ELANG HITAM YANG MURUNG
Empat hari berlalu sejak Yozora terbiasa untuk keluar masuk ruang OSIS, Kobato yang memutuskan untuk berperan sebagai pemain utama wanita, dan Sena yang berusaha untuk menaikkan popularitasnya dengan cara apapun. Sekarang jam makan siang di hari Jum’at.
Biasanya, aku dan Rika makan bersama di mejanya untuk makan bento yang kubuat tadi pagi.
Dia jadi sangat marah setelah dari ruang klub setelah mendengar penjelasan Sena, tapi kelihatannya marahnya itu terus berlanjut sampai sekarang. Sekarang, dia jadi terus berada dilab sejak saat belajar, bagaimana untuk “Meningkatkan perbedaan diantara dada yang ada diseluruh dunia. ~Meskipun faktanya kau berada di puncak Olympus, semua jurang dan pegunungan terlihat sama~
Anggota yang memang datang ke ruang klub setiap hari itu hanyalah Sena. Disisi lain, aku jadi sering dipanggil untuk membantu pekerjaan OSIS, dan Kate meminta bantuan untuk membeli perlengkapan Natal, jadi aku sangat jarang menghabiskan waktu didalam klub.
Dari apa yang kudengar dari dirinya sendiri dan dari rumor yang beredar, rencana Sena untuk lebih populer kelihatannya jadimengambil langkah maju dan mundur.
Tapi, kelihatannya orang-orang yang memuja Sena meningkat pesat, jadi mungkin bukan masalah kalau bilang dia mendapatkan hasilnya.
Popularitasnya Sena diantara para anak cowok mengalami peningkatan pesat.
Kehilangan perilaku yang terlihat baik dengan orang (hanya didepan saja) dan bersikap lembut saat berinteraksi dengan yang lain (sekali lagi, hanya didepan saja), mengubah Sena menjadi cewek cantik yang ideal dalam bagi para anak cowok.
“Bagaimana kalau dia yang cantik dan seorang tuan putri itu menjadilebih sedikit.....” Dia sudah lebih dulu mendapat dukungan dari mereka,dan penggemar masokisnya Sena yang asli juga mengatakan hal demikian, “Suatu kehormatan bagiku bisa bekerjasamadengan tuan putri Sena!” tanpa adanya sedikitpun keraguan dari mereka.
Tapi, perilaku barunya ini menghilang dengan adanya kebencian dari murid-murid perempuan yang menganggap kalau itu tak lebih dari “menggoda para anak cowok” dan itu membuat popularitasnya dengan mereka semakin menurun. Dan selama dia terus diawasi oleh para anak cewek, ditambah lagi dengan sebutan ‘insting cewek’, mungkin mereka melihat dari tindakannya itu.
Disisi lain, reputasinya Yozora dengan para anak cewek pun meningkat.
Sama halnya dengan aura yang membuat Karin langsung jatuh, penampilan Yozora yang bak “cewek-cowok” justru selalu terlihat lebih keren bagi para anak cewek dan semenjak dia sekarang jadi lebihsering terlihat bersama Akane-san, sikap “tomboy” mereka malahterlihat seperti sedang memainkan drama yang keren itu,sangat enak untuk dilihat.
Sikapnya saat berbicara itu keren dan agak kasar tapi dia juga sangat peduli dengan orang lain, belum lagi kerjanya yang bagus tanpa banyak bicara.
Sekarang kalau Yozora mulai melakukan pekerjaan birokratis untuk menggantikan Hinata-san, yang agak buruk dalam hal itu, sekarang kerjaan OSIS jadi lebih efisien. Melihat cara kerja Yozora yang gesit, membuat Aoi tekagum-kagum---
“Hinata-san tidak terlalu menginginkan Mikadzuki-san untuk menjadi ketua kami sekarang ini!”
Bahkan Yukimura, yang sebelumnya menunjukkan wajah mengecewakan terhadap Yozora, sikapnya mulai berubah, “Kelihatannya aku sudah salah menilai kak Yozora.”
Tak ada yang tahu bagaimana ini bisa bocor, tapi rumor yang mulai tersebar diantara para murid kalau Mikadzuki Yozora sebenarnya adalah adik kandungnya Hidaka Hinata. Membuat popularitasnya Hinata, yang terkenal diseluruh kalangan, langsung bergeser kearah Yozora.
Keberadaan Sena yang diidolakan oleh para anak cowok.
Lalu keberadaan Yozora, yang terlihat seperti cewekdewasa dan popularitas yang langsung melejitsejauh ini disekolah.
