BAB 2
– Kelas Shinya[1]

Ruang kelas.
Bimbingan dari guru wali kelas.
Seperti layaknya sekolah pada umumnya.
“..................” Terdiam.
Di sanalah Guren berada.
Kelas 1-9. Di kursi paling belakang, sebelah jendela.
Ini adalah bimbingan dari guru wali kelas untuk pertama kalinya.
Guru wali kelasnya adalah seorang wanita. Guru itu, kini tengah menjelaskan mengenai Upacara Penerimaan Murid Baru yang akan berlangsung setelah ini.
Sayuri dan Shigure tidak ada di kelas ini. Sayuri ada di Kelas 1-1.  Dan Shigure di kelas 1-2. Jelas sekali bahwa seseorang telah ikut campur tangan untuk mengatur pembagian kelas mereka. Memposisikan kedua pelayannya di kelas yang paling jauh dengan kelasnya.
“Yah ... itu sudah pasti, sih ...”
Alasan mengapa Guren ada di situ adalah agar keluarga Bangsawan Hiiragi bisa memperlihatkan betapa unggulnya mereka dibandingkan yang lain. Selain itu juga untuk memperlihatkan bagaimana keluarga Hiiragi bisa mengatur penerus utama Keluarga Ichinose.
“Dikucilkan, dijahili, juga didominasi mereka. Hal ini pasti akan sering terjadi. Sikap mereka yang seperti ini sudah berlangsung selama 200 tahun juga, sih.”
Guren lantas tertawa kecil.
Ayahnya yang 25 tahun silam berada di sekolah ini, pasti juga mengalami penindasan dari Keluarga Hiiragi. Dengan mengesampingkan apa yang disukai dan tidak disukai dari Keluarga Bangsawan inti Hiiragi, ayahnya menjadi sosok yang seakan selalu menjunjung tinggi keputusan keluarga Hiiragi saat ada hal penting yang harus diputuskan.
Di kalangan anggota keluarga Mikado no Tsuki, sikap ayahnya yang seperti itu tidak begitu dinilai baik. Namun Guren tidak berpikir demikian. Dia sama sekali tidak tidak mempermasalahkan hal itu.
Hal itu karena, bagi Guren, Ayahnya hanyalah melakukan apa yang bisa dilakukannya sebisa mungkin.  Selain itu, jika dengan sikap Ayahnya itu tidak terjadi peperangan, dan organisasi bisa berjalan dengan lancar, tidak masalah, bukan?
Lagipula,  pada hari itu.
“ ....... “ Guren lalu sedikit teringat.
Tentang kenangan pada saat dia masih kecil.
Tentang kenangan di mana dia bertemu dengan Mahiru untuk terakhir kalinya.
Tentang kenangan saat dia kembali ke rumah dalam keadaan babak-belur akibat dipukuli oleh orang-orang dari keluarga Hiiragi.
Ayahnya menatapnya. Wajah ayahnya terlihat seakan sangat bersalah. Lalu berkata padanya.
“Maafkan ayahmu yang tidak punya kekuatan ini  .... “
Kemudian dipeluknya Guren yang penuh luka. Wajah ayahnya terlihat seakan hendak menangis. Lalu ayahnya pergi menuju kediaman keluarga Hiiragi dan meminta maaf.
Padahal anaknya dipukuli. Namun, dia justru pergi untuk meminta maaf.
          “ .....................”
          Guren tersadar dari lamunan akan masa lalunya. Dia lalu mengangkat wajahnya. Mengamati kondisi kelasnya. 40 orang. Kelas dengan jumlah siswa dan siswi yang seimbang.
          Dari daftar nama anak-anak sekelas, sepertinya terdapat anak-anak dari keluarga penting di dalam organisasi Mikado no Oni di kelas itu.
          Keluarga Juujou
          Keluarga Goshi
          Keluarga Sanguu
          Mereka adalah keluarga yang terkenal di dalam dunia ilmu sihir. Dan di kelas Guren terdapat anak-anak yang menyandang nama tersebut. Sedang Ichinose, dulunya adalah keluarga cabang posisi pertama yang melayani keluarga Hiiragi. Namun kini, posisi keluarga Ichinose jauh lebih rendah dari itu.
          Posisi sangatlah sakral. Dan oleh karena itulah, terdapat beberapa siswa yang melihat ke arah Guren dengan tatap sinis. Mereka seakan benci berada sekelas dengannya. Dan Guren bisa merasakan adanya rasa permusuhan dari mereka.
