JURANG

Gore Warning.
* * *
Zraaassh- suara dari air yang mengalir. Angin dingin berhembus mengenai pipinya dan membuatnya gemetar. Ada sebuah sensasi yang keras yang bersentuhan dengan wajahnya dan hawa dingin menusuk-nusuk bagian bawah tubuhnya. Hajime mengerang saat dia terbangun.
Dengan linglung, dia berusaha keras untuk duduk tegak sementara seluruh tubuhnya mengerut kesakitan.
“Aduh, Ini… Seharusnya aku…”
Sambil memegangi kepalanya yang goyah dengan satu tangan, dia mengamati lingkungan di sekitarnya saat dia mengulang kembali ingatannya. Sekalipun sekelilingnya temaram, berkat pendaran cahaya dari batu-batu yang bersinar hijau, dia tidak menjadi buta dalam kegelapan. Di depan Hajime ada sebuah sungai yang lebarnya sekitar lima meter, dan di dalamnyalah tubuh bagian bawahnya terendam. Bagian atas tubuhnya sepertinya tersangkut dan terdampar pada bebatuan yang mencuat di sisi sungai.
“Ya…aku jatuh dari jembatan yang hancur… kalau begitu…”
Kepalanya yang sebelumnya tersaput kabut yang menutupi pikirannya, perlahan mulai berjalan kembali. Hajime pasti selamat dari kejatuhan itu hanya karena keberuntungan. Di tengah-tengah jatuhnya dia menemukan area di mana tebingnya memiliki sebuah celah, dari sini air yang merembes memancar seperti banjir. Ada begitu banyak air terjun di sini, dan semua air terjun ini menghempaskan Hajime terus-menerus sampai akhirnya ia terdesak ke dinding. Pada akhirnya dia terdorong keluar dari sebuah terowongan yang seperti seluncuran air. Ini adalah sebuah keajaiban yang sulit dipercaya. Ketika dia melayang keluar dari terowongan tersebut, kepala Hajime terbentur dan dia kehilangan kesadaran. Secara pribadi, Hajime tidak tahu bagaimana keajaiban semacam itu bisa terjadi.
“Bagaimanapun, aku selamat… Hatsyii! Di-dingin.”
Dia terbenam di dalam air bawah tanah yang dingin selama ini, karena inilah seluruh tubuhnya begitu kedinginan. Kalau begini, ada kemungkinan dia akan terkena hipotermia. Hajime dengan segera bangkit. Dengan gemetaran dan menggigil, dia melepas pakaian dan memerasnya.
Menggunakan transmutasinya, ia menciptakan sehelai kertas. Pada lantai batu yang keras, ia mulai mengukirkan sebuah lingkaran transmutasi.
“Terlalu dingin untuk berkonsentrasi…”
Dia ingin sebuah sihir “Spark”. Ini adalah sihir sederhana yang bahkan dapat dilakukan anak kecil dengan sebuah formasi sihir sebesar 10 cm. Pada saat ini, tidak ada batu sihir untuk meningkatkan efisiensi sihirnya meskipun Hajime membutuhkannya karena dia tidak memiliki bakat sihir. Hajime akan harus membuat sebuah formula sihir yang rumit yang diameternya satu meter untuk melancarkan “Spark” tersebut. Setelah 10 menit, dia berhasil menyelesaikan formasi sihir itu dan memulai rapalannya untuk mengaktifkannya.
“Aku mencari api, Kekuatan cahaya, Bermanifestasilah, “Spark”… Kenapa ada rapalan mantera yang berlebihan seperti ini hanya untuk menciptakan api biasa? Sangat memalukan… Haa~a.”
Helaan nafasnya sepertinya telah menjadi sebuah kebiasaan akhir-akhir ini. Tetap saja ia menciptakan sebuah lidah api sebesar kepalan tangan dan bermandikan kehangatannya. Dia meletakkan pakaiannya berdampingan dekat dengan api untuk mengeringkannya.
“Aku penasaran di mana ini… Kurasa aku jatuh cukup dalam… bisakah aku kembali?”
Menghangatkan dirinya dengan api tersebut, dia dapat merasakan dirinya tenang. Perlahan-lahan kegelisahan mula memenuhi hatinya. Hajime benar-benar ingin menangis, air mata bahkan mulai berkumpul di matanya, tapi dia menahannya karena jika dia menangis sekarang, dia akan hancur. Dia menyeka air mata yang telah terkumpul itu dan menampar pipinya sendiri.