“........Semua yang kulakukanseharusnya tak beda jauhdari Sena maupun Yozora. Jadi, kenapa hanya aku saja yang tak bisa jadi lebih populer......”
Aku punmengeluhpada Rika.
Berusaha untuk membantu persiapan misa Natal dan perjamuan, membantu pekerjaan OSIS bersama Akane-san dan Aoi dengan sebaik mungkin....... Kelihatannya usaha itupun selalu saja disalahartikan. Reputasiku sebagai anak nakal belum juga hilang.
Semenjak aku kabur dari Klub Tetangga dan mulai membantu OSIS hingga sekarang, cerita kerennya akan jadi seperti “Mereka pastisering menasehatinya dan sekarangmalah jadi membantu OSIS untuk mengubah reputasinya.” Atau hal yang semacam itu.
“Kau tadi fertanya kenafa, fukannya kau fudah tahu?”
Rika bertanya dengan mulut yang masih penuh dengan telur goreng dan telur ikan, sambil melihat kearahku.
“Apaan tuh?” itulah yang tidak kukatakan, jadi aku tetaplah diam.
Setelah dia selesai makan, Rika pun langsung berkata,
“Kau sudah tahu, kan? Kalau ada yang berbeda antara Yozora-senpai dan Sena-senpai dan Kodaka.”
“........”
“Pe-nam-pi-lan.”
Aku memasukkan ayam goreng kedalam mulutku dan memakannya. Seperti yang kubayangkan, ini sangat lezat.
“.......Biarkan aku berbicara sebagai seorang teman. Seorang anak lelaki yang luar biasa, tak hanya bisa memasak tapi juga mengerjakan pekerjaan rumah, belum lagi dia orang yang peduli, catatan kehadiran yang sangat bagus dan sangatseriussaat dikelas, ditambah lagi kemampuan akademik dan olahraganya tak bisa diremehkan, Hasegawa Kodaka seorang anak umur 17 tahun yang punya hobi membaca, meninggalkan daya tariknya sebagai cowok kece, bisa kupastikan kalau alasan diaselalu menghindar dari orang banyak itu bukan karena kepribadiannya. Aku sangat suka dengan selera humornya yang seperti DADA MANA YANG KAU SEBUT DAGINGKECIL HAH?! MAU MATI KAU.....?! Oh maaf, sepertinya kita keluar dari topik.”
......’Meninggalkan daya tariknya sebagai cowok kece’. Rasanya dadaku jadi agak sakit setelah mendengar hal itu, tapi aku memilih untuk mengabaikannya saja.
“Rambut dan raut wajah yang seperti itu...... terutama rambutnya. Meskipuntak masalahjika sekolah ini tidak terlalu ketat, tapi memiliki gaya rambut seperti itu disekolah agama seperti ini—yang biasa dipakai oleh anak-anak cewek populer—sudah pasti ini kesalahan fatal. Saat kau melihat seperti apa para aktor keren dengan rambut pirang disekolah, tapi karena kau bukan artis jadi pastinya kau sering dapat masalah, kan?”
“Enggak kok, aku tak pernah menganggap kalau aku ini mirip Seo-ku-----“
“Jangan coba-coba memaksakan dirimu, bocah! Kau pikir orang sepertimu terlihat mirip dengan mantan anggotanya Inago Rider yang keren itu?! Bodoh!”
Rika mengalihkan pandangannya dengan “huuh....” Kelihatannya dia penggemar dari Seo-kun. Jadi dia bukan hanya penggemar anime mecha tapi juga film Tokusatsu.
“Cu-Cuma bercanda kok.... Jangan terlalu diambil hati. Sebenarnya aku tidak terlalu menganggap aku ini mirip..... Tapi aku juga nggak mau merasa mereka mirip dengan penampilanku jadi itu cuma pemikiranku saja......”
“Aku sangat mengerti perasaanmu, tapi kalau kau mengatakan isi pikiranmu itu lalu apa yang kau pikirkan tentang mereka yang punya ketertarikantentang hal itu. Sudah pasti penampilannya itu hal yang penting baginya. Kalau aku mau memberi contoh dari novel ringan, kita bisa menyebut salah satu contohnya sesukamu dan pasti pikiranmu akan jadi seperti, “Ah! Aku jadi ingin sekali membaca itu.” Lalu kau pasti akan mencari buku lain yang pengarangnya berbeda dengan tema yang sama, dan ternyata hanya latar belakang pengarangnya saja yang mirip. Gaya bahasa dan isinya sangat berbeda.”
