OWARI NO SERAPH: ICHINOSE GUREN, 16 SAI NO HAMETSU
JILID 2 EPILOG
CINTA MILIK SAYURI

“Anu, Tuan Guren.”
Terdengar suara seorang perempuan.
Guren lantas membuka matanya perlahan.
“Tuan Guren, Tuan Guren.”
Perempuan itu terus menerus memanggil namanya. Guren pun segera mengetahui, siapa pemilik suara itu.
Sayuri.
Guren mengalihkan pandangannya ke arah suara itu. Dia kemudian mengetahui di mana dia berada saat ini.
Bukan di Shibuya. Tempat di mana sekolahnya berada.
Juga bukan di Ueno. Tempat di mana dia kehilangan kesadaran.
Kota kecil di antara pegunungan yang ada di PerfekturAichi. Tempat di mana Keluarga Ichinose dan pengikut Mikadono Tsukitidak tinggal di sana. Guren tertidur di kamar tidur, di mansion yang berada di pusat kota kecil itu.
Sayuri menjaga Guren dari balik pintu geser, seperti yang terjadi di saat dahulu kala. Jika Guren terluka atau pingsan saat latihan, Sayuri dan Shigure selalu bergantian merawatnya.
Sayuri membuka sedikit pintu geser.
Guren menatap ke arah pintu geser itu, dan berusaha bangkit.
Mata Sayuri lantas segera terbelalak, terkejut.
“Anda .... Anda telah bangun, ya, Tuan Guren!”
Sayuri berteriak kegirangan dan segera masuk ke dalam kamar. Tidak hanya itu. Tanpa pikir panjang, dia langsung memeluk Guren dengan sangat erat.
Guren menerima Sayuri yang datang memeluknya dengan erat. Dadanya lantas terasa nyeri. Sepertinya, beberapa tulang rusuknya patah. Tangan kanannya terasa berat. Bukan hanya jari jemarinya saja. Lengannya juga digips.
Sayuri lantas berkata dengan suara yang terdengar hendak menangis.
“Anda tidak kunjung membuka mata. Saya khawatir. Sudah sebulan ..., sudah sebulan Tuan Guren tidak kunjung membuka mata. Semua orang berkata ..., Tuan Guren tidak akan membuka mata lagi. Tetapi ..., tetapi ..., saya tidak mempercayai hal itu ....”
Ujar Sayuri panjang lebar.
Air mata yang tidak tertahankan lagi, langsung mengalir dari mata Sayuri. Wajahnya menjadi berantakan. Untuk menyembunyikannya, Sayuri pun menyembunyikan wajahnya di dalam dada Guren.
“Uuu ....”
Dia mulai menangis.
Seraya memandang Sayuri yang menangis ....
“....”
Sudah satu bulan berlalu, ya .... Pikir Guren.
Itu artinya, saat ini sudah bulan Juli.
Waktu yang sangat panjang. Benar-benar waktu yang sangat panjang. Dalam kondisi yang terus menerus berubah secara dramatis ini, satu bulan adalah waktu yang benar-benar sangat panjang.
Guren pun bangkit. Kepala Sayuri masih tetap berada tenggelam di dalam dadanya.
Guren bermaksud untuk memastikan jam saat ini. Namun dalam ruangan itu tidak terdapat jam. Tetapi, jika melihat kondisi di luar pintu geser, saat ini masih tengah malam.
Guren akhirnya bertanya.
“Sekarang tanggal berapa?”
Sayuri lantas ....
“Uuu ....”
Masih tetap menangis.
Guren tersenyum pahit melihatnya. Dia lalu mengelus rambut panjang Sayuri, berusaha menenangkannya. Kemudian, berusaha bertanya sekali lagi.
“Sayuri, sekarang tanggal berapa?”
Sayuri lantas menarik kepalanya dari dada Guren. Wajahnya terlihat sedikit marah karena alasan yang Guren tidak mengerti. Sayuri pun berkata,
“Terserah sekarang mau tanggal berapa, bukan.”
