MUSIM SEMINYA AOYAMA NANAMI DAN PARA GADIS

Kenapa setiap sekelas rasanya seperti ingin menangis saja ?
Dengan hanya duduk disampingnya, bisa membuatku tersenyum bahagia……
Padahal ingin selalu berada di dekatnya, tapi tiap berada di sampingnya rasanya sesak……
Dan mengapa semua ini terjadi ?
……..ini pasti karena aku menyukainya.

Bagian 1
Datangnya musim semi yang ditandai dengan beterbangannya bunga sakura.
Tanggal 8 bulan April, SMA yang berada dekat Universitas Seni Suimei…….hari pertama semester pertama di Suiko.
Di upacara pembukaan sudah dengar kepala sekolah mengoceh terus tentang ‘kehidupan SMA tahun terakhir anak kelas 3’, mengenai itu Nanami dengan sedikit tersadar bahwa dia sudah menjadi kelas 3.
Benar , mulai hari ini sudah kelas 3. Seperti yang dibilang kepala sekolah, kehidupan SMA tinggal sekitar setahun lagi. Walau tidak begitu cepat, tapi ini juga tidak begitu lama.
Bulan Maret tahun depan akan lulus dari Suiko, walaupun sekarang belum terbayang seperti apakah saat lulus nanti. Tapi hari-hari terus berjalan mendekati tanggal kelulusan.
Karena begitulah, Nanami ingin melewati 1 tahun yang tidak dia sesali. Dengan tujuan menjadi pengisi suara, impian masa depan……….juga persoalan cinta.
“Baguslah, Nanami.”
Setelah upacara pembukaan selesai, memasuki kelas 3-1 yang baru saja diumumkan hari ini, Takasaki Mayu yang mengatakannya sambil memegang tangan Aoyama. Rambut yang sedikit pendek dan bola mata yang besar, dengan nakal menatap ke Nanami yang terkejut.
“Apa yang kau katakan?”
Walau Nanami tahu maksudnya karena sekelas dengan laki laki yang disukainya itu, tapi Nanami pura pura tidak tahu.
“Ah lagi, sikapnya selalu seperti itu.”
Mayu yang menutupi mulutnya dengan tangannya sedang tertawa dengan wajah yang jahat. Dengan badan yang paling kecil di kelas ini, walau sudah kelas 3 tapi memiliki wajah yang seperti anak kecil, tingkah Mayu yang tadi sangat coock dengannya.
Pandangan Mayu dengan segera pindah ke seorang laki-laki yang sedang berada di depan untuk menentukan bangkunya. Dia tidak begitu tinggi tapi juga tidak begitu pendek, ukuran tubuhnya juga biasa-biasa saja, sedikit kurus. Bukanlah seorang pemain utama di klub bisbol, juga bukan ketua klub sepak bola, dia hanyalah seorang siswa SMA yang amat sangat normal, namanya Kanda Sorata.
Sorata menguap dengan besar, mengambil hasil undian tempat duduk dan mencari tempat duduknya.
“Hn……..tidak begitu buruk juga sih.”
“Haiya haiya, akhirnya Nanami tumbuh dewasa juga.”
“Mananya tumbuh dewasa ?”
“Apa kau lupa tahun lalu kau dengan tidak jujur mengatakan  : ‘Ka-kalaupun tidak sekelas juga tidak apa apa.’”
“I-itu, hn……..memang pernah si aku berkata begitu.”
“Tapi ya~~sekelas 3 tahun secara berturut turut , jangan-jangan ini merupakan tadir benang merah yang saling mengikat nih?”
“Kalau mau omong begitu , bukankah Mayu dan Yayoi juga diikat oleh takdir benang merah?”
Nanami membalas Mayu dengan dingin.
Yang sekelas selama 3 tahun berturut-turut bukan hanya Sorata saja. Mayu yang sampai sekarang masih memegang tangan Aoyama, juga Yayoi yang dari tadi berdiri di belakang mereka juga. Kalau ingin bilang Nanami dan Sorata saling terikat oleh takdir benag merah, kalau begitu Mayu dan Yayoi juga.
“Tenang saja, Kanda-kun bukan tipeku.”
“Bagaimanapun saat upacara pembukaan tadi, bukannya kau dengan melamun mengatakan ‘mungkin masih bisa………’ ?
Yayoi yang dari tadi tidak berbicara akhirnya ikut campur juga. Sikapnya yang santai namun serius dan dewasa, ditambah tubuh yang terlihat bagus, kalau tidak pakai seragam mungkin akan dikira sudah kuliah, ditambah lagi ototnya yang dia latih di klub bisbol sangat membuat orang iri.
“I-itu hanya melamun! Juga, bukannya sudah kubilang jangan katakan pada Nanami!”
Yayoi menerima sebuah tinju dari Mayu. Tapi pukulan lemah Mayu sepertinya tidak berdampak apa-apa karena badannya yang kecil itu, Yayoi sama sekali tidak merasa gatal ataupun sakit, malahan Mayu yang terpental.
“Mayu tetap saja terlihat seperti anak kecil walau sudah kelas 3 ya.”
“Aku pikir karena  itulah , Yayoi bilang kau seperti anak kecil.”
“Benar, benar.”
“A~~! Urusanku sama sekali tidak penting! Nah, lihat, tempat duduk Kanda-kun sudah ditetapkan lho.”
Nanami dipaksa mengalihkan pandangannya ke Sorata, tempat duduknya itu dekat jendela, itu merupakan urutan kedua bila dihitung dari belakang, dan yang beruntung, sekarang didepannya, dibelakang, ataupun disamping masih kosong.
“Nanami harus dapatkan nomor 3 ya!”
Itu merupakan tempat duduk yang berada disamping Sorata.
“Tempat duduk walaupun tidak dekat juga tidak apa-apa.”
“Yakin?”
Mayu menegakkan badannya, dan menatap dekat ke Nanami.
“Cuma berpikir kalau saja bisa duduk disamping pasti bakalan senang banget.”
Nanami tidak tahu harus melakukan apa, jadinya mengatakan dengan jujur dengan suara yang kecil.
“Itu dia! Kalau begitu, lebih bersemangat lagi!”
“Mencabut undian dengan semangat ? Yang benar saja…..”
Yayoi mengatakan dengan sikap yang tidak tahan dengan semua ini.
“Saat seperti ini sih, tentu saja harus mengandalkan itu lho.”
Pandangan Mayu tiba tiba pindah ke tempat lain.
“Apa itu?”
Yayoi dengan tidak berbelas kasihan lanjut bertanya.
“De-dengan penuh percaya diri!”
“Sederhananya, ini sama sekali tidak ada rencana!”
“Ka-kalau tidak , Yayoi memangnya ada rencana?”
“Walaupun tidak bisa dibilang pasti dapat, tapi kalau misalnya aku dan Mayu dapat tempat duduk yang agak dekat, bukankah kita tinggal saling tukar tempat duduk secara diam diam? Setidaknya kesempatannya lebih besar.”
“Itu dia!”
Mayu dengan tidak protes langsung menyetujui saran Yayoi itu.
“Ta-tak usah sampai seperti itu! Ini namanya curang!”
“Curang juga tidak apa! Nanami harus bisa memikirkan perbedaan antara kau dengan musuhmu!”
“Maksudnya perbedaan ?”
“Shiina-san terlalu imut dan cantik sampai sampai aku merasa ini curang, setidaknya dewa harus lebih adil.”
“……..itu wajar, kalau ingin dibandingkan dengan Mashiro. Mungkin aku ini sebaiknya tidak pernah lahir saja.”
“Nanami sudah cukup imut dan cantik, jangan berkata begitu!”
Yayoi berkata sambil berjalan ke depan untuk mengambil undian tempat duduknya.
“Ah! Padahal aku berencana untuk maju duluan supaya Nanami bisa berhutang padaku.”
Mayu dengan segera mengejarnya.
“Perkataan jujur seperti ini sebaiknya disimpan di dalam hati saja, Mayu.”
Nanami juga ikut maju ke depan mengejar bayangan tubuh Mayu yang kecil itu.
Berjalan ke samping, Yayoi langsung membuka kertas undian tempat duduknya.
“Maaf ,tempat dudukku berada dekat pintu keluar.”
“Tempat duduk yang bagus …….kalau begitu, selanjutnya giliranku!”
Mayu melihat ke dalam kotak yang berisi kertas undian itu.
“Aku dapat melihatnya! Ini dia!”
Mayu menunjukkan senyuman yang menandai kemenangan, dan membuka undiannya itu.
“……….”
Tapi setelah melihat angkanya, Mayu terdiam sejenak.
Nanami dan Yayoi saling menatap sejenak, dan melihat undiannya Mayu. Angka yang tertulis adalah nomor 10, itu paling depan…..juga merupakan tempat duduk yang paling dekat dengan guru saat menjelaskan materi.
“Turut berduka……”
“Yayoi , tukarlah denganku.”
“Kalau Mayu duduk paling depan, bukankah tidak bisa melihat ke papan tulis karena sakin kecilnya?”
Yayoi menaruh tangannya di atas kepala Mayu. Tinggi badan mereka kira kira beda 1 kepala, jadi kalau berdiri secara bersama sama seperti itu, rasanya mereka bukan teman sekelas.
“Bisalah aku melihatnya!”
“Kalau Mayu duduk paling depan bukankah bagus karena tidak menghalangi orang lain?”
“Ah~~benar, benar juga Yayoi! Apa kau kira aku akan berkata begitu!”
“Bukannya tadi kau berkata begitu?”
Hubungan mereka sampai sekarang tetap terlihat baik-baik saja. Dan Nanami sedang bersiap-siap untuk mengambil undiannya itu.