“Tidak ada pilihan lain, aku harus menemukan jalan kembali. Tidak apa-apa, aku yakin akan baik-baik saja.”
Wajah Hajime menjadi terlihat penuh tekad setelah dia bergumam menyemangati dirinya sendiri, sambil memandangi api.
Setelah 20 menit, pakaiannya kering dan hangat, jadi Hajime beranjak pergi. Hajime tidak yakin di lantai tingkat berapa dia berada, tapi pastilah dia masih berada di dalam Dungeon. Bukanlah hal yang aneh jika ada monster yang mengintai. Dia berjalan hati-hati menuruni lintasan besar yang mengarah ke dalam.
Lintasan yang dijalani Hajime terasa seperti sebuah goa. Alih-alih sebuah lintasan rendah berbentuk segiempat, gang itu malah berbatu-batu dan dindingnya menyembul di beberapa tempat dan berbelok-belok menyulitkan. Ini sama dengan ruang terakhir di lantai 20, perbedaannya hanyalah ukurannya. Lintasan membingungkan yang penuh dengan rintangan ini berdiameter 20 m. Bahkan di tempat yang lebih sempit masih berdiameter 10 m. Meskipun itu bukanlah jalan yang mudah untuk dilalui, ada banyak tempat untuk bersembunyi dan Hajime terus maju dengan diam-diam dari satu tempat persembunyian ke tempat persembunyian lainnya.
Dia bertanya-tanya berapa jauh dia telah berjalan. Hajime mulai merasa lelah, sampai akhirnya ia mencapai jalan bercabang tiga untuk pertama kalinya. Sebuah persimpangan besar terdapat di hadapannya. Di balik batu besar tempat Hajime bersembunyi, dia penasaran arah manakah yang harus diambil.
Cukup lama waktu yang dihabiskan untuk memikirkannya. Dia merasa dia melihat sesuatu di sudut penglihatannya dan dengan cepat dia bersembunyi di balik sebuah batu. Tanpa suara, ia mengeluarkan kepalanya dan menunggu untuk melihat. Dari lintasan yang berada lurus di depan, sebuah bola berbulu putih melompat muncul. Sosok itu memiliki telinga panjang, dan kelihatan seperti seekor kelinci. Akan tetapi, ukurannya sebesar anjing ukuran sedang dan kaki yang menekuk begitu berotot. “Kelinci” itu juga memiliki beberapa garis berwarna merah gelap di sepanjang tubuhnya seperti pembuluh-pembuluh darah, garis-garis tersebut juga berdenyut-denyut seperti jantung. Itu sangat menakutkan.
Sudah jelas, itu adalah monster yang berbahaya. Hajime memutuskan untuk menghindarinya dengan pergi ke kiri atau ke kanan alih-alih dia memilih jalan lurus. Kelihatannya dia tidak akan bisa melanjutkan ke kanan karena “kelinci” itu berada di dekatnya. Hajime menahan nafas dan menunggu waktu untuk bergerak. Pada saat itu, kelinci itu menoleh dan mulai mengendus-endus tanah. Sekarang! Dia mencoba bergerak ke sana.
Kelinci itu sepertinya bereaksi karena hal itu, dan dengan cepat menegakkan punggungnya untuk berdiri. Telinganya yang waspada bergemeresak.
(Sial! A-apakah dia menemukanku? A-apa aku baik-baik saja?)
Dia menempelkan tubuhnya ke batu besar untuk menyembunyikan dirinya, dan dia mencoba untuk mengendalikan jantungnya yang berdebar-debar. Telinga yang tajam itu sepertinya dapat menangkap suara detak jantungnya, dia berkeringat dingin memikirkan hal itu.
Untungnya, ada alasan lain mengapa kelinci tersebut menjadi waspada.
Guru~ua!”
Monster berbentuk seperti serigala berambut putih melompat keluar dan menggeram pada kelinci tersebut. Sang serigala putih memiliki dua ekor dan besarnya hampir sama dengan seekor anjing besar. Sama seperti sang kelinci, serigala tersebut memiliki garis-garis merah gelap yang berdenyut-denyut di seluruh tubuhnya. Setelah itu serigala tersebut melompat keluar, dua serigala lain melompat keluar dari balik bebatuan yang berbeda untuk bergabung.