“Ng?”
“Saya mohon jangan lakukan hal berbahaya, lebih dari ini. Kalau begini, saya akan terus menerus khawatir, sampai rasanya mau mati. Sebanyak apa pun nyawa saya, tidak akan cukup untuk mengatasinya.”
“....”
“Apakah Tuan Guren tidak bersedia tinggal dengan tenang di tempat ini? Apa Tuan Guren tidak bersedia seperti ayah Anda, yang hidup dengan damai, memberi jarak dengan pusat kekuasaan politik?”
Sayuri mengatakan hal semacam itu kepada Guren.
Hidup dengan tenang dan damai----------
Memang benar, ada pilihan semacam itu. Menundukkan kepala kepada Hiragi. Berlutut layaknya seorang budak--------Pilihan seperti itu, memang bisa dipilih.
Hanya saja, hidup seperti itu tidak cocok bagi diri Guren. Sejak dulu kala, tidak pernah sekali pun terlintas pikiran semacam itu.
Guren lantas berkata.
“Memang benar. Kalau bersamaku akan banyak sekali bahaya. Kalau kau tidak suka mengikutiku, maka kau boleh mundur—“
Perkataan Guren dipotong oleh Sayuri, yang berkata dengan suara keras.
“Bukannya tidak suka!”
“Hah?”
“Saya tidak membahas masalah itu!”
Sayuri berkata demikian dengan wajah menangis. Sayuri menatap Guren. Pipinya bersemu sangat merah karena alasan yang Guren tidak tahu.
“Selama ini, apakah Tuan Guren selalu ....”
Perkataan Sayuri terhenti hanya sampai situ saja. Dia pun lantas terdiam.
Guren akhirnya harus bertanya.
“Selalu apa?”
Namun Sayuri hanya terdiam.
“Kenapa? Jangan berhenti berbicara di tengah-tengah.”
Sayurilantas mengerutkan keningnya. Dengan wajah yang terlihat susah untuk mengatakannya, Sayuri akhirnya menjawab.
“Hingga saat ini pun, apakah Tuan Guren selalu ...”
“Apa?”
“... menyukai Hiragi Mahiru?”
Ungkap Sayuri pada akhirnya.
Saat mengatakan itu, air mata kembali mengalir dari mata Sayuri. Seakan air mata yang selama ini ditahannya, mengalir tanpa bisa ditahannya lagi.
“Apakah Anda berjuang menjadi kuat, demi bisa mendapatkan kembali Hiragi Mahiru?”
Dengan suara bergetar, Sayuri berkata demikian.
Sepertinya, selama ini Sayuri berpikir demikian. Guren hanya bisa diam tanpa bergeming, menatap Sayuri. Lalu, dengan terlihat malu-malu, Sayuri kembali menyembunyikan wajahnya dalam dada Guren.
“Ma-maafkan saya .... Saya berkata hal yang aneh .... Dan lagi, saya bahkan menangis ....”
Ujarnya kemudian.
Guren menggelengkan kepalanya.
“Tidak masalah.”
“Te-tetapi ....”
“Apa yang kau katakan memang benar. Aku yang bertindak dengan alasan seenak sendiri, memang terlihat seperti itu di—“
“Bu-bukan begitu”
“Salah, ya?”
“Saya tidak bermaksud mengkritik Anda demikian.”
“Kalau begitu, apa?”
Sayuri terdengar kembali menangis, seraya menyembunyikan wajahnya di dada Guren. Namun ternyata itu adalah suara kebingungan Sayuri. Berkali-kali dia berkata ‘em ..., anu ....’ Kemudian, setelah memantapkan tekadnya, dia pun berkata.
“A-anu .... Ini ....”
“Hem?”
“Ini hanya ..., bentuk rasa cemburu .... Jika Tuan Guren benar-benar menyukai Hiragi Mahiru, maka ..., saya ....”