“Bagaimana dengan [BunGe-bu] yang tidak seperti [Oregairu] atau [OreJigoku] apa mungkin mereka itu punya kemiripan?”[1]
 “Yap.”
Jadi kau lebih memilihtampilan daripada isinya, ya.......? Aku tak mau membahasnya sih tapi itu kan beda jauh.
Terkadang saat aku melihat-lihat sampul novel ringan sambil mencari sesuatu yang bisa bikin klop, aku tak pernah mengingat nama pengarangnya tuh. Hanya saja saat aku mau membeli buku yang baru rilis di ‘Amazonees’ aku melihat nama pengarangnya dulu, dan jugasaatkupikir “Bukannya ini pengarang dari buku yang kubaca sebelumnya?”
“.........Bahkan saat ada manga atau novel ringan yang diadaptasi, sebenarnya semua desainnya memang samasaja dengan sumber aslinya, kan....?”
“Yah, kira-kira seperti itulah yang biasanya, jadi tolak ukur bagaimana menghargai karya asli untuk dijadikan karya visual, dengan syarat kau tidak benar-benar menganggap alur karya aslinyasama.”
Rika-san dengan tenang menjelaskan intinya.
“Makanya daripada memaksakan diri untuk ikut acara cosplay atau semacamnya, lebih baik membaca karyanya saja, maksudku mereka punya daya tarik tersendiri untuk disimak, tapi.... eng, kita mau bicara apa lagi yah?”
“Padahal aku sudah mengambil beberapa perumpamaan dan mulai menyampaikan pendapat tak berguna yang sudah kucari di internet......... Um, sebenarnya, kita membicarakan hal itu karena kau sangat ingin menjadi orang populer, dan juga kau sama sekali tak punya pilihan lain lagi selain mengubah penampilanmu.
“Aku tahu...... Tapi sebenarnya..... kalau aku mengubah penampilanku yang sekarang, rasanya seperti aku menipu semua orang......”
“......Meskipun Kodaka sudah menilai wanita biasa hanya dari ukuran dada mereka.”
“Bu-Bukan hanya soal dada mereka! Dada itu hanya salah satunya saja.”
“Kalau begitu, hal penting lainnya apa lagi?”
“Bokong..... mungkin.....”
“Bokong, mungkin..... Yang benar saja, dasar bodoh.....”
Lupakan tentang hal bodoh ini-----
Aku sudah egois mengeluh disaat seperti ini, jadi aku memutuskan untuk bilang pada Rika tentang hal yang pernah kukatakan pada Sena sebelumnya.
Inilah aku, yang memang terlihat seperti orang Jepang, dengan rambut seperti ibuku yang orang Inggris dan itu satu-satunyawarisan darinya.
Jadi aku merasa kalau ada orang yang menolak rambutku ini yang kuwarisi darinya sama saja aku memotong hubunganku dengan mendiang ibuku, jadi aku selalu meyakinkan diriku untuk tidak pernah melakukan hal itu.
Setelah mendengar apa yang kukatakan. Rika kemudian tersenyum lembut dan berkata,
“.......Sebenarnya, aku tidak tahu seberapa besar kamu percaya pada Rika, kecuali untuk mereka yang kedua orang tuanya masih ada, tapi..... Tapi kalau yang barusan kau katakan itu memberimu saat-saat yang tidak menyenangkan karena kau yang ingin menjaga hubunganmu dengan mendiang ibumu, kurasa itu hal yang bagus kok. Kupikir hal yang kau yakini itu tak boleh hilang darimu. Suatu hal yang memang layak kau hargai. Tapi, kau harus tahu......”
Rika tiba-tiba menyorotkan matanya.
“Kalau kau ingin dihargai seperti Yozora-senpai dan Sena-senpai setelah mereka berubah, tapi gengsimu itu tak mau berubah sedikitpun dari dalam dirimu..... jujur, aku merasa kau itu sangatlah egois.”
Ujung bibirnya Rika agak naik seperti tersenyum sinis; Membuatku jadi tak bisa merespon apapun.
‘Kalau kau ingin jadi seperti orang lain, danhal yang bisa kau lakukan itu hanyalah mengubah dirimu.’
Hanya sedikit orang yang bisa benar-benar memahamisiapa diriku sebenarnya, jadi dengan dibentuknya Klub Tetangga itu membuatku jadi senang.
“Bagi Rika, mungkin Kodaka sudah berusaha yang terbaik sejauh ini. Aku percaya Kodaka harus apa. Kita seharusnya tetap menikmati saat-saat menyenangkan dimana kita menjadi teman. Bukankah kau pikir itu lebih baik? Setidaknya Rika, tidak menganggap bahwadiaingin Kodaka berubah saat ini.”