          Ditambah lagi, guru wali kelas itu berkata,
          “Nah, saat ini, kalian sudah menjadi salah satu murid dari SMA Unggulan Shibuya. Kalian harus merasa berbangga diri, bisa menjadi salah satu murid dari sekolah ilmu sihir yang terbaik dan terkuat di seluruh Jepang. Percaya dirilah. Dan saya mendoakan agar kalian bisa memiliki masa-masa SMA yang menyenangkan.”
          Lalu guru tersebut melihat ke arah Guren dengan tatapan gembira, dan berkata,
          “Yah, walaupun ada seseorang—ah bukan, lebih tepatnya seekor tikus yang berhasil menyusup masuk, namun, jangan kalian hiraukan. Murid-murid di kelas ini memiliki posisi dan nilai yang tinggi. Oleh karena itu, saya rasa, sudah tugas kalian untuk bisa menunjukkan martabat sekolah ini, kepada tikus yang menyusup itu.”
          Yang dimaksud dengan tikus itu, pastilah Guren.
          Mendengarnya, kelas pun dipenuhi suara tawa. Walaupun tak semuanya ikut menertawakannya, namun nada tertawa mereka terdengar sangat senang.
          Dan Guren pun ikut tertawa haha-hehe sekenanya. Dia lantas mengukur kekuatan guru wali kelasnya. Mengukur, apakah sang wali kelas yang membodoh-bodohinya itu memiliki kekuatan yang melebihinya.
          Dia tidak peduli jika dirinya dibodoh-bodohi.
          Dia tahu risiko itu, saat dia memutuskan untuk datang ke sekolah itu.
          Hanya saja, dia tidak bisa terima kalau dia kalah dalam hal kekuatan. Dia tidak bisa terima jika sihirnya, dan juga kekuatan berkembangnya kalah. Hal itu karena dia membawa misi yang berbeda dengan ayahnya.
          Selain itu, juga karena di dalam dadanya, tersembunyi harapan yang berbeda dengan ayahnya. Ayahnya yang membangun kekuatan untuk dapat mengelola organisasi dengan tenang dan damai.
“ ...........”
Sambil tertawa mengikuti anak sekelas, dia mengamati kelas itu.
          Anak perempuan dari keluarga Juujou.
          Anak laki-laki dari keluarga Goshi.
          Anak peremuan dari keluarga Sanguu.
          Dari daftar nama anak sekelas, Guren menyadari adanya nama khusus di kelasnya itu.
Nama anak itu adalah—
          Hiiragi Shinya.
          Anak dari kerluarga Hiiragi, yang menyandang nama Hiiragi secara langsung.
          Bagi orang-orang pengikut organisasi Mikado no Oni, nama Hiiragi adalah nama spesial. Bahkan nama keluarga itu adalah nama keluarga kelas atas, yang bisa diibaratkan dengan Perwakilan Sang Dewa bagi mereka.
          Bagi Mikado no Tsuki, mereka sejajar keluarga Ichinose. Bagi Sayuri dan Shigure, mereka sejajar Guren.
          Namun, saat ini, kursi milik siswa tersebut kosong.
          Kursi itu berada paling jauh dari tempat duduk Guren. Yah, pastinya posisi itu disengaja untuk menjauhkan orang yang menyandang nama Hiiragi yang terhormat dari tikus rendahan semacam dirinya.
          Dengan kata lain, kursi itu berada paling dekat dengan pintu depan keluar kelas.
          Kemudian guru wali kelas melanjutkan perkataanya,
          “Mungkin kalian sudah menyadarinya. Tuan Shinya akan berada di kelas ini. Oleh karena itu, berbangga dirilah kalian semua ....”
          A-ha.
          Dengan kata lain, kami akan sekelas dengan orang yang sangat luar biasa.
          Guren lagi-lagi tertawa kecil, melihat perubahan perlakuan antara dirinya dan orang itu. Perubahan yang sangat konyol dan mudah sekali dipahami. Lantas dia melepar pandangannya ke arah luar jendela. Dari jendela itu dia bisa melihat deretan pohon sakura yang berada di luar gerbang sekolah. Seraya melihat deretan pohon sakura itu, ia bergumam,
          “Bagaimana kondisi Sayuri dan Shigure, ya ...?”
          Kemudian terdengar suara pintu belakang kelas bergeser dibuka. Sekejap kemudian kelas menjadi sepi sunyi. Kondisi tegang pun terasa.
          Lalu .....
“Eh .... kenapa jadi sunyi begini?”
Suara itu berasal dari pintu belakang kelas yang bergeser dibuka tersebut.
Suara siswa laki-laki.