“....”
“Maka ..., tidak ada celah untuk saya, bukan ...?”
Ah?
Dengan nada suara yang terdengar tidak bertenaga, Guren berkata demikian.
Jadi hanya soal itu.”
“Eeeeeeeh, ha-hanya? Ini adalah persoalan yang memerlukan banyak keberanian untuk mengatakannya, lho?”
Dengan wajah terkejut, Sayuri berkata demikian.
Namun, tanpa mengubah rona wajahnya, Guren menjawab.
“Kau ini, ya. Aku ini baru saja bangun dari koma. Jadi, jangan ajak aku terlibat dalam pembicaraan konyolmu itu.”
“Ko-konyol ...? Tidak, tidak. A-anu .... Memang, sih, kalau dipikir-pikir saya memang salah tempat mengutarakan ini ....”
Saat itu, Sayuri kembali memandang Guren. Wajahnya kembali merah padam.
“Kyaaaa, kenapa tanpa sadar aku mengatakan suka, sih!”
Dia pun kini berteriak.
Benar-benar sangat berisik.
Melihat itu, Guren pun tertawa. Walaupun hanya tertawa kecil. Pada saat itu, tulang rusuknya kembali terasa nyeri.
Sayuri segera menyadarinya.
“Ah, Tu-Tuan Guren, apa Anda kesakitan?”
Guren menggelengkan lehernya.
“Tidak. Ini bukan masalah.”
“Anu, Tuan Guren.”
“Kali ini, kenapa?”
Sayuri pun segera menjawab, dengan tatapan langsung tanpa ragu ke arah Guren.
“Apakah aku tidak bisa menjadi penutup lubang kosong di hati Tuan Guren?”
Dia tiba-tiba bertanya seperti itu kepada Guren. Berbeda dengan perkataan membingungkan sebelumnya, kali ini ekspresi Sayuri terlihat sangat serius.
Sepertinya, dia sudah memutuskan untuk mengatakannya, jika orang yang disukainya membuka matanya.
Dengan wajah merah padam, namun dengan perasaan benar-benar serius, dia menyampaikannya.
“Sa-saya sangat menyukai Tuan Guren.”
Guren menatap Sayuri. Sebagian tubuh Sayuri, bermandikan cahaya yang masuk melalui celah pintu geser, yang terbuka sedikit. Sosoknya terlihat tampak sangat cantik.
Lagipula, jika Sayuri tidak mengikuti Guren, pasti Sayuri kini tengah menjalani kehidupan gadis SMA biasa yang menyenangkan. Gaya berpakaiannya bagus. Wajahnya pun cantik. Tubuhnya pun menawan. Gadis yang seperti itu, tidak seharusnya bunuh membunuh dengan seseorang di tempat yang sama dengan Guren.
Terlebih lagi, gadis itu sampai menyukai dirinya, yang bahkan bukan hal yang aneh, jika tiba-tiba dirinya mati.
“Kau ini bodoh, ya?”
Saat Guren mengatakan itu, Sayuri pun tertawa.
“Em, ah~ aku sudah pernah berpikir bahwa ‘ah, aku ini bodoh, ya’ ..., kira-kira sekitar dua kali, karena memiliki perasaan suka terhadap Tuan Guren ....”
“Haha, benarkah?”
“Benar.”
Guren kemudian menjawabnya.
“Aku tidak bisa menjawab perasaanmu.”
Sejurus kemudian, wajah Sayuri terlihat muram.
“A-anu, i-itu berarti .... Saya memang tidak bisa—“
“Bukan itu. Bukan berarti aku membencimu.”
“Eh?”
“Hanya saja, aku tidak punya waktu luang. Waktuku sudah cukup tersita untuk mengejar ambisi yang menurutmu konyol itu. Karena itu, menyerah sajalah.”
“Anu, anu, anu, anu .... Kalau begitu, kalau begitu, kalau begitu artinya .... Saya pun, saya pun masih punya kesempatan?”