Hajime melongokkan kepalanya keluar dan mengamati situasi. Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, serigala-serigala tersebut akan memangsa si rabbit-chan (meskipun dia tidak cukup imut untuk disebut –chan). Dengan tampang yang kebingungan, Hajime setengah mengangkat kakinya. Akan tetapi …
“Kyu!”
Sebuah pekikan imut muncul dari sang kelinci dan ia melompat ke udara dengan sebuah putaran. Kelinci itu memberikan tendangan berputar ke bawah dengan kakinya yang kuat dan menghajar serigala pertama.
Duak!
Tendangan itu menghasilkan sebuah suara yang tadinya tidak terpikir akan terjadi. Rabbit-chan memberikan tendangan mulus ke kepala si serigala.
Kraak!
Ada sebuah pantulan gema dan Hajime dapat melihat leher serigala itu telah terpuntir ke arah yang salah.
Hajime menjadi kaku karena pemandangan tersebut. Menggunakan gaya sentrifugal dari tendangan putar, kelinci itu berputar di udara sampai dia dalam posisi terjungkir. Kelinci itu kemudian menendang udara dan jatuh ke tanah seperti sebuah meteor. Tepat sebelum mendarat, dia memutar dirinya sendiri tegak lurus ke serigala itu dan memberikan hantaman tumit yang kuat ke serigala tersebut dekat dengan titik dia mendarat.
Guaah!
Tanpa sempat untuk memekik kesakitan, kepala kedua serigala itu dilumatkan. Dua serigala lainnya muncul dan melompat ke arah si kelinci saat mendarat. Hajime berpikir bahwa kali ini si kelinci akan kalah. Kelinci itu dapat melakukan handstand sambil memutar kakinya, seperti seorang break dancer. Kedua serigala itu terlempar dan menghantam kelinci itu karena tendangan yang seperti angin puting beliung tersebut. Darah bercipratan ke dinding dan bangkainya merosot jatuh.
Serigala terakhir mengerutkan ekornya sambil menggeram. Segera, ekor tersebut mulai melepaskan listrik. Dia mencoba untuk melancarkan sebuah Sihir Khusus.
Gra-aa!
Kilat itu melesat ke arah si kelinci dengan sebuah raungan. Saat kilat berkecepatan tinggi itu mendekat, kelinci tersebut menghindarinya dengan mulus dengan melakukan langkah zigzag. Saat kilat tersebut lenyap, kelinci itu menyarangkan sebuah tendangan salto dalam sekali serangan. Tendangan tersebut melemparkan si serigala menjauh, dan monster tersebut mendarat tertelungkup di tanah dan meringkuk. Sepertinya leher serigala itu patah karena serangan tersebut.
Kyuu!”
Teriakan kemenangan? Kelinci itu mengangkat kaki depannya menggosok-gosok telinganya.
“Ibu, katakan padaku kalau ini sebuah kebohongan.”
Hajime yang masih kaku hanya dapat tersenyum hambar. Bukankah ini berbahaya? Traum Soldier yang menjadi masalah bagi para murid terlihat seperti mainan dibandingkan dengan kelinci ini. Kelinci ini mungkin lebih kuat daripada Behemoth, yang hanya dapat melakukan serangan monoton sederhana.
Dia tahu kalau dia tertangkap maka itu sudah pasti artinya mati, rasa takut ini membuatnya secara tak sadar melangkah mundur. Itu adalah sebuah kesalahan.
Trak [Tep].
Suara tersebut menggema di seluruh goa. Hajime telah menendang sebutir kerikil dekat kakinya yang kemudian jatuh dan menciptakan keributan itu. Kesalahan kecil berbahaya semacam itu. Keringat dingin bercucuran turun dari wajahnya. Kelinci itu menoleh seperti sebuah mesin yang bersuara karena tidak diminyaki.
Hajime jelas terlihat.
Mata semerah batu delima menyipit saat melihat Hajime. Dia mematung seperti seekor katak yang dihipnotis oleh seekor ular. Alarm tanda bahaya mulai berbunyi di kepalanya dan jiwanya menyuruhnya lari menyelamatkan nyawanya, tapi tubuhnya tidak mendengarkannya.