Memutar kepala melihat tempat duduk Sorata, dia sedang melihat ke luar jendela dan sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
Tujuan Nanami adalah tempat duduk disampingnya.
Sekali lagi menghadap ke arah kotak yang berisi undian, mulai terasa tegang.
Jantungnya berdetak sangat cepat.
Dan disekitar bagian kaki mulai merasa kesemutan.
-----semoga bisa dapat nomor 3.
Nanami bukannya berdoa kepada siapa pun, karena sisa undiannya tinggal sedikit saja, jadi dia merasa setidaknya bisa mendapat nomor yang ia mau.
Dia sambil membuang napas, mengambil undiannya dan membukanya dengan pelan-pelan.
Dan setelah melihat hasil undiannya, dengan naluriah mengeluarkan sebuah suara.
“Ah!”
“Bagaimana?”
Mayu mendekat dengan menempel pada Nanami.
“Ah!”
Lalu , Mayu dan Nanami sama-sama membuka mulut mereka dengan lebar.
Sampai-sampai Yayoi yang mengecek hasil undian, Nanami dengan diam,  juga mengeluarkan suara yang terkejut.
“Ah!”
Karna undian yang diambil Nanami diatasnya tertulis nomor 3……itu merupakan tempat duduk yang ia inginkan yang berada disamping Sorata.
“Syukurlah, Nanami! Hebat sekali! Atau harus kubilang, sedikit jahat! Jangan-jangan memang takdir benang merah saling mengikat ya?”
Mayu menepuk-nepuk punggung Nanami.
“Sudah, sudah, saatnya menyapa.”
“Tu-tungu sebentar, Mayu, jangan dorong aku.”
Nanami didorong oleh Mayu, dan dengan segera sampai ke tempat duduknya.
Dengan susah payah menyembunyikan wajahnya yang senang itu, tapi bagaimanapun walau sudah berusaha ,tetap dapat terlihat senang diwajahnya.
“Hn? Samping ternyata Aoyama ya.”
Nanami baru duduk, Sorata langsung sadar dan menyapa. Dengan mukanya yang terlihat santai dan sedikit bodoh, tentu saja dia tidak sadar kalau Nanami akan sangat senang kalau duduk berada didekatnya. Dan tentu saja akan repot kalau ketahuan……….tapi, sikapnya yang sama sekali tidak sadar entah kenapa membuat orang merasa sedikit kesal.
“Kenapa rasanya cuma hal-hal seperti ini yang berjalan lancar ya?”
Walau tahu sendiri sedang menyalahkan orang lain, tapi tetap saja menghela napas.
“Apa aku melakukan sesuatu yang jahat?”
“Sepertinya aku diam-diam mendapat berkah dari langit ya?”
Di antara hal-hal yang tidak lancar, kalau ingin bilang hal apa saja yang sudah berjalan dengan lancar, kurasa hanya sekelas dengan Sorata…….juga tempat duduk berada disamping Sorata, semua hal berhubungan tentang Sorata.
“………apa yang sedang kau bicarakan?"
“Tapi kalau Kanda-kun begitu, sepertinya tidak cocok dibilang mendapat berkah dari langit ya.”
Nanami sekali lagi menghela napas dalam hatinya.
“Bisa tidak kamu menjelaskan dengan lebih sederhana lagi, supaya aku bisa mengerti ?”
“Tidak mau.”
Nanami dengan sedikit jahat menolak, dan Sorata dengan bingung mulai memikirkannya. Sikapnya saat ini terlihat lucu, Nanami tertawa dengan suara yang kecil.
Lalu, Sorata menunjukkan ekspresi yang lebih bingung lagi, ini membuat Nanami tertawa terbahak-bahak.
Karena hal kecil yang seperti itu saja sudah membuat orang merasa bahagia, mungkin sendiri terlalu melebih lebihkan ya. Tidak , bisa duduk disamping Sorata sepertinya tidak melebih-lebihkan.
Dan saat ini, Nanami merasakan tatapan seseorang. Dia melihat ke sekitar kelas, dan langsung bertemu pandang dengan Mayu dan Yayoi.
Mayu yang berada paling depan dengan tempat guru menjelaskan melambaikan tangan pada Nanami supaya dia datang ke sana.
Dan Koharu sensei yang sebagai wali kelas sepertinya belum masuk juga. Karena masih ada waktu ,Nanam pun meninggalkan tempat duduknya, berjalan ke tempat Mayu, Yayoi yang selesai memindahkan barang juga berjalan ke sana.
“Ada apa?”
“Kau sekalian saja menyatakan cinta, bagaimana?”
Mayu dengan santai mengatakan hal yang tidak masuk akal itu.
“A-apa yang kau bicarakan!”
“Apa Nanami tidak apa apa terus-terusan seperti ini?”
“Itu……”
“Jelaskan dengan lebih jelas lagi.”
“Hn, kurasa tidak terlalu bagus.”
Benar, tidak terlalu bagus. Sendiri merasa sama sekali tidak bagus, jadi pernah ingin menyatakan cinta. Kencan saat hari Natal, sudah membuat janji dengan Sorata. Setelah audisi bulan Februari selsai, akan mengatakan sesuatu padanya……
Lalu, hasil audisi yang penting membuat Nanami ‘terjatuh’, ditambah lagi dulu saat Sakurasou mau dirobohkan, jadi tidak bisa mengatakannya pada Sorata.
Dan waktu mengalir terus sejak saat itu, sekarang sudah 4 bulan.
“Kau ingin pacaran dengannya’kan?”
“…………”
Nanami tidak bisa dengan langsung menjawab pertanyaan Mayu.
“Sekarang……tidak terlalu yakin.”
“Apa maksudnya?”
“Bagaimana mengatakanya ya, itu………”
“Itu?”
“Ada sedikit pemikiran untuk membuat Sorata menjadi hanya milikku seorang.”
Nanami sendiri sangat tahu sedang mengharapkan sesuatu yang bukan miliknya sendiri, hanya saja dia sangat iri dengan Mashiro yang dijaga oleh Sorata setiap saat.
“……….”
Mayu dan Yayoi menjadi tidak bisa berkata apa-apa setelah mendengar pernyataan Nanami.
“Uwo, Nanami mempunyai keinginan yang sangat kuat!”
“Heh? Be-benarkah?”
“Itu normal-normal saja’kan ?”
Yayoi dengan santai mendukung Nanami.
“Tentu, dibandingkan dengan Yayoi yang tidak mempermasalahkan masalah kecil, dengan begitu kemungkinan bisa menjadi lebih populer dikalangan laki-laki. Hn, sementara bolehlah anggap seperti itu untuk melanjutkan topik.”
Entah apa yang sudah dipahami oleh Mayu………
“Pokoknya! Nanami ingin berpacaran dengan Kanda-kun, dan memiliki sebuah hubungan yang manis dan ‘sweet’, 'kan?”
Mayu dengan bersemangat bertanya.
“Itu hubungan yang manis manis, apa itu maksud Mayu?”
“Yayoi jangan mencari penyakit orang!”
Mayu mengangkat jarinya dan menunjuk ke Yayoi.
“Kesampingkan dulu soal bagaimana Mayu menyatakannya, aku juga setuju dengannya.”
Yayoi tidak peduli dengan Mayu, dan berkata begitu, dan dengan jujur menatap ke Nanami.
“Tu-tunggu sebentar, kenapa Yayoi juga seperti itu.”
“Kalau terus seperti ini tidak mengatakan apapun, mungkin suatu hari nanti Kanda pacaran dengan orang lain. Nanami pasti akan sangat menyesal.”
“Ya benar juga……hanya saja, aku selalu merasa menyesal.”
Benar, selalu menyesal.
“Kalau tahu begitu, sebelum Mashiro datang , harusnya aku menyatakan cinta dulu.”
“……….”
Setelah Nanami mengangkat kepalanya, Mayu dan Yayaoi dengan wajah yang tidak tahan dengan semua ini ada didepannya.
“Ma-maaf, aku lupa! Maaf aku sudah mengatakan sesuatu yang membuat kehilangan semangat.”
“Ah~~sudahlah! Nanami terlalu imut! Kalau aku laki-laki, pasti aku akan jatuh cinta denganmu. Maka dari itu, mari kita membuat operasi menyatakan cinta!”
“Ja-jangan mengatakan sesuatu seperti menyatakan cinta dengan suara keras!”
Beberapa teman yang ada disekitar dengan segera bereaksi, semua orang pasti sangat penasaran dengan topik seperti ini.
“Operasi yang kau katakan itu, seperti apa itu?”
“Yang pasti adalah sebuah operasi yang tidak masuk akal.”
“Kuhkuhkuh, apa kalian berdua sudah lupa? Kita kelas 3 ada sebuah acara yang bernama  retreat perpisahan?”
“Itu merupakan acara yang akan diadakan bulan Mei nanti setelah ulangan ’kan, masih lama ……..”
“Shut up! Kalau tidak, apa Nanami bisa segera menyatakan cinta sekarang?”
“Tidak mungkin.”
Dengan segera dijawab tanpa belas kasihan.
“Benar, ’kan? Jadi demi kedatangan hari itu, mulai hari ini kita sudah harus mulai bersiap.”
“Bersiap?”
Nanami memiringkan kepala.
“Memajukan hubungan kalian berdua.”
“Tolong jelaskan dengan lebih spesifik lagi, maksudnya?”
Kali ini Yayoi yang bertanya.
“Kalau tinggal bersama, berarti pasti ada banyak hal yang bisa dilakukan’kan?”
“Maksudnya banyak hal?”
Tidak beharap, dan dengan segera bertanya.
“Seperti,  misalnya mungkin tidak sengaja tertidur di kasur Kanda kun?”
“Nanami bukan tipe orang seperti itu.”
Yayoi menghela napas.