“Bukan. Aku, kan, bilang ‘menyerah saja—“
“Tetapi Tuan Guren tidak membenci saya, kan?”
“Hah?”
“Itu artinya Tuan Guren suka saya, kan?”
“Kesimpulan dari mana, bisa jadi begitu?”
“Anu, kalau begitu .... Untuk kali ini, tidak masalah jika Anda mengelus-elus kepalaku sekali lagi, kan?”
Ujar Sayuri seraya berusaha hendak memeluk Guren. Namun ....
“Ya, stop!”
Shigure tiba-tiba membuka pintu geser lebar-lebar dan melompat masuk ke dalam kamar. Lantas ditendangnya punggung Sayuri.
“Kya!”
Sayuri pun terpelanting. Tubuhnya terguling beberapa kali. Dengan suara kecil, Shigure berkata kepadanya.
“Pencurian startmu itu ..., apa menurutmu tidak kelewatan?”
“Au~”
“Sebagian teman baikmu, aku terus diam mengawasi sampai kamu menyatakan cinta. Tapi perbuatanmu setelahnya ..., tidak pantas dilakukan, bukan?”
“Ta-tapi, Yuki-chan, aku kan, ingin dielus-elus sekali lagi.”
“Apa kamu lupa, Tuan Guren koma selama sebulan, kan? Jangan bertindak tidak sopan!”
“Au, baik.”
Sayuri mengangguk.
Shigure kemudian melihat ke arah Guren dan berkata.
“Tuan Guren, bagaimana kondisi tubuh Anda?”
Guren menjawab.
“Tidak masalah.”
Seraya mengatakannya, Guren menggerakkan badan. Ternyata, badannya sanggup bergerak leluasa, melebihi perkiraannya. Biasanya, jika tertidur dan tidak bergerak selama sebulan maka badan akan menjadi lemas dan lemah. Namun, badannya kali ini tidak begitu.
“....”
Guren lantas melihat lengan kanannya. Lengannya tersambung dengan sempurna. Jari jemarinya bahkan bisa digerakkan dengan sangat lemas. Saat Guren meremas kuat tatami dengan jari-jarinya, jari-jarinya pun tercengkeram kuat, masuk ke dalam tatami.
Kemudian, sebuah suara bergema di dalam benaknya.
Suara Mahiru.
... Tapi, kau sudah bukan manusia lagi. Tangan manusia yang terputus, tidak mungkin akan bisa bersatu kembali. Jiwamu, sudah sedikit bercampur denganiblis.
Katanya, jiwa Guren sudah bercampur dengan Iblis. Guren melihat lengan kanannya, lantas berdiri. Dia menyibak bagian lengan, baju tidur ala Jepang yang seseorang kenakan kepadanya. Tidak ada satu pun luka membekas, di bagian sambungan lengan yang terputus.
“Apa  yang terjadi ..., dengan lenganku?”
Saat ditanya seperti itu, Shigure pun menjawab.
“Tulangnya putus, tetapi karena lengan Anda memperlihatkan kemampuan pemulihan diri luar biasa, maka hanya dalam waktu setengah bulan, gipsnya sudah dilepas.”
Yang Shigure katakan, adalah tentang lengan kirinya. Sepertinya, dia tidak mengetahui apa yang terjadi dengan lengan kanannya. Itu artinya, saat Guren kehilangan kesadaran, luka di lengan kanannya sudah tidak membekas sama sekali.
Tidak, bukan hanya itu. Bahkan tulangnya yang terputus terasa aneh. Luka tulang tangan kanannya yang terputus akibat serangan dari vampir, seharusnya bukan luka yang bisa pulih dengan cepat. Tapi, hanya dalam waktu setengah bulan, gips sudah bisa dilepas. Apakah itu benar-benar kekuatan memulihkan diri milik manusia?
Guren lantas berkata.