Akhirnya, kelinci tersebut yang tadinya hanya melihat Hajime dengan menolehkan kepalanya, berputar seluruhnya ke arah pemuda tersebut. Dia mulai mengumpulkan tenaga ke kakinya.
“Dia datang!”
Dia secara insting mengetahuinya. Monster kelinci itu berjalan ke arahnya, melesat dengan kecepatan yang tak masuk akal, meninggalkan siluet di belakangnya.
Saat dia menyadarinya, dia melompat ke samping sekuat tenaga.
Tempat di mana dia sebelumnya berada meledak seperti ada sebuah bola meriam baru saja mengenainya. Monster tersebut menjejak di tanah seakan dia meledak. Hajime berguling sementara tanahnya bergetar, dan berhenti dengan sisi punggungnya di lantai. Dia mundur dari pusat gempa tersebut dengan wajah pucat.
Perlahan-lahan kelinci itu berdiri dengan sikap bermalas-malasan, setelah itu ia melanjutkan penyerangannya. Hajime secepatnya membentuk sebuah dinding batu dengan transmutasinya. Dinding batu bertemu dengan tendangan kelinci tersebut dan dengan mudah tendangannya menembus pertahanan hajime. Dengan refleks murni, dia mengangkat tangan kirinya untuk memblokirnya. Untungnya wajahnya tidak hancur, tapi dampak serangannya menghempaskan tubuhnya ke tanah. Rasa sakit menjalar di sepanjang lengan kirinya saat dia menguatkan dirinya.
“Augh!”
Saat dia melihat lengan bawah kirinya, lengan tersebut remuk dan membengkok pada sudut yang aneh. Sepertinya itu benar-benar hancur. Membungkuk kesakitan, dia mati-matian mencari si kelinci. Apa yang dia temukan adalah si kelinci berjalan dengan santai, sama sekali berbeda dengan sikapnya yang sebelumnya. Ini pasti hanya imajinasinya, tapi mata monster itu melihatnya dengan tatapan merendahkan. Kelihatannya seakan dia sedang bersenang-senang bermain dengannya.
Karena dia berada pada sisi punggungnya, dia bahkan tidak bisa melarikan diri dengan baik. Yang berdiri di hadapan Hajime adalah si kelinci. Monster itu menatap ke bawah padanya, seakan pemuda itu adalah cacing yang menggeliat di tanah. Kelinci itu mengacungkan kakinya untuk memamerkannya.
(…Apakah ini akhirnya…)
Rasa putus asa menyerang Hajime. Dia terlihat menerawang dan menyerah saat menatap kaki si kelinci itu. Dan kemudian tendangan kematian seketika diayunkan.
Hajime menutup matanya, takut pada ajal yang mendekat.
Tidak peduli berapa lama waktu telah berlalu, serangan yang diperkirakan muncul tidak pernah datang. Dia dengan takut membuka matanya dan di depan wajahnya adalah kaki si kelinci. Tendangan tersebut berhenti tepat sebelum mengenainya. Mungkinkah, monster ini masih bermain-main dengannya dan mencoba untuk memperdalam penderitaannya? Hajime menyadari sesuatu walau begitu, saat dia melihat lebih dekat kelinci itu sedang gemetar.
(A-apa? Kenapa dia gemetar…dia terlihat ketakutan…)
Tidak, bukan “kelihatannya”. Dia benar-benar ketakutan. Hajime mencoba melarikan diri ke lorong di sebelah kanan, tapi pandangannya menangkap seekor monster baru.
Besar, adalah kata yang dapat menggambarkannya. Monster itu setinggi dua meter dan seluruh tubuhnya ditutupi rambut putih. Sama seperti monster lainnya yang dia temui di sini, monster ini juga memiliki garis-garis merah berdenyut-denyut yang meliputi dirinya. Kalau dia bisa membandingkannya dengan hewan lain, maka seekor beruanglah yang terpikir. Satu perbedaannya adalah lengannya memanjang sampai ke kakinya, dan lengan-lengan ini mempunyai 3 cakar yang menonjol sepanjang hampir 30 cm.
Sebelum dia menyadarinya, beruang itu berada dekat sambil menatap tajam mangsanya. Kesunyian melingkupi area tersebut. Baik Hajime dan si kelinci membeku dan tidak dapat bergerak. Bukan, tepatnya tidak akan bergerak. Sama seperti bagaimana Hajime sebelumnya. Tatapan beruang itu telah menghentikan mereka.