Lantas, dengan suara yang terdengar gugup, guru wali kelas berkata,
“Di-dia adalah Tuan Shinya,jelasnya. “Selamat datang di kelas saya, Tuan Shinya. Tempat duduk Anda ada di sebelah si—“
Belum selesai guru tersebut berbicara, Shinya menyela.
“Eh .... Enggak mau. Masa’ di depan?”
“Eh ... Ah .....”
          “Aku mau duduk di kursi sebelah sana. Jadi bisa enggak aku tukar tempat duduk?”
“Ap—Itu ... Tetapi Tuan, di situ adalah ....”
          Ujar guru wali kelas itu. Suaranya terdengar seakan muncul seorang pangeran yang pantas untuk diperlakukan dengan sangat hormat. Yah, itu wajar sekali. Karena orang yang menyandang darah Hiiragi sepertinya sudah datang ke kelas ini.
          Guren yang sejak tadi masih memandang ke luar, kini mengalihkan pandangannya menuju ke ruang kelas. Dia pun sedikit terkejut. Dia terkejut karena pria itu ada di sini. Pria yang ada di gerbang tadi pagi. Pria yang menyerang Guren dengan ilmu sihir.
          Rambut putih. Kerah berdiri. Dengan wajah penuh senyum, namum memiliki tatapan mata yang tajam. Senyum yang penuh dengan rasa percaya diri.
          Sepertinya orang inilah yang bernama Hiiragi Shinya. Jadi, sepertinya sia-sia saja aku menyuruh Shigure mencari tahu identitas pria itu. Pikir Guren dalam hati.
          Dan kini, orang yang bernama Shinya mulai berjalan mendekat ke arahnya. Kemudian dengan senyum yang lembut, dia berkata kepada anak perempuan yang duduk di samping kursi Guren.
          “Hei, aku mau duduk di sini. Apa kau mau tukar tempat denganku?”
          Anak perempuan yang disapanya itu terkejut hingga tak bisa bergerak dalam sekejap.
          “A, ba-baik. Tentu saja saya bersedia.”
          Ujar anak perempuan itu yang dengan segera bangkit.

          Guru wali kelas angkat bicara.
          “Te-tetapi Tuan, jika Anda duduk di dekat tikus renda—“ Lagi-lagi Shinya lalu memotong pembicaraan.
          “Em, Bu guru. Kok, rasanya enggak sopan, ya, kalau guru memanggil muridnya dengan sebutan tikus ...?”
“Ah, itu karena ....”
          “Dia adalah teman sekelasku. Aku harus bisa berteman akrab dengan semuanya.”
“Itu ....”
Lalu anak perempuan yang tadi duduk di sebelah kursi Guren menyingkir.
“Makasih.” Dengan senyum lembutnya, Shinya berkata demikian dan lantas duduk di kursi sebelah Guren. Lalu dia berkata lagi. “Ah, maaf semuanya, aku jadi menganggu. Silakan lanjutkan pengarahannya, bu Guru.”
          Setelah Shinya berkata demikian guru itu pun segera kembali. Dia kembali ke meja guru dengan tergesa-gesa seakan-akan dia bukanlah seorang guru. Dia pun melanjutkan kembali arahannya.
          Kali ini mengenai urutan upacara penerimaan murid baru. Dilanjutkan dengan bagaimana awal bersekolah di sekolah ini hingga bagaimana saat kelulusan nantinya. Guren bisa mendengar Shinya yang terkadang tertawa kecil. Dan Guren lantas kembali menatatap pemandangan luar jendela.
“Hei, kamu ...” Kemudian terdengar suara Shinya menyapanya.
“..............” Guren hanya diam tak bergeming.
          “Em ... namamu kalau enggak salah, Ichinose Guren-kun, kan?” Lanjutnya. “Boleh kupanggil Guren?”
          Guren lantas membalikkan pandangan, melihat ke arah Shinya. Dan terlihat Shinya memang memasang wajah senyam-senyum. Guren lantas menatap wajah Shinya dan menjawab,
          “Apa Anda berbicara dengan saya?”
          Shinya yang mendengar jawaban itu kemudian tertawa dan berkata.
          “Kenapa bahasamu sopan begitu?”
“Saya tidak boleh bersikap kasar terhadap keluarga Hiiragi. Atau kalau tidak, saya akan mendapatkan perlajaran yang menyakitkan.”
“Eh ... Seriusan, tuh?”
“Ya, benar.”
“Wah, begitu, ya. Membosankan, dong.”
“Maafkan saya.”