“Atau saat selesai mandi, berkeliling di depan Kanda-kun dengan hanya menggunakan handuk?”
“Ma-mana bisa aku melakukan hal seperti itu!”
“Makanya, Nanami tak boleh seperti itu!”
“Aku tidak bisa……..”
“Kalau begitu, untuk apa payudara ini bertumbuh besar huh!”
Mayu mengulurkan tangannya, dan dengan sekejap memegang payudara Nanami.
“Ah!”
“Aku tahu semuanya, lho. Teganya kau meninggalkanku , dan ‘naik level’ sendirian!”
“I-itu karena……karna sudah 3 bulan kerja paruh waktu jadinya jadi kurus, dan setelah itu tidak begitu banyak bergerak dan mulai gemuk kembali, atau harus kubilang yang bertambah bukan berat badan………”
“Pokoknya tetap saja menajdi besar, ’kan!”
Mayu menaruh wajahnya ke dalam payudara Nanami.
“Berhenti!”
Yayoi berkata begitu dan memberi sebuah jitakan yang keras pada Mayu.
“Ah, sakit!”
Mayu dengan berlebihan menunjukkan rasa sakitnya. Tidak, sepertinya memang sangat sakit.
“Pokoknya, harus lebih banyak godaan! Anak laki laki cuma ingin lakukan, jadi biarkan mereka terpancing dulu baru nanti kita memancingnya!”

“Kalau Mayu yang mengatakannya, rasanya berbeda dengan yang orang lain katakan, ya.”
Yayoi memberi pandangan yang menusuk, melihat Mayu dari kepala ke kaki. Mayu yang terlihat lebih kecil, tubuhnya sangat langsing.
“Aku ini berjuang lewat bagian dalam.”
“Nanami lebih berjuang lewat bagian dalam.”
“Yayoi, apa maksudmu tadi?”
Mayu dengan tersenyum menjawab. Yayoi tidak peduli dengannya, malah menantangnya :
“Mayu, apa kau tahu masuk ke dalam itu apa?”
“Aku tahu. Itu adalah bentuk yang selalu kuimpikan! Sebentar, mana mungkin berharap masuk ke dalam!”
“Rasanya menarik sekali kalau kita mempermainkan Mayu.”
“Aku sama sekali tidak menarik!”
“Apa masalah Nanami yang ingin menyatakan cinta sudah tidak apa-apa?”
“Mana mungkin tidak apa-apa!”
Mayu menjawab dengan suara keras.
Bagi Nanami sendiri, kalau bisa pindah topik seperti tadi mungkin akan lebih menarik……..
“Tidak peduli bagaimana pun caranya, yang penting Nanami goda Kanda-kun terus ! Lalu , menyatakan cinta pada Kanda-kun saat retreat perpisahan nanti!”
“Biarpun kau bilang begitu……….”
“Apa boleh?”
“Hn,hn………..aku akan mencobanya.”
Suasana sekarang sudah menjadi suasana yang tidak bisa berakhir begitu saja tanpa menjawabnya, Nanami terpaksa menjawab.
“Bagus.”
Walaupun begitu, ingin menggodanya saja  sudah sulit. Walaupun sama-sama tinggal di Sakurasou, tetap saja susah dan kadang terjadi beberapa hal yang tidak diduga.
Kadang-kadang tetap ada, seperti yang Mayu katakan………..
Tersasar ke kamar Sorata, habis mandi berkeliling di depannya hanya menggunakan handuk, semua ini bukan Nanami, melainkan Mashiro yang sering melakukakannya…….
Sampai sekarang, biarpun Nanami melakukannya, sepertinya juga tidak akan ada efeknya. Seperti yang Mayu bilang, Mashiro imutnya bukan main, kehadirannya seperti ingin membuat orang berteriak : “Itu namanya curang!”. Nanam lebih tahu ini daripada Mayu dan Yayoi, dan dia sendiri juga merasakannya sebagai lawannya Mashiro.
Jadi kalau dipikir lagi, sebaiknya menyerah saja pada perasaan ini. Tapi tidak semudah itu untuk menyerah pada perasaan ini, ini sama sekali tidak masuk akal, perasaan yang tidak bisa dikendalikan ini. Sampai sekarang, diri sendiri pun belum bisa mengurusnya.
“Kesampingkan dulu candaan Mayu, pokoknya sekarang berusaha saja dulu.”
Di saat bel berbunyi, Yayoi kembali ke tempat duduk saat dia selesai mengatakannya.
“Memangnya siapa yang bercanda!”
Setelah mendengar teriakan Mayu, Nanami memutuskan untuk kembali ke bangkunya.
Setelah duduk pandangannya dengan Sorata saling bertemu.
Detak jantungnya bertambah cepat, semua ini karna Mayu yang katakan soal menyatakan cinta.
Tapi , kenyataan juga memberitahu bahwa tidak bisa terus seperti ini, Nanami mengintip wajah Sorata, seperti mencoba mengatakannya dalam hati ‘aku menyukaimu’.
Pada akhirnya Sorata hanya menguap ke papan tulis, ini berbeda sekali dengan yang dipikir Nanami.
Terhadap Sorata yang begitu, Nanami marah dalam hati ‘dasar bodoh’.
“Banyak sekali halangannya……..”
“Aoyama, apa tadi kau mengatakan sesuatu?”
“Hanya bergumam sendiri.”
Melihat situasi ini, sepertinya masih jauh untuk menuju menyatakan cinta----------Nanami berpikir begitu.
Tapi, ini malah terbalik dengan yang Nanami pikirkan. Kesempatan untuk menyatakan cinta ternyata datang lebih cepat.

Hari ini saat selesai makan malam, di meja makan Sakurasou, Nanami berbicara dengan Sorata yang terlihat sedikit malu.
“Kau bilang tiba tiba ingin mengatakan sesuatu padaku……..apa itu?”
Suara Sorata menjadi kering karena panik.
“Hn, hal yang lumayan penting………..mungkin.”
Suara Nanami juga bergetar.
“Aku……..selalu ingin mengatakan ini padamu.”
“Begitu ya………”
“Hn, aku……….”
Detakan jantungnya bertambah cepat.
“………”
“Aku selalu, selalu………..”
Jantungnya berdetak terus dengan sangat cepat.
“………..”
“Aku selalu menyukaimu. Sangat menyukaimu.”
Ingin mengatakan ini pada Sorata. Selalu ingin mengatakan ini pada Sorata……….jadi semakin tidak bisa dikatakan.
“………….”
“………….”
“Aku juga, aku juga berpikir begitu.”
Ini juga merupakan kalimat yang ingin didengar dari Sorata sendiri.
Kalau saja ini bukan latihan untuk audisi nanti, pasti sangat bahagia.
Nanami tidak bisa menahan dan berpikir begitu.
Terus berharap.
Setelah latihan kembali ke kamar sendirian, dada Nanami serasa tidak bisa diam. Biarpun sudah masuk ke dalam selimut, tetap tidak bisa tidur.
Di dalam kamar yang gelap memeluk guling harimau, membaringkan badan.
“Itu, Torajirou.”
“ ‘Kenapa?’ “
Nanami mengubah suaranya, dan mencocokan nadanya sesuai kalimatnya Torajirou.
“Aku ya…….”
“ ‘Hn.’ “
“Menyukai Kanda-kun.”
“ ‘Jangan mengatakannya padaku, katakan langsung pada orangnya.’ “
“Kalau aku bisa melakukannya, maka aku tidak perlu berbicara dengan Torajirou seperti ini.”
“ ‘Benar juga.’”
Jantungnya tetap berdetak dengan keras. Biarpun latihan, naskah ‘aku menyukaimu’ tetap rasanya spesial, apalagi untuk Sorata, rasanya tidak bisa tenang.
Dengan hanya memikirkannya kembali, rasanya malu setengah mati.
Juga, walau hanya latihan, mendengar ‘aku juga berpikir begitu’ dari Sorata, bibir tetap tak bisa menahan betapa bahagianya dan tersenyum sedikit. Walau sadar harus segera kembali ke ekspresi yang biasa, tapi susah sekali.
Walau ingin memindahkan perhatian juga tidak berhasil. Akhirnya, Nanami pikir kembali betapa susahnya saat latihan untuk menyatakan cinta, sendirian berguling-guling diatas kasurnya.
“Ah~~kenapa begitu~~sama sekali tidak bisa tidur………..”
Situasi seperti ini, bertahan sampai besok pagi.

Bagian 2
Sudah hari ketiga sejak latihan untuk audisi nanti. Waktu bersama Sorata sedikit malu, dan merasa bahagia, tapi kadang menjadi sedih karena berpikir ini hanya latihan. Nanami melewati hari dengan perubahan suasana hati yang sangat besar.
Berharap bisa terus seperti ini, tapi juga tidak berharap terus seperti ini…………inilah hubungan rumit yang sedang dijalin dengan Sorata.
“Tapi kalau hanya sekarang, mungkin tidak apa apa.”
Karena keadaan yang diluar dugaan, Nanami tidak bisa bersantai terus.
Alasannya karena Mashiro.
Setelah 1 minggu, hari Selasa minggu ke 2 terjadi sebuah insiden. Padahal masih jam pelajaran, Mashiro tiba-tiba datang ke kelas divisi reguler, dan membawa Sorata pergi.
Di kelas dipenuhi berbagai rumor tentang mereka berdua.
“Kedua orang kenapa sih?”
“Apa memang sedang pacaran?”
“Walaupun merupakan pasangan yang sama sekali tidak terpikirkan, tapi sepertinya mungkin?”
“Mereka tidak begitu cocok, ’kan?”
Nanami yang tinggal 1 asrama dengan mereka ditanya-tanyai, berisik sekali. Padahal tahu teman sekelas tidak bermaksud buruk, tapi saat ditanya hal tentang mereka berdua, maka mengeluarkan suara yang sedikit marah.
