak ada kesempatan baginya mengoper—— mungkin saja bisa, tapi Yozora justru berlari kearah Sena.
Ketika Sena mengulurkan tangan dan berusaha untuk mencuri bolanya, tiba-tiba Yozora mengubah arahnya dan——terjadi pelanggaran lagi. Sena mendorong Yozora........ Benarkah? Aku tak begitu memperhatikannya sih........
“Pelanggaran! Putih nomor 2!”
Kemudian, wasit memberi Sena pelanggaran lagi.
“Tu-Tunggu sebentar! Kenapa kau sengaja bersenggolan denganku?!”
“Hmph, itu karena kau terlalu kuat.”
Yozora hanya tersenyum.
“Hei, wasit! Lihatlah lebih dekat! Kau tidak sedang mengejekku, ‘kan?!”
“M-Mana mungkin aku melibatkan urusan pribadiku sebagai wasit! Kau melakukan pelanggaran, entah seperti apapun kau melihatnya! ........Mungkin......!”
Aoi membantah tuduhan Sena.
Pastinya penilaian sebelum Yozora datang, memang adil; meskipun dia menuduh telah mengasihi Yozora, kupikir tak mungkin Aoi akan melakukan hal semacam itu.
“Keputusan wasit adalah mutlak. Kalau kau bermaksud untuk berkelahi, ini akan dianggap sebagai pelanggaran juga, iyakan?” Yozora menyela.
............Tadi saat permainan dimulai, sebelum Yozora datang. Sena melakukan pelanggaran. Setelah mendapat lima pelanggaran, dia dikeluarkan dari permainan, jadi hanya tersisa dua lagi dan Sena akan keluar dari garis permainan.
Jadi inilah yang direncanakan Yozora....... Kalau kau tak bisa mengalahkan lawanmu, buat dia keluar dari permainan.
“Jadi itulah yang............ Kau........... dasar pengecut..........!”
Sena pun menyadari apa yang Yozora rencanakan dan langsung menggertakkan giginya karena kesal.
Pengecut, ya......... Kau sudah pasti menyebut ini sebagai perbuatan pengecut, tapi tak seorangpun ada yang akan berpikir bahwa 2 menit yang lalu Yozora terjatuh: jelas-jelas dia kesakitan saat berdiri. Kalau dia bertingkah berlebihan, ada kesempatan kalau Yozora sendirilah yang akan kena pelanggaran dan meskipun ada yang menyadarinya, bagi seorang amatiran yang menempatkan dirinya digaris lawan yang sudah pasti kuatakan justu terlihat lucu.
Tim merah yang melempar kedalam dan Mizuki mengopernya ke Amachi.
Sena kemudian menahan operannya Amachi ke Saitou.
“Kau selalu saja curang! Aku akan mengalahkanmu dan juga tipuanmu itu!”
Jauh dari rasa takut akan melakukan pelanggaran lagi dan  menahan diri, kemarahan Sena justru membuatnya jadi lebih agresif dalam mengontrol bola dan menerobos garis lawan.
Dalam sekejap dia melewati Saitou dan Shiroyanagi, dan berhadapan langsung dengan Yozora yang sudah siap diposisinya.