          Guren berkata demikian sambil menundukkan kepala tanda meminta maaf. Karena sepertinya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, dia lantas kembali melihat ke luar jendela. Dan kemudian, Shinya kembali mengajaknya bicara.
          “Tapi, yah .... tadi pagi kau sengaja terkena jurus sihirku, ya ...?
          “..............” Guren hanya diam.
          “Hmm, untuk apa, ya? Apa untuk menyembunyikan kekuatanmu yang sebenarnya?”
          “ ...............”
          “Bukankah itu benar-benar menunjukkan sikap menentang, ya? Yah, ambisimu terlihat jelas, sih ....”
          Sial. Ternyata memang ketahuan.
          Guren lantas berbalik melihat Shinya dan berkata,
          “Maafkan saya atas perbuatan itu ....”
          “Oh, kau langsung mengakuinya, nih?”
          “Tetapi, sikap itu bukan untuk menyembunyikan ambisi saya. Saya sudah diperingatkan dari rumah agar tidak menentang siapa pun. Juga agar tidak membuat marah keluarga Hiiragi. Memang benar jika saya dengan segaja menerima serangan ilmu sihir Anda begitu saja tanpa perlawanan. Namun, hal itu bukanlah untuk menyembunyikan kekuatan saya.”
“Hmm, begitu, ya.”
“Benar.”
“Begitu, ya ....”
          Dan Shinya menatap Guren. Menatapnya dengan wajah penuh senyum. Lalu entah apa alasannya, tiba-tiba Shinya mendekatinya. Kedekatan yang tidaklah wajar, dan Shinya lantas berbisik di telinganya, dengan suara yang sedikit direndahkan.
          “Hei, Guren. Jangan berkata bohong yang membosankan begitu, dong.”
          “.........................”
          Guren yang mendengarnya lantas mengernyitkan matanya, dan menatap Shinya.
          “Saya tidak berbo—“
          Shinya latas menyela dan berkata,
          “Yah, enggak apa, sih. Tapi, aku sudah berharap padamu karena merasa akhirnya bisa mendapatkan teman.”
“.......................”
          “Sama sepertimu, aku juga membenci keluarga Hiiragi. Aku berpikir, sepertinya menarik jika kita bersama-sama menghancurkannya dengan berbagai cara secara diam-diam.”
“.......................”
          “Oh, ya ... aku ini bukan keturunan murni keluarga Hiiragi, lho. Karena aku ini anak angkat. Aku adalah anak angkat yang diadopsi sejak kecil, agar bisa dimasukkan ke dalam keluarga Hiiragi. Karena itu, aku benci keluarga Hiiragi. Itu artinya, aku adalah temanmu,” Shinya menjelaskan.
          Guren pernah mendengar cerita tentang itu. Agar orang dengan kemampuan ilmu sihir hebat bisa terlahir di keturunan mereka, maka keluarga Hiiragi akan mencari anak-anak dengan kemampuan yang luar biasa, diambilnya, lalu diasuhnya, dan sisa hidup mereka akan dihabiskan sebagai anak angkat keluarga Hiiragi.
          Dan menurut gosip yang dulu didengarnya, mereka kemudian akan dinikahkan dengan anak asli keluarga Hiiragi untuk bisa memberikan keturunan.
          Namun, Guren tidak tahu apakah orang yang mengajaknya bicara itu benar-benar anak angkat keluarga Hiiragi atau bukan. Lagipula, walaupun yang dikatakan Shinya memang benar, bagi Guren, dia tidak perlu memberitahu keinginannya yang sebenarnya. Karena itu Guren berpikir, harus bagaimana menjawab pernyataan orang itu. Apakah menjawab “Anda salah paham.”, ataukah menjawab “Saya bukanlah orang yang seperti Anda bayangkan.”
          Namun, sebelum mengatakan hal itu ....
          Shinya melanjutkan perkataannya.
          “Oh, iya ... pasanganku adalah Mahiru. Hiiragi Mahiru. Aku dibesarkan agar bisa menjadi pasangannya.”
          Guren yang mendengarnya spontan terkejut. Shinya menyadarinya, dan tertawa melihat reaksi spontan Guren.
          “Wah, sifat aslimu langsung keluar.”
          “Sifat apa, ya?”
          “Ah, bukan apa-apa. Aku tidak mengira kalau kita bisa langsung menjadi teman hari ini.”
“................”
          “Ngomomg-ngomong, kau tahu kalau Mahiru juga masuk sekolah ini? Nilai tertinggi saat masuk ke sekolah ini. Karena itu, dia ditunjuk untuk memberikan sambutan sebagai perwakilan siswa baru. Keren sekali, ya .... Mantan pacarmu ....”