“Hal seperti itu jangan tanya aku.”
Tapi, pertanyaan masalah ini bukan disini.
Bagi Nanami, yang penting itu adalah, untuk apa Mashiro membawa pergi Sorata.
-----untuk melukis Sorata.
Kalau dilihat dari kata-katanya, memang hanya begitu. Kalau bukan Mashiro yang lukis , mungkin tidak akan sadar. Tapi, Nanami segera sadar, karena Mashirolah, melukis Sorata menjadi sebuah artian yang sangat penting.
Mashiro sudah memegang pensil lukisan sebelum dia bisa bicara.
Bukan lewat kata kata maupun ekspresi, namun dia menunjukkan semuanya lewat lukisannya.
Mashiro yang begitu mulai melukis Sorata pada waktu seperti ini, Nanami tahu alasannya. Karena saat sendiri sedang latihan dengan Sorata, Mashiro terlihat sedikit tidak senang………..
Saat lukisannya selesai, akan terjadi sebuah perubahan. Nanami mempunyai firasat akan itu, tidak, bisa dibilang Nanami sudah merasakan itu sekarang. Karena ada  perasaan yang jelas ini, dan yang lebih penting, Nanami tahu lukisan Mashiro dapat lebih memberitahu perasaan daripada kata-kata ataupun ekspresi.
Bel berbunyi menandakan kelas sudah berakhir.
Yayoi menyiapkan seluruhnya dan berkata :
“Siap, hormat.”
Kelas yang bebas dari seluruh pelajaran hari ini, sekejap menjadi ribut.
Nanami melihat bangku Sorata yang ada di samping, melihat dia sedang konsentrasi menulis sesuatu di catatannya. Sepertinya itu adalah catatan untuk gamenya. Bahkan tidak peduli dengan pelajaran, dia begitu fokus ke proses pembuatan gamenya.
Jadi sepertinya sebelum ulangan, Sorata akan meminjam  buka catatan Nanami.
Walaupun belum pasti pinjam, Nanami tetap berusaha dengan rajin mencatat apa yang kira-kira penting, dan berharap Sorata berterima kasih……….
Usaha Nanami yang begitu tulus ternyata tidak dirasakan oleh Sorata, setelah pulang, Sorata langsung pergi ke kelas seni untuk menjadi model lukisnya Mashiro. Sudah lebih dari 10 hari sejak Mashiro melukis Sorata, dan sekarang tetap bertahan.
Nanami merasa tidak senang dan iri, juga membenci diri sendiri yang berpikir seperti itu.
“Huft………”
Perasaan yang bercampur aduk dihempaskan.
“Ada apa? Aoyama? Apa terjadi hal yang tidak menyenangkan?”
Sepertinya karena ide untuk gamenya sudah selesai, Sorata sambil menyimpan catatannya ke dalam tas sambil bertanya dengan polos. Walau senang dia memperhatikan kita, tapi alasan menghela napas juga karena Sorata, jadi rasanya tidak bisa senang……….
“Hanya rasanya benci dengan diri sendiri.”
“Ou~~”
Menjawab seperti mengerti tapi sepertinya tidak mengerti. Tidak, sebenarnya tidak mengerti.
“Aa, kau akan pergi kerja nanti?”
“Tidak, hari ini tidak perlu kerja, tapi ada janji dengan Koharu sensei untuk interview mengenai rencana setelah lulus nanti.”
“Ou ou, itu ya……..sebaiknya hati-hati, karena dia akan bertanya hal-hal yang aneh.”
Dari nada bicaranya Sorata terdengar tidak begitu menyenangkan. Dia sudah selesai melakukan interviewnya, jadi sepertinya terjadi beberapa hal.
“Hal-hal yang aneh?”
Nanami bertanya begitu, Sorata dengan aneh memindahkan pandangannya.
“Bagaimana mengatakannya, ya……….intinya, hal-hal yang pribadi.”
“Ou~~…………hari ini juga Kanda-kun akan pergi menjjadi model lukisnya Mashiro?”
Nanami dengan tidak sadar bertanya.
“Hn? Iya. Tunggu pulang dulu baru menemanimu latihan.”
“Aku bukan karena khawatir ini baru tanya………..”
Dia sangat sadar dengan dirinya yang iri, tapi tetap saja tida bisa bertahan untuk protes pada Sorata.
Di saat mereka berdua ngobrol begitu, kelas yang ribut itu tiba-tiba menjadi diam. Selanjutnya-----
“Sorata.”
Suara Mashiro terdengar masuk ke kelas.
Siswa yang masih ada di kelas semuanya fokus tertuju pada Mashiro. Mashiro sama sekali tidak peduli, berjalan dengan cepat dan sampai di samping Nanami dan Sorata.
“Sudah mau mulai.”
“Iya, iya.”
Mashiro tidak ragu sedikit pun, langsung menarik lengan Sorata.
“Proyek bersama milik kita.”
“Jangan berkata seperti memotong kue pernikahan saat pesta pernikahan! Ini hanya melukis!”
Sorata seperti menjelaskan pada orang di sekitarnya, dan dibawa keluar Mashiro. Selanjutnya, kelas seperti sadar kembali , semuanya kembali ribut.
“Nanami ya, apa tidak apa-apa begitu?”
Pandangannya terus melihat kedua orang yang pergi itu, dan Mayu tiba tiba berada di depan Nanami.
“Walaupun kau bertanya, ini juga bukan hal yang bisa kucampuri.”
“Kau terlalu tidak mengerti~~”
Mayu seperti dalam hatinya tidak tahan dengan semua ini, dengan tidak semangat, melemaskan pundaknya.
“Nanami memiliki kekuatan untuk mempermainkan para laki-laki.”
“Sifat yang merepotkan seperti itu apa diperlukan?”
“Pasti perlu! Wanita yang tidak disukai orang baru populer!”
“Walau berkata begitu, sampai sekarang pun Mayu belum mendapatkan pacar.”
Yayoi dengan tenang mengolok Mayu yang sedang bersikap sombong itu.
“Siapa suruh kau peduli!”
“Ara~~Mayu? Kau dibilang adalah wanita yang tidak disukai, apa tidak marah?”
“Yayoi, tunggu nanti saja kita bicara sampai puas.”
Yayoi yang berdiri tidak mendengar omongan Mayu sampai habis, langsung mengambil tasnya bersiap untuk mengikuti kegiatan klub. Sepertinya hari ini juga dia akan berkeringat yang banyak karena latihan di klub baseball.
“Woi, berhenti, Yayoi!”
Mayu dengen erat menarik tas Yayoi.
“Kalau ingin pergi, beri dulu saran untuk Nanami.”
“Ti-tidak perlu.”
“Kalau begitu, apa yang harus dilakukan Nanami? Kalau terus menerus membiarkan Shiina-san menyerang, nanti Sorata direbut lho?”
“Aku setidaknya sudah berusaha.”
“Berusaha apa?”
“Akhir akhir ini aku mulai bersiap untuk megikuti audisi pengisi suara animenya Misaki-senpai.”
“Itu aku tahu.”
“Itu sebenarnya latihan’kan. Dan kau meminta Sorata untuk membantumu……..”
“Meminta bantuan Sorata?”
“………mengajak Sorata untuk kencan nanti.”
Nanami sedikit ragu, volume suaranya dikecilkan supaya hanya bisa didengar Mayu dan Yayoi.
“Benar, setidaknya mengajaknya kencan……..heh? Kau bilang kencan!”
“Tu-tunggu sebentar, Mayu, suaramu terlalu besar!”
Terhadap kosakata kencan ini, pandangan siswa yang di kelas mulai bereaksi, pandangannya itu rasanya menyakitkan. Tapi setiap pandangan mereka bertemu, mereka langsung memindahkan pandangannya, dan kembali ribut seperti biasa.
“Eh, maaf karena membuat kalian berharap, tapi benar-benar hanya untuk referensi latihan………..jadi sebenarnya tidak pantas dikatakan sebagai sebuah kecan.”
Suara Nanami semakin kecil dan mulai menjelaskannya.
Alasan kenapa Sorata menerima ajakan ini karena dari dalam hatinya dia benar-benar ingin mendukung impian Nanami menjadi seorang pengisi suara. Jadi kalau dikatakan sebagai sebuah kencan, rasanya sedikit memaksa.
“Kau serius tidak! Bukannya baru saja menyuruhmu untuk jadi sedikit nakal? Di saat seperti ini, alasan apa pun itu tidak penting!”
“Walau aku tidak merasa alasan tersebut tidak penting………tapi aku akan berusaha.”
“Berusaha seperti apa?”
Yayoi dengan jarangnya ikut dalam obrolan.
“Eh~~sesuatu seperti saling menggandeng tangan?”
“Memangnya kau anak SD?”
Mayu dengan jelas menunjukkan rasa kecewanya.
“Ka-kalau begitu , memeluknya saat di rumah hantu?”
“Masih belum.”
“Ka-kalau tidak apalagi?”
“Sesuatu seperti ciuman.”
Yang segera menjawab itu adalah Yayoi, ekspresinya tidak berubah, tetap santai.
“Ci-ciuman, maksudnya ciuman yang itu!? Aku pasti tidak bisa melakukannya!”
“Dengan cara seperti itu aku ‘menyerang’ pacarku lho.”
Sepertinya baru saja mendengar sesuatu yang sangat penting.
“Huh!”
“Ou~~……..heh? Hoi!”
Nanami dan Mayu bereaksi berlebihan.
“Apa yang kalian hebohkan?”
“Padahal Yayoi, tapi bisa mengatakan sesuatu yang ‘meledak’ seperti ini dengan biasa-biasa saja.”
Tangan Mayu menunjuk ke Yayoi.