“..........Aku pun bahagia kok.”
Sebuah senyum polos pun mengembang.
“..........Tapi, membiarkan kesalahpahaman itutidak baik. Aku berusaha untuk selalu bersikap jujur, meskipun aku bekerja keras untuk membantu OSIS, tapi yang kudapat hanyalah capek. Tapi, kau tahu...... saat aku mengeluh dengan ‘tak ada seorangpun yang bisa memahamiku,’ kata-kata penghibur itu membuatku jadi terus menutup diri. Meskipun hanya sedikit dari mereka yang bisa melihat diriku yang sebenarnya, harusnya itu sudah cukup untuk membuat hatiku senang....... mungkin.”
Rika mendengar penjelasanku dengan ekspresi lembut yang terpancar dari wajahnya.
Klub Tetangga---- Tempat dimana kita bisa katakan ‘kau bebas menjadi dirimu sendiri’ sudah pasti itu membuatku jadi merasa nyaman, jadi sebagai gantinya aku ingin terus menjaganya. Kenyataan itu masih ada dan belum juga berubah.
“.......Tapi, kau tahu...... Mereka yang sudah mengenalku, punya masalah masing-masing...... Kau juga salah satunya sejak bergabung dengan Klub Tetangga selalu berusaha keras, selain itu juga ada Maria, Kobato, Yukimura, Yozora dan....... bahkan...... sebelum aku menyadarinya...... Sena pun sudah berubah.”
Rika pun tersenyum manis.
“Itu bagus, kan? Semua orang pasti merasakannya, jadi tak ada alasan untuk membenci dirimu sendiri. Aku yakin semuanya tak akan mungkin meninggalkan Kodaka. Sebaliknya, kupikir mereka justru akan bersikap lebih ramah dan baik padamu. Meskipun Kodaka jadi bahan celaan, biarkan kami anggota Klub Tetangga yang memaafkan mereka, ya?”
Memaafkan? .......... ------ Ah, aku tahu sekarang.
Akhirnya kutemukan juga kata-kata yang bisa menggambarkan selama ini.
“....... Kalau saja, Aku takkan mau memaafkan mereka, selalu ada dalam pikiranku.”
Tanpa harus kukatakan lagi, Klub Tetangga memang sangatmenganggumkan.
Bagiku itu seperti sebuah keajaiban karena mereka yang juga seperti diriku ini bisa menerimaku apa adanya.
Meskipun, aku yang menjengkelkan ini bisa menerima keajaiban itu, tapi jangan kau pikir aku ini adalah orang yang pantas.
Kalau boleh jujur-----Sering kali aku merasa, ’Kenapa aku bisa menghabiskan waktu bersamayang lainnya dengan keadaan seperti ini?’.
Aku tak bermaksud untuk menjauh. Tapi, nyatanya apapun yang kulakukan tak ada artinya. Hanya dengan ‘Akan kulakukan yang terbaik’ sebagai hal yang terpaksa kulakukan setiap saat. Aku tak pernah bisa benar-benar berubah dari kondisiku yang seperti itu.
Dan sampai saat ini aku masih nyaman dengan hal seperti ‘Mereka itu orang-orang yangmenyedihkan,berarti tak masalah bagiku karena aku juga bagian dari mereka?’, aku selalu menggunakan kata-kata itu untuk membuat diriku jadi merasa lebih baik.
Tapi...... Sekarang mereka bukan lagi orang-orang yang menyedihkan.
Meskipun tak banyak yang bisa kulakukan, aku harus tetap melakukan yang terbaik supaya aku bukan lagi orang yang menyedihkan.
Mikadzuki Yozora dan bahkan Kashiwazaki Sena sudah bisa berubah. Diantara mereka itu, aku hanyalah orang yang tidak bisa berusaha keras. Dan karena hal itu, aku jadi tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
“Bukannya orang bodoh selalu membanggakannya.Anak laki-laki memang keras kepala, ya? Meskipun kau menjalani hidup dengan damai, kau tetap memilih untuk terus menghadapi rintangan itu.”
Kata-kata Rika menggerakkan hatiku.
Aku tersenyum tipis. “Mungkin memang begitu,” itulah yang kupikirkan.
“Tapi, biasanya laki-laki yang tidak egois, tak ada gunanya menyebut dirinya itu menyedihkan........ itu hanyalah sekumpulan orang bodoh.”