-PICT-


Yozora dengan santai menyambut kedatangan Sena, tapi mereka bersenggolan lagi selagi dia berusaha untuk menghindar.
Suara gemanya bahkan jauh lebih dahsyat dibanding saat tubuh Yozora terjatuh dengan kejamnya dilantai arena.
Benarkah ini cuma pura-pura........?!
“Pelanggaran, putih nomor 2—— Tunggu, apa kau baik-baik saja, Yozora?!”
“Yozora.......!”
“Tungg— Kau......”
Aku dan Sena berteriak bersamaan dengan penuh cemas.
Darah keluar dari dahi Yozora.
Untungnya, tak banyak darah yang keluar dan kelihatannya bukan luka serius. Tapi keterkejutannya tak terelakkan. Melihatnya dari dekat, bukan hanya dahinya saja: dia juga mengalami memar dilengan dan lututnya yang didapatinya dari dua pelanggaran sebelumnya.
Yozora menyentuh dahinya dengan tangannya dan menyadari bahwa ada darah, dia langsung merengut seperti biasa dan, “Hmph........”
“Y-Yozora........ Apa kau baik-baik saja.......?”
Sena pun bertanya dengan khawatir, kemudian Yozora menjawab, “Tidak apa-apa.”
Darahnya menetes dilantai.
“Kenapa......... kau melakukannya sampai sejauh ini........?! Apa untungnya kau sampai menyakiti dirimu sendiri hanya untuk jadi pengecut?! Bukankah cukup hanya dengan bertanding secara adil dan jujur saja?!”
Pertanyaan yang sampai membuat Sena berteriak itu, dijawab oleh Yozora dengan senyum yang dingin.
“Ini-lah permainan yang adil dan jujurku......! Kalau kau tak bisa menang dengan kekuatan, lawanlah dengan kecepatan! Kalau kau pun tak bisa melawan mereka dengan kecepatan, lawanlah dengan teknik! Kalau kau tak punya teknik, gunakanlah otakmu! Kalau kau tak bisa mengaturnya dengan otakmu, berkeringatlah untuk dapatkan celah! Kalau keringatmu masih belum cukup, dengan darahmu! Bagaimana bisa kau melawan raksasa jika kau tak mau berkeringat maupun berdarah?!”
Dengan nada dan sikap yang seolah dia sudah berpengalaman, Yozora berteriak cukup keras hingga terdengar sampai keluar arena—— “Aduh.......” Dia meringis kesakitan.
“S-Sudah cukup! Cepat bawa dia ke UKS, bodoh!”
“B-Benar juga, Mikadzuki ayo!”
Ketika Sena dan Aoi berkata demikian, Yozora hanya diam sambil membuka rompinya dan keluar dari arena.
“Kuserahkan padamu.”
“BAIK!!”
Shinbashi menjawab dengan penuh semangat sambil menerima rompi dari Yozora.
“Baiklah—! Kita pasti bisa, Mika!” Mizuki berkata pada Shinbashi. Kemudian dijawab olehnya:
“Mikadzuki! Kita takkan pernah menyerah!”
Shiroyanagi berkata sambil berbalik kearah Yozora pergi. Kelihatannya semangat anggota lainnya juga telah kembali.
Begitu, ya............... Inikah tujuan sebenarnya Yozora?
Kemenangan melawan Sena yang kedua: tujuan sebenarnya adalah untuk menyalakan kembali semangat bertanding Klub Basket dengan cara berkorban.
Yozora berjalan tanpa ditemani dan meninggalkan gedung olahraga sendirian, tanpa berbalik sedikitpun.
“Memaksa posisi Kashiwazaki agar terpojok.......... Apa-apaan itu?”
Matsuyama bergumam dengan keheranan disebelahku.
“Kamu tidak tahu siapa dia?” Aku menjawabnya dengan logat sopan—
“Dia itu adiknya ketua OSIS dan ketua Klub Tetangga: Mikadzuki Yozora.”

Shinbashi memasuki arena dan pertandingan pun dilanjutkan kembali.
Pemain bintang Klub Basket tak bermaksud untuk melawan Sena seperti yang Yozora lakukan dan sengaja menimpakan pelanggaran lagi, melainkan mereka bertandingsecara adil dan jujur. Saat melihat kembali kemampuan asli mereka, mereka masih belum memahami gaya mereka bermain, dan mereka membawa pertandingan jadi lebih menarik. Tapi, penyesalan mereka justru menghancurkan segalanya.
Meskipun begitu, mereka akhirnya kalah. Keputusasaan masih tertinggal didalam raut wajah mereka; Aku meyakinkan mereka bahwa latih-tanding nanti jauh lebih penting.
Demikian pula dengan nama Mikadzuki Yozora yang mulai menggema dipenjuru sekolah; orang keren yang menolong Klub Basket disaat yang tepat, dan membuat Kashiwazaki Sena jadi nge-down.

Catatan penerjemah dan referensi
Untuk kali ini tidak ada catatan dari sananya. Jadi akan kuisi dengan salam dariku untuk para pembaca setia Kimi Novel.