Yayoi memindahkan tangan Mayu seperti merasa repot.
“……….sudah kuduga punya pacar.”
Sebenarnya tidak lama ini sudah dapat merasakannya dari Yayoi sendiri. Kadang dia akan dengan serius mengetik e-mail, bertanya ‘siapa dia’, dia hanya menjawab dengan biasa-biasa saja ‘hanya teman’.
Lalu, hari ini juga biasa-biasa saja, Yayo dengan sedikit malu memindahkan pandangannya.
“Hn, tak ada kok…….”
“Untuk menghukummu karena sudah merahasiakan ini dari kami, cepat katakan siapa!”
Mayu perlahan mendekati Yayoi.
“Apa orang Suiko?”
Nanami juga bertanya dari samping.
“Ya begitulah…….tapi ini adalah rahasia. Aku sudah bilang padanya.”
“Anak kelas 3?”
Tapi, Mayu tetap tidak menyerah dengan mudah.
“Bukan.”
“Kalau begitu, adik kelas? Kelas 2?”
Nanami juga dengan penasaran bertanya.
“Bukan.”
“Jangan-jangan kelas 1……..atau mungkin dia sudah wisuda?!”
“Semua bukan.”
“Semua bukan?”
Nanami saling menatap dengan Mayu yang memiringkan kepala. Bukan kelas 3 juga bukan kelas 2, bukan kelas 1 juga bukan yang sudah wisuda. Tapi adalah orang Suiko……kalau begitu, yang tersisa………..
Akhirnya Mayu seperti menemukan jawaban, bibirnya membentuk bentuk ‘ah’.
“Kau jangan bilang padaku sebenarnya pacarmu itu guru ya?”
Mayu yang dengan takut menanyai Yayoi.
“…………”
Sesaat, gerakan Yayoi seperti melambat.
“Sudah, aku mau pergi ke ruangan klub.”
Dia dengan sengaja mengalihkan pertanyaan, bersiap berjalan keluar kelas.
“Ah~~tunggu!”
“Kegiatan klubku sudah mau mulai.”
Tidak peduli dengan Mayu, Yayoi dengan cepat meninggalkan kelas.
“Cepat juga dia kabur.”
“Kalau begitu, aku juga……….”
Nanami juga ingin ikut kabur, tapi malah ditarik kembali Mayu.
“Intinya jadi sedikit nakal, ya?”
“A-aku akan mengingatnya.”
“Aoyama san, apa sekarang ada waktu?”
Nanami mendengar panggilan dan memutar kepalanya, wali kelasnya Koharu-sensei sedang berdiri disana.
Sudah berjanji untuk bertemu memulai interview mengenai rencana setelah wisuda nanti.
“Ya, ada.”
Kalau begitu Mayu juga harus menyerah. Dia di samping berbisik-bisik ‘kalau tahu begitu tadi aku kejar Yayoi saja’.
“Kalau begitu, mari kita ke kelas kosong di gedung lain.”
Koharu berjalan duluan.
Setelah Nanami berkata ‘duluan ya’ pada Mayu, dia juga segera mengikutinya.
Setelah masuk ke kelas yang kosong, langsung melihat kursi meja kosong yang saling berhadapan, dengan kosong berdiri didalam ruangan kelas yang kosong.
“Silahkan duduk.”
Koharu mempersilahkannya, Nanami pun duduk.
“Kalau begitu, mari kita mulai interviewnya.”
“Mohon bantuannya.”
“Walau begitu, sepertinya tidak ada yang perlu dibicarakan dengan Aoyama-san.”
“Begitu ya.”
“Survei rencanamu dari kelas 1 sampai kelas 3 selalu mengisi kuliah jurusan theater.”
“Iya.”
“Juga karena nilaimu yang berada di dalam ketentuan Universitasnya, kalau tetap rajin belajar, sensei rasa tidak akan ada masalah.”
“Saya akan berusaha.”
“Oh ya, apa kau tahu jurusan theater ada tes yang lain?’
“Saya tahu.”
Seperti yang Koharu bilang, karena nilai disekolah tidak buruk, jadi yang perlu dikhawatirkan hanya ini.
“Tapi, karna Aoyama-san sering mengikuti kelas pelatihan, sensei rasa tidak perlu khawatir.”
Karena Nanami tidak pernah membicarakan ini dengan Koharu, tiba-tiba dibicarakan seperti ini, Nanami merasa sedikit terkejut. Di saat yang bersamaan, ‘luka lama’ mulai terasa sakit lagi…………
“……..tentang kelas pelatihan, apa sensei mendengarnya dari Chihiro-sensei.”
“Hn.”
Chihiro sebenarnya mengatakan apa tentang dirinya? Walaupun berusaha membayangkannya, tapi tidak bisa dengan lancar dibayangkan.
“Walaupun saya sudah belajar selama 2 tahun, tapi akhirnya tetap tidak berjalan lancar, jadi rasanya sedikit khawatir.”
“Kalau begitu apa kau ingin bertanya pada kakak kelas yang ada di jurusan theater, kira-kira perlu teknik seperti apa? Aku bisa meminta bantuan dari Universitas sana.”
“………..”
Nanami terkejut sampai membuka matanya lebar-lebar karena saran Koharu. Atau dengan kata lain, rasanya Koharu hari ini berbeda dari biasanya.
" ‘Heh, rasanya Koharu-sensei menjadi bisa diandalkan?’ Kau berpikir begitu’kan?”
“………….sedikit.”
“Jahat~~kenapa reaksimu dengan Kanda-kun sama.”
“Dengan Kanda kun?”
“Ah, iya, Aoyama san.”
Ekspresi Koharu tiba tiba menjadi serius, seperti ingin bilang ‘sebaiknya pertimbangkan kalau gagal nanti bagaimana?’.
“Ada apa?”
Nanami dengan jujur dan serius bertanya.
“Sebuah hal yang sangat penting.”
“Ya.”
“Apa kau sedang pacaran dengan Kanda kun?”
“……….”
Nanami sesaat tidak mengerti apa yang dikatakan Koharu, dan mengerjapkan matanya sebanyak 2 kali berturut turut.
“Huh? Tidak terdengarkah? Aku bertanya, apa kamu pacaran dengan Kanda-kun?”
“A-apa yang sensei katakan!”
“Karena kalian terlihat mesra saat bertukar surat di pelajaran Sensei.”
“Itu bukan seperti yang Sensei pikirkan!”
“Apa itu artinya kamu mengaku kalau kalian dengan mesra bertukar surat. Ya, mesra.”
“Hn.”
Karena tertipu Koharu, Nanami baru sadar dia tadi menggali kuburannya sendiri. Kalau ingin menyangkal kenyataan ini, harusnya tadi menyangkal kenyataan bertukar surat juga……
“Terserahlah. Karena melihat kalian berdua senang, melewati marah, akhir-akhir ini sudah bisa tersenyum.”
Sepertinya dulu pernah membuat dia marah besar.
“Mentang-mentang masih muda jadinya sesuka hati saja, rasanya kurang ajar sekali.”
Juga tidak terlihat dia akan tersenyum.
“Koharu , apa kau ada?”
Nanami terkejut sampai tidak bisa bersuara, tiba-tiba Chihiro membuka pintu dan berbicara.
“Ah, Chihiro, ada apa?”
“Masih tanya kenapa. Gara-gara kau tidak hadir, kami tak bisa memulai rapat.”
Terhadap Koharu yang santai-santai aja, Chihiro jelas terlihat tidak senang.
“Heh~~tapi aku sedang dalam interview penting dengan murid-murid tercinta lho.”
“Aku pikir interviewnya sudah selesai.”
Kalau alasan rapat belum mulai karena dirinya, rasanya tidak tahan.
“Malah kami sedang membahas soal cinta lho.”
“Kami belum sempat membahas soal cinta.”
Nanami dengan singkat dan jelas menyangkal pernyataan itu.
“Pokoknya, cepatlah kau datang.”
Chihiro menarik lengan Koharu.
“Ya ampun, kenapa Chihiro semangat sekali? Ah, pasti karena pulang nanti ada kencan? Jadi ingin cepat pulang’kan?”
Koharu dengan terpaksa, menyimpan berkas berkas yang ada di meja, dan berdiri.
“Kalau begitu maaf ya, Aoyama-san. Interviewnya sampai di sini saja.”
“Ah, Chihiro sensei.”
Di saat Chihiro hampir keluar dari kelas, Nanami menghentikannya.
“Kenapa? Aku tidak terima pertanyaan tentang cinta lho.”
“Saya setidaknya akan memilih lawan yang tepat untuk menanyakan masalah tetang cinta.”
“Ternyata mulutmu tajam juga, ya.”
“Ini tentang hal yang saya minta untuk Sensei rahasiakan dulu………”
Nanami tidak peduli dengan Chihiro, langsung masuk ke topiknya.
“Itu ya.”
Chihiro dengan dingin menatap keluar jendela.
“Aku memutuskan untuk meninggalkan Sakurasou.”
“Ah, begitu ya? Aku sudah tahu. Aku akan beritahu kepala sekolah, juga akan kuberitahu ke asrama reguler nanti.”
“Mohon bantuannya.”
Seharusnya percakapan akan berakhir seperti ini. Tapi setelah Chihiro berpikir sebentar, Chihiro bertanya :
“……….apa hal ini sudah kau beritahu pada Kanda dan yang lainnya?”
“Tidak, belum.”
“Oh.”
“Saya sendiri akan mencari kesempatan untuk memberitahu mereka. Tolong Sensei rahasiakan ini dulu.”
“Akan Sensei rahasiakan. Kalau ditanya Kanda ‘kenapa!’, nanti juga aku yang akan repot sendiri.”
Ya, Sorata sudah pasti akan begitu. Dengan hanya membayangkannya saja, rasanya lucu.