Mendengar kata-kata itu, Guren menjawab tanpa merubah ekspresinya.
“Sebenarnya, saya dan dia tidak memiliki hubungan—“
“Yah, walau sekarang dia itu tunanganku, sih.”
“............”
Guren spontan menghentikan perkataannya. Dan tanpa sadari dia menatap Shinya dengan tatapan tajam. Tanpa mengubrisnya, Shinya lantas memasang wajah senyum dengan sangat lembut. Lalu melanjutkan perkataannya seakan-akan hendak memanas-manasi Guren.
          “Bagaimana? Menyesakkan?”
          “Tidak juga.”
          “Hahaha, wajahmu itu, sudah tidak bisa menyembunyikan perasaanmu yang sebenarnya, tahu. Makanya, ayo kita jadi teman akrab. Oh, iya, kuberitahu, ya. Aku dan Mahiru tidak terlalu akrab. Jadi tenang saja. Walaupun aku mendapatkan nama Hiiragi, tapi aku hanyalah anak angkat. Anak angkat hanyalah sampah rendahan. Di dalam keluarga itu, perlakuan yang kudapatkan sama saja dengan apa yang kau dapatkan di sini. Tentu saja itu membuatku kesal. Dan aku jadi berpikir untuk menghancurkan semuanya,jelas Shinya.
          Dia mengatakan hal yang berbahaya. Dan apabila hal yang dikatakannya itu sampai terdengar keluar, maka dia pasti akan mendapatkan hukuman yang sangatlah berat.
          Guren tidak tahu apakah yang dikatakannya itu hanyalah sebuah jebakan saja, ataukah dia benar-benar ingin melawan keluarga Hiiragi. Guren benar-benar tidak mengerti. Namun, dia merasa bahwa lebih baik tidak terlalu sering berurusan dengan Shinya. Lantas sikap Guren pun berubah.
Dia mengangkat kepalanya dan mengalihkan padangannya dari Shinya, lalu berkata,
          “Cih, kau ini bocah cerewet, ya. Tujuanku itu berbeda denganmu. Aku tidak tahu apa yang ingin kau lakukan. Tapi tujuanku itu berbeda denganmu. Jangan libatkan aku!”
Spontan raut muka Shinya berubah menjadi ceria.
“A ... kau sudah tidak pakai bahasa sopan lagi?”
“Diamlah.”
“Kalau begitu, kita teman? Kita sudah jadi teman, kan?”
“Kubilang diam, kan?”
          “Ahaha, yah, tak apa, sih. Lagipula di sini, hanya aku yang bisa jadi temanmu. Karena itu, kita harus bisa akrab, kan?”
Shinya lantas tertawa senang.
          Guren melirik Shinya. Di hari pertama masuk sekolah ini, dia menarik perhatian orang yang cukup merepotkan itu. Hal itu membuat perasaannya menjadi sangat sebal.
          Guru wali kelas yang masih memberi arahan berkata,
          “Nah, sekarang saatnya kita mengikuti upacara penerimaan murid baru. Anak-anak, mari kita berangkat.”
          Dan para murid pun lantas bangkit berdiri.
Shinya pun berdiri dan berkata,
          “Ayo, kita pergi. Pergi untuk mendengar pidato dari dewi kita bersama.”
          Yang dimaksud dewi itu pastilah Mahiru.
          Tapi, sejak mereka dipaksa berpisah oleh para orang dewasa, Guren sudah tidak lagi pernah bertemu dengan Mahiru selama 10 tahun. Karena itu, mendengar namanya disebut lagi setelah sekian lamanya, Guren sendiri tidak tahu harus berekspresi seperti apa.
          Dan sekarang, mereka akan menuju tempat Mahiru berada.
          Tempat di mana Mahiru akan memberikan pidato sebagai perwakilan murid baru.
          Guren sama sekali tidak pernah mengira akan bertemu dengannya lagi dengan kondisi seperti ini.
          Shinya melambaikan tangan ke arahnya dan berkata,
          “Ayo, pergi, Guren.”
          Shinya memanggil namanya begitu saja dengan nampak akrabnya.
          Guren memandang lambaian tangan itu. Dengan muka sebal ia menghalaunya.
          “Jangan dekat-dekat aku!”
          “Haha”
Lalu Guren dan Shinya menuju ruang auditorium.



1. Shinya: Dibaca Shin’ya bukan Shi’nya. Arti dari nama Shinya adalah “Tengah Malam”[1]
1"> ↑