“Pinjami aku handphone yang tidak disadap.”
Shigure mengambil handphone dari sakunya. Kemungkinan besar, itu adalah handphone yang tidak terpakai. Shigure selalu menyiapkan beberapa handphone seperti itu. Guren  menekan nomor di handphone itu, menghubungi Bagian Penelitian Ilmu Sihir Mikado No.Tsuki.
Tuan Guren ...? Anda bisa sadar kembali?
“Ya, maaf sudah membuat khawatir. Lalu, aku ingin meminta tolong sesuatu.”
Tentang apa?
“Apakah kita masih melakukan penelitian soal ..., Kiju?”
『《Kiju, ya ...? Masih, tetapi tidak mungkin ada perkembangan terkait ilmu kutukan—
Guren langsung menyela.
“Ada orang yang berhasil sukses melakukannya. Ada kemungkinan aku terkena kutukan itu, karena aku menyentuh hasil penelitiannya.”
....
Guren tahu, lawan bicaranya di seberang telepon menjadi gugup mendengarnya.
“Karena itu, kita akan menganalisisnya. Bahan penelitiannya adalah aku. Cari tahu kutukan yang ada di dalam tubuhku, dan kita akan melakukan kemajuan perkembangan penelitian Kiju
Saya mengerti. Persiapan untuk itu akan .... 
“... Segera laksanakan.”
Baik.
Guren menutup telepon. Dia lantas bertanya kepada Sayuri dan Shigure.
“Beritahu aku. Di mana potongan bagian tubuh Chimera yang aku bawa? Apa direbut oleh Hiragi?”
Sayuri dan Shigure hanya memiringkan kepala, kebingungan.
“Bagian tubuh? Mohon maaf, tetapi Tuan Guren tidak membawa benda semacam itu ....”
Guren langsung bisa menebak, siapa yang kini membawa benda itu. Shinya.
“Sayuri, berapa nomor telepon Shinya?”
Sayuri menjawab. Guren langsung menelepon nomor tersebut.
Siapa--?
Guren tidak menjawab dan segera memutus teleponnya.
Lalu, sejurus kemudian masuk telepon dari Shinya, menggunakan nomor yang berbeda.
Ya ampun, siapa, sih? Lagian enggak perlu khawatir begitu, kok. Nomor yang tadi itu enggak disadap.
Lalu, Guren pun menjawab.
“Apa itu karena bagi Hiragi kau ini tidak penting?”
Huah! Kamu Guren, ya? Akhirnya kamu sadar?
“Ya.”
Kupikir kamu mati, lho. Mito menangisimu, tuh.
“Haha. Kalau dia pikir begitu, baguslah.”
Hmm, yah ..., alasanmu telepon karena itu, kan? Bagian tubuh Chimera?
“Benar. Apa kau yang merebutnya? Atau Hiragi yang merebutnya?”
Shinya menjawab pertanyaan itu dengan berkata.
Aku menyembunyikannya.
“Serahkan kepadaku.”
Haha. Aku, sih, memang berpikir seperti itu. Kamu ini memang luar biasa, ya. Sembunyi dari Hiragi dan juga Gereja Hyakuyasampai pergi ke Aichi. Kamu ini tidak percaya diri, ya? Tapi Guren .... Kembalilah ke Tokyo. Di Aichi tidak ada kebenaran yang sesungguhnya.
“....”
Bersama denganku ..., ayo kita hancurkan Hiragi dari dalam--
Saat itu, Guren.
“Dasar bodoh. Kau ini terlalu banyak bicara.”
Lantas menutup handphonenya.

t
Kemudian, 10 hari pun berlalu.
Bulan Juli sudah berlangsung setengah bulan.
Hari-hari liburan musim panas pun sudah di depan mata.
Guren kembali menampakkan sosoknya ke SMA Unggulan Shibuya. Meskipun begitu, kedatangannya ke sekolah itu sudah benar-benar sangat terlambat. Dia datang ke sekolah itu pada pukul 8 lewat 15 menit.