Nanami berpikr percakapan ini hanya sampai disini saja. Karena Chihiro sangat menghargai keputusan muridnya sendiri, kalau bukan hal yang parah, biasanya dia tidak akan campur tangan…….
Tapi, sepertinya kali ini sedikit berbeda. Setelah Chihiro keluar dari kelas, dia berhenti sejenak dan mendekat ke pintu kelas, dan menatap ke arah atap kelas.
“Kau pasti berpikir bila terus tinggal di Sakurasou, maka kau akan dimanjakan oleh mereka………tapi, ‘bersandar’ pada orang lain bukan berarti kamu lemah.”
Dari nadanya terdengar seperti ingin menghentikannya.
“Mengakui diri sendiri yang lemah dan ‘bersandar’ pada orang lain dalam artian yang lain berarti ‘kuat’. Juga, bila kau ‘bersandar’ pada orang lain, dengan sebaliknya orang itu juga akan ‘bersandar’ padamu. Hal yang bersifat saling menguntungkan.”
“………..”
“Kalau kau merasa tidak terlalu mengerti dengan ‘seseorang’ atau ‘dia’, bayangkan saja Kanda.”
Karena awalnya terdengar serius, jadi biarpun nama Sorata dibawa bawa, dalam hati Nanami juga tidak ragu, hanya merasa Chihiro sangat baik.
“Menurut pandangan Ssensei, pasti berpikir saya melakukan hal yang bodoh.”
“Padahal kau sendiri tahu sedang melakukan hal yang bodoh, namun tetap memlilih untuk melakukannya. Dirimu yang seperti itu terlihat ‘bersinar’. Juga………”
“Juga?”
Chihiro setengah berhenti, menunjukkan ekspresi seperti terlalu banyak bicara. Karena itulah, Nanami berpikir dia akan bicara apa sejak awal tadi. Yang dia katakan barusan juga, kalau Chihiro yang biasanya, tidak akan membicarakan hal seperti itu.
“Tidak ada.”
“Sudah sampai di sini, tidak mungkin tidak ada apa-apa.”
Nanami tidak menyerah dan bertanya, Chihiro menggigit bibirnya, menunjukkan ekspresi kesulitan.
“Tolong beritahu saya.”
“………..huft.”
Chihiro seperti menyerah dan menghela napas.
“Juga, aku tidak berpikir Kanda bisa membedakan apa itu mengagumi dan cinta.”
“………..”
Padahal tadi biasa-biasa saja dengan nama Sorata, namun sekarang jantung Nanami berdetak dengan cepat.
“Sama juga, ada situasi di mana kalian salah membedakan apa itu pertemanan dan cinta. Terutama pada umur kalian yang sekarang ini.”
Chihiro yang selesai bicara menunjukkan wajah seperti ‘yang benar saja’ dan mengacaukan rambutnya.
“Ini juga belum tentu pasti seperti ini. Aku bukan Kanda,  kau juga bukan Kanda. Jadi pada kenyataannya, kita sama sekali tidak tahu perasaan lawan, mungkin Kanda juga seperti itu.”
“………….apa Sensei juga begitu.”
Nanami bereaksi begitu. Dibandingkan hal tentang Sorata, Nanami sekarang lebih tertarik dengan Chihiro yang berkata begitu.
“Siapa tahu ? Mungkin 10 tahun lagi, kau akan mengerti.”
Tatapan Chihiro seperti bilang ‘tidak perlu buru-buru mencari jawabannya’. Jawaban seperti itu tidak berarti, perlu untuk merasakannya dan memahaminya sendiri baru berarti. Mungkin maksud Chihiro seperti itu.
“Terima kasihS.”
“Aku tidak mengatakan sesuatu yang bisa membuatmu merasa berterima kasih padaku.”
Saat ini, Koharu kembali dengan berlari kecil.
“Chihiro ya, 'kan katanya mau rapat?”
“Aku tidak penting, kalian duluan saja.”
“Apa ini adalah kata-kata yang pantas dibilang Chihiro yang datang memanggilku?”
“Ah~~ya ,ya , aku akan pergi rapat. Bagaimana, sudah puas? Merepotkan sekali~~”
Dengan begitu Koharu dan Chihiro saling protes, dan pergi.
Nanami yang tinggal dikelas sendirian sekarang melihat ke papan tulis hitam yang kosong.
Karena Chihiro dan Koharu, sekarang otak Nanami penuh dengan hal-hal tentang Sorata.
“Kencan………sebaiknya pakai pakaian seperti apa ya?”
Jadi, hal tentang interview tadi sudah dilupakannya.

Bagian 3
Pertama kali berbicara dengan Sorata mungkin sekitar 2 tahun yang lalu……….saat Nanami baru masuk ke Suiko pertama kali di pertengahan bulan April.
Karena wali kelas menitipkannya untuk memberitahu jadwal piket, jadi memanggilnya.
“Kanda-kun.”
Jadi dengan biasa saja memanggil namanya, tapi dia yang mengangkat kepala malah terkejut, seperti bertemu sebuah makhluk yang misterius. Jadi Nanami mengira dia salah nama dan panik.
“Ada apa?”
Alasan Sorata terkejut karena logat Kansai yang jarang dia dengar, tapi saat ini Nanami belum sadar akan hal ini, juga tidak terlalu memikirkannya.
Bagi Nanami, Sorata hanya seorang teman laki-laki yang kebetulan sekelas, juga cuma kebetulan saja mengingat wajah dan namanya…….. Jujur saja, reaksi Sorata sama sekali tidak penting, dia sama sekali tidak peduli bagaimana Sorata melihat dia.
Lalu kedua kali berbicara adalah pada saat musim semi menyambut musim panas.
Pada suatu hari saat pulang sekolah, saat Nanami akan kembali ke asrama reguler, dia melihat di depan gerbang sekolah berkumpul banyak orang.
Karena penasaran, saat melihatnya terdapat beberapa ekor kucing yang ditinggalkan tuannya dalam sebuah kaldus.
Murid Suiko yang lewat akan mengelus kepalanya dan bilang lucu, atau terkadang akan membawa cemilan untuk memberi makan kucingnya.
Setelah merasa puas, pada akhirnya semuanya hanya lewat begitu saja. Murid yang ingin membawa pulang kucing, satu pun tidak ada. Karena banyak murid Suiko yang tinggal di asrama, jadi tidak bisa, juga biasanya dilarang memelihara peliharaan.
Lalu sekarang, Nanami sadar ada seorang murid yang mendekati kardus itu. Di saat sedang mengamati apa yang akan dia lakukan, dia tidak mengelus kepalanya si anak kucing, juga tidak memberi makan, tetapi dia membawa kaldus itu seolah benda itu adalah barang dia sendiiri.
Murid itu adalah Sorata.
Sorata sambil mengamati sekitarnya, sambil berbicara dengan anak kucing yang ada di kardus. Lalu dengan tidak ragu sedikitpun, dengan cepat berjalan kembali ke asramanya.
Nanami belum sempat berpikir apapun ketika tubuhnya dengan bergerak dengan sendirinya.
Dia mengejar Sorata dan berkata :
“Kanda-kun.”
“eh……..Aomori-san?”
Sorata yang memutar kepalanya, bertanya dengan kebingungan.
“Salah, itu adalah Pulau Honsu yang ada di ujung utara. Aku adalah Aoyama Nanami yang sekelas denganmu.”
“Ah ya, Aoyama.”
“Tidak kusangka ternyata kau belum hafal.”
“Tidak, aku sudah hafal, hanya saja tiba-tiba lupa.”
“Kupikir itulah yang namanya tidak ingat?”
“Kali ini aku pasti akan mengingatnya.”
Sorata tersenyum kecil.
“Apa kau berencana membawa anak-anak kucing itu kembali ke asrama?”
“Ya.”
“ Masih jawab ‘ya’……….di asrama dilarang memelihara peliharaan lho.”
“Benar juga. Ini merupakan sebuah masalah besar.”
Walau dia berkata begitu, dia tidak terlihat sedang mencemaskan hal itu.
“Penjaganya nanti akan marah.”
“Kalau dengan hanya marah bisa menyelesaikan masalah, sih tidak apa.”
“Tidak, itu tetap saja akan bermasalah.”
Rasanya percakapan ini mulai menuju arah yang tidak terduga. Saat ini, terhadap teman sekelas yang dia anggap sangat normal Nanami merasakan sebuah perasaan.
Rasanya berbeda dengan anak laki-laki yang ada di kelas. Dia mempunyai ‘warna’ yang lain daripada orang lain. Perubahan yang pertama rasanya begitu.
Tidak mempunyai perasaan seperti jatuh cinta pada pandangan pertama, jadi kesan dengan Sorata itu lebih seperti menganggapnya ‘orang aneh’.
Kalau memberitahu ini ke Sorata, pasti akan menyimbulkan keributan :
“Yang benar saja! Aku sangat normal!”
Tapi, biasanya orang melihat kucing dana hanya akan membiarkan saja, lalu berpikir ‘kasihan ya’, dan merasa sudah bertanggung jawab akan itu.
Tapi sebenarnya berpikir seperti itu juga kurang baik, pada kenyataan sebenarnya hanya meminjam alasan ‘di asrama tidak boleh memelihara peliharaan’ dan membiarkannya, jadi hanya berencana membiarkannya saja, namun ini tidak dapat disalahkan kepada siapapun.
Jadi dia tidak terlalu merasa kurang enak pada hal ini, sampai Sorata memungut kucing itu……
Mengobrol dengan Sorata yang membawa kardus itu, mungkin juga karena hanya ingin menghilangkan perasaan tidak enak yang ada di hati karena meninggalkan anak-anak kucing itu.