Sama seperti tadi, aku tidak merespon.
“........Kodaka, apa kau mau berubah?”
Kelihatannya pertanyaan Rika ini seperti menunjukkan ‘Jawaban terakhirmu?’ Dan aku pun menjawab----
“Aku mau berubah.”
Dengan agak spontan, kujawab pertanyaan itu.
Agar aku bisa membusungkan dadaku dengan bangga dan berdiri berdampinganbersama Yozora, Sena, Rika, Yukimura, Kobato dan Maria, yang sudah jadi lebih dewasa.
Dengan begitu, aku bisa menjadi orang yang lebih pantas diantara mereka.
“Hm. Baiklah. Biar kubantu kau nanti.”
Karena memandang ‘Kita ini adalah teman, jadi melakukan hal yang seperti itu adalah hal yang wajar,’ Rika pun setuju untuk membantuku tanpa mengelak sedikitpun.


Setelah pembicaraan itu,hari pun terus berlanjut sampai pada hari Sabtu siang.
Aku bertemu dengan Rika dan kami pun pergi ke salon kecantikan langganannya yang tak jauh dari sekolah.
Sebuah salon kecantikan yang mungkin akan membuatmu mengira bahwa itu adalah semacam kafetaria atau tempat dimana Rika memang sengaja datang setiap hari, untuk menambah bahasa gaulnya.
Mungkinkah ini tempat dimanawarna rambutku ini akan berakhir.......
“Kenapa mundur-mundur? Ayo, masuk kedalam. Masuk, masuk.”
Sambil aku mengenggam tanganku yang dingin karena gugup didepan pintu masuk, Rika mendorongku masuk kedalam salon.
Tak ada sama sekali pelanggan yang mengantre didalam, hanya ada seorang pegawai laki-laki yang menyambut.
Dia jauh dari kesan seorang ‘penata rias’. Tingginya sekitar 2 meter, ototnya maco. Tubuhnyaberisi layaknya seorangangkatan khususdan memiliki wajah yangpas dengan kepala plontos. Kau pasti jarang menemukan orang yang seperti ini, jadi sulit untuk memperkirakan umurnya, tapi kurasa umurnya sekitar 40 tahun-an.
“Oh, selamat datang.”
Suaranya berat seperti yang kukira.
“Hai,” jawab Rika.
Dia mengalihkan pandangannya padaku, dengan sorotan mata yang tajam.
“Hoo......... Inikah temanmu, Rika? Tak kusangka dia ternyata imut.”
I-Imut.........?!
Ini pertama kalinya bagiku ada orang yang memberikan kesan seperti itu.
Kalau dilihat dari sudut pandang lain, kita berdua ini seperti anak buah yang sedang berhadapan dengan atasan sebelum turun ke medan perang.
Ah, tunggu sebentar....... Apa dia ini beneran seorang penata rias.......?
Rika yangmelihat kegelisahanku langsung mengomel.
“Ya ampun, kalian seharusnya tahu kalau menilai seseorang dari penampilan mereka itu bukan hal yang pantas, tahu.”
“I-Iya....... Benar juga......”
Dia memang blak-blakan. Aku memang memahaminya lebih daripada siapapun. Karena itu, aku takkan bermaksud lari dari anggapan tentang penampilan bawaanku. Sekali lagi, aku baru sadar seberapa pentingnya penampilan itu.
“Jangan khawatir, Kodaka. Goloh-san si aktor besar ini; yang takkan bisa kau perkirakan hanya dari penampilannya, tapi sikap tangannya yang gemulai itu membuat lelaki manapun pasti terganggu.”
Jauh dari perasaan tenang, dan fakta itupun membuat sensor bahayaku sampai memasuki zona merah.
“Goloh-san, bisa kau persiapkan itu?
“Yep. Akan aku persiapkan barangnya.”
Goloh-san memperlihatkan mata dan giginya yang tajam sambil menunjukkan senyum ganas yang mengingatkanku pada seorangpria mata keranjang.
Eh.......? Apa yang mau dia lakukan........?!
“Hari ini, kita mempersiapkan sesuatu yang spesial hanya untukmu Kodaka.”
“A-Aku masih punya urusan lain yang mendesak!”
“Baiklah~, sudahlah ayo kita mulai saja, Kodaka-kun.”
Saat aku berusaha untuk kabur, Goloh-san mengenggam erat pundakku dan menyeretku kembali. Ke-Kekuatan macam apa ini?! Mana bisa aku sanggup melawannya..........!
Dia membuatku duduk diatas kursi.