Di dalam kelas, bimbingan pagi dari guru wali kelas tengah berlangsung. Dari balik meja guru, Aiuchi Saia yang merupakan guru wali kelasnya, sedang membicarakan sesuatu.
Guren membuka pintu kelas itu.
Kemudian masuk ke dalam.
Lalu, serempak murid-murid di dalam kelas dan juga guru wali kelasnya, melihat ke arahnya.
Tentu saja, di antara mereka ada Mito dan juga Goshi.
Wajah Mito terlihat terkejut, kemudian terlihat tampak senang, dan lantas terlihat seakan hendak menangis.
Goshi pun tertawa terlihat tampak senang.
Namun, semua itu diacuhkan sepenuhnya oleh Guren. Tanpa peduli kondisi yang ada, dia berjalan memasuki kelas, menuju bangkunya, dan lantas duduk.
Lalu, Shinya yang duduk di sebelahnya berkata.
“Yo~ selamat datang kembali ....”
“Berisik.”
“Kamu datang sedikit terlambat, lho?”
“Aku juga punya bermacam-macam hal yang harus kusiapkan.”
“Iya, kah? Padahal aku juga punya banyak informasi yang menarik, lo.”
“Seperti biasa, kau ini banyak omong, ya?”
“Kamu, juga. Seperti biasa, ucapanmu itu pedas.”
“Hah?”
“Fufu~Yah, terserah sih. Tapi, selama kamu, sang Putri Tidur ..., tertidur dengan sangat lelapnya, perang sudah berkembang sangat pesat, lo. Karena itu, kita harus berjuang keras bersama-sama.”
Ujar Shinya panjang lebar. Guren hanya menatap kelasnya, kemudian mengalihkan pandangannya ke langit di luar jendela. Langit biru yang terbentang sangat luas, yang membuat perasaan sangat nyaman saat menatapnya.
Hari itu, suhu sangat tinggi. Hawa musim panas, sudah mulai terasa.
Jika apa yang dikatakan Mahiru benar, maka----------
Jika perkataannya tentang ‘dunia akan hancur saat Natal tahun ini’ adalah benar, maka inilah musim panas penuh kedamaian terakhir umat manusia.
Seraya memandang sinar matahari yang terang benderang bersinar, Guren lantas berkata.
“Perangku itu ..., sudah dimulai sejak aku masih anak-anak, kau tahu?”
“Eh?”
Shinya membalas pertanyaan Guren dengan kembali bertanya kepadanya. Namun, Guren tidak lagi memberikan jawaban apapun.
Guren hanya menatap sinar lesu matahari musim panas, seraya berkata.
“Sial! Panas sekali, sih.”
Ujar Ichinose Guren, mengeluarkan keluhan.



Lalu, dengan langkah yang pasti, waktu belalu.


Menuju ke dunia kehancuran.
Menuju ke dunia garis keturunan.*
Tetapi, tidak ada seorang pun yang mengharapkan datangnya hari itu.
Tidak, bukan itu.
Tetapi, tidak ada seorang pun yang menyangka datangnya hari itu.
Namun, waktu tetap berlalu, langsung menuju ke kehancuran dunia, penuh rasa putus asa.
Suatu saat, dikemudian hari, seseorang berkata. Manusia itu, terlalu sombong.
Kemudian orang yang lain pun berkata. Manusia itu, telah melakukan dosa besar, yang sama sekali tidak bisa diampuni.
Ini adalah kisah sebenarnya, cerita itu.
Cerita yang terjadi tepat sebelum kehancuran manusia-------Hingga sebelum malaikat terakhir meniupkan sangkakala hari kehancuran. Hingga palu pengadilan dan hukuman diketuk. Tentang bagaimana manusia merangkak susah payah dalam kesedihan, namun tetap memanggil-manggil ‘cinta’. Inilah kisah tentang semua itu---------