“…Grrrr.
Lelah dengan situasi itu, si beruang mulai menggeram.
Tsu!
Ini menyebabkan si kelinci kembali pada kenyataan. Dia dengan cepat mengalihkan ekornya dan dalam sekejap melarikan diri dalam kecepatan tinggi. Semua kecepatan tersebut yang tadinya digunakan untuk menghancurkan musuhnya, sekarang digunakan untuk meloloskan diri. Sayangnya itu sia-sia.
Menggunakan kecepatan yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya, si beruang mengarahkan cakarnya yang tajam pada si kelinci. Kelinci itu menggunakan kecepatannya untuk memelintir tubuhnya menghindari serangan tersebut. Hajime yakin bahwa cakar beruang itu tidak mengenai sasarannya, dan dia melihat si kelinci selesai mengelak.
Saat kelinci itu mendarat, darah mulai memancar dari tubuhnya saat banyak luka sayatan muncul di tubuhnya. Darahnya semakin banyak tertumpah keluar dari lukanya sampai Hajime menyadari bahwa tubuh itu tidak lagi utuh. Potongan demi potongan dari tubuh kelinci itu terlepas ke berbagai arah dan darah menyembur saat potongan terbesar lepas.
Pemandangan berdarah tersebut membuat Hajime merasa jijik. Seekor monster kelinci sekuat itu ditaklukkan dengan begitu mudahnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Sekarang dia tahu kenapa kelinci itu begitu ketakutan. Monster beruang itu luar biasa. Dia dapat menghancurkan siapa saja yang Hajime tahu.
Bergerak dengan lamban dan berat dengan tubuhnya yang besar, beruang itu mendekati bangkai segar tersebut. Suaranya makan dengan lahap dapat terdengar dari beruang itu. Hajime tidak dapat bergerak. Masih dimakan oleh rasa takut, mata monster itu telah mengincar Hajime dengan matanya.
Tidak ada yang tersisa dari si kelinci setelah beruang itu melahapnya dalam 3 suap. Dia berbalik dan menggeram pada Hajime. Mata monster itu mengatakan semuanya seolah ia berkata, “Kau yang berikutnya.”
Ditatapi dengan mata predator seperti itu, Hajime hanya dapat merasa putus asa.
“Uwaaa-” [Ah!]
Hajime lari ke arah yang berlawanan dari si beruang sambil berteriak menggila dan melupakan tentang lengannya yang patah.
Kalau yang seperti kelinci itu saja tidak bisa melarikan diri, maka itu tidak terlihat bagus untuk Hajime. Angin menderu dan dari tangan kirinya dia merasakan ledakan rasa sakit di seluruh tubuhnya saat dia terlempar membentur dinding.
Gah!”
Serangan itu telah menekan semua udara keluar dari paru-parunya. Dia merosot menuruni dinding saat ambruk sambil terbatuk-batuk. Hajime goyah karena serangan itu tapi menjaga matanya tetap pada si beruang. Kemudian dia menyadari bahwa beruang itu sedang mengunyah sesuatu.
Apa yang sedang dia kunyah? Kelincinya sudah selesai dimakan. Entah kenapa lengan yang sedang dimakannya begitu dikenalnya. Hajime bingung dengan kejadian itu, karena dia merasa lebih ringan di sisi kirinya. Lebih tepatnya, lengan kirinya…
“A-Apa?”
Wajah Hajime mengeras. Kenapa tidak ada lengan? Kenapa darah menyembur keluar? Dia memiringkan kepalanya. Hajime tidak bisa memahami apa yang telah terjadi. Kenyataan dari situasi ini akhirnya menyadarkannya. Rasa sakit adalah pengingat bahwa ini bukanlah mimpi.
“Ahhhhhh‼‼”
Teriakannya bergema di gang tersebut. Semuanya dari bagian siku kiri ke bawah telah menghilang.