Kulihat pantulan diriku dicermin besar yang ada dihadapanku; gigiku menggertak ketakutan.
“Jangan tegang begitu, Kodaka-kun. Kalau kau memang mau melupakan masa lalu, aku akan membukakan gerbang menuju dunia yang baru untukmu!”
“A-Aku sama sekali tak butuh dunia yang baru!”
“Kau mau berubah, kan, Kodaka?” Rika berkata sambil menyeringai.
“I-Itu memang benar, tapi------!”
“Tapi apa? Kau pasti merasa sedikit tertekan dan pasti agak sulit awalnya, tapi sekali kau terbiasa semuanya akan baik-baik saja.”
“TERTEKAN?! SULIT?!”
Entah seperti apa aku mendengarnya, itu bukanlah kata-kata yang mestinya kau gunakan saat mewarnai rambut seseorang!
“Baiklah~. Mari kita coba yang ini dulu.”
“HIIIIIIIII!”
Aku langsung merinding ketakutan saat Goloh-san membungkuk dan mengeluarkan----sebuah wig.
“........Eh? Itu.......”
Goloh-san memakaikan wig keatas kepalaku.
Aku memang merasa agak tertekan. Diatas kepalaku.
Kulihat diriku yang —berambut hitam— dicermin.   Gaya rambutnya memang tidak terlalu jauh beda dengan milikku.
“Bagus, sangat cocok untukmu.”
Rika berkata sambil tetap berada dibelakangku, dia seolah sedang memandang diri sendiri.
“Rika, ini apa.........”
Saat aku menengok untuk menanyakannya, Rika menunjukkan senyum nakalnya.
“Ini adalah hubunganmu dengan ibumu, itulah kenapa kau tak ingin mengubah warna rambutmu, kan? Jadi, kita kesini untuk berkompromi. Lebih bagus lagi jika kau terbiasa memakainya disekolah, ‘kan?”
“Rika..........!”
Tak kusangka Rika mengatakan hal yang begitu dalam; Membuatku mataku jadi berkaca-kaca.
Perhatian sekali! Kalau kita ini bukan teman; Aku akan langsung berlutut dihadapanmu dan menggenggam tanganmu sekarang juga!
“Kita memang bermaksud hanya untuk mengganti warnanya. Tapi sekarang karena kita sudah sejauh ini, mungkin kita harus mencoba gaya rambut lainnya juga. Goloh-san sudah menyiapkan berbagai jenis wig untukmu.”
“Baiklah, lakukan saja......!”
Setelah itu, mereka punmenjajalkan banyak macam wig padaku.
Model seperti: rambut panjang, belah dua, potongan pria mata keranjang, rambut lepek, rambut berandalan dan setelah itu mereka memakaikan wig gaya rambut yang aneh-aneh juga, seperti: wig yang rambutnya menyembul keatas, botak, gaya rambut pejabat, kribo, kuncir dua, keriting. Dan akhirnya mereka lebih suka wig dengan gaya rambut yang mirip denganku hanya saja warnanya yang berbeda, berhubung karena potongan rambutku sudah pendek jadi tak akan dipotong dari bawah.
Ngomong-ngomong, tekniknya Goloh-san memang sangat hebat; hanya saja aku masih agak takut-takut pada suara jari-jarinya yang membelai rambutku.


Akhirnya  setelah selesai dari salon, Rika mengajakku ke toko lain.
Sekarang adalah optik.
Inilah tempat dimana Rika biasa membeli kacamatayang selalu dipakainya dulu. Karena sekarang dia memakai lensa kontak.
“Hmm. Mau beli kacamata baru?”
“Yap. Buat Kodaka kok.”
“Aku?!”
Rika pun mulai menjelaskan keherananku.
“Kita cuma menghitamkan warna rambutmu, kan? Kita juga harus melakukan sesuatu pada wajahmu. Sudah pasti kalau untuk operasi plastik jangan ditanya lagi.Makanya kita akan menggantinya dengan kacamata untuk penampilanmu.”
“..........Memangnya memakai kacamata itu ada pengaruhnya?”
“Kau jangan coba-coba meremehkan kekuatan dari kacamata. Didalam novel ringan maupun anime, popularitas akan berubah drastis saat kau memakai atau tidaknya kacamata itu, seandainya mereka memberi ciri khas pada karakter dengan jas lab putih atau rambut ekor kuda. Pada akhirnya, kacamata memanglah benda yang penuh dengan pengkhianatan! Keajaiban yang bahkan bisa mengubah ketua geng nakaldengan imej wajah yang sok menjadi karakter murid jenius terhormat dengan hanya menambahkan kacamata padanya!”