Sorata yang memungut kucing; dan dirinya yang tidak peduli akan itu. Mungkin hanya ingin menghilangkan perasaan tidak enak itu sedikit saja, ingin mencari alasan, dan ingin berpikir  ‘Sorata itu bukannya tidak normal, hanya seseorang yang biasa-biasa saja’ dan merasa tenang.
Saat ini, Nanami dengan pandangan yang bukan karena jatuh cinta menatap ke Sorata.
Kucing yang dipungut Sorata itu namanya Hikari.
Sepertinya nama itu diambil dari Shinkansen. Tidak tahu darimana Sorata terpikir untuk memberi nama itu, tapi rasanya namanya cocok dengan bulunya yang berwarna putih.
Rahasia memelihara Hikari adalah rahasia yang hanya diketahui oleh Sorata, Nanami dan teman sekelasnya, Miyahara.
Sambil menjaga kucing, hubungan Nanami dan Sorata juga menjadi semakin baik.
Diketahui bahwa Sorata ternyata besar dikota ini. Sepertinya karena mendapat pemberitahuan penerimaan siswa baru di Suiko, dan pekerjaan ayah ada sedikit perubahan, maka hanya tinggal Sorata sendiri disini, yang lainnya pindah ke Fukuoka.
Jadi dia banyak tahu mengenai toko-toko yang ada di sekitar sini, tentang toko roti yang enak juga dia dengar dari Sorata.
Yang lain seperti tugas sekolah, komik yang menarik, acara televisi yang ditonton kemarin, juga tentang festival budaya Suiko  yang sangat meriah………mereka ngobrol sangat banyak hal yang tidak penting namun menyenangkan.
Dan entah sejak kapan, Nanami teringat saat-saat dimana dia membahas impian dengan Sorata.
“Tentang aku les di pelatihan pengisi suara, jangan beritahu yang lain, ya.”
“Kenapa?”
“Sekarang sudah tidak tren lagi tentang mempunyai sebuah tujuan dan berusaha untuk mencapai itu’kan?”
“Begitu ya? Tapi aku merasa iri lho. Karena aku berpikir untuk serius dan mencari……..tujuan, makanya aku keluar dari klub sepak bola.”
Sebagian wajah Sorata yang berkata begitu terlihat sulit bernapas, seperti sedang menahan sesuatu. Itu adalah ekspresi kesulitan yang belum pernah dilihat Nanami. Mungkin karena merasa malu, Sorata tidak berani menatap Nanami.
Karena itulah, ini tidak terdengar seperti hanya sekedar basa-basi saja, namun dia mengatakannya dengan jujur dan tulus. Sorata mendengarkan perkataan Nanami, terhadap papanya yang tidak setuju dengan ini, tentang dia yang datang dari Osaka, merupakan sebuah kehadiran yang kecil namun mendukung.
“……….terima kasih.”
“Terima kasih untuk apa?”
“Tak mengerti juga tidak apa.”
“Tapi aku tidak merasa tidak apa-apa lho?”
Kira-kira disaat seperti inilah, setelah sadar, tatapan dirinya ternyata sudah mulai mengejar Sorata…….
Setiap hari akan melihat dia yang hampir telat; mencarinya di dalam ruangan olahraga yang penuh dengan siswa yang memakai pakaian olahraga. Kalau bisa segera menemukannya, maka akan merasa ini adalah hari yang menyenangkan. Di saat sedang perhatian, tidak peduli di mana pun, dapat menemukannya dengan mudah.
Ada saatnya saat menyadari sebuah kebiasaan Sorata, maka dia akan mencatatnya di catatan. Dan setiap saat sedang makan siang, akan mengoloknya selalu saja makan kroket dan cola.
Di saat rahasia memelihara kucing diketahui oleh pihak sekolah, dan dipindah ke Sakurasou, mulai merasa jarak mereka menjauh dan menjadi tidak tenang. Seperti ingin menghilangkan rasa tidak tenang ini jadinya semakin sadar akan perasaannya untuk Sorata.
Juga pernah bercanda berpikir ‘coba-coba pindah ke Sakurasou ah~’.
Tapi tidak terpikir di musim panas tahun kedua, hal ini benar benar terjadi……..
Tapi kalau sekarang memikirkan kembali semuanya, hal-hal yang terjadi saat kelas 1, itu hanya bantuan untuk membantu menyadari perasaan untuk Sorata.
Setelah naik ke tahun kedua, lingkungan di sekelilingnya semuanya berubah.
Di saat Mashiro pindah sekolah dan ke Suiko, perasaannya mulai melangkah dalam langkah yang besar.
Nanami mulai sadar pandangan Sorata, suara, senyuman…….semua tertuju pada Mashiro, dan mulai merasakan sesak dalam hatinya.
Perasaan sesak seperti ini bertahan selama 1 tahun, sampai naik ke tahun ketiga pun belum hilang, malah seiring berjalannya waktu menjadi semakin sesak.
Bulan April tanggal 29, hari pertama Golden Week.
Mereka datang ke taman bermain yang tidak begitu jauh, sebuah kencan latihan untuk audisi bulan Mei tanggal 3 nanti.
------bagaimana agar perasaan sesak ini bisa hilang?
Terhadap Sorata yang duduk berhadapan di meja bulat, Nanami bertanya-tanya dalam hati, tapi Sorata tidak menjawab, sekarang sedang dengan fokus memakan burgernya.
Di saat sebelum menuju ke rumah hantu, perut Sorata keroncongan, jadi memutuskan untuk memakan sesuatu dulu. Di meja terlihat 2 porsi paket burger yang ada kentang goreng dan minuman.
“Kanda-kun, hati-hati nanti tersedak lho.”
“'Kan bukan di komik…….kuhk!”
Baru selesai bicara, Sorata mengeluarkan suara kesakitan.
Dia dengan panik mengambil minuman, di saat sedang menyedot, ternyata minumannya sudah habis.
“Yang benar, bukannya tadi aku baru bilang?”
Nanami segera menawarkan minumannya.
Selanjutnya Sorata dengan tidak ragu mengambilnya dan langsung meminumnya.
“…………”
Nanami melihat sosoknya yang begitu, saat ini baru sadar sesuatu. Tadi dia sudah menggunakan sedotannya……….
“Huft~~syukurlah.”
“Ha-hati-hati.”
"Hn, makasih.”
Selesai bicara, Sorata dengan polos mengembalikan minuman Nanami, dan pandangannya tertuju pada sedotan.
“………..”
“………..”
2 orang itu dengan aneh terjatuh dalam keheningan.
Nanami menatap ke Sorata, hanya melihatnya sedang menunjukkan ekspresi yang kesusahan dan kebingungan. Sepertinya karena dia melihat reaksi Nanami, jadinya sadar dengan ini.
“A-aku tidak minum lagi, kau bisa minum semuanya?”
Dalam sebuah situasi yang keduanya sama-sama sadar, tidak ada keberanian mengambil minuman.
“Tidak, tidak, aku juga sudah kenyang.”
“Be-begitu ya.”
“Hn,hn………….sepertinya juga sudah waktunya pergi ke rumah hantu.”
“Hn,hn, ayo.”
Nanami mengejar Sorata yang berdiri duluan, membuang plastik burger pada tong sampah, dan mengembalikan papannya.
------sesuatu seperti ciuman?
Saat ini, dalaml otak Nanami terpikir ucapan yang dikatakan Yayoi.
Setelah meninggalkan rumah hantu, langit sudah gelap, di dalam taman bermain yang terang, terdapat suasana yang berbeda dengan saat pagi hari.
Rata-rata pengunjung sudah pulan semua, tidak terdengar suara anak kecil lagi. Tapi sebaliknya, pasangan yang ada di sekitar menjadi semakin banyak.
-----apa kami semua juga terlihat seperti itu?
Nanami tidak mempunyai keberanian untuk bertanya, hanya berkata dalam hati dan berjalan di samping Sorata.
Pundak mereka hampir bertemu.
Ini juga tidak heran, mereka saling bergandeng tangan.
2 tangan yang saling menggenggam erat, sepertinya ini yang namanya gandengan tangan pasangan.
Tangan yang digandeng di dalam rumah hantu, sampai keluar rumah hantu juga tidak lepas.
Kalau saja bisa begini terus maka baguslah…….Nanami sambil berpikir sambil khawatir tangannya akan berkeringat. Sempat berpikir untuk melepaskan tangannya. Tapi kalau sekali saja melepaskan tangannya, maka tidak akan bisa kembali ke situasi ini dengan mudah. Dalam hati Nanami ragu-ragu.
Sorata sama sekali tidak sadar dengan pikiran Nanami, mengobrol tentang anak kelas 1 yang akan dipindah ke Sakurasou saat bulan April nanti.
“……..”
Dengan tidak mudah akhirnya mereka bisa berduaan, apa harus mengobrol tentang topik ini?
“Hn? Kenapa kau terlihat marah?”
Sepertinya karena perasaan kecewanya tampak dari wajahnya yang sekarang.
“Aku tidak marah.”
“begitu ya? Baguslah…….selanjutnya apa yang harus kita lakukan?”
Nanami menarik tangan Sorata yang berada di tengah jalan , dan memutar badannya.
“Aku ingin naik itu.”
Selesai berkata, dia langsung menunjuk dengan jarinya.
Di depan jalan yang luas, terlihat Ferris Wheel yang dihiasi berbagai macam warna. Banyak sekali pasangan yang menaiki Ferris Wheel itu yang sedang berputar dengan pelan.
Bulan April tanggal 29.
Hari ini, di dalam buku harian Nanami ada beberapa coretan ‘berciuman’ yang dihapus dan ditulis lagi, lalu mencoba menulis ‘berciuman’ namun dihapus lagi. Dan akhirnya pada akhir halaman itu, hanya tertulis ‘aku menyukaimu’ dengan kecil.