Monster itu memiliki Sihir Khususnya. Ketiga cakarnya dapat menciptakan bilah-bilah angin yang dapat memanjang sampai 30 cm. Kalau dipikir lagi, hanya kehilangan satu lengan itu termasuk beruntung. Beruang itu mempermainkan Hajime dan dia bertanya-tanya apakah Hajime sedang beruntung. Mengingat bahwa kelinci itu sebelumnya telah ditangani dengan begitu cepat. Setelah dia menyelesaikan makannya, beruang itu maju ke arah Hajime. Matanya tidak merendahkan seperti si kelinci. Monster itu hanya melihat Hajime sebagai makanan.
Monster itu mengulurkan kaki depannya ke arah Hajime. Dia terlihat seperti akan memakan Hajime hidup-hidup.
“A, A, Guu, Re “Rensei”!” [Transmute]
Dengan air mata dan ingus mengalir, ludah menyiprat dari mulutnya, dia mentransmutasi dinding dengan lengan satu-satunya. Itu adalah sebuah tindakan tanpa sadar. Satu-satunya kekuatan yang tersedia untuk Hajime yang memiliki spesifikasi rendah. Menggunakan sihir yang biasanya hanya digunakan untuk memproses senjata. Class ini tidak diragukan lagi adalah golongan pengrajin. Sekalipun ini tidak berguna dalam pertarungan, tapi penghuni dunia lain ini menunjukkan pada para kesatria cara penggunaan baru dari skill ini. Sebuah skill yang menyelamatkan nyawa teman-temannya. Di ambang kematian, dia memilih untuk bergantung pada skill itu, dan skill tersebut menjawabnya dengan sebuah jalan untuk meloloskan diri.
Sebuah lubang dengan tinggi 50 cm, lebar 120 cm dan 2 m kedalamannya terbentuk pada dinding. Hajime berguling masuk ke dalam lubang dan berhasil lolos dari cakar beruang yang mengarah padanya.
Monster itu begitu marah karena kehilangan mangsanya.
Gruaaa‼”
Si monster melancarkan Sihir khususnya sambil meraung. Dia mengarahkan sihirnya ke arah lubang buatan Hajime. Sebuah kehancuran yang mengerikan mengikutinya saat dindingnya terkikis oleh kekuatan cakar itu.
“Ahhhhh-! “Rensei”! “Rensei”! “Rensei”!”
Panik karena monster yang semakin lama semakin mendekat, Hajime mulai melancarkan transmutasinya tanpa henti dan menggali dindingnya lebih dalam. Dia bahkan tidak repot-repot untuk melihat ke belakang. Dengan serampangan dia mengulang-ulang sihirnya, dan terus maju sambil merangkak. Semua rasa sakit atau pikiran lain dikesampingkannya. Energi sihirnya dihabiskan lagi dan lagi saat naluri untuk bertahan hidup menguasainya.
Seberapa banyak kemajuannya? Hajime tidak tahu, tapi dia tidak dapat mendengar suara mengerikan itu. Dalam kenyataan, dia tidak banyak melakukan kemajuan. Setiap rapalan “Rensei”-nya membuat dia maju 2 m (Ini dua kali lipat kuatnya daripada hari-hari sebelumnya). Masalah utamanya adalah pendarahannya, dia tidak akan bisa bergerak tidak lama lagi.
Kesadarannya sudah menghilang karena pendarahan berlebihan. Tetap saja tubuhnya mendorong maju.
““Rensei”… “Rensei”… “Rensei”… “Rensei”…”
Tidak peduli berapa kali dia merapalkannya, dindingnya tidak berubah. Sihirnya terkuras habis sebelum tubuhnya roboh. Kelelahan, tanganya terjatuh dari dinding.
Hajime terjatuh pada punggungnya dan untaian kesadarannya yang terakhir lenyap. Dia hanya menatap kosong ke langit, tapi yang dia lihat hanyalah kegelapan.
Hajime saat ini mengingat kembali beberapa kenangan. Ini seperti kilas balik. Kehidupannya melintas di depan matanya. Saat-saat masa TK dan SD-nya, SMP, dan hari-hari di SMA. Berbagai macam kenangan membanjiri pikirannya sampai ingatannya yang terakhir. Di kamar itu yang diterangi oleh sinar rembulan. Percakapannya dengan seorang dewi dan janji yang mereka buat. Wajah tersenyumnya.
Setelah mengingat pemandangan indah itu, kegelapan menyelimutinya. Tepat sebelum rasa kantuk menariknya, dia merasakan setetes air di pipinya. Seakan seseorang meneteskan air mata padanya.