“Haha, kau itu terlalu berlebihan.”
Aku menanggapi lelucon Rika dan tertawa.
-------Mungkin sebelumnya, aku sudah meremehkan kekuatan dari kacamata.
Sama seperti disalon kecantikan, Rika dan perlayan toko wanita (yang kelihatannya seperti kenalan dari Rika) memandangiku, menyuruhku untuk mencoba banyak kacamata hitam, kacamata satu lensa dan sisanya untuk senang-senang. Kami saling memakaikankacamata dari model yang paling besar, persegi panjang, hitam sampai kacamata yang harganya justru lebih menggelikan daripadamodelnya.
Entah apa yang mesti kulakukan dengan rambut hitam danberkacamata agar terlihat seperti anak SMA yangrajin, penurut dan selalu ada disetiap sudut sekolah.
“Apa itu..... aku....?”
Setelah imejku berubah drastis rasanya jadi canggung sekali, tapi tidak buruk juga.
Dengan seperti ini, aku hanya perlu membaca buku diperpustakaan dan semua orang yang melihatku pun akan jadi seperti, “Sedang apa orang itu disini?” Pastidengan begitu, perpustakaan akan dianggapseperti rumah keduaku.
“.........Bagus........”
Rika bergumam, sambil menatap wajahku dengan bingung.
“O-Oh....... Sudah kuduga.”
Ditatap seperti ini membuatku jadi malu.
“Bagus...... Bagus...... Baguusss..... Huhuhuhu ┌(┌ ^o^)┐”
Nafas Rika pun jadi tersenggal-senggal.
“He-Hei, Rika?!”
“Aura yang berat ini sangat luar biasa ┌(┌ ^o^)┐! Rika ingin mengawetkannya supaya bisa melihatmu didalam kaca┌(┌ ^o^)┐! Setelah itu jadian dengan ketua OSIS yang berambut panjang dengan seragam putih atau mungkin dengan guru matematika yang terlihat lembut luarnya namun sebenarnya dia tipe orang yang sangat sadis ┌(┌ ^o^)┐ ......... Tidak, tunggu! Sebaiknya diputusin saja ketua OSIS yang cantik itu atau guru matematika itu, tapi alur ini akan jadi lebih sulit dimana seorang lelaki berkacamata yang masih bingung karena baru saja dipindahkan dari Tokyo ini tiba-tiba nimbrung dengan perkumpulan para cowok maco yang dipimpin Goloh-san dan jadi rebutan para cewek-cewek ┌(┌ ^o^)┐!
“Aku tidak mau!”
“Eh........... Apa kau yakin tidak mau punya gebetan atau jangan-jangan kau malah menyukai Goloh-san ┌(┌ ^o^)┐.......?
“Sudah bicaranya.........? YA ENGGAKLAH, DASAR BODOH! Kenapa kau bicara seolah aku ini main belakang dengan Goloh-san?!”
“Jadi...... kau tidak mau......?”
Rika menundukkan kepalanya sambil memandangiku dengan tatapan mata seekor anak anjing yang imut, dan hampir sajaaku goyah, tapi.......
“TIDAK AKAN PERNAH!!”
Aku langsung membentengi diri dengan kata-kata itu.


“Dengan begini, kita sudah hampir selesai mengubah imej-mu, kan?”
Rika berbincang denganku, sementara kita meninggalkan optik.
“Apa masih ada lagi? Jujur, akumerasa seperti boneka mainan yang sudah siap diubah sedemikian rupa.”
“Itu hanya terlihat dari luarnya saja, kan? Sekarang ayo kita lakukan sesukamu.”
“Sesukaku.......?!”
“Kita harus melihat anggapan orang lain terhadapmu ini bisa mengancam orang lain atau tidak, ‘kan?”
“Haa?! Untuk apa........?!”
Akutidak mengerti apa maunya.
“Lihat, saat matamu menatap itu seperti predator yang sedang kelaparan dan mulai menakut-nakuti sekitar----  seperti yang kau lakukan saat ini.”
“......Ugh..... Aku sama sekali tak bermaksud untuk menakut-nakuti orang lain, kok......”
“Dan kau jadi semakin menakutkan sekarang, karena gerutuanmu sendiriitu suaranya terlalu dalam.”
Apa barusan suaraku benar-benar mengerikan......?
“Berat banget, kan? Makanyasekarang---- ayo kita coba mulai dari nadamu.”
“Nada?”