Bagian 4
Bulan Mei tanggal 2, Senin sehabis Golden Week.
Merasa pelajaran siang yang lama telah berakhir, bel pun berbunyi.
“Huft~~~”
Nanami memastikan Sorata yang segera meninggalkan kelas itu, mulai berbaring di mejanya, dan menghela napas.
“Bagaimana ini……..”
Lalu mulai mengatakan beberapa masalahnya.
“Hm, hm, apa yang terjadi?”
Setelah mengangkat kepala, hanya terlihat Mayu yang membawa bekalnya itu bertanya kebingungan.
Di samping, Yayoi juga berjalan kemari dengan diam, tangan kanannya membawa roti yang baru dibeli dari kantin sekolah, juga tangan kirinya membawa bekal yang dibawa dari rumah. Sepertinya mengikuti kegiatan klub olahraga sangat membuat lapar.
“Ke-kenapa?”
“Kalian berdua jelas-jelas terlihat sangat mencurigakan.”
“Maksudnya siapa mereka berdua?”
“Nanami dan Kanda-kun.”
Pandangan Mayu menunjukkan bahwa ‘tidak perlu kubilang, kau juga mengerti’. Karena Nanami sendiri sangat tahu akan hal ini, jadi merasa tidak bisa membiarkannya berlalu begitu saja.
“Pasti terjadi sesuatu saat kencan’kan?”
Yayoi sambil memakan rotinya dan bertanya.
“Eh, eh, itu……..”
Hal yang terjadi saat di dalam Ferris Wheel terbayang lagi, wajah Nanami dengan sekejap memerah, dengan tidak sadar memegang bibirnya.
Terhadap reaksi ini, Mayu dan Yayoi saling menatap.
“Jelaskan saja apa yang terjadi.”
Mayu menganggap garpu yang ia pakai sebagai mic, daan mengarahkan ke Nanami.
“Hari pertama saat golden week, aku kencan dengan Kanda-kun di taman hiburan.”
“Itu aku tahu, yang aku ingin tahu adalah apa yang terjadi. Pokoknya, apa saja yang kalian lakukan di taman hiburan?”
“Setelah naik roller coaster………..”
“Lalu?”
“Membiarkan Kanda-kun yang mulai pusing berbaring di atas paha……….”
Mengatakan saja rasanya sangat malu, lalu suara Nanami semakin mengecil. Walaupun hanya latihan untuk audisi, namun rasanya berani sekali………..
“Uwaa, Nanami berani sekali.”
“Bu-bukanlah! I-itu hanya latihan! Di dalam naskahnya ada situasi seperti itu!”
“Iya iya, lalu?”
“Bergandengan tangan di dalam rumah hantu.”
Di tangan masih teringat perasaan hangat ketika bergandengan tangan, jari-jari yang saling menyatu…….
“Ya, setelah itu?”
“Ha-hanya itu.”
“Kau bohong!”
Mayu berteriak sambil menunjuk Nanami dengan garpunya.
“Dilihat dari sikap kalian berdua, sepertinya tidak hanya itu.”
Sampai Yayoi juga bertanya tanpa belas kasih.
 “I-itu……..dan akhirnya naik Feris Wheel bersama sama……..”
“Ou, lalu apa yang terjadi?’
Mayu dengan semangat mendekatkan wajahnya.
“……..dan terjadilah.”
“Apa yang terjadi?”
“Berciuman.”
Are!!”
Mayu dengan berlebihan mundur ke belakang beberapa langkah.
“Su-suaranya jangan besar begitu!”
Teman teman yang makan siang di kelas, semuanya melihat ke arah Nanami.
“Apa kau sudah menyatakan cinta?”
“Kalau itu, belum………”
“Lalu cium duluan? Nanami memang sesuatu~~!”
“Whoo~~sungguh membuat terkejut.”
Bahkan sampai Yayoi yang selalu tenang biasanya, sampai terlihat bersemangat.
“Ah~~yang benar! Padahal ini yang disarakan Mayu dan Yayoi kemarin!”
Walau tidak bermaksud menyalahkan, tapi suaranya terdengar sedikit konyol.
“Maaf, tidak kuduga akan kau lakukan……..tapi, kerja bagus.”
“Hn, bukannya sangat efektif? Sekarang Kanda-kun sudah menyadari Nanami sebagai seorang perempuan.”
Terhadap komentar Yayoi, Mayu juga ikut ikutan memberi pendapatnya.
“Dia itu sekarang pasti sudah menyadarinya, karena di pikiranya sekarang hanya Nanami seorang.”
“Kalau memang begitu, sepertinya aku akan sangat senang……..”
Nanami sadar mengungkapkan isi hatinya, Mayudan Yayoi yang mendengarnya seperti merasa puas.
“Kalau begitu, rasanya bagaimana?”
“Apanya yang bagaimana?”
“Tentu saja rasa saat berciuman.”
Mayu terlihat sangat senang dan menunjukkan senyuman yang polos.
“I-itu tidak penting kan?”
Nanami memalingkan wajahnya.
“Tidak mungkin tidak penting!”
Tapi segera diputar balik lagi oleh Mayu.
“Ayo, jangan sembunyi-sembunyi lagi!”
“I-itu……ba-bagaimana ya……..”
“Bagaimana?”
“Tubuh Kanda-kun ternyata lebih besar dari yang kubayangkan.”
“Tidak, tidak ada orang yang bertanya mengenai perasaanmu setelah kau melakukannya.”
“Ka-kami tidak melakukannya!”
Karena berciuman dekat-dekat, jadi menyadari ternyata tubuh sendiri agak kecil.
“To-topik ini sampai di sini saja! Waktu itu aku sudah mencapai batas diriku sendiri, jadi sama sekali tidak kuingat rasa seperti apakah itu!”
Perkataan ini setengahnya memang benar, tapi setengahnya lagi bohong. Rasa bibir Sorata, sampai sekarang masih dengan jelas dirasakan oleh tubuh Nanami. Di saat bernapas masih ada aroma Sorata. Sampai sekarang juga masih belum bisa menghilang. Tapi tentu Nanami sendiri juga tidak ingin ini cepat menghilang……
“Heh~~tapi setidaknya ceritakanlah perasaanmu setelah melakukannya.”
Mayu tidak menyerah, dan lanjut bertanya.
Yayoi juga melirik Nanami sejenak, menunggu dia berbicara.
“Biarpun kau bertanya mengenai perasaannya……..”
“Setelah kau merasakannya sendiri, perasaanmu seperti apa?”
“Dibanding dengan perasaannya……rasanya seperti aku menyadari 1 hal.”
Benar, sudah jelas.
“Ou, apa itu?”
“Ya, itu……aku benar benar menyukai Kanda-kun.”
“…………”
“…………………….”
Setelah mendengar pernyataan Nanami, Mayu dan Yayoi terlihat terkejut. Dan seperti ingin mengatakan ‘sampai sekarang apa hubungannya lagi dengan ini.’
“Ja-jadi aku tidak ingin mengatakannya……………”
Nanami dengan cepat menghabiskan bekalnya itu, sepertinya itu untuk melupakan yang dia katakan tadi.
“Uwaa~~Nanami benar benar sedang jatuh cinta ya!”
Mayu berkata sendirian, dan akhirnya lanjut memakan bekalnya itu.
“Terima kasih.”
Dan Yayoi berkata begitu. Karena rotinya belum habis, jadi sepertinya perkataan yang tadi diperuntukkan pada Nanami.
“Ah~~sepertinya juga sudah saatnya aku mencari orang yang akan membuatku jatuh cinta.”
Mayu yang sedang minum teh dengan sedotannya itu, tidak tahu seberapa seriusnya dia.
“Kalau begitu yang paling pertama yang perlu dilakukan Mayu mungkin adalah tumbuh tinggi dulu.”
Yayoi menaruh tangannya di atas kepala Mayu.
“Jatuh cinta dan tinggi badan tidak ada kaitannya! Ah, oh ya, Nanami! Anak kelas 1 yang dipindahkan ke Sakurasou itu! Kenalkan dia padaku. Walau ekspresinya selalu terlihat sedang melamun, tapi aku pernah melihat sosoknya yang sedang bermain piano, tidak buruk juga.”
“Aku sarankan kau pikirkan lagi untuk berkenalan dengan Iori-kouhai.”
“Kenapa?”
“Karena dia bilang dia tidak tertarik dengan perempuan berdada datar…….”
Tidak hanya tinggi badan, seluruh tubuh Mayu terlihat mungil, jadi pasti bukan pilihannya.
“Ah~~kenapa yang dilihat setiap orang itu adalah dada!”
“Jangan dipikirkan.”
Yayoi sekali lagi menaruh tangannya di atas kepala Mayu.
Nanami mendengar percakapan yang seperti ini, dengan alami menunjukkan senyumannya.
Mulai merasa diri sendiri yang terlihat konyol karena bingung menghadapi Sorata seperti apa.
Sudah mengerti alasan kenapa rasanya selalu sesak. Senang, sedih, iri, malu, bosan, dan marah …..terhadap Sorata, semua perasaan itu bergejolak di dalam hati, tapi itu karena menyukainya.
Karena 1 kalimet Sorata jadi merasa semangat atau mungkin sedih, ini juga karena menyukainya. Benar-benar menyukainya……..
Hanya karena begitu, karena hal seperti itu.
Tapi, perasaan yang tidak tampak ini.
Merupakan sebuah perasaan yang selalu tumbuh.
Dan ingin mengatakannya dengan tulus dan jujur.
Memberitahu semua perasaan yang tersimpan dalam hati ini padanya………
Perasaan yang diberikan Sorata untuk menyukai Sorata ini……..akan berusaha untuk memberitahukannya.
------aku benar benar menyukai Sorata………