“Kita harus tetap bernada sopan bukan hanya didepan kakak kelas dan orang dewasa, tapi juga teman sekelas dan adik kelas. Dan kita akan menggantinya jadi  “boku”[2] mulai sekarang.”
“Bo-Boku.......?!”
“Sudahlah lakukan saja, aku yakinkesanmu akan berubah jadi lebih baik. Dengan penampilan sekarang, kurasa itu gaya yang cocok denganmu.”
“Kau siap........?!”
“Coba katakan lagi.”
“.........Apa kau siap?”
Coba katakan lagi........ Tidak, saat aku mengulang perkataanku lagi, Rika mengangguk dengan wajah yang serius seolah berkata, “Sudah cukup.”
Sambil aku menatap pantulan diriku dijendela toko, aku mencoba untuk berlatih sedikit.
Aku membetulkan kacamataku.
“.........Pe-Perkenalkan namaku Hasegawa Kodaka........”
“Pffftt----!”
Rika menahan tawanya.
“I-Ini seperti penindasan...... Kuku, pfft.....!”
“A-Aku melakukannya karena kau yang minta, kan?! ...... Sudah pasti aku melakukan apa yang kau katakan, apa aku salah?”
“I-Istirahat dulu sebentar...... Huu...... Nafasku jadi berat...... Huuhaa---!”
Aku melihat kearah Rika yang pucat karena berusaha untuk menahan tawa.


Kemudian, aku berjalan-jalan melewati bermacam toko game dan toko buku bersama Rika dengan tetap menggunakan gaya lelaki berambut hitam dan berkacamata yang lugu.
Meskipun penampilanku begini, aku bermasalah dalam hal berbicara sopan dan menyebut diriku dengan sebutan yang lebih sopan. Makanya aku akan berusaha untuk melakukannya pada orang yang tak kukenal seperti disekolah.
Tak terasa, matahari sudah mulai terbenam dan kami memutuskan untuk pulang.
“Baiklah, sampai ketemu disekolah nanti,” Aku mengatakannya dengan nada biasa.
“Yep,” Rika mengangguk dengan senyum yang sumringah.
“Sebenarnya, ini pertama kalinya aku menghabiskan waktu seharian bersama teman.”
“Benarkah?”
“Yep. Dan sangat menyenangkan.”
Melihat kepuasan yang terpancar dari wajahnya itu pun membuatku jadi bahagia.
“Baiklah. Kalau begitu kapan-kapan ayo kita jalan-jalan lagi. Hari ini semuanya untukku. Lain kali, kita akan melakukan sesuatu untuk kita.”
“Yep,” Rika mengangguk dan---- menunjukkan senyum tipis.
“.......Kodaka.......”
“Hm?”

“Kita ini teman selamanya, kan?”

“..................I-Iya. Teman selamanya.”
Tak butuh waktu lama aku menjawab itu, seolah aku tahu apa yang Rika maksud.
Disaat yang bersamaan,entah kenapa dadaku ini terasa sesak.


Sudah lebih dari satu jam sejak aku berpisah dengan Rika.
Sesampainya dirumah, aku masih memakai wig-ku dan kacamata bohongan ini, lalu menyapa Kobato.
“Aku pulang, Kobato-san. Aku kakakmu.”
“HUUUUUUAAAAAAAAA!!!!! BU-BU-BUUUUULLLLIIIIIAAAANNNNNYYYYYAAA AN-CHAN!!!”
“Hei, tenanglah. Aku nggak dibuli.”
“ENGGGAAAAAAKKK KKUUUUAAAAAAATTTTTTT!!! KYYYYAAAAAAAAAAAAA!! KYAAAAA, SELAMATKAN AKUUUUUUUUUU!!!!”
“Sudah kubilang tenanglah, Kobato! Ini aku!”
.........Aku berusaha untuk menenangkan Kobato yang histeris sebelum dia melakukan sambungan telepon luar negeri kepada ayah kami yang ada di Amerika, tapi sudah terlanjur.

 Catatan penerjemah dan referensi
[1] Ada tiga novel ringan yang dimaksud disini, yaitu [Klub Novel Ringan], [Masa muda komedi romantisku bla bla bla] dan [Neraka-ku] secara berturut-turut. Mereka semua menulis dengan cara yang sedikit berbeda dari biasanya. Dan Google jadi bisa beristirahat sejenak.

[2]  Biasanya dia menggunakan bahasa yang kasar/ala cowok berandal seperti “ore” saat memanggil dirinya sendiri, kemudian menggantinya dengan sebutan yang lebih sopan seperti